Anda di halaman 1dari 47

Kesalahan Umum dalam Shalat

Posted on 15 January 2014 by Redaksi Leave a comment

Buletin At Tauhid Edisi 3 Tahun X

Bismillh, Allhumma yassir wa ain

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Amal hamba yang pertama kali akan dihisab
adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, dia sukses dan berhasil, dan jika shalatnya rusak, dia sangat
rugi (HR. Nasa-i, Turmudzi, dan dinilai shahih oleh Al Albani).

Semua orang yang memahami hadits ini sangat menyadari, betapa pentingnya nilai shalat dalam
syariat. Dan untuk bisa mendapatkan nilai sempurna dalam shalat, hampir tidak mungkin dilakukan
oleh hamba mengingat banyaknya kekurangan yang kita lakukan. Sekalipun ini hampir tidak
mungkin, namun setidaknya kita berusaha nilai amal shalat kita mendekati sempurna. Diantara usaha
yang bisa kita lakukan adalah menekan semaksimal mungkin angka kesalahan yang terjadi selama
kita shalat.

Dua Kesalahan dalam Shalat

Dalam shalat kita mengenal ada gerakan atau bacaan yang statusnya sebagai rukun shalat, wajib
shalat, dan sunah shalat. Karena itu, kesalahan yang dilakukan masyarakat ketika shalat, bisa kita
kelompokkan menjadi dua :

Pertama, kesalahan yang bisa membatalkan shalat. Itulah semua kesalahan yang bisa
mengurangi kadar rukun atau wajib shalat. Sehingga dia dianggap belum mengerjakan rukun
atau wajib shalat tersebut.

Kedua, yang tidak sampai membatalkan shalat. Kesalahan ini tidak sampai mengurangi kadar
rukun atau wajib shalat.

Kesalahan yang Sering Terjadi Dalam Shalat

Berikut beberapa kesalahan yang sering dilakukan kaum muslimin ketika shalat. Sebagian ada
yang mengancam keabsahan shalatnya dan sebagian tidak sampai membatalkan shalat.
[1] Tidak thumaninah

Yang dimaksud thumaninah adalah posisi tubuh tenang ketika melakukan gerakan rukun
tertentu. Ukuran tenangnya adalah mencukupi untuk membaca satu kali doa dalam rukun
tersebut. Misalnya, thumaninah ketika ruku, artinya posisi tubuh tenang setelah ruku
sempurna. Kemudian baru membaca doa ruku, minimal sekali.

Sering kita saksikan, beberapa kaum muslimin tidak thumaninah. Mereka ruku dan sujud terlalu
cepat. Begitu sampai titik ruku atau sujud, langsung bangkit. Ada kemungkinan, doa ruku sudah
dibaca ketika bergerak ruku, sebelum ruku sempurna. Shalat model semacam ini batal karena
tidak thumaninah.

Suatu ketika ada seseorang yang masuk masjid kemudian shalat dua rakaat. Seusai shalat, orang ini
menghampiri Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang saat itu berada di masjid. Namun Nabi
menyuruh orang ini untuk mengulangi shalatnya. Setelah diulangi, orang ini balik lagi, dan disuruh
mengulangi lagi shalatnya. Ini berlangsung sampai 3 kali. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa
sallam mengajarkan kepadanya cara shalat yang benar. Ternyata masalah utama yang menyebabkan
shalatnya dinilai batal adalah kareka dia tidak thumaninah. Dia bergerak ruku dan sujud terlalu
cepat. (HR. Bukhari & Muslim).

Hadits ini mejadi dalil bahwa thumaninah dalam shalat termasuk rukun shalat. Untuk
menanggulanginya, tahan ketika kita sudah sempurna ruku, atau sujud, kemudian baru baca doa
ruku atau doa sujud.

[2] Was-was ketika takbiratul ihram

Kesalahan kedua ini banyak dialami oleh mereka yang berkeyakinan harus berbarengan persis
antara niat di hati dan ucapan takbiratul ihram. Jika ada sedikit yang mengganggu dalam proses
niatnya, dia langsung membatalkan diri dan mengulangi takbiratul ihram.

Perbuatan ini sejatinya telah diperingatkan para ulama. Berikut para ulama yang memberikan
peringatan akan hal ini,

1. Ibnul Jauzi mengatakan, Ada juga orang yang bertakbir kemudian dia batalkan takbirnya,
bertakbir lagi, dia batalkan lagi, ketika imam mendekati ruku, barulah orang yang terjangkiti was-
was ini berhasil bertakbir, lalu mengejar ruku imam. Sungguh aneh, mengapa dia baru berhasil niat
ketika itu! Semua ini terjadi karena tipuan iblis yang menggodanya agar dia kehilangan keutamaan
takbiratul ihram bersama imam. (Talbis Iblis, hlm. 169).

2. Imam Asy Syafii mengingatkan, Was-was ketika niat shalat dan bersuci adalah bentuk
kebodohan dengan syariat dan kurang akalnya. (Al Qaulul Mubin fi Akhtha Mushallin, hlm. 93).

Untuk mengobati penyakit ini, yakinkan bahwa anda sudah niat, tidak perlu diulangi, dan baca
takbiratul ihram sekali. Inilah yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Apabila
kamu ingin shalat, wudhulah dengan sempurna, lalu menghadaplah ke arah kiblat, dan
bertakbirlah (HR. Bukhari). Anda perhatikan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak
mengajarkan bacaan apapun sebelum shalat dan beliau hanya mengajarkan takbir sekali.
[3] Imam salah dalam membaca Al Fatihah

Ketika seseorang merasa tidak bisa baca Al Fatihah dengan baik, seharusnya dia tidak nekat
untuk maju menjadi imam. Karena ini mengancam keabsahan shalat makmumnya. Imam Syafii
mengatakan, Orang yang salah bacaan Al Fatihah-nya yang menyebabkan perubahan makna
(pada ayat-red), menurutku shalatnya tidak sah, tidak sah pula orang yang shalat di belakangnya.
Jika salah di selain Al Fatihah, aku membencinya, meskipun tidak wajib mengulangi. Karena jika
dia tinggalkan selain Al Fatihah dan hanya membaca Al Fatihah, saya berharap shalatnya
diterima. Jika shalatnya sah maka shalat makmum juga sah insya Allah. Jika kesalahannya pada
Al Fatihah atau lainnya, namun tidak mengubah makna, shalatnya sah, namun saya benci dia jadi
imam, apapun keadaannya. (Al Umm, 1/215)

[4] Sedekap miring

Sebagian orang bersedekap dengan meletakkan kedua tangan tepat di atas jantungnya, atau di
atas organ hatinya. Tidak ada satupun yang memberikan dalilnya. Mereka merasa, shalat dengan
cara itu, hatinya atau jantungnya akan lebih tenang.

Kita semua sepakat, shalat yang paling sempurna adalah shalatnya Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam. Namun Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan bersedekap
dengan cara demikian. Artinya, itu bukan metode agar shalat kita menjadi khusyu.

Masalah berikutnya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang shalat seperti layaknya orang
yang berkacak pinggang. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam melarang seseorang shalat sambil ikhtishar (HR. Bukhari).

Ikhtishar adalah meletakkan satu tangan di atas pinggang atau kedua tangan di atas kedua pinggang.
(Sunan Turmudzi keterangan hadits no. 384). Sementara kita memahami, orang yang bersedekap
miring, menyebabkan salah satu sikunya keluar jauh dari tubuhnya, layaknya orang yang berkacak
pinggang.

[5] Tidak ruku atau itidal dengan sempurna

Dari Hudzaifah radhiyallahu anhu, bahwa beliau pernah melihat ada orang yang tidak
menyempurnakan ruku dan sujud ketika shalat. Setelah selesai, ditegur oleh Hudzaifah, Sudah
berapa lama Anda shalat semacam ini? Orang ini menjawab, 40 tahun. Hudzaifah
mengatakan, Engkau tidak dihitung shalat selama 40 tahun (karena shalatnya batal-pen).
Lanjut Hudzaifah, Jika kamu mati dan model shalatmu masih seperti ini, maka engkau mati
bukan di atas fitrah (ajaran) Muhammad shallallahu alaihi wa sallam (HR. Bukhari)

Hadits ini berbicara tentang orang yang tidak sempurna dalam melakukan gerakan rukun dalam
shalat. Misalnya, orang yang ruku, sebelum posisi ruku sempurna, dia sudah bangkit. Atau
orang yang belum sempurna berdiri itidal (tubuh masih condong ke depan), dia sudah sujud.

[6] Tidak menempelkan hidung ketika sujud

Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan agar orang yang sujud benar-benar
menempelkan hidungnya ke lantai. Beliau bersabda, Allah tidak menerima shalat bagi orang
yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah, sebagaimana dia menempelkan dahinya ke tanah
(HR. Ibnu Abi Syaibah, Abdurrazzaq, dan dinilai shahih oleh Al Albani). Hadits ini
menunjukkan menempelkan hidung ketika sujud hukumnya wajib.

[7] Membuka tangan ketika salam

Salam ke kanan, membuka tangan kanan, salam ke kiri dengan membuka tangan kiri. Kebiasaan
ini pernah dilakukan sebagian sahabat di zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dari Jabir
bin Samurah radhiyallahu anhu, Ketika kami shalat bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam, kami mengucapkan Assalamualaikum wa rahmatullah - Assalamu alaikum wa
rahmatullah sambil berisyarat dengan kedua tangan ke samping masing-masing. Kemudian
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan, Mengapa kalian mengangkat tangan
kalian, seperti keledai yang suka lari? Kalian cukup letakkan tangan kalian di paha kemudian
salam menoleh ke saudaranya yang di samping kanan dan kirinya (HR. Muslim).

Penulis : Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., B.I.S (Dewan Pembina situs www.konsultasisyariah.com)

Murojaah : Ustadz Aris Munandar, M.PI


30 Kesalahan dalam Shalat
13 Desember 2010 pukul 5:59

30 Kesalahan dalam Shalat

"Sesungguhnya yang petama kali akan dihisab atas seorang hamba pada hari kiamat
adalah perkara shalat. Jika Shalatnya baik, maka baik pula seluruh amalan ibadah
lainnya, kemudian semua amalannya akan dihitung atas hal itu."(HR. An Nasa'I : 463)

Banyak orang yang lalai dalam shalat, tanpa sengaja melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak
diketahuinya, yang mungkin bisa memubat amalan shalatnya tidak sempurna.kami akan
paparkan kesalahan yang sering terjadi dalam shalat.
1. Menundanunda Shalat dari waktu yang telah ditetapkan. Hal ini merupakan pelanggaran
berdasarkan firman Allah, "Sesungguhnya shalat suatu kewajiban yang telah ditetepkan
waktunya bagi orang-orang beriman". (QS. An-Nisa : 103)

2. Tidak shalat berjamah di masjid bagi laki-laki. Rasullah bersabda, "Barang siapa yang
mendengar panggilan (azan) kemudina tidak menjawabnya (dengan mendatangi shalat
berjamaah), kecuali uzur yang dibenarkan". (HR. Ibnu Majah Shahih) Dalam hadits bukhari dan
Muslim disebutkan. "Lalu aku bangkit (setelah shalat dimulai) dan pergi menuju orang-orang
yang tidak menghadiri shalat berjamaah, kemudian aku akan membakar rumah-rumah mereka
hingga rata dengan tanah."

3. Tidak tuma'minah dalam shalat. Makna tuma'minah adalah, seseorang yang melakukan
shalat, diam (tenang) dalam ruku'.i'tidal,sujud dan duduk diantara dua sujud. Dia harus ada pada
posisitersebut, dimana setiap ruas-ruas tulang ditempatkan pada tempatnya yang sesuai. Tiak
boleh terburu-buru di antara dua gerakan dalam shalat, sampai dia seleasi tuma'ninah dalam
posisi tertentu sesuai waktunya. Nabi bersabda kepada seseorang yang tergegesa dalam shalatnya
tanpa memperlihatkan tuma;minah dengan benar, "Ulangi shalatmu, sebab kamu belum
melakukan shalat."

4. Tidak khusu' dalam shalat, dan melakukan gerakan-gerakan yang berlebihan di


dalamnya. Rasulallah bersabda, "Sesungguhnya, seseorang beranjak setelah megnerjakan
shalatnya dan tidak ditetapkan pahala untuknya kecuali hanya sepersepuluh untuk shalatnya,
sepersembilan, seperdelapan, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga atau setangah darinya.
" (HR. Abu Dawud, Shahih) mereka tidak mendapat pahala shlatnya dengan sempurna
disebabkan tidak adanya kekhusyu'an dalam hati atau melakukan gerakan-gerakan yang
melalaikan dalam shalat.

5. Sengaja mendahului gerakan iman atau tidak mengikuti gerakan-gerakannya. Perbuatan


ini dapat membatalkan shalat atau rakaat-rakaat. Merupakan suatu kewajiban bagi mukmin untuk
mengikuti imam secara keseluruhan tanpa mendahuluinya atau melambat-lambatkan sesudahnya
pada setiap rakaat shalat. Rasulallah bersabda, "Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikuti
keseluruhannya. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah, dan jangan bertakbir sampai imam
bertakbir, dan jika dia ruku' maka ruku'lah dan jangan ruku' sampai imam ruku' ". (HR. Bukhari)

6. Berdiri untuk melngkapi rakaat yang tertinggal sebelum imam menyelesaikan tasyahud
akhir dengan mengucap salam ke kiri dan kekanan. Rasulallah bersabda, "Jangan
mendahuluiku dalam ruku', sujud dan jangan pergi dari shalat (Al-Insiraf)". Para ulama
berpedapat bahwa Al-Insiraf, ada pada tasyahud akhir. Seseorang yang mendahului imam harus
tetap pada tempatnya sampai imam menyelesaikan shalatnya (sempurna salamnya). Baru setalah
itu dia berdiri dan melengkapi rakaat yang tertinggal.

7. Melafadzkan niat. Tidak ada keterangan dari nabi maupun dari para sahabat bahwa meraka
pernah melafadzkan niat shalat. Ibnul Qayyim rmh menyatakan dalam Zadul-Ma'ad "Ketika
Nabi berdiri untuk shalat beliau mengucapkan "Allahu Akbar", dan tidak berkata apapun selain
itu. Beliau juga tidak melafalkan niatnya dengan keras.

8. Membaca Al-Qur'an dalam ruku' atau selama sujud. Hal ini dilarang, berdasarkan sebuah
riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi bersabda, "saya telah dilarang untuk membaca Al-Qur'an
selama ruku' atau dalam sujud." (HR. Muslim)

9. Memandang keatas selama shalat atau melihat ke kiri dan ke kanan tanpa alasan
tertentu. Rasulallah bersabda, "Cegalah orang-orang itu untuk mengangkat pandangan keatas
atau biarkan pandangan mereka tidak kembali lagi". (HR. Muslim)

10. Melihat ke sekeliling tanpa ada keperluan apapun. Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa ia
berkata, "Aku berkata kepada Rasulallah tentang melihat ke sekeliling dalam shalat Beliau
menjawab, "Itu adalah curian yang sengaja dibisikan setan pada umat dalam shalatnya". (HR.
Bukhari)

11. Seorang wanita yang tidak menutupi kepala dan kakinya dalam shalat. Sabda
Rasulallah, "Allah tidak menerima shalat wania yang sudah mencapai usia-haid, kecuali jiak dia
memakai jilbab (khimar)". (HR. Ahmad)

12. Berjalan di depan orang yang shalat baik orang yang dilewati di hadapanya itu sebagai
imam, maupun sedang shalat sendirian dan melangka (melewati) di antara orang selama
khutbah shalat Jum'at. Rasulallah bersabda, "Jika orang yang melintas didepan orang yang
sedang shalat mengetahui betapa beratnya dosa baginya melakukan hal itu, maka akan lebih baik
baginya untuk menunggu dalam hitungan 40 tahun dari pada berjalan didepan orang shalat itu".
(HR. Bukhari dan Muslim). Adapun lewat diantara shaf orang yang sedang shalat berjamaah,
maka hal itu diperbolehkan menurut jumhur bedasarkan hadits Ibnu Abbas : "Saya datang
dengan naik keledai, sedang saya pada waktu itu mendekati baligh. Rasulallah sedang shalat
bersama orang orang Mina menghadap kedinding. Maka saya lewat didepan sebagian shaf, lalu
turun dan saya biarkan keledai saya, maka saya masuk kedalam shaf dan tidak ada seorangpun
yang mengingkari perbuatan saya". (HR. Al-Jamaah). Ibnu Abdil Barr berkata, "Hadits Ibnu
Abbas ini menjadi pengkhususan dari hadits Abu Sa'id yang berbunyi "Jika salah seorang dari
kalian shalat, jangan biarkan seseorangpun lewat didepannya". (Fathul Bari: 1/572)

13. Tidak mengikuti imam (pada posisi yang sama) ketika datang terlambat baik ketika
imam sedang duduk atau sujud. Sikap yang dibenarkan bagi seseorang yang memasuki masjid
adalah segera mengikuti imam pada posisi bagaimanapun, baik dia sedang sujud atau yang
lainnya.

14. Seseorang bermain dengan pakaian atau jam atau yang lainnya. Hal ini mengurangi
kekhusyu'an. Rasulallah melarang mengusap krikil selama shalat, karna dapat merusak
kekhusyu'an, Beliau bersabda, "Jika salah seorang dari kalian sedang shalat, cegahlah ia untuk
tidak menghapus krikil sehingga ampunan datang padanya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad)

15. Menutup mata tanpa alasan. Hal ini makruh sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul
Qayyim Al-Jauziyah, "Menutup mata buka dari sunnah rasul". Yang terbaik adalah, jika
membuka mata tidak merusak kekhusyu'an shalat, maka lebih baik melakukannya. Namun jika
hiasan, ornament dsn sebagainya disekitar orang yang shalat atau antara dirinya dengan kiblat
mengganggu konsentrasinya, maka dipoerbolehkan menutup mata. Namun demikian pernyataan
untuk melakukan hal itu dianjurkan (mustahab) pada kasus ini. Wallahu A'lam.

16. Makan atau minum atau tertawa. "Para ulama berkesimpulan orang yang shalat dilarang
makan dan minum. Juga ada kesepakatan diantara mereka bahwa jika seseorang melakukannya
dengan sengaja maka ia harus mengulang shalatnya.

17. Mengeraskan suara hingga mengganggu orang-orang di sekitarnya. Ibnu Taimuiyah


menyatakan, "Siapapun yang membaca Al-Qur'an dan orang lain sedang shlat sunnah, maka
tidak dibenarkan baginya untuk membacanya dengan suara keras karean akan mengganggu
mereka. Sebab, Nabi pernah meninggalkan sahabat-sahabatnya ketika merika shalat ashar dan
Beliau bersabda, "Hai manusia setip kalian mencari pertolongan dari Robb kalian. Namun
demikian, jangan berlebihan satu sama lain dengan bacaan kalian".
18. Menyela di antara orang yang sedang shalat. Perbuatan ini teralarang, karena akan
mengganggu. Orang yang hendak menunaikan shalat hendaknya shalat pada tempat yang ada.
Namun jika ia melihat celah yang memungkinkan baginya untuk melintas dan tidak
mengganggu, maka hal ini di perbolehkan. Larangan ini lebih ditekankan pada jama'ah shalat
Jum'at, hal ini betul-betul dilarang. Nabi bersabda tentang merka yang melintasi batas shalat,
"Duduklah! Kamu mengganggu dan terlambat datang".

19. Tidak meluruskan shaf. Nabi bersabda, "Luruskan shafmu, sesungguhnya meluruskan shaf
adalah bagian dari mendirikan shalat yang benar" (HR. Bukhari dan Muslim).

20. Mengangkat kaki dalam sujud. Hal ini bertentangan dengan ynag diperintahkan
sebagaimana diriwayatkan dalam dua hadits shahih dari Ibnu Abbas, "Nabi telah memerintah
bersujud dengan tujuh anggota tubuh dan tidak mengangkat rambur atau dahi (termasuk hidung),
dua telapak tangan, dua lutut, dan dua telapak kaki." Jadi seseorang yang shalat (dalam sujud),
harus dengan dua telapak kaki menyentuk lantai dan menggerakan jari-jari kaki menghadao
kiblat. Tiap bagian kaki haris menyentuk lantai. Jika diangkat salah satu dari kakinya, sujudnya
tidak benar. Sepanjang dia lakukanutu dalam sujud.

21. Meletakkan tangan kiri dia atas tangan kanan dan memposisikannya di leher. Hal ini
berlawanan dengan sunnah karena Nabi meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan
meletakkan keduanya di dada beliau. Ini hadits hasan dari beberapa sumber yang lemah di
dalamya. Tapi dalam hubungannya saling menguatkan di antara satu dengan lainnya.

22. Tidak berhati-hati untuk melakukan sujud dengan tujuh angota tubuh (seperti dengan
hidung, kedua telapak tangan, kedua lutuk dan jari-jari kedua telapak kaki). Rasulallah
bersabda, "Jika seorang hamba sujud, maka tujuh anggota tubuh harus ikut sujud bersamanya:
wajah, kedu telapak tangan kedua lutut dan kedua kaki". (HR. Muslim)

23. Menyembunyikan persendian tulang dalam shalat. Ini adala perbuatan yang tidak
dibenarkan dalam shalat. Hal ini didasarkan pad sebuah hadits dengan sanad yang baik dari
Shu'bah budak Ibnu Abbas yang berkata, "Aku shalat di samping Ibnu Abbas dan aku
menyembunyikan persedianku." Selesai shalat di berkata, "Sesungguhnya kamu kehilangan
ibumu!, karena menyembunyikan persendian ketika kamu shalat!".
24. Membunyikan dan mepermainkan antar jari-jari (tasbik) selama dan sebelum shalat.
Rasulallah, "Jika salah seorang dari kalian wudhu dan pergi kemasjid untuk shalat, cegahlah dia
memainkan tangannya karena (waktu itu) ia sudah termasuk waktu shalat." (HR. Ahmad, Abu
Dawud, At-Tirmidzi)

25. Menjadikan seseorang sebagai imam, padahal tidak pantas, dan ada orang lain yang
lebih berhak. Merupakan hal yang penting, bahwa seorang imam harus memiliki pemahaman
tentang agama dan mampu membaca Al-Qur'an dengan benar. Sebagaimana sabda Nabi "Imam
bagi manusia adalah yang paling baik membaca Al-Qur'an" (HR. Muslim)

26. Wanita masuk ke masjid dengan mempercantik diri atau memakai harum-haruman.
Nabi bersabda, "Jangan biarkan perempuan yang berbau harum menghadiri shalat isya bersama
kita." (HR. Muslim)

27. Shalat dengan pakaian yang bergambar, apalagi gambar makhluk bernyawa. Termasuk
pakaian yang terdapat tulisan atau sesuatu yang bisa merusak konsentrasi orang yang shalat di
belakangnya.

28. Shalat dengan sarung, gamis dan celana musbil melebihi mata kaki). Banyak hadits
rasulallah yang meyebutkan larangan berbuat isbal diantaranya : A. Rasulallah bersabda :
sesungguhnya allah tidak menerima shalat seseorang lelaki yang memakain sarung dengan cara
musbil." (HR. Abu Dawud (1/172 no. 638); B. Rasulallah bersabda : Allah tidak (akan) melihat
shalat seseorang yang mengeluarkan sarungnya sampai kebawah (musbil) dengan perasaan
sombong." (Shahih Ibnu Khuzaimah 1/382); C. Rasulallah bersabda : "Sarung yang melebihi
kedua mata kaki, maka pelakunya di dalam neraka." (HR.Bukhari : 5887)

29. Shalat di atas pemakaman atau menghadapnya. Rasulallah bersabda, "Jangan kalian
menjadikan kuburan sebagai masjid. Karena sesungguhnya aku telah melarang kalian melakukan
hal itu." (HR. Muslim : 532)

30. Shalat tidak menghadap ke arah sutrah (pembatas). Nabi melarang perbuatan tersebut
seraya bersabda : "Apabila salah seorang diantara kalian shalat menghadap sutrah, hendaklah ia
mendekati sutahnya sehingga setan tidak dapat memutus shalatnya. (Shahih Al-Jami' : 650)
Inilah contoh perbuatan beliau "Apabila beliau shalat di tempat terbuka yang tidak ada
seorangpun yang menutupinya, maka beliau menamcapkan tombak di depannya, lalu shalat
menghadap tombak tersebut, sedang para sahabat bermakmum di belakangnya. Beliau tidak
membiarkan ada sesuatu yang lewat di antara dirinya dan sutrah tresebut." Shifat Shalat Nabi
karya Al-Albani (hal : 55)

Dirangkum dari "40 Kesalahan Shalat oleh Syaikh Muhammad Jibrin & Al Qaulu Mubin
fi Akhthail Mushallin, Syaikh Mansyhur Hasan Salman. Dan Diterbikan Oleh Al-Amin
Publising
Kesalahan yang Sering Dilakukan Saat Sholat
Jumat, 8 November 2013 (1:07 pm) / Ibadah

Segala puji bagi Allah taala , semoga shalawat dan salam terlimpahkan pada tauladan kita Nabi
Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, keluarga beliau, sahabat beliau, dan orang-orang yang
mengikuti petunjuk beliau dengan baik. Amma badu.

Shalat merupakan ibadah yang agung. Di antara bukti keagungannya adalah Allah sendiri yang
langsung menyampaikan kewajiban shalat kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dalam
peristiwa isra miraj. Shalat merupakan penyejuk hati Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,
dan beliau senantiasa berpesan pada umatnya untuk menjaga shalat. Karena agungnya ibadah
ini, maka hendaknya seorang muslim perhatian terhadapnya dan waspada terhadap praktek-
praktek yang keliru dalam shalat, karena praktek yang keliru dalam shalat bisa merusak
kesempurnaan shalat atau bahkan membatalkannya. Dalam pembahasan kali ini kami sampaikan
beberapa kekeliruan yang sering dilakukan ketika shalat dalam rangka saling menasihati dalam
kebenaran.

Mengeraskan Bacaan Niat

Dari Aisyah radhiallahu anha, beliau berkata, Adalah Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam membuka shalat dengan takbir (yaitu takbiratul ihram). (HR. Muslim)

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma beliau berkata, Aku melihat Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam membuka dengan bacaan takbir dalam shalat, kemudian beliau
mengangkat kedua tangannya. (HR. Bukhari)

Dalil di atas dan banyak dalil lainnya yang shahih dari Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam menunjukkan bahwa shalat dibuka dengan takbir (yaitu takbiratul ihram) dan sebelumnya
beliau tidak membaca apa pun.

Al Qadhi Abu Rabi Sulaiman bin Umar Asy Syafii berkata, Mengeraskan niat dan bacaan Al
Quran di belakang imam bukanlah termasuk sunnah, bahkan merupakan suatu hal yang makruh
(dibenci), dan jika sampai mengganggu orang lain yang sholat maka menjadi haram. Barangsiapa
yang mengatakan bahwa mengeraskan lafadz niat termasuk sunnah, maka dia telah keliru, dan
tidak boleh baginya dan orang selainnya untuk berbicara tentang agama Allah taala dengan
tanpa ilmu.

Abu Abdillah Muhammad bin Al Qashim At Tunisi mengatakan, Niat merupakan amalan hati.
Melafadzkannya dengan keras merupakan perbuatan yang mengada-ada yang tidak pernah
diajarkan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, selain itu juga bisa mengganggu orang lain.
Abu Abdillah Az Zubairi, salah seorang ulama dari kalangan madzhab Syafii telah melakukan
kekeliruan dimana beliau mengeluarkan statement bahwa diantara pendapat Imam Asy Syafii
adalah wajibnya melafadzkan niat dalam sholat. Sebab kekeliruan beliau adalah salah paham
terhadap perkataan Imam Asy Syafii. Perkataan Imam Asy Syafii yang dimaksud adalah ketika
beliau berkata, Ketika seseorang berniat untuk haji dan umrah maka itu sah meski dia tidak
melafadzkannya, dan ini tidak sebagaimana shalat, maka shalat tidak sah kecuali dengan
diucapkan.

Imam An Nawawi berkata, Para ulama kami (yaitu ulama madzhab Syafii) mengatakan:
Orang yang mengatakan bahwa wajib melafadzkan niat dalam shalat (yaitu Abu Abdillah Az
Zubairi) telah melakukan kekeliruan. Dan bukanlah yang dimaksudkan oleh Imam Syafii
dengan perkataan beliau maka shalat tidak sah kecuali dengan diucapkan adalah wajibnya
melafadzkan niat. Namun, yang beliau maksudkan adalah takbir (yaitu takbiratul ihram). (Al
Majmu 3/243, karya An Nawawi)

Ibnu Abil Izz Al Hanafi mengatakan, Tidak ada seorang pun dari kalangan imam madzhab
yang empat, tidak Asy Syafii, dan tidak pula yang lainnya yang mengatakan disyaratkannya
melafadzkan niat. Tempat niat adalah di hati berdasarkan kesepakatan mereka. Akan tetapi
sebagian ulama belakangan mewajibkan melafadzkan niat dan mengklaimnya sebagai salah satu
pendapat imam Asy Syafii. Imam An Nawawi mengatakan, Orang yang mewajibkan
melafadzkan niat adalah keliru. (Al Ittiba hal.62)

Tidak Membaca dengan Lisan ketika Takbir, Membaca Surat, dan Dzikir

Tidak membaca dengan lisan ketika takbir, membaca surat, dan dzikir-dzikir sholat yang lain dan
mencukupkan diri dengan membaca dalam hati merupakan sebuah kekeliruan. Orang yang
melakukannya seolah-olah menganggap bahwa shalat hanyalah perbuatan anggota badan yang
tidak ada ucapan lisan maupun dzikir sama sekali. Padahal membaca dengan lisan merupakan
sebuah hal yang wajib dalam shalat menurut para ulama dan para shahabat
Nabi radhiallahuanhum.

Seandainya membaca dalam hati adalah sah dalam sholat, maka Nabi tidak mungkin akan
bersabda kepada seseorang yang praktek sholatnya belum benar, kemudian bacalah ayat Al
Quran yang mudah bagimu. Karena yang namanya al qiraah (bacaan) bukanlah bacaan
dalam hati. Dan diantara konsekuensi dari al qiraah ditinjau dari sisi bahasa Arab dan sisi
syariat- adalah menggerakkan lisan sebagaimana yang telah diketahui. Diantara hal yang
menunjukkan hal ini adalah firman Allah taala, Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk
membaca Al Quran karena hendak cepat-cepat menguasainya. (QS. Al Qiyamah 16)
Oleh karena itulah para ulama yang berpendapat bahwa orang yang junub dilarang membaca Al
Quran, mereka membolehkan membaca ayat dalam hati ketika junub, karena membaca dalam
hati bukanlah al qiraah (bacaan).

Memejamkan Mata Ketika Shalat

Ibnul Qayyim mengatakan, Bukanlah termasuk petunjuk Nabi shalallahu alaihi wa


sallam memejamkan kedua mata beliau ketika shalat. Dan telah berlalu penjelasan bahwa ketika
tasyahud beliau mengarahkan pandangannya ke jari-jari beliau dalam doa, dan pandangan beliau
tidak lepas dari isyarat beliau (yaitu isyarat dengan telunjuk ketika tasyahud).

Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang status makruhnya memejamkan mata dalam shalat.
Imam Ahmad dan ulama yang lain menilainya sebagai suatu hal yag makruh, mereka
mengatakan, Itu adalah perbuatan orang Yahudi. Sejumlah ulama yang lain menilainya sebagai
hal yang mubah dan tidak makruh, mereka mengatakan, Terkadang hal tersebut lebih bisa
membantu tercapainya kekhusyukan yang merupakan ruh shalat dan inti shalat.

Pendapat yang lebih tepat adalah jika membuka mata tidak menyebabkan terganggunya
kekhusyukan maka membuka mata lebih utama. Akan tetapi jika membuka mata bisa
menghalangi antara orang tersebut dengan kekhusyukan, semisal karena di arah kiblat terdapat
hiasan dan lainnya yang mengganggu konsentrasi hatinya maka dalam keadaan ini menutup mata
dalam shalat tidaklah makruh.

Tidak Tumaninah dalam Shalat

Dari Zaid bin Wahb beliau mengatakan, Hudzaifah melihat seorang laki-laki yang tidak
menyempurnakan ruku dan sujudnya. Beliau berkata: Engkau tidaklah shalat. Seandainya
engkau mati, maka engkau mati dalam keadaan tidak di atas fithrah yang Allah fithrahkan
kepada Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. (HR. Bukhari)

Atsar di atas menunjukkan wajibnya tumaninah dalam ruku dan sujud, dan cacat pada dua hal
tersebut merupakan pembatal shalat karena Hudzaifah mengatakan, Engkau tidaklah shalat.
Hal ini semisal dengan sabda Nabi shalallahu alaihi wa sallam kepada seseorang yang belum
benar shalatnya sebagaimana hadits berikut ini.

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu beliau mengatakan, Sesungguhnya Nabi shalallahu


alaihi wa sallam masuk masjid kemudian masuklah seorang laki-laki kemudian shalat.
Kemudian dia datang dan mengucapkan salam pada Nabi shallalahu alaihi wa sallam. Maka
Nabi menjawab salamnya dan bersabda: Kembalilah, dan sholatlah, karena sesungguhnya
engkau belum sholat. Kejadian ini berlangsung tiga kali. Maka laki-laki tersebut mengatakan:
Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa shalat lebih baik dari shalatku
ini. Maka ajarilah aku. Nabi bersabda: Jika engkau hendak shalat, sempurnakanlah wudhu,
kemudian menghadaplah ke arah kiblat, kemudian bertakbirlah. Lalu bacalah ayat Al Quran
yang mudah bagimu. Kemudian rukulah sampai engkau tumaninah dalam rukumu. Kemudian
bangkitlah sampai engkau itidal dalam keadaan berdiri. Kemudian sujudlah sampai engkau
tumaninah dalam sujudmu, kemudian bangkitlah sampai engkau tumaninah dalam dudukmu.
Kemudian sujudlah sampai engkau tumaninah dalam sujudmu. Kemudian lakukanlah hal tadi
dalam seluruh shalatmu. (HR. Bukhari)

Hadits di atas merupakan dalil wajibnya tumaninah. Barangsiapa meninggalkannya maka ia


tidak melaksanakan apa yang diperintahkan padanya, dan statusnya masih sebagai orang yang
dituntut untuk melakukan perintah tersebut.

Para ulama mengatakan, Tidaklah sah ruku, sujud, berdiri setelah ruku, tidak pula duduk antara
dua sujud sampai orang tersebut itidal (proporsional) dalam ruku, berdiri setelah ruku, sujud
dan duduknya. Dan ini merupakan pendapat yang shahih yang terdapat dalam atsar, dan inilah
pendapat jumhur ulama dan para ulama peneliti. (Tafsir Al Qurtubi 11/124-125)

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam juga melarang shalat dalam keadaan cepat sekali
sehingga seperti mematuk dalam gerakan shalatnya. Rasulullah shalallahu alihi wa
sallam bersabda, Itu adalah shalatnya orang munafik, (yaitu) seseorang duduk mengintai-intai
matahari, sampai ketika matahari berada diantara dua tanduk setan, maka dia berdiri kemudian
mematuk (dalam shalatnya) sebanyak empat rakaat, dia tidak berdzikir pada Allah kecuali
sedikit. (HR. Muslim)

Keadaan orang yang mematuk dalam shalatnya adalah sebagaimana yang bisa kita saksikan pada
sebagian orang yang shalat. Sebagian orang melakukan rukun-rukun shalat secepat anak panah,
tidaklah lebih dari ucapan Allahu Akbar dalam ruku dan sujudnya dan ia melakukannya
dengan sangat cepat. Hampir- hampir sujudnya mendahului rukunya, dan rukunya mendahului
bacaan suratnya . Dan tidak jarang ada orang yang menganggap bahwa bacaan tasbih dalam
ruku dan sujud lebih utama dibaca sekali daripada tiga kali. Dan ini merupakan sebuah hal yang
keliru.

Demikian pembahasan kali ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Marilah kita senantiasa
memperbaiki amal ibadah kita dengan meninggalkan apa yang kita ketahui itu keliru dan
mengamalkan apa yang menjadi ajaran Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

Diringkas dan diterjemahkan oleh Rizki Amipon Dasa dari Al Qaul Al Mubiin fi Akhthail
Mushalliin karya Syaikh Masyhur Hasan Salman
13 Kesalahan dalam Sholat yang Sering Terjadi

Segala puji yang disertai pengagungan seagung-agungnya hanya milik Allah Subhanahu wa
Taala dan perendahan diri kita yang serendah-rendahnyanya hanya kita berikan kepadaNya
Robbul Alamin. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad
shallallahu alaihi was sallam.

Tak ayal lagi dan merupakan sebuah hal yang diketahui bersama bahwa sholat memiliki
keagungan yang sangat tinggi dalam islam. Bersamaan dengan itu tak jarang kita lihat berbagai
praktek sholat yang salah dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin. Oleh karena itulah banyak
kalangan para ulama menulis kitab yang berhubungan dengan kesalahan yang terjadi dalam
sholat. Semisal apa yang ditulis Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman dan Abdul Aziz bin Abdur
Rahman al Musanid. Hal ini menunjukkan perhatian mereka tentang masalah yang dihadapi
kaum muslimin dan bukti kalau hal tersebut benar-benar melanda di hampir semua penjuru
dunia.

Untuk itulah kami nukilkan sebagian kesalahan tersebut yang sering kami lihat terjadi di sekitar
kita dan bagaimana sikap yang benar.

Kesalahan :

[1]. Melafadzkan niat dalam sholat, seperti ucapan sebagian orang ketika hendak mengangkat
tabirotul ihrom

Aku berniat mengerjakan sholat dzuhur empat rokaat secara berjamaah karena mengharapkan
(ridho) Allah Taala[1].

Koreksi :

Sesungguhnya niat sebuah amalan letaknya di hati dan tidak boleh dilafadzkan. Syaikhul Islam
Ahmad bin Taimiyah rohimahullah memiliki pembahasan yang bagus seputar masalah ini.
Diantara pembahasan beliau, beliau mengatakan, Sesungguhnya melafadzkan niat merupakan
salah satu bentuk lemahnya cara berfikir dan lemahnya pengetahuan agama seseorang. Hal ini
juga termasuk bidah yang buruk. [Majmu Fatawa hal. 227-258/XXII].

Kesalahan :

[2]. Sebagaian orang yang mengerjakan sholat mencukupkan diri membaca surat Al Fatihah dan
surat lain setelahnya di dalam hati dan tidak menggerakkan bibirnya. Hal yang demikian ini juga
dikerjakan sebagaian orang ketika membaca dzikir/bacaan ruku, itidal, sujud dan dzikir lainnya
dalam sholat.

Koreksi :
Sudah seharusnya seorang yang sedang mengerjakan sholat membaca surat Al Fatihah, surat lain
setelahnya dengan menggerakkan bibirnya agar ia (dirinya sendiri[2]) bisa mendengar apa yang
dibacanya. Hal yang demikian ini juga seharusnya dikerjakan juga pada dzikir/bacaan ruku,
itidal, sujud dan dzikir lainnya dalam sholat.

Kesalahan :

[3]. Seorang yang datang ke mesjid untuk melakukan sholat berjamaah. Ketika itu ia mendapati
imam telah ruku kemudian ia langsung ruku bersama imam setelah melakukan satu takbir
saja[3].

Koreksi :

Jika seorang yang datang ke mesjid untuk melakukan sholat berjamaah ketika itu imam sudah
ruku maka hendaklah ia ruku bersama imam setelah melakukan dua takbir dengan niat (di
dalam hatinya) takbir yang pertama adalah takbirotul ihrom dan yang kedua adalah takbirotul
intiqol untuk ruku[4].

Kesalahan :

[4]. Tidak mengangkat tangan pada saat dimana terdapat hadits Nabi shallallahu alaihi was
sallam yang menyebutkan disunnahkan mengangkat tangan ketika itu.

Koreksi :

Merupakan bentuk mengikuti cara sholat Rosulullah shallallahu alaihi was sallam ketika kita
mengangat tangan dimana beliau shallallahu alaihi was sallam mengangkat tangan, semisal
ketika takbirotul ihrom, ketika hendak ruku, ketika berdiri dari ruku, ketika berdiri setelah
tasyahud awal dan terkadang[5] ketika hendak berdiri dari sujud.

Kesalahan :

[5]. Menunda-nunda takbirotul ihrom (bersama imam).

Koreksi :

Datang ke mesjid sebelum imam melakukan takbirotul ihrom untuk sholat jamaah memiliki
banyak keutamaan, terutama untuk melakukan ibadah sunnah semisal sholat tahiyatul mesjid,
sholat rowatib atau membaca ayat-ayat Al Quran serta dapat takbirotul ihrom bersama imam.
Hal ini juga merupakan bukti yang menunjukkan benarnya iman dan kecintaan terhadap sholat.
Sedangkan datang ke mesjid dengan menunda-nunda keberangkatan sehingga tidak dapat
melakukan takbirotul ihrom bersama imam merupakan bentuk merasa berat terhadap sholat dan
akan kehilangan kebaikan yang sangat banyak dan yang lebih disayangkan lagi adalah jika
sampai ketinggalan rokaat yang banyak dan hal ini sering terjadi. Maka hal ini adalah perkara
yang diinginkan syaithon untuk memburu orang-orang yang lemah imannya dan agar mereka
terjauhkan dari kebaikan. Maka sudah sepantasnya kita menghindari hal ini.
Kesalahan :

[6]. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri namun meletakkan kedua (terlalu) dekat dengan
leher.

Koreksi :

Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan ditempatkan di dada[6]. Adapun
menempatkannya di dekat leher maka hal ini adalah merupakan salah satu bentuk berlebih-
lebihan dan memberat-beratkan diri.

Kesalahan :

[7]. Sebagian orang ketika hendak melaksanakan sholat subuh, hal ini lebih terlihat lagi pada saat
pelaksanaan sholat tarawih pada bulan Romadhon bersandar di tiang-tiang mesjid yang ada di
belakangnya. Kemudian ia barulah akan berdiri ketika imam hendak ruku.

Koreksi :

Sudah seharusnya hal ini ditinggalkan. Sebagian ulama mengatakan hal ini tidaklah boleh
dikerjakan bahkan rokaat yang ia kerjakan demikianpun tidak teranggap/tidak sah. Namun sangat
disayangkan hal ini banyak terjadi.

Kesalahan :

[8]. Berlomba-lomba (agar mendahului imam) ruku dengan imam.

Koreksi :

Adalah suatu hal yang terlarang mendahului imam dalam bentuk apapun. Karena imam itu
diangkat untuk diikuti. Sehingga makmum tidaklah boleh ruku kecuali imam telah sempurna
ruku.

Kesalahan :

[9]. Sebagian kaum muslimin ketika bangkit/berdiri dari ruku mereka mengangkat tangannya
seperti mengangkat tangan ketika berdoa yaitu mengarahkan telapak tangannya ke arah langit
sedangkan punggung tangannya menghadap ke arah bawah serta menengadahkan pandangan
mereka ke arah langit.

Koreksi :

Mengangkat tangan yang disyariatkan ketika bangkit/berdiri dari ruku adalah mengangkatnya
sejajar kedua telinga tanpa menyentuhnya atau sejajar kedua pundak, posisi kedua telapak tangan
dan menjadikan punggung telapak tangannya mengarah ke langit dan telapak tangannya
mengarah ke bawah[7].
Kesalahan :

[10]. Menunda-nunda bangun/bangkit dari ruku semisal ketika imam telah bangkit/bangun dari
ruku (dengan sempurna -ed.) sedangkan makmum masih ruku.

Koreksi :

Makmum tidaklah boleh menunda-nunda gerakan dari gerakan imam dalam gerakan-gerakan
sholat. Jika imam telah bangkit dari ruku maka makmum (seharusnya) langsung mengikutinya
bangkit dari ruku.

Kesalahan :

[11]. Sebagian orang yang sholat jika masuk ke mesjid dan imam sedang bangkit dari ruku atau
sedang sujud sebagian orang menunggu imam tasyahud atau menunggu imam bangkit berdiri.

Koreksi :

Jika makmum masuk ke mesjid sudah sepantasnya ia mengikuti gerakan imam bagaimanapun
gerakan yang sedang dilakukan imam ketika itu[8]. Meskipun ketika itu imam sedang dalam
keadaan sujud, atau bangkit dari ruku dan semisal itu.

Kesalahan :

[12]. Tidak meluruskan punggung ketika ruku padahal ia mampu melakukannya.

Koreksi :

Seharusnya ketika ruku seorang yang mampu keadaan punggungnya harus lurus seperti lurusnya
punggung jika diletakkan wadah air yang berisi air dan airnya tidak tumpah (tetap pada
posisinya).

Kesalahan :

[13]. Sujud dengan menempelkan dahi saja ke tempat sujud tanpa mengikut sertakan hidung
padahal tidak dalam keadaan darurat.

Koreksi :

Sujud harus dengan menempelkan dahi dan hidung ke tempat sujud bersamaan.

Demikianlah pembahasan singkat seputar masalah kesalahan sholat yang sering kali terjadi,
mudah-mudahan kita dapat memperoleh faidah dari pembahasan ini. Amin
Sigambal,

Diantara waktu maghrib dan isya bersama istri tercinta

Aditya Budiman bin Usman

10 Maret 2011 M.

[1] Semisal lafadz niat di atas lafadz niat yang banyak berkembang di daerah penulis yaitu,

(Aku berniat) mengerjakan sholat dzuhur empat rokaat sebagai makmum (karena mengaharap
ridho) Allah Taala.

[2] Peringatan : Hal ini tidaklah membenarkan amalan sebagian orang yang ingin menerpkan
hal ini namun dengan membaca keras sehingga bukan hanya dirinya yang dapat mendengar
bacaannya namun orang lain juga bisa mendengarkan bacaannya. Sehingga akhirnya
mengganggu orang lain yang juga mengerjakan sholat. (ed.)

[3] Boleh jadi takbirotul ihrom saja atau malah yang lebih parah hanya takbir intiqol/tabir untuk
perpindahan gerakan saja. (ed.)

[4] Syaikh Abdur Rohman bin Jibrin Roahullah menambahkan, Akan tetapi jika tidak mungkin
baginya melakukan dua takbir maka satu kali saja sudah cukup (dengan niat takbirotul ihrom)
dan gugur baginya takbir yang kedua/intiqol untuk ruku.

[5] Sebuah kesalahan juga jika setiap kali hendak berdiri dari sujud mengangkat tangan. (ed.)

[6] Batas masih termasuk dada ialah bagiat di atas pusar.

[7] Syaikh al Albaniy rohimahullah menyebutkan cara mengangkat tangan ketika bangkit/berdiri
dari ruku adalah sama seperti takbirotul ihrom yaitu mengarahkan jari-jarinya lurus ke atas.
[Lihat Shifat Sholat Nabi shallallahu alaihi was sallam oleh al Albaniy rohimahullah hal. 118,
76, terbitan Maktabah Maarif, Riyadh cetakan ke-3].

[8] Namun harus mengikuti apa yang disebutkan dalam point 3 pada tulisan ini. (ed.)
51 Kesalahan yang tidak boleh dilakukan ketika sholat
1. Sengaja menunda waktu sholat hingga waktunya habis.
2. Sholat pada waktu yang makruh tanpa sebab.
3. Mengqada' sholat yang terlewatkan pada hari berikutnya, pada waktu sholat
tersebut.
4. sholat dengan menggunakan baju ketat yang menggambarkan bentuk aurat.
5. Tidak khusyuk dalam sholat.
6. Tidak mengangkat kedua tangan saat takbiratul ihram.
7. Melepaskan tangan dan tidak bersidekap saat berdiri.
8. Bertolak pinggang dalam sholat.
9. Menoleh ketika sholat tanpa keperluan.
10. Menatap ke arah langit ketika sholat.
11. Tidak menahan menguap ketika sholat.
12. Tidak mengingatkan imam ketika salah membaca.
13. Imam memanjangkan sholat hingga memberatkan makmum.
14. Makmum berdiri di sisi kiri imam.
15. Imam tidak memperdulikan siapa yang berdiri di belakangnya.
16. Imam tidak meluruskan shaf.
17. Makmum mengeraskan bacaan dan takbir.
18. Makmum berhenti mengikuti imam tanpa alasan.
19. Berjalan tergesa-gesa saat iqamat atau menjelang Imam ruku' agar tidak
ketinggalan.
20. Mengerjakan sholat sunnah setelah menunggu adzan pada sholat Jumat.
21. Makmum berbicara kepada Imam agar ia mendapat rakaat atau jamaah.
22. Para makmum masih mengobrol di barisan belakang padahal sholat hampir
selesai.
23. Menunaikan sholat sunnah ketika iqamah sudah dikumandangkan.
24. Tidak mengerjakan sholat tepat waktu dengan alasan bekerja itu juga ibadah.
25. Sibuk membaca do'a iftitah hingga Imam ruku'.
26. Sholat Subuh dengan Bacaan sirriyah setelah matahari terbit.
27. Sholat saat makanan telah dihidangkan atau menahan kencing atau berak.
28. Tidak khusyuk dan banyak bergerak saat sholat tanpa ada keperluan.
29. menjalin jari jemari.
30. Bersandar dengan tangan kiri ketika duduk.
31. Memejamkan mata.
32. Menggeliat ketika sholat.
33. Tathbiq (menyatukan kedua telapak tangan lalu meletakkannya di antara kedua
lutut dan paha) ketika ruku'.
34. Membaca Al Qur'an ketika ruku' dan sujud.
35. Memberi isyarat ke kiri dan ke kanan dengan kedua tangan pada saat
mengucapkan salam.
36. Mengangkat kepala ke atas saat mengucapkan amin dan menganggukkan
kepala saat salam.
37. Menurunkan kedua lutut sebelum kedua tangan ketika sujud.
38. Tidak tuma'ninah ketika i'tidal.
39. Makmum sudah sujud ketika imam belum meletakkan dahinya di atas lantai.
40. Tidak tuma'ninah ketika sujud.
41, Tidak duduk di antara dua sujud dan tidak tuma'ninah.
42. Tidak berisyarat ketika tasyahud.
43. Mengulang-ulang Al Fatihah.
44. Menambahkan satu atau dua sujud saat sholat.
45. Membiarkan anak menangis sehingga mengganggu kekhusyukan sholat.
46. Menyambung sholat sunnah dengan sholat fardhu tanpa ada jeda waktu.
47. Memutar-mutar telapak tangan kanan dalam keadaan terbuka kepala setelah
salam.
48. Menunda-nunda waktu sholat dari waktu yang telah ditetapkan.
49. Tidak sholat berjamaah di masjid bagi laki-laki.
50. Tidak tuma'ninah dalam sholat.
51. Sengaja mendahului gerakan imam atau tidak mengikuti gerakan-gerakannya.
KEKELIRUAN DALAM SHOLAT BERJAMAAH

Oleh: Ustadz Achmad Rofi, Lc.

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh ,

Sebagai rangkaian pembahasan yang telah kita laksanakan pekan lalu, yaitu berkenaan dengan
Shalat berjamaah, ternyata banyak dari kaum muslimin yang masih keliru, melakukan beberapa
kekeliruan dan kesalahan ketika melaksanakan Shalat berjamaah. Padahal sudah saatnya mereka
itu tidak boleh melakukan kekeliruan atau kesalahan, karena shalat lima waktu (shalat fardhu)
yang dilakukan di masjid itu sudah sangat sering, sehingga sudah semestinya jauh dari
kesalahan.

Namun demikian kesalahan masih terus berulang, maka agar bisa dikurangi atau dihilangkan
kesalahan tersebut, semuanya itu harus berdasarkan ilmu.

Pada kesempatan ini, kami sampaikan beberapa penyimpangan dan kesalahan, berkenaan
dengan Shalat Berjamaah. Banyak sekali yang bisa kita temukan dalam keseharian kita, namun
demikian kita coba amati di kalangan kaum muslimin, mereka shalat berjamaah, mereka
Alhamdulillaah datang di masjid, tetapi masih juga melakukan kesalahan.

Tidak kurang dari 28 point kesalahan kita bisa buktikan, bahwa kaum muslimin masih salah
dalam shalat berjamaah. Bahkan mungkin bisa lebih dari itu. Untuk kemudian di akhir bahasan
ini kami sampaikan sikap Imaam As Suyuuthy berkenaan dengan peringatan
(perayaan) akhir atau awal tahun.

Adapun kekeliruan atau kesalahan dimaksud antara lain adalah :


1. Ketika Imam shalat selesai membaca Al Faatihah, lalu jamaah mengucapkan:
Aamiiin, waliwaali daiyaa walil muslimiin.

Makna kalimat tersebut bagus dan tidak tercela, tetapi karena ini ibadah dan bukan karangan, dan
bukan perasaan, maka kesalahan semacam itu tidak boleh diulangi, karena akan mengurangi nilai
dan pahala shalat kita, karena dengan nyata shalat yang diperintahkan oleh Allooh
itu ditambah-tambah dengan sesuatu yang bukan berasal dari Rosuulullooh .

Sebagai dalil, bahwa yang demikian itu keliru adalah Hadits Rosuulullooh ,
diriwayatkan oleh Imaam Al Bukhoory, dari Abu Hurairoh , Rosuulullooh
bersabda:


- -












Artinya:

Jika Imam mengatakan Aamiiin maka aminkanlah oleh kalian. Maka barangsiapa yang
Aminnya berbarengan dengan Aminnya malaikat,ia akan diampuni dosanya.

(Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim).

Bukan saja masalah yang kita bahas, tetapi itu merupakan pahala atau kebajikan yang dijanjikan
oleh Rosuulullooh , bahwa Aamiiin kita harus seragam. Ketika mengucap
Aamiiin kita harus memperhitungkan agar tepat berbarengan dengan malaikat. Malaikat
memang ghoib, tetapi yang menjadi ukuran adalah keseragaman suara. Setelah Imam
mengucapkan Ghoiril maghduubi alaihim waladh dhooolliiiin, lalu serempak jamaah
mengucapkan: Aamiiin.

Mengucapkan Aamiiin: A mi - n (Min lebih panjang dari pada A).

Amin, artinya aman.

Amin, artinya terpercaya.

Amin, artinya: Penuhilah, kabulkanlah ya Allooh.

Masih dari Abu Hurairah , Rosuulullooh bersabda:




- -












Artinya:
Jika Imaam membaca Maghdhubi alaihim, maka katakanlah olehmu: Aamiiin. Barang
siapa yang ucapannya bersama malaikat, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
(Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim).

Dalam hadits tersebut tidak ada tambahan penjelasan bahwa ada Amin waliwaali daiya walil
muslimiin. Kalau ada yang bertanya mana dalil yang melarang memberi tambahan tersebut,
maka jawabannya adalah: Amrul ibadati tauqiifiyyun. Perkara ibadah adalah baku. Kalau
ada dalilnya silakan dijalankan, kalau tidak ada dalil, tidak boleh dijalankan.

Bagi kita karena tidak ada dalil, dan para ulama tidak menjelaskan terhadap adanya dalil bahwa
bila kita mengucapkan Aamiiin lalu ditambah dengan: Waliwaali daiya walil muslimiin, maka
berarti tidak ada. Karena tidak ada, maka tidak boleh orang menambahkan dalam urusan itu,
meskipun dikatakannya menjadi lebih baik.

Urusan ibadah, adalah siapa yang mengatakan bahwa ibadah itu ada, maka ia harus bisa
mengatakan (menunjukkan) dalilnya.

Sedangkan yang mengatakan tidak ada dalilnya, adalah karena atas dasar penelitian dan
sekian kajian terhadap hadits-hadits Rosuulullooh .

Jadi kalau ada orang menambah ucapan Waliwaali daiyaa walil muslimiin, katakanlah bahwa itu
Bidah, tidak sesuai dengan Hadits Rosuulullooh .

2. Masbuq, orang yang terlambat datang menunggu sampai imam berdiri.

Ketika Shalat berjamaah sedang berlangsung, lalu ada mamum yang terlambat, sementara yang
berjamaah posisinya sedang tidak dalam berdiri, misalnya sedang sujud atau duduk Tasyahud,
lalu yang datang terlambat itu berdiri saja menunggu sampai imam shalat berdiri, baru si
terlambat itu mulai dengan Allahu Akbar (Takbiratul Ihram). Yang demikian itu keliru. Karena
tidak sesuai dengan petunjuk Rosuulullooh . Dalam Hadits riwayat Imam
Bukhoory, dari Abu Hurairoh , Rosuulullooh bersabda:


- -













Artinya:

Jika kalian datang pada suatu shalat, maka hendaknya kalian dengan tenang mendatangi
shalat itu, apa yang kalian ketahui, maka kalian bisa masuk dalam shalat itu, maka shalatlah
bersama mereka. Dan jika kalian terlambat maka sempurnakan (rokaatnya).

(Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim).

Dalam Hadits yang lain dari Muazd bin Jabal , Rosuulullooh


bersabda:
Jika salah seorang dari kalian memasuki suatu shalat berjamaah, sedangkan imam dalam
suatu keadaan (posisi), maka lakukan apa yang dilakukan oleh imam.

Maksudnya, misalnya imam sedang sujud, maka langsung ikut sujud bagi yang terlambat
(masbuq), jangan menunggu sampai imam kembali berdiri lagi.

Ibnu Hajar Al Asqalani memberikan penjelasan, kata beliau: Hadits ini menunjukkan terhadap
apa yang ada didalam Hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah dari jalan Abdul Aziiz bin Rafi dari
seorang laki-laki dari kalangan Anshar, kata beliau:

Barangsiapa yang menemui aku (Rosuulullooh , berarti imam shalat)


berada dalam keadaan ruku atau berdiri, atau sujud, maka hendaknya ia bersamaku sesuai
dengan keadaanku.

Maksudnya langsung lakukan seperti apa yang sedang imam lakukan, kalau imam sedang sujud,
ikut sujudlah, imam sedang ruku ikut rukulah, tidak usah menunggu.

3. Seorang masbuq (mamum yang terlambat datang) yang ingin menyempurnakan


rakaat shalatnya, sebelum imam salam, ia telah mendahului imam, ia berdiri untuk
menyempurnakan shalatnya.

Ini juga merupakan kekeliruan. Oleh karena itu tidak boleh terulang kesalahan itu.

Dalil yang mengatakan hal tersebut adalah Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhoory dan Imam
Muslim, dari Abu Hurairoh , kata beliau, Rosuulullooh
bersabda :

Artinya:

Imam itu dijadikan untuk diikuti, jika ia bertakbir, ikutlah kalian bertakbir, jika ia ruku maka
rukulah. (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim).

Imam Syafiiy mengatakan: Barangsiapa yang dalam keadaan masbuq,(terdahului


oleh imam) dalam urusan shalatnya, maka tidak boleh berdiri untuk menambah rakaat
kekurangannya, kecuali imam selesai dari dua salamnya.

4. Mendahului imam secara umum.

Dalam hal ini telah dilarang keras oleh Rosuulullooh . sesuai dengan Hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhoory, kata beliau dalam judul Babnya dengan jelas
mengatakan: Dosa bagi orang yang mengangkat kepalanya, sebelum imam mengangkat
kepalanya.

Maksudnya, bangun sebelum imam bangun.


Lalu dibawakan Hadits dari Abu Hurairah , Rosuulullooh
bersabda:







- -













Artinya:

Apakah salah seorang dari kalian tidak takut, jika dia mengangkat kepalanya sebelum imam
mengangkat kepalanya, lalu dijadikan kepalanya itu kepala keledai, atau bentuk dia seperti
keledai ? (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim).

Maksudnya, adalah berdosa (shalat sah, tetapi berdosa), mungkin karena mamum terburu-buru
karena terbiasa shalat seperti ayam mematuki makanannya, atau ia tidak tahu bahwa shalat itu
punya waktu yang khusus, sehingga dia shalat inginnya dilaksanakan dengan cepat, hatinya
sudah kemana-mana, gerakannya sangat cepat, dia shalat tetapi seolah-olah tidak shalat. Ketika
bersama imam yang mengajak untuk tumaninah, dengan memahami apa yang dibacanya,
ketika ruku kata Rosuulullooh : Ketika ruku perbanyak tasbih, ketika
sujud perbanyak doa. Mana mungkin bisa segera bangun dengan cepat. Bagi orang yang tidak
paham bahasa Arab, untuk sampai kepada derajat khusyu, maka ia harus berusaha mengerti apa
yang ia baca. Kalau sudah dipahami, maka diresapi. Dengan demikian tidak bisa cepat, harus
tumaninah.

Dengan demikian ia melakukan kekeliruan yang nyata, yaitu mengangkat kepala mendahului
imam. Dan itu merupakan pelanggaran.

Imam Al Mundziri dalam kitab At Targhiib Wa Tarhiib, menyatakan bahwa adalah ancaman
keras bagi mamum yang mengangkat kepalanya sebelum imam. Lafadz Hadits yang lain, yang
diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Rosuulullooh bersabda :

) :

Artinya:

Apakah tidak takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, untuk kemudian Allooh
tukar dengan kepala anjing? (Hadits Riwayat Imaam Ibnu Hibban)

Jadi tidak boleh kita mendahului imam. Itu bukan perkara kecil. Dan itu merupakan pendidikan
untuk disiplin.

Gerakan imam dan mamum ada 3 macam, yaitu: Al Musaawaat, Al Musaabaqah dan
Mutaabaah.

Al Musawat (tidak boleh) yaitu imam dan mamum bergerak bersama-sama. Itu salah.
Al Musabaqah, artinya imam belum bangun, mamum sudah bangun. Seperti berlomba. Imam
belum salam, mamum sudah salam. Yang demikian itu tidak boleh.

Mutabaah, inilah yang benar. Bergerak sesudah imam. Imam mengucap Alloohu Akbar,
barulah si mamum mengucap Alloohu Akbar. Imam bangun, sesudah Alloohu Akbar,
barulah si mamum bangun, sesudah Alloohu Akbar, dan seterusnya.

Bahkan sebenarnya, yang tertib adalah sesuai dengan lafadz Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory
dan Imaam Muslim:

- -
.











.





(Bila imam mengucap Alloohu Akbar, maka ucapkanlah oleh kalian Alloohu Akbar, jika
imam ruku- sesudah imam rukunya sempurna maka rukulah kalian, bila imam sujud dan
sujudnya sudah sempurna, maka sujudlah, bila imam dalam keadaan berdiri, maka kalian
(mamum) berdiri. Bila imamnya shalat sambil duduk, mungkin karena sakit, kalian (mamum)
harus duduk pula, meskipun kalian kuat berdiri). Itu namanya Mutabaah, mengikuti imam.

Bisa saja ada imam yang shalat sambil duduk, karena ia memang imam rowatib (Imam tetap).
Maka mamumnya juga harus duduk, tidak boleh mamumnya berdiri. Kecuali bila si imam
rowatib mempersilakan orang lain untuk menjadi imam shalat. Itu namanya Tanaazul. (Imam
turun dari jabatannya). Kalau imam tetapnya, tidak mempersilakan kepada orang lain, maka
jangan diganti, meskipun ia tidak kuat berdiri. Dan itu ada dalilnya dari Rosuulullooh
.

Jadi semuanya akan mudah, kalau kita memang betul-betul sesuai dengan yang diajarkan oleh
Rosuulullooh .

5. Mempercepat langkah ketika menuju ke masjid.

Ini tidak boleh dilakukan, karena Sabda Rosuulullooh :

Alaikum bi sakinah wal waqor.

Harus tenang, tidak boleh terburu-buru, lari atau mempercepat langkah. Dalam Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhoory, Imam Ahmad dan Imam Ahli Sunnah, kata beliau
Rosuulullooh bersabda:

Jika shalat telah ditegakkan (dimulai), maka janganlah kalian mendatanginya (menuju kepada
shalat itu) dengan cara yang cepat atau sai (lari-lari kecil). Kecuali kalau kamu berjalan
dengan jalan biasa, hendaknya kalian tenang menuju ke masjid. Apa yang kamu dapati dari
imam, ikutilah. Bila kalian terlambat, maka sempurnakanlah setelah imam salam.

Tetapi hendaknya jadikan kasus yang demikian itu sesekali, jangan setiap kali. Jangan setiap
shalat itu masbuq terus. Para orang-orang shoolih zaman dahulu, seperti dikatakan oleh para
Ulama bahwa ada diantara mereka yang sampai 40 tahun tidak pernah terlambat Takbirotul
Ihroom bersama imam shalat. Jadi selama 40 tahun tidak pernah telat, tidak pernah alpa, tidak
pernah izin, selalu hadir bersama imam. Itulah kualitas orang zaman dahulu, lalu bagaimana
kualitas orang di zaman sekarang?

Ada kasus dalam satu hadits, bahwa dari Abu Bakrah , ada seseorang datang
untuk shalat berjamaah dengan Rosuulullooh dan Rosuulullooh
sebagai imam shalat) sedang ruku. Orang itu masuk, baru sampai didepan pintu
langsung ikut ruku disitu.

Itu karena ia menerapkan hadits tersebut diatas, bahwa apa yang dilakukan oleh imam,
lakukanlah oleh jamaah. Tetapi itu sangat letterlijk, tetapi itu bagi kita merupakan pelajaran
yang berharga. Karena setelah kejadian itu Rosuulullooh bersabda:

Artinya:

Wahai Abu Bakrah, semoga engkau ditambah rajinmu (semangatmu) oleh Allah
. Tetapi jangan engkau ulangi perbuatanmu seperti itu. (Hadits Riwayat Imaam Al
Bukhoory no: 783)

Dan itu adalah teguran yang sangat santun, tidak mencela atau mengolok-olok, tetapi
memberikan motivasi, memberikan semangat.

Dalam Hadits yang lain, Rosuulullooh bersabda:

Artinya:

Jika kamu telah mendengar Iqomat, maka berjalanlah kamu menuju shalat, hendaknya kalian
tenang tidak usah mempercepat jalanmu, apa yang kamu dapati, shalatlah bersama imam dan
apa yang tertinggal, lengkapilah setelah imam.

(Imaam Abdul Rozzaaq dalam kitab Al Mushonnif no:3406)

Itu adalah dalil yang jelas. Dan ketika Iqomat, boleh menggunakan speaker dan boleh tidak
menggunakannya. Karena orang yanag sudah siap shalat hadir di masjid. Karena Iqomat adalah
aba-aba bahwa shalat sudah akan ditegakkan, maka cukuplah orang yang sudah hadir itu saja
yang mendengarkannya. Boleh juga menggunakan speaker (pengeras suara), karena dalam hadits
dikatakan: Bila iqomah sudah dikumandangkan, maka hendaknya kalian berjalan menuju
shalat.

Kalimat berjalan menuju shalat,berarti ada jarak antara rumah dengan masjid. Menunjukkan
bahwa orang mendengar dari luar masjid. Maka boleh iqomat menggunakan speaker.

6. Tidak meluruskan shaf sebagaimana mestinya.

Sebetulnya dalam shalat berjamaah, yang paling penting dibahas adalah tentang Shaf. Karena di
zaman Rosuulullooh untuk mengatur shaf digunakan tongkat atau pedang
untuk meluruskan shaf. Yang diluruskan bukan kakinya, karena kaki orang itu ada yang
panjang ada yang pendek. Yang diluruskan adalah mata kaki. Batangnya manusia adalah
kaki. Itu yang harus lurus.

Ada hadits yang tegas dari Rosuulullooh melalui salah seorang shohaby,
bernama Numan Ibnu Basyir , ia berkata, Rosuulullooh
bersabda:




- -








Artinya:

Apakah kalian akan meluruskan shaf kalian, atau Allooh jadikan hati-hati kalian berselisih
satu sama lain. (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim).

Ternyata urusan fisik bersambung dengan urusan hati. Dan itu benar. Orang yang terbiasa
bergaul dengan orang biasa, ketika bajunya bersentuhan dengan baju orang lain, tidak menjadi
masalah. Tetapi bagi orang yang kaya atau tidak terbiasa bergaul antara orang kaya dan orang
miskin, maka ia tidak mau berdampingan dengan orang miskin. Tetapi dengan aturan shaf,
semua harus sama dan rata, tidak pandang bulu. Dalam sholat berjamaah, tidak ada beda
antara si kaya dan miskin, tidak ada kalangan atas dan bawah, semua sama di hadapan
Allooh . Semua lurus. Kalau tidak, maka Allooh akan jadikan hati
orang-orang itu berselisih.

Mudah-mudahan setelah mendengar pelajaran ini, hendaknya jangan canggung. Yang harus
lurus adalah antar mata-kaki dengan mata-kaki, betis dengan betis, bahu dengan bahu. Itu
yang diatur oleh Rosuulullooh .

Dalam Hadits yang lain, Rosuulullooh bersabda:









- -











Luruskan shaf kalian dan rapatkan, luruskan shaf dalam shalat karena lurusnya shaf juga
merupakan kesempurnaan dalam shalat berjamaah. (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1003)
Dalam Hadits yang lain, Rosuulullooh bersabda:



















Sowwu shufufakum faa inna taswiyatash shoufi, min iqoomatishshollaah. (Hadits Riwayat
Imaam Al Bukhory no: 724)

Semua nadanya sama, menunjukkan bahwa kita harus meluruskan shaf-shaf kita.

Dalam hadits yang lain, Rosuulullooh bersabda:

Aku tidak mengingkari kalian, kecuali karena kalian tidak lurus dalam shaf.

Dan masih banyak lagi tentang shaf, misalnya shaf laki-laki dan shaf perempuan.

Ada lagi hadits yang membicarakan shaf pertama dan shaf bagi orang yang datang belakangan.
Ada lagi tentang shaf kanan dan shaf kiri berbeda. Dan semua itu diterangkan oleh Rosuulullooh
.

Ringkasnya,bagi laki-laki hendaknya segera penuhi shaf yang pertama, tidak usah ragu. Jangan
karena rasa feodalisme, lalu anak muda tidak mau mengisi shat terdepan. Silakan siapa saja yang
datang lebih dahulu, duduk di shaf paling depan.

7. Datang ke masjid, ikut shalat berjamaah tetapi mulutnya bau.

Itu juga merupakan penyimpangan. Baunya bisa bermacam-macam, bisa bau petai, bau jengkol,
bau rokok, semuanya sama, satu nasib. Bukan karena hukumnya menjadi haroom, melainkan
bau-bau petai, jengkol, itu tidak ada nash untuk haroom dan halalnya, dan sesuatu yang
didiamkan bukan berarti haroom, tetapi itu boleh, karena itu urusan duniawi.Tetapi jika dikaitkan
dengan shalat berjamaah, maka Rosuulullooh bersabda:

Artinya:

Siapa yang selesai makan dari pohon ini, jangan dekat-dekat tempat shalat kami. (Hadits
Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim).

Demikianlah sabda Rosuulullooh . Oleh karena itu, jika anda selesai makan
yang berbau (seperti: pete, jengkol, bawang), hendaknya dibersihkan, dengan sikat gigi misalnya.
Yang demikian itu tidak haroom, hanya makruh menurut syari.

Berbeda dengan merokok yang terkategorikan haroom. Bukan karena baunya, melainkan karena
rokoknya.
Maka hendaknya kita menjauhkan sholat berjamaah dari hal-hal yang berbau.

Hadits, dari Abdullooh bin Umar . Rosuulullooh bersabda:

Siapa yang selesai makan bawang merah, bawang putih, jangan memasuki masjid-masjid
kami.

Dalam riwayat lain Rosuulullooh bersabda:

Siapa yang makan bawang, maka hendaknya ia menyendiri, memisahkan diri dari kami atau
memisahkan diri dari masjid kami, dan duduklah di rumahnya.

Padahal sholat di masjid hukumnya fardhu, menunjukkan bahwa yang demikian itu merupakan
kekurangan bagi dirinya, bahkan dosa karena tidak berjamaah di masjid.

Dari Anas bin Malik , Rosuulullooh bersabda:

Barangsiapa yang makan pohon ini jangan mendekati kami dan jangan shalat bersama kami

Padahal shalat berjamaah itu harus, tetapi karena bau maka jangan dekat-dekat Rosuulullooh
. Jangan dekat-dekat masjid dan jangan dekat-dekat imaamnya.

Demikianlah Rosuulullooh bersabda kepada kita semua, dan hadits tersebut


diriwayatkan oleh Imam Al Bukhoory.

Dan hadits lain yang panjang dan diriwayatkan oleh Umar bin Khoththoob dalam
shohiih Muslim, beliau berkata:

Aku melihat Rosuulullooh , apabila menemui ada orang yang makan


makanan yang bau, lalu ia masuk ke masjid, maka oleh Rosuulullooh
orang tersebut diusir, disuruh keluar lalu disuruhnya masuk ke kawasan kuburan Baqi.

Lalu kata beliau: Kalau ada orang yang mau makan makanan seperti itu, hendaklah
dihilangkan baunya dengan cara memasaknya.

Dari Anas bin Malik, riwayat Al Imam Ath Thobrony, Rosuulullooh


bersabda:

Jauhilah pohon ini (- maksudnya bawang merah dan bawang putih yang menimbulkan bau -).
Ini adalah sangat busuk baunya untuk kalian makan (- Maksudnya jangan dimakan -).

Tetapi jika kalian inginkan dua jenis makan ini, bunuhlah baunya dengan api.. (Maksudnya
dimasak).

8. Shalat dengan memegang mushaf Al Quran


Tentu itu tidak boleh. Sering kita lihat dalam sholat Taroowih. Tetapi dalam shalat fardhu
dipastikan tidak lazim. Karena sesungguhnya perintah Rosuulullooh :

Apabila kalian shalat maka hendaknya imam membaca Al Quran sesuai dengan apa yang
olehnya dianggap mudah.

Jadi jangan membaca yang susah, apalagi menyusahkan orang lain. Maka hendaknya imam
membaca apa yang ia pahami. Tentu itu meringankan dirinya dan orang lain. Dan itu merupakan
fatwa dari Syaikh Abdullooh bin Jibrin, anggota ulama-ulama besar di Saudi Arabia bahwa
yang demikian itu tidak boleh.

Kata beliau : Bila membaca Al Quran dari mushaf secara langsung, maka itu adalah bagian
dari abas, yakni sesuatu yang membuat orang lain lalai, tidak khusyu dan sia-sia.

9. Mendirikan shalat jamaah kedua, padahal imam sedang melakukan shalat berjamaah

Jadi merupakan saingan jamaah. Jadi itu tidak boleh. Boleh mendirikan jamaah dengan kaum
muslimin yang lain, selama itu bukan melakukan munafasah (saingan) terhadap imaam shalat
yang pertama. Karena dengan mendirikan jamaah saingan, akan menimbulkan perpecahan
dalam masyakat melalui shalat berjamaah dua gelombang.

10. Apabila iqamat sudah dilantunkan, tidak boleh ada orang yang melakukan shalat
sunnat.

Maka dalam masjid harus diatur, kapan adzan dan kapan iqamat. Antara adzan dan iqamat harus
ada waktu untuk memberi kesempatan kaum muslimin berwudhu, melakukan shalat sunnat,
sehingga mereka sempat melakukan shalat sunnat sebelum shalat fardhu.

Misalnya Shubuh, waktu Shubuh termasuk lama, oleh karena itu antara adzan dan iqamat bisa
diberikan waktu 15 20 menit. Setelah 20 menit barulah iqamat.

Yang perlu diperhatikan,terutama oleh muadzin, karena muadzin menentukan sah dan tidaknya
ibadah shalat dan shaum. Oleh karena itu untuk waktu Shubuh harus dipahami bahwa menurut
para ulama yang empat (4 Madzab: Maliki, Hambali, Hanafi dan Syafii), menyatakan bahwa
waktu Shubuh dengan diawali dengan Al Fajruts tsaani (Fajar kedua), bukan Al Fajrul
Awwal (Fajar pertama). Fajar terjadi dua kali, yaitu fajar pertama dan fajar kedua. Fajar
pertama adalah Kadzib dan fajar kedua adalah Shoodiq (Fajar Shoodiq).

Para ulama telah mendefinisikan (Ibnu Qudamah, Imam An Nawawy) mengatakan bahwa Al
Farjush shoodiq adalah Al Bayaadh, (Sinar putih), Al Mustathiil (Panjang), Al Mustadiir
(melingkar ), Al Muntasyir (menyorot) fil ufuqisysyarqi.

Berarti awal waktu Shubuh itu seharusnya ketika ufuk sebelah timur sudah kelihatan
putih. Sebagai pertanda tidak lama lagi matahari akan terbit. Kalau belum muncul warna
putih, berarti belum datang waktu fajar (Shubuh). Kalau ada orang adzan lalu shalat,
maka shalatnya tidak sah. Maka bila kita ingin melakukan shalat, biarlah tunggu sampai kira-
kira 15 20 menit. Di zaman Rosuulullooh ketika orang pulang dari shalat
Shubuh, orang terlihat sosok tubuhnya saja, belum terlihat jelas wajahnya.

Demikian pula ketika Dhuhur, sesudah adzan boleh ditunggu sampai 15 20 menit, kalau itu di
tempat pemukiman. Bukan di kantor. Waktu Ashar demikian pula. Waktu Maghrib lebih pendek
lagi. Selesai adzan bisa ditunggu antara 5 10 menit. Harus ada waktu jeda antara adzan dan
Iqamat, karena sebelum Maghrib ada shalat sunnat.

Dalam Hadits shoohih Rosuulullooh bersabda:




- -










.

Artinya:

Shalatlah kalian sebelum shalat Maghrib, (diulang sampai 3 kali), bagi siapa yang mau.
(Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 1283)

Menunjukkan bahwa sebelum shalat Maghrib ada shalat sunnat. Kalau seandainya tidak ada
kalimat bagi siapa yang mau dalam hadits tersebut, maka shalat sunnat sebelum Maghrib
adalah shalat Sunnat Muakad. Karena ada kalimat tersebut, maka shalat sunnat Qabliatal
Maghrib tidak Muakkad. Boleh bagi yang mau, yang tidak mau juga tidak mengapa. Intinya ada
waktu jeda antar adzan dan iqamat.

Waktu shalat Isya lebih panjang, antara adzan dan iqamat bisa lebih panjang dari lainnya, bisa
15 menit, bisa 20 menit. Bahkan bisa diundur, karena jamaahnya hanya itu-itu saja, maka boleh
(Jaiz). Tetapi kalau ada jamaah dari luar, maka harus dilaksanakan sesuai dengan waktunya.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh penulis kitab hadits yang enam kecuali Imam Bukhoory,
dari Abu Hurairah , Rosuulullooh bersabda:






- -






Artinya:

Apabila iqamah telah ditegakkan (disuarakan), tidak ada lagi shalat sunnat.

(Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1678)

Maka ketika ada orang sedang shalat sunnat, tidak boleh iqamat, tunggu sebentar hingga orang
tersebut meyelesaikan shalat sunnatnya.

Kalau jamaahnya terlalu banyak, sehingga sulit melihat apakah sudah selesai shalat sunnatnya
atau belum, maka gunakanlah tanda batasan waktu. Misalnya dengan aba-aba lampu merah,
tanda bahwa tidak boleh lagi shalat sunnat.
11. Mamum ikut menyampaikan aba-aba (komando imam) kepada mamum
dibelakangnya.

Misalnya imam bertakbir Alloohu Akbar, lalu mamum dibelakang ada yang menirukan imam
dengan bersuara keras Alloohu Akbar untuk menyampaikan (aba-aba) kepada shaf yang
dibelakangnya. Maksudnya baik, tetapi yang demikian itu tidak dibenarkan, kalau tidak
dibutuhkan. Misalnya sudah ada mikrofon, dan terdengar oleh semua jamaah, tentunya sudah
tidak dibutuhkan. Tetapi bila tiba-tiba listrik mati, sehingga tidak terdengar oleh jamaah yang
dibelakang karena banyaknya jamaah, maka boleh itu dilakukan oleh salah seorang mamum
yang ada ditengah-tengah, untuk memberikan aba-aba bagi jamaah yang ada di belakang.

Pertanyaannya, bolehkah ada tabligh (penyampaian) dari orang yang ada di shaf belakang
imam? Bagaimana hukumnya?

Jawabannya: Tabligh (penyampaian) oleh orang yang di belalakang imam tanpa ada suatu
keperluan, maka hukumnya Bidah, tidak dianjurkan sesuai dengan kesepakatan para Imam
Ahli Sunnah. Sesuai dengan kesepatan para Imam: Rosuulullooh dan para
Khulafaaur rosyidiin menjaharkan Takbir dan tidak ada yang melakukan tabligh (penyampaian)
sebelumnya. Tetapi ketika Rosuulullooh sakit, dan beliau melemah
suaranya, maka Abubakar As Siddiq , mengeraskan suaranya sebagai mubaligh
(penyampai), atas nama Rosuulullooh .

12. Memanjangkan Takbir (biasanya dilakukan imam shalat).

Imam mengucapkan Alloohu Akbar dengan nada panjang (Allooooohu Akbar). Yang
demikian itu keliru dan tidak boleh diulangi. Maka sebagai imam ia seharusnya tahu tentang
hukum-hukum tentang shalat berjamaah, kapan ia batal, kapan ia harus terus, bagaimana
mengerti tentang kondisi mamum, dstnya. Dan untuk menjadi imam shalat, perlu ilmu tertentu
dan harus dipahami dengan baik. Bukan asal-asalan.

13. Tidak mendahulukan (menunjuk) orang yang Aqra (Fasih bacaannya), padahal orang
itu ada.

Biasanya di Indonesia banyak sekali masjid yang tidak ada imam rowatib-nya. Lalu biasanya
yang ditunjuk untuk menjadi imam shalat, orang yang senior usianya. Orang yang paling tua,
misalnya. Yang muda-muda agak dikesampingkan. Yang demikian itu tidak benar. Sebetulnya
yang menjadi imam adalah orang yang Aqro, orang yang hafalannya banyak (Hafidz Al
Quran), yang fasih membaca Al Quran, termasuk orang faqih (tahu hukum agama). Semua itu
adalah bagian dari Sunnah Rosuulullooh .

Hadits dari Abu Masud Utbah bin Amir , Rosuulullooh


bersabda:


- -





































Artinya:

Menjadi imam suatu kaum adalah mereka yang paling aqro, kalau mereka sama,maka orang
yang lebih tahu dan paham tentang sunnah Rosuulullooh. Kalau ia sama, maka orang yang
paling dahulu hijrahnya. (Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1566)

Itulah yang tentunya merupakan aturan bagi kita semua.

Ditambah lagi ada suatu riwayat dari Amr bin Salamah Aljurmi , ia
menceritakan,

Bahwa telah datang ayahku kepada Nabi Muhammad yang bersabda:


Orang yang menjadi imam adalah orang yang paling banyak hafalan Al Qurannya. Aku telah
datang pada suatu jamaah yang hendak melakukan shalat, lalu dilihatnya (dipilihnya) orang
yang akan menjadi mamum shalat itu orang yang paling banyak hafalan Al Qurannya.
Ternyata tidak ada, kecuali aku (Amr bin Salamah Aljurmi). Maka akulah yang dijadikan imam
shalat. Padahal ketika itu umurku baru 6 atau 7 tahun

Bayangkan, anak usia 6 atau 7 tahun menjadi imam shalat. Itu karena Qiroatul Qurannya, dan
ia adalah termasuk shohaby, lisannya sudah Arabi, dan Al Quran-nya sudah fasih, dan sudah
diperhitungkan oleh para sahabat yang ketika itu berkumpul. Bukan seperti anak kita sekarang,
meskipun umur 6 atau 7 tahun sudah bisa membaca Al Quran, belum aqro, jadi jangan
dijadikan imam shalat.

Bahkan menurut Imam Syafiiy, yang dimaksud dengan Aqro adalah orang yang paling
faqiih, mengerti hukum Islam, mengerti yang halal dan haroom, maka merekalah yang
berhak untuk dipilih menjadi imam.

14. Ketika ada disuarakan Iqamat, sampai pada kalimat: Qodqoomatishsholaah,

Qodqoomatishsholaah, lalu orang menyahut Aqomahalloohu wa adamaha.


- -








- -









(Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud, dan di-dhoiif-kan oleh Syaikh Nashiruddin al Albaany)

Yang demikian itu haditsnya Dhoiif. Haditsnya lemah, diriwayatkan Imam Abu Daawud, dari
Abu Umamah , tetapi hadits tersebut sesungguhnya Dhoiif. Tidak boleh dipakai.
Berarti ketika disuarakan Iqamat, tidak perlu dijawab dengan seperti tersebut.

15. Bersalaman kepada orang yang ada di sebelah kanan dan kiri selesai shalat.
Jabat tangan adalah terpuji, sangat dianjurkan. Tetapi melazimkan, selalu melakukan setelah
selesai shalat, yang demikian adalah bagian daripada kekeliruan, karena menyalahi Sunnah
Rosuulullooh .

16. Imam saktah (diam) sebentar, begitu selesai membaca Al Fatihah; maksudnya memberi
kesempatan kepada mamum untuk membaca surat Al Fatihah.

Yang demikian itu tidak dibenarkan. Seharusnya ia langsung membaca surat berikutnya. Ketika
imam diam, ada yang memahami bahwa diam tidak menjaharkan. Dia membaca tetapi tidak
manjaharkan. Tetapi di tengah-tengah surat ia menjaharkan. Yang demikian itu juga tidak benar.
Itulah pemahaman saktah yang tidak dibenarkan.

Intinya yang demikian itu tidak dibenarkan, bahkan menimbulkan Bidah.

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, pernah ditanya tentang masalah tersebut, bagaimana hukumnya
imam berhenti setelah membaca Al Fatihah, dengan maksud memberi kesempatan kepada
mamum untuk membaca Al Fatihah, maka jawab beliau: Tidak ada dalil yang shohiih
mengenai ajaran diam bagi imam shalat, untuk memberikan kesempatan mamum membaca
surat Al Fatihah dalam shalat jahriyah.

Adapun mamum hendaknya membaca Al Fatihah dalam keadaan imam diam sejenak, jika imam
itu diam. Jika tidak sempat karena diamnya hanya sebentar, maka mamum membaca Al Fatihah
dengan sirr,walaupun imam membaca surat setelah surat Al Fatihah. Kemudian setelah mamum
selesai membaca Al Fatihah, kemudian ia hendaknya diam mendengarkan imam. Karena ada
Hadits Rosuulullooh bersabda :



- -







Artinya:

Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca surat Al Fatihah.

(Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory dan Imaam Muslim)

Lalu ada Hadits lain, Rosuulullooh bersabda:

Kalian membaca apa dibelakang imam kalian? Shohabat berkata: Ya Rosuulullooh, kami
membaca sesuatu dibelakang engkau

Sabda Rosuulullooh : Jangan kalian lakukan itu, kecuali itu surat Al


Fatihah. Karena tidak ada shalat, kecuali bagi orang yang membaca surat Al Fatihah.

Fatwa beliau , bahwa dua Hadits tersebut memberikan pengkhususan


terhadap firman Allooh , dan Hadits Rosuulullooh , bahwa
imam shalat itu wajib diikuti, janganlah kalian menyelisihi imam, apabila imam bertakbir, maka
bertakbirlah, apabila imam membaca, maka hendaknya kalian perhatikan.

Pertanyaan:

1. Sesorang masbuk yang tidak sempat membaca Al Fatihah, tetapi langsung mengikuti
imam yang sedang ruku, bagaimanakah yang demikian itu, apakah bisa dihitung satu
rakaat?

2. Bolehkah kita mempersilakan orang untuk menjadi imam padahal ia seorang perokok?

Jawaban:

1. Ada hadits yang menjelaskan bahwa:

Barangsiapa yang menemui imam (shalat) dalam keadaan ruku, maka ia bisa masuk langsung
ruku bersama imam. Dan orang tersebut telah dihukumi sebagai mendapat satu rakaat
bersama imam dalam shalatnya.

2. Mengenai perokok yang menjadi imam, bahwa rokok dalam hukum syari berdasarkan ijtihad
para ulama terhadap dalil-dalil yang ada, seperti misalnya kitab yang pernah ditulis oleh Syaikh
Jamiil Zainu, mengkoleksikan dalil-dalil bahwa rokok hukumnya haroomun, kitab khusus yang
namanya Hukmut Tad-hin (Hukum merokok).Bahwa orang yang merokok telah melakukan
perbuatan yang haroom. Orang yang telah melakukan perbuatan yang haroom kecil atau besar,
haroom kecil tetapi sering, maka ia terhukumi sebagai Fasiq. Hukum imam seorang yang fasiq
adalah Shohiihah (sah). Jadi bermamum kepada orang yang fasiq adalah Shohihiah (sah).
Namun, apakah tidak ada orang lain yang lebih shoolih daripada orang tersebut? Hukum
shalatnya sah, tidak batal. Tetapi hendaknya dicarikan imam yang aqro, yang faqih dan ashlah,
yang lebih shoolih.

Pertanyaan:

Ketika kita shalat malam (Tahajud) apakah boleh secara jahr kalau berjamaah?

Jawaban:

Semua shalat malam terhukumi sebagai shalat Jahriyah.

Untuk shalat Tahajud, relatif tergantung dari kebutuhan masing-masing orang. Contohnya, ada
orang seperti Umar bin Khoththoob . beliau shalat malam bisa khusyu bila dijahr-
kan. Maka beliau jahr-kan ketika shalat Tahajud. Sedangkan Abu Bakar As Siddiq .
khusyu dengan cara sirri, dan ini bukan berarti beliau seorang yang lemah. Jadi tergantung dari
kebutuhan masing-masing orang.

Tetapi, bila shalat Tahajud secara berjamaah karena darurat al mamumin, maka boleh dijahr-kan
supaya mamum menjadi tahu kapan berhenti, kapan bergerak.
Pertanyaan:

Imam adalah pemimpin shalat. Apakah dia juga pemimpin dzikir dan doa sesudah shalat, padahal
kami ingin berdoa sendiri?

Jawaban:

Shalat fardhu (wajib), sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad adalah


berjamaah. Diluar shalat tidak ada tuntunan berjamaah. Jadi ketika selesai shalat, maka jamaah
masing-masing. Setelah imam salam, boleh membaca dzikir yang mana saja, mau doa yang
mana, yang panjang, yang pendek, yang jelas adalah: Dzikir adalah masing-masing dan
berdoa masing-masing sesuai dengan keperluannya, dan boleh dijahr-kan. Di-jahrkannya
bukan berarti seragam bersama-sama /serentak, jadi janganlah dikomando dalam satu komando.
Setelah selesai shalat, salam, maka semua dzikir dan doa adalah masing-masing.

Pertanyaan:

Apabila imam sedang sujud, lalu kita datang, maka kita langsung sujud atau Takbiratul Ihroom
terlebih dahulu?

Jawaban:

Takbir yang pertama kali dalam shalat adalah Takbiratul Ihroom. Arti Tabiratul Ihroom adalah
mengharoomkan segala gerak dan ucapan diluar tata-cara shalat. Jadi kalau ada orang Takbir
langsung sujud mengikuti imam karena masbuk, berarti ia sudah Takbiratul Ihroom.

Pertanyaan:

1. Apakah iqamat dengan satu kali takbir itu salah?

2. Ketika adzan Shubuh kita berpatokan dengan jadwal yang ada. Tetapi saat itu belum ada
tanda-tanda fajar kedua. Lalu bagaimana hukumnya adzan itu?

Jawaban:

1. Iqamat adalah ifrod (tunggal), adzan adalah tasniah (ganda), dan redaksi (ungkapan) yang
diajarkan oleh Rosuulullooh : Yang dimaksud dengan tasniah misalnya
Alloohu Akbar Alloohu Akbar (satu kali), diulang lagi: Alloohu Akbar Alloohu Akbar (satu
kali), maka itu disebut kalimah (kata), maka disebut kalimatun thoyyibah. Jadi dalam iqomah
misalnya: Hayya alashsholaah adalah kalimat (satu kata).

2. Adzan Shubuh yang berpatokan selalu pada jadwal, sebenarnya tidak benar. Karena waktu
shalat itu sudah ditentukan oleh Allooh , dan waktunya telah diisyaratkan oleh
Rosuulullooh dalam hadits-haditsnya. Misalnya waktu Shubuh adalah
Fajritstsani ila tuluisysyamsi, waktu Dzuhur adalah Idza zaalatisysyamsu, waktu Ashar idzaa
shooro dzillu kulli syai-in mistluh. Jadi setiap waktu ada batas-batasnya, Rosuulullooh
yang mendefinisikan. Kalau Rosuulullooh mendefinisikan, lalu
orang melanggar definisi itu, maka tidak sah. Maka sebenarnya patokan kita adalah gejala yang
Allooh berikan setiap pagi setiap melalui fajar shoodiq. Selalu terpaku pada jadwal itu tidak
boleh, maka sesekali kita melihat dan membuktikan. Karena selisih satu menit saja dengan
keadaan yang sebenarnya, maka itu bukan waktu Shubuh.

Pertanyaan:

Bagaimana hukum membaca Al Fatihah, karena diatas terungkap bahwa ada orang datang
langsung ruku tanpa membaca Al Fatihah sudah dianggap satu rakaat?

Jawaban:

Kasusnya berbeda. Seseorang yang masuk pada shalat berjamaah sejak imam membaca
Takbiratul Ihroom, tentu ia sempat membaca surat Al Fatihah. Oleh karenanya, ia terhukumi
dengan hadits yang satu, yaitu tidaklah dianggap shalat kecuali dengan membaca surat Al
Fatihah. Shalatnya tidak sah tanpa membaca Al Fatihah. Sedangkan kasus yang kedua, seseorang
tidak sempat membaca Al Fatihah karena begitu ia masuk dalam jamaah shalat, imam sudah
ruku, maka ia langsung ikut ruku. Dan itu dihukumi sebagai satu rakaat. Karena Rosuulullooh
sudah menjamin, siapa yang bisa ikut ruku bersama imam maka ia
dianggap mendapat satu rakaat.

Ada penjelasan yang agak panjang dari Imam As Suyuuthy bahwa Bidahnya tentang
peringatan Tahun Baru Masehi.

Yang mengatakannya adalah Imam As Suyuuthy dalam Kitab Al Amru bil Ittiba, kata beliau:
Bahwa yang banyak dilakukan orang pada musim dingin, mereka menyangka dan mengklaim
bahwa itu adalah kelahiran Nabi Isa , termasuk apa yang diperbuat pada malam hari
ini berupa kemungkaran, misalnya menyalakan api, menyediakan makanan, menyalakan lilin,
dll. Menjadikan waktu kelahiran itu menjadi musim, itu adalah ajaran Nasrani, bukan sesuatu
yang ada dalam ajaran Islam.

Sekian bahasan kita, semoga bermanfaat,

Jakarta, Senin malam, 17 Dzulqodah 1426 H 19 Desember 2005 M


Kesalahan-Kesalahan Dalam Shalat (1)

October 19th 2011 by Abu Muawiah |

Kesalahan-Kesalahan Dalam Shalat (1)

1. Tidak tumaninah dalam sholat


Masalah ini termasuk masalah yang kejahilan merebak di dalamnya, dan merupakan maksiat
yang sangat jelas karena tuma`ninah adalah rukun yang sholat tidak teranggap syah tanpanya.
Hadits al-musi`u sholatuhu (orang yang jelek sholatnya) sangat menunjukkan akan hal tersebut.
Makna tuma`ninah adalah orang yang sholat tenang di dalam rukunya, itidalnya, sujudnya, dan
ketika duduk di antara dua sujud, dengan cara dia tinggal sejenak sampai setiap tulang
menempati tempatnya, dan dia jangan tergesa-gesa untuk berpindah dari suatu rukun (sholat)
sampai dia tuma`ninah dan setiap persendian telah menempati posisinya.
Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda kepada al-musi`u sholatuhu (orang yang jelek
sholatnya) tatkala dia tergesa-gesa dan tidak tuma`ninah:




Kembali ulangi sholatmua, karena (tadi) kamu belum sholat.
Dan dalam hadits Rifaah (juga) dalam kisah al-musi`:

: ,










,


Kemudian dia bertakbir lalu ruku dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua
lututnya sampai semua tulang-tulangnya tenang dan rileks. Kemudian dia membaca
Samiallahu liman hamidah dan tegak berdiri sampai semua tulang kembali menempati
tempatnya masing-masing.

2. Sengaja mendahului dan menyelisihi imam.


Ini membatalkan sholat atau (minimal) membatalkan rakaat. Sehingga barangsiapa yang ruku
sebelum imamnya, maka batal rakaatnya kecuali jika dia ruku kembali setelah rukunya imam,
demikian halnya pada seluruh rukun-rukun sholat. Maka yang wajib bagi orang yang sholat
adalah mengikuti dan mencontoh imamnya, jangan dia mendahuluinya dan jangan pula terlambat
dalam mengikutinya dalam satu rukun (gerakan) atau lebih.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan selainnya dengan sanad yang
shohih dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda:

,


:







Tidaklah seorang imam dijadikan sebagai imam kecuali untuk diikuti; maka jika dia bertakbir
maka bertakbirlah kalian dan janganlah kalian bertakbir sampai mereka sudah bertakbir, jika
dia ruku maka rukulah kalian dan janganlah kalian ruku sampai mereka sudah ruku .
sampai akhir hadits. Asal haditsnya ada dalam Ash-Shohihain, dan juga diriwayatkan semisalnya
oleh Imam Al-Bukhary dari Anas -radhiyallahu anhu-.
Dimaafkan dalam masalah ini orang yang lupa dan orang yang jahil.

3. Berdiri menyempurnakan rakaat yang tertinggal sebelum imam melakukan salam


kedua.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shohihnya bahwa
Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda:






Janganlah kalian mendahuluiku dalam hal ruku, tidak pula dalam hal sujud, dan juga dalam
hal inshorof.
Para ulama berkata, Makna inshirof (pergi) adalah salam.
Salam dikatakan inshirof karena orang yang sholat sudah dibolehkan pergi setelah salam, dan dia
(imam) dianggap inshirof setelah salam yang kedua.
Maka orang yang masbuk hendaknya menunggu sampai imam menyempurnakan sholatnya,
kemudian setelah itu baru dia berdiri lalu menyempurnakan dan mengqodo` rakaat yang luput
darinya, wallahu Alam.

4. Melafadzkan niat saat hendak sholat.


Ini adalah bidah, dan telah berlalu dalil-dalil akan haramnya berbuat bidah. Nabi -Shallallahu
alaihi wasallam- sama sekali tidak pernah melafadzkan niat untuk sholat, Imam Ibnul Qoyyim
-rahimahullah- berkata dalam Zadul Maad atau dalam Al-Hadyun Nabawy, Kebiasaan beliau
(Nabi) jika berdiri untuk sholat, beliau mengucapkan, ["Allahu Akbar"] dan tidak membaca
apapun sebelumnya dan beliau juga tidak melafadzkan niat sama sekali. Beliau juga tidak pernah
mengucapkan, ["Usholli lillahi sholata kadza mustaqbilal qiblati arba'a raka'atin imaman aw
ma`muman" (Saya berniat melakukan sholat ini karena Allah dengan menghadap kiblat, 4
raka'at, sebagai imam atau sebagai ma`mum)]. Dan beliau juga tidak mengucapkan, ["ada-an"],
tidak pula ["qodho-an"], dan tidak pula ["fardhol waqti"]. Ini adalah 10 bidah, yang sama sekali
tidak pernah dinukil dari beliau dalam sanad yang shohih, tidak pula yang dhoif (lemah), tidak
secara musnad (bersambung) dan tidak pula mursal (terputus) satupun lafadz darinya. Bahkan
tidak pernah dinukil dari seorangpun dari para sahabat, tidak dianggap baik oleh seorangpun dari
tabiin dan tidak pula oleh Imam Empat. Selesai ucapan beliau.

5. Mengangkat pandangan ke atas dalam sholat atau berpaling ke kanan dan ke kiri tanpa
ada keperluan.
Adapun mengangkat pandangan ke atas, maka hal ini adalah terlarang dan telah datang ancaman
bagi pelakunya. Jabir bin Samuroh telah meriwayatkan hadits, beliau berkata, Rasulullah
-Shallallahu alaihi wasallam- bersabda:













Hendaknya orang-orang yang mengangkat penglihatan mereka ke langit dalam sholat,
berhenti dari perbuatan mereka itu. Atau pandangan mereka tidak akan kembali lagi kepada
mereka. Riwayat Muslim.
Adapun berpaling tanpa ada keperluan, maka hal ini mengurangi (nilai) sholat seorang hamba
sepanjang tubuhnya tidak seluruhnya berubah arah, jika tubuhnya sudah berubah arah maka
sholatnya batal. Dari A`isyah -radhiallahu anha- beliau berkata, Saya bertanya kepada
Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- perihal berpaling dalam sholat, maka beliau bersabda:







Itu adalah curian yang setan curi dari sholat seorang hamba. Riwayat Al-Bukhary.
Dan dalam riwayat At-Tirmidzy dan beliau menshohihkannya:


Hati-hati kalian dari menoleh dalam sholat, karena sesungguhnya itu adalah kebinasaan.
sampai akhir hadits.
Dan masih ada hadits-hadits yang lain berkenaan dengan masalah berpaling (dalam sholat).

6. Tidak mengangkat khimar ke atas kepala dalam sholat bagi wanita atau tidak menutup
kedua kakinya.
Aurat wanita dalam sholat adalah seluruh tubuhnya kecuali wajahnya, tapi tidak mengapa
baginya untuk menutup wajahnya jika ada lelaki yang lewat dan semisalnya. Maka yang wajib
atasnya adalah memakai khimar, yaitu kain yang menutupi kepala dan dada, hal ini berdasarkan
sabda Nabi -Shallallahu alaihi wasallam-:



Allah tidak menerima sholat wanita (yang sudah) haid (baca: balig) kecuali dengan memakai
khimar. Riwayat Ahmad dan Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa`i dan dishohihkan oleh Ibnu
Khuzaimah dan selainnya
Dan juga wajib menutup kedua kaki berdasarkan hadits:

Wanita adalah aurat. Riwayat At-Tirmidzy dengan sanad yang shohih.
Dan semakna dengannya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik, Abu Daud, dan selain
keduanya dari Muhammad bin Zaid bin Qonfadz dari ibunya bahwa dia bertanya kepada Ummu
Salamah, istri Nabi -Shallallahu alaihi wasallam-, Pakaian apakah yang dipakai oleh seorang
wanita dalam sholat?, maka beliau menjawab:







Dia sholat dengan memakai khimar dan pakaian yang luas sampai kedua kakinya tertutupi.
Dan semakna dengannya juga dalam hadits Ummu Salamah, Hendaknya dia (wanita tersebut)
menurunkannya (pakaiannya) sepanjang satu dziro (dari mata kaki).

7. Tidak takbiratul ihram bagi masbuk yang mendapati imam sedang ruku.
Ini adalah kesalahan besar karena takbiratul ihram adalah rukun sholat, maka wajib baginya
melakukan takbiratul ihram dalam keadaan dia berdiri, kemudian setelah itu baru boleh baginya
untuk ruku bersama imam. Dan takbiratul ihram sudah mencukupi takbir untuk ruku (takbir
intiqol), tapi jika dia bertakbir untuk ihram (takbiratul ihram) lalu bertakbir juga untuk ruku
maka maka itu yang lebih sempurna dan lebih berhati-hati. Abu Hurairah -radhiallahu anhu-
meriwayatkan:



Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- jika sholat, selalu bertakbir ketika berdiri kemudian
bertakbir ketika ruku'.
Kesalahan-Kesalahan Dalam Shalat (Final)

October 21st 2011 by Abu Muawiah |

Kesalahan-Kesalahan Dalam Shalat (Final)

Berikut kelanjutan dari 7 kesalahan dalam shalat, yang tersebut dalam artikel sebelumnya

8. Bermain-main dengan menggunakan pakaian, jam tangan, atau yang lainnya.


Amalan ini menafikan kekhusyukan, dan telah berlalu dalil-dalil (akan disyariatkannya) khusyu
dalam masalah ke-5. Dan sungguh Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- telah melarang untuk
menyentuh batu kerikil dalam sholat karena bisa menafikan kekhusyukan, beliau bersabda:














Jika salah seorang di antara kalian berdiri dalam sholat, maka janganlah dia menyapu kerikil
(di tempat sujudnya), karena rahmat (Allah) berada di depannya. Riwayat Ahmad dan
Ashhabus Sunan dengan sanad yang shohih.
Dan tidak jarang perbuatan sia-sia itu bertambah sampai menjadi gerakan yang banyak yang
mengeluarkan sholat dari gerakan asalnya, sehingga sholat bisa menjadi batal.

9. Memejamkan kedua mata dalam sholat tanpa ada keperluan.


Ini adalah perkara yang makruh, Ibnul Qoyyim -rahimahullah- berkata, Bukan termasuk
tuntunan beliau -Shallallahu alaihi wasallam- memejamkan kedua mata dalam sholat. Beliau
(juga) berkata, Para ahli fiqhi berselisih pendapat tentang makruhnya, Imam Ahmad dan selain
beliau memakruhkannya, mereka berkata, ["Ini adalah perbuatan orang-orang Yahudi (dalam
sholat mereka)"] dan sebagian lain membolehkannya dan tidak memakruhkannya, mereka
berkata, [Perbuatan ini lebih cepat menghasilkan kekhusyukan yang merupakan mana dia
merupakan ruh, rahasia, dan maksud dari sholat.
Yang benarnya adalah dikatakan, ["Jika membuka mata tidak menghilangkan kekhusyukan maka
ini yang paling afdhol. Tapi jika dengannya (membuka mata) akan menghalangi dia untuk
khusyu' karena di kiblatnya ada semacam hiasan, at-tazrawiq, atau yang semacamnya dari hal-hal
yang bisa mengganggu hatinya, maka ketika itu tentunya tidak dimakrukan untuk menutup
mata"]. Dan pendapat yang menyatakan disunnahkannya dalam keadaan di atas lebih mendekati
ushul dan maksud syariat dibandingkan pendapat yang menyatakan makruhnya, wallahu
Alam. Selesai ucapan Ibnul Qoyyim -rahimahullah-.

10. Tidak meluruskan dan merapatkan (arab: taswiyah) shof-shof.


Allah telah memerintahkan untuk menegakkan (arab: iqomah) sholat:

Tegakkanlah shalat. (QS. An-Nur: 56, Ar-Rum: 31, dan Al-Muzzammil: 20)
Dan Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda:









,




Luruskanlah shof-shof kalian, karena sesungguhnya pelurusan shof termasuk menegakkan
sholat. Riwayat Al-Bukhary dan Muslim dari Anas.
Dan Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dari An-Numan bin Basyir -radhiallahu anhu-:










Demi Allah, kalian harus benar-benar meluruskan shof-shof kalian atau Allah betul-betul
akan membuat hati-hati kalian saling berselisih.
Dan telah datang perintah untuk meluruskan dan merapatkan shaf-shaf dan anjuran terhadapnya
dalam beberapa hadits.

11. Kurang perhatian untuk sujud di atas tujuh tulang, yakni: Jidad bersama hidung,
kedua telapak tangan, kedua lutut dan jari-jari kedua kaki.
Dari Al-Abbas bin Abdil Muththolib -radhiallahu anhu- bahwa beliau pernah mendengar
Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
:





Jika seorang hamba bersujud, maka ikut pula sujud bersamanya tujuh tulang: Wajahnya,
kedua telapak tangannya, kedua lututnya, dan kedua kakinya. Riwayat Muslim sebagaimana
yang disandarkan oleh Al-Majd dalam Al-Muntaqo dan Al-Mizzy, dan (hadits ini) juga
diriwayatkan oleh selainnya (Muslim).
Adapun mengangkat kedua kaki dalam sujud, maka ini menyelisihi apa yang diperintahkan,
berdasarkan hadits yang tsabit dalam Ash-Shohihain dari Ibnu Abbas -radhiallahu anhuma-:
: ,







,
, ,
Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- memerintahkan untuk bersujud di atas tujuh tulang, dan
memerintahkan agar jangan mengikat rambut dan menggulung pakaian. (Ketujuh tulang itu
adalah) Dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua kaki.
Maka orang yang sholat diperintahkan untuk sujud di atas kedua kaki, dan bentuk sempurnanya
adalah dengan menjadikan jari-jari kedua kakinya mengarah ke kiblat. Dan bentuk cukupnya
adalah dengan meletakkan (merapatkan) bagian dari masing-masing kaki di atas bumi. Jika dia
mengangkat salah satunya maka tidak syah sujudnya jika terangkatnya kaki terus-menerus
sepanjang sujudnya.
Di antara manusia ada juga yang tidak meletakkan jidad dan hidungnya dengan baik ke bumi
ketika dia sujud, atau dia mengangkat kedua kakinya atau tidak meletakkan kedua telapak
tangannya dengan baik, dan semua ini menyelisihi apa yang diperintahkan.

12. Membunyikan jari-jemari.


Hal ini termasuk perkara-perkara yang dibenci dan dilarang dalam sholat. Adapun membunyikan
(jari-jemari) maka Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan dari Syubah maula Ibnu Abbas
dengan sanad yang hasan, bahwa dia berkata, Saya pernah sholat di samping Ibnu Abbas lalu
saya membunyikan jari-jemariku. Maka tatkala sholat sudah selesai, beliau berkata, ["Tidak ada
ibu bagimu!, apakah kamu membunyikan jari-jemarimu sedangkan engkau dalam keadaan
sholat?!"].
Dan telah diriwayatkan secara marfu tentang larangan membunyikan jari-jemari dari hadits Ali
riwayat Ibnu Majah akan tetapi haditsnya lemah dan tidak bisa dikuatkan.

13. Menyilangkan jari-jemari (arab: Tasybik) dalam sholat dan sebelum sholat.
Ini termasuk perkara yang dimakruhkan. Dari Kaab bin Ujroh beliau berkata, saya mendengar
Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda:


,





Jika salah seorang di antara kalian berwudhu kemudian dia sengaja keluar untuk sholat, maka
janganlah sekali-kali dia menyilangkan antara kedua tangannya, karena sesungguhnya dia
sedang dalam sholat. Riwayat Ahmad, Abu Daud, dan At-Tirmidzy sedang dalam sanadnya ada
perselisihan.
Dan Imam Ad-Darimy, Al-Hakim, dan selainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu':


,
,




--
Jika salah seorang di antara kalian berwudhu di rumahnya kemudian dia mendatangi masjid,
maka dia terus-menerus dalam keadaan sholat sampai dia pulang. Karenanya, janganlah dia
berbuat seperti ini -beliau menyilangkan antara jar-jari beliau-. Zhohir sanadnya adalah
shohih.
Dan dalam masalah tasybik ada hadits-hadits lain yang saling menguatkan satu dengan yang
lainnya.

[Diterjemah dari Al-Minzhar hal. 24-40, karya Asy-Syaikh Saleh Alu Asy-Syaikh, dengan sedikit
perubahan]

Anda mungkin juga menyukai