id
Di antara kesalahan yang kita jumpai berkaitan dengan makmum masbuq dan mereka
menjumpai imam -misalnya- dalam keadaan ruku’ atau sujud adalah mereka langsung
menyusul gerakan imam tanpa melakukan takbiratul ihram terlebih dahulu. Ini adalah
sebuah kesalahan karena shalat dimulai dari takbiratul ihram yang merupakan bagian
dari rukun shalat.
Bisa jadi hal ini juga karena mereka salah paham terhadap sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘amhu, beliau menceritakan,
1/5
“Ketika kami sedang shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba
terdengar suara gaduh orang-orang. Ketika selesai shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya,
َ ﺎ َﺷْﺄُﻧُﻜْﻢ؟
“Jangan kalian lakukan. Jika kalian datang menuju shalat, datangilah (berjalanlah)
dengan tenang. Apa yang kalian dapati (dari gerakan imam, pent.), maka
ikutilah. Dan apa yang kalian tertinggal, maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari no.
635 dan Muslim no. 602)
Yang mereka pahami dari perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apa yang
kalian dapati (dari gerakan imam), maka ikutilah” adalah “jika imam ruku’, maka kita
langsung ruku’” atau “jika imam sujud, maka kita langsung sujud” dan demikian
seterusnya.
Pemahaman ini adalah pemahaman yang keliru, karena suatu hadits tentunya
dipahami berdasarkan pemahaman terhadap dalil-dalil yang lainnya.
Dalil dari hadits lainnya menunjukkan bahwa shalat dimulai dari takbiratul ihram yang
merupakan rukun shalat.
Di antaranya adalah perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang
keliru (salah) dalam shalatnya,
“Jika Engkau berdiri mengerjakan shalat, bertakbirlah … “ (HR. Bukhari no. 793)
“Kunci shalat adalah bersuci, dimulai dengan takbir, dan diakhiri dengan salam.”
(HR. Abu Dawud no. 61 dan Tirmidzi no. 3, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Kesimpulan, jika kita terlambat shalat berjamaah, dan imam sudah dalam posisi
ruku’, sujud atau posisi yang lainnya, maka hendaknya kita berjalan memasuki masjid
dengan tenang, tidak boleh berjalan cepat yang membuat suara gaduh. Setelah berada
di shaf jamaah, takbiratul ihram dengan mengangkat kedua tangan dalam posisi
masih tegak berdiri, setelah itu baru menyusul gerakan (posisi) imam.
Takbiratul ihram tersebut harus dalam posisi tegak berdiri, bukan setengah
membungkuk atau bahkan sambil ruku’ atau yang lainnya karena terburu-buru untuk
ruku’ atau sujud. Ini adalah di antara kesalahan yang umum kita jumpai di masjid-
masjid kaum muslimin.
ﻟﻜﻲ، ﻃﻤﻌًﺎ ﻓﻲ إدراك اﻟﺮﻛﻮع ﻣﻊ اﻹﻣﺎم، أن ﯾﻨﺸﻐﻞ ﻋﻦ ﺗﻜﺒﯿﺮة اﻹﺣﺮام ﻓﻲ اﻟﻘﯿﺎم: وﻣﻦ أﺧﻄﺎء اﻟﻤﺴﺒﻮﻗﯿﻦ ﻓﻲ ﺻﻼة اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ
ﻓ ﯿﺄ ﺗ ﻲ ﺑﺎ ﻟ ﺘ ﻜ ﺒ ﯿ ﺮ ة و ﻫ ﻮ ﻧﺎ ز ل ﻟ ﻠ ﺮ ﻛ ﻮ ع، ﯾ ﻠ ﺤ ﻖ ا ﻟ ﺮ ﻛ ﻌ ﺔ
“Di antara kesalahan makmum masbuq dalam shalat jama’ah adalah: dia terlalu cepat
melakukan takbiratul ihram ketika berdiri, karena ingin mendapati ruku’ bersama
imam sehingga bisa mendapatkan hitungan satu raka’at bersama imam. Sehingga dia
pun takbiratul ihram dalam keadaan mulai merunduk untuk ruku’.” (Al-
Qaulul Mubiin fi Akhta’i Al-Mushallin, hal. 255)
وﻗﺪ ﺻّﺮح ﺟﻤﻬﻮر اﻟﻔﻘﻬﺎء ﻋﻠﻰ وﺟﻮب اﻹﺗﯿﺎن ﺑﺘﻜﺒﯿﺮة اﻹﺣﺮام ﻓﻲ اﻟﻘﯿﺎم
“Mayoritas ulama fiqh telah menjelaskan bahwa mengerjakan takbiratul ihram dalam
posisi tegak berdiri itu hukumnya wajib.” (Al-Qaulul Mubiin fi Akhta’i Al-
Mushallin, hal. 256)
Baca Juga: Bagaimana Duduknya Makmum Masbuk Ketika Imam Tasyahud Akhir?
3/5
Setelah takbiratul ihram, apakah perlu bersedekap (meletakkan kedua tangan di dada)
terlebih dahulu lalu langsung menyusul ruku’ atau sujud?
Berdiri setelah takbiratul ihram dan juga bersedekap dimaksudkan untuk membaca
surat Al-Fatihah. Ketika kita mendapati imam sudah ruku’ atau sujud, maka setelah
takbiratul ihram tidak ada kewajiban berdiri, sehingga otomatis tidak perlu bersedekap.
ﻷﻧﻪ ﻟﻢ ﯾﺪرك اﻟﻘﯿﺎم اﻟﺬي ﻫﻮ ﻣﺤﻞ اﻟﻘﺮاءة ﻟﻜﻨﻬﺎ ﻻ ﺗﺴﻘﻂ ﻋﻨﻪ ﻓﻲ ﺑﻘﯿﺔ اﻟﺮﻛﻌﺎت،أن اﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﺗﺴﻘﻂ ﻋﻤﻦ أدرك اﻹﻣﺎم راﻛﻌًﺎ.
“(Membaca) surat Al-Fatihah itu gugur bagi orang-orang (yang datang terlambat) yang
mendapati imam dalam keadaan ruku’. Hal ini karena dia tidak mendapati posisi
berdiri yang merupakan tempat untuk membaca (Al-Fatihah). Akan tetapi,
(membaca Al-Fatihah) ini tidak gugur darinya di rakaat sisanya.” (Majmu’ Fataawa
wa Rasail Ibnu ‘Utsaimin, 13: 98)
إذ وﺿﻊ، وﻻ داﻋﻲ ﻟﻤﺎ ﯾﻔﻌﻠﻪ ﺑﻌﺾ اﻟﻤﺼّﻠﯿﻦ ﻣﻦ وﺿﻊ اﻟﯿﺪ اﻟﯿﻤﻨﻰ ﻋﻠﻰ اﻟﯿﺴﺮى ﺑﻌﺪ ﺗﻜﺒﯿﺮة اﻹﺣﺮام و ﻗﺒﻞ اﻟﻨﺰول ﻟﻠﺮﻛﻮع
و ﻻ ﻗ ﺮ ا ء ة ﻓ ﻲ ﻫﺬ ه ا ﻟ ﺤﺎ ﻟ ﺔ، ا ﻟ ﯿﺪ ﯾ ﻦ ﺣﺎ ل ا ﻟﻘ ﺮ ا ء ة
“Tidak ada kebutuhan (tidak perlu) untuk meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri
setelah takbiratul ihram dan sebelum turun menuju ruku’, seperti yang dilakukan oleh
sebagian orang shalat. Hal ini karena meletakkan dua tangan (di dada) adalah
posisi yang diperuntukkan dalam rangka membaca (Al-Fatihah). Sedangkan
dalam kondisi tersebut, dia tidak membaca Al-Fatihah (karena langsung ruku’, pent.).”
(Al-Qaulul Mubiin fi Akhta’i Al-Mushallin, hal. 257)
ﺗﻜﺒﯿﺮة: واﻟّﺜﺎﻧﯿﺔ. وﻻ ﺑّﺪ أن ﯾﺄﺗﻲ ﺑﻬﺎ وﻫﻮ ﻗﺎﺋﻢ، وﻫﻲ رﻛﻦ، ﺗﻜﺒﯿﺮة اﻹﺣﺮام: إﺣﺪاﻫﻤﺎ: اﻷوﻟﻰ و اﻷﺣﻮط أن ﯾﻜﺒﺮ اﻟﺘﻜﺒﯿﺮﺗﯿﻦ
ﯾﺄ ﺗ ﻲ ﺑ ﻬﺎ ﺣ ﯿ ﻦ ﻫ ﻮ ﯾ ﻪ إ ﻟ ﻰ ا ﻟ ﺮ ﻛ ﻮ ع، ا ﻟ ﺮ ﻛ ﻮ ع
ﻓﺄﺟﺰأت، ﻷﻧﻬﻤﺎ ﻋﺒﺎدﺗﺎن اﺟﺘﻤﻌﺘﺎ ﻓﻲ وﻗﺖ واﺣﺪ، أﺟﺰأﺗﻪ ﺗﻜﺒﯿﺮُة اﻹﺣﺮام ﻓﻲ أﺻﺢ ﻗﻮﻟﻲ اﻟﻌﻠﻤﺎء، ﻓﺈن ﺧﺎف ﻓﻮت اﻟﺮﻛﻌﺔ
و ﺗ ﺠ ﺰ ى ء ﻫﺬ ه ا ﻟ ﺮ ﻛ ﻌ ﺔ ﻋ ﻨﺪ أ ﻛ ﺜ ﺮ ا ﻟ ﻌ ﻠ ﻤﺎ ء، ا ﻟ ﻜ ﺒ ﺮ ى ﻋ ﻦ ا ﻟ ﺼ ﻐ ﺮ ى
“Yang lebih baik dan lebih hati-hati adalah dia bertakbir dua kali, takbir pertama adalah
takbiratul ihram yang merupakan rukun shalat, dan harus dikerjakan dalam posisi
tegak berdiri. Takbir kedua adalah takbir untuk ruku’ (takbir intiqal), yang dia
4/5
kerjakan dalam posisi merunduk menuju ruku’.
Apabila dia khawatir tertinggal raka’at (dengan dua kali takbir, pent.), maka dia cukup
takbiratul ihram menurut pendapat yang paling kuat dari dua pendapat ulama dalam
masalah ini. Karena dua takbir ini adalah ibadah yang terkumpul dalam satu waktu,
sehingga takbir yang lebih besar (yaitu takbiratul ihram) sudah mencukupi dari takbir
yang kecil (yaitu takbir untuk ruku’). Dan raka’at tersebut dianggap mencukupi (sah)
oleh mayoritas ulama.” (Majmu’ Al-Fataawa, 1: 55) [1]
Baca Juga:
[Selesai]
***
Artikel: Muslim.Or.Id
Catatan kaki:
Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan
klik disini. Jazakallahu khaira
5/5