Bismillahirrahmanirrahim
Salah satu diantara nikmat yang Allah berikan kepada para hamba-Nya, Allah mengutus
nabi-Nya dari kalangan manusia. Sehingga memungkinkan bagi mereka untuk meniru
beliau dalam semua peristiwa kehidupannya. Termasuk ketika beliau lupa dalam
shalat.Sehingga umatnya bisa meniru apa yang beliau lakukan ketika lupa dalam shalat.
ِإَّنَما َأَن ا َب َش ٌر َأْن َس ى َك َما َت ْن َس ْو َن َفِإَذ ا َن ِس يُت َفَذ ِّك ُروِنى؛ َو ِإَذ ا َش َّك َأَح ُد ُك ْم ِفى َص َالِتِه َف ْل َي َت َح َّر الَّصَو اَب َف ْل ُيِتَّم َع َلْيِه ُثَّم ْل َي ْس ُج ْد َس ْج َد َت ْي ِن
Saya hanyalah manusia biasa. Saya bisa lupa sebagaimana kalian lupa. Jika saya lupa,
ingatkanlah aku. Jika kalian ragu tentang jumlah rakaat shalat kalian, pilih yang paling
meyakinkan, dan selesaikan shalatnya. Kemudian lakukan sujud sahwi. (HR. Bukhari &
Muslim)
Kata sahwi artinya lupa. Disebut sujud sahwi, karena sujud ini dilakukan ketika lupa
dalam shalat. Untuk itulah, sujud sahwi disyariatkan dalam rangka menutup
kekurangan ketika shalat disebabkan lupa.
Ketika terjadi kekurangan rakaat shalat dan baru sadar seusai shalat, maka langsung
menambahkan jumlah rakaatnya yang kurang lalu sujud sahwi setelah salam.
“Lalu beliau nambahi dua rakaat lagi sampai salam. Lalu beliau sujud sahwi dua kali,
dipisah dengan duduk sebentar. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat yang lain, dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu,
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ngimami shalat Asar lalu beliau salam
pada raka’at ketiga. Setelah itu beliau pulang. Seorang sahabat bernama al-Khirbaq
menyusul beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, memanggil, “Ya Rasulullah!” Lalu dia
menyebutkan kejadian tadi. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke tempat
imam dan menanyakan, “Apakah benar yang dikatakan orang ini?“
Mereka menjawab, “Ya benar”. Beliaupun menambahkan satu rakaat, hingga salam.
Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan dua kali. Kemudian beliau salam lagi.”
(HR. Muslim)
Ketika ada orang yang kelebihan jumlah rakaatnya, maka langsung sujud sahwi setelah
salam
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami lima raka’at. Seusai
shalat, kami bertanya, “Ya Rasulullah, apakah anda menambah dalam shalat?” Lalu
beliau pun mengatakan, “Apa yang terjadi?”
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia semisal kalian. Aku bisa memiliki ingatan yang
baik sebagaimana kalian. Begitu pula aku bisa lupa sebagaimana kalian pun demikian.”
Setelah itu beliau melakukan dua kali sujud sahwi.” (HR. Muslim)
ِإَذ ا َقاَم َأَح ُد ُك ْم ِمَن الَّر ْك َع َت ْي ِن َفَلْم َي ْس َت ِتَّم َقاِئًما َف ْل َي ْج ِلْس َفِإَذ ا اْس َتَت َّم َقاِئًما َفَال َي ْج ِلْس َو َي ْس ُج ْد َس ْج َد َت ِى الَّسْه ِو
Apabila kalian bangkit setelah mendapat 2 rakaat, dan belum berdiri sempurna maka
hendaknya dia kembali duduk tasyahud. Dan jika dia sudah berdiri sempurna, maka
jangan duduk, dan lakukan sujud sahwi dua kali. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Pertama, orang yang ragu jumlah rakaat dan dia bisa menentukan mana yang lebih
meyakinkan.
Dalam keadaan ini, dia ambil yang lebih meyakinkan, kemudian sujud sahwi setelah
salam.
ِإَذ ا َش َّك َأَح ُد ُك ْم ِفى َص َالِتِه َف ْل َي َت َح َّر الَّصَو اَب َف ْل ُيِتَّم َع َلْيِه ُثَّم ْل ُيَس ِّلْم ُثَّم ْل َي ْس ُج ْد َس ْج َد َت ْي ِن
Jika kalian ragu dengan jumlah rakaat ketika shalat, pilih yang paling meyakinkan, dan
selesaikan shalatnya, sampai salam. Kemudian lakukan sujud sahwi dua kali. (HR.
Bukhari & Muslim)
Kedua, orang yang ragu jumlah rakaat, dan dia sama sekali tidak bisa menentukan
mana yang lebih meyakinkan. Dalam keadaan ini, dia memilih yang lebih sedikit
rakaatnya dan sujud sahwi sebelum salam.
Sebagaimana dinyatakan dalam hadis dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِإَذ ا َش َّك َأَح ُد ُك ْم ِفى َص َالِتِه َفَلْم َي ْد ِر َك ْم َص َّلى َث َالًث ا َأْم َأْر َبًعا َف ْل َي ْط َر ِح الَّش َّك َو ْلَي ْب ِن َع َلى َما اْس َت ْي َقَن ُثَّم َي ْس ُجُد َس ْج َد َت ْي ِن َق ْب َل َأْن ُيَس ِّلَم َفِإْن َك اَن
َأل
َص َّلى َخ ْم ًسا َشَفْع َن َلُه َص َالَت ُه َو ِإْن َك اَن َص َّلى ِإْت َماًما ْر َب ٍع َك اَنَت ا َت ْر ِغ يًما ِللَّش ْي َط اِن
“Apabila kalian ragu dalam shalatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat,
tiga ataukah empat rakaat maka buanglah keraguan itu, dan ambilah yang yakin.
Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia shalat lima rakaat, maka
sujudnya telah menggenapkan shalatnya. Lalu jika ternyata shalatnya memang empat
rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan.” (HR. Muslim)
Bagaimana Cara Sujud Sahwi?
Sujud sahwi bisa dilakukan sebelum maupun sesudah salam, tergantung dari kasus
lupa yang terjadi dalam shalat. Dari beberapa hadis di atas, kita bisa membuat rincian,
[satu] meninggalkan tasyahud awal. Semakna dengan itu adalah semua kasus
meninggalkan wajib shalat karena lupa
[dua] ragu jumlah rakaat shalat dan tidak bisa menentukan mana yang lebih
meyakinkan.
Dan ulama sepakat, melakukan sujud sahwi di posisi yang benar, antara sebelum dan
sesudah salam, sifatnya anjuran. Artinya, anda terjadi salah posisi sujud sahwi, shalat
tetap sah. Demikian keterangan al-Khithabi.
Ketika seseorang lupa dalam shalat, dia harus melakukan sujud sahwi di akhir
shalatnya. Baik sebelum atau sesudah salam. Namun terkadang, ada orang yang
kelupaan untuk melakukan sujud sahwi. Apa yang harus dia lakukan?
Pertama, jika wudhunya belum batal dan jedanya belum lama maka boleh langsung
sujud sahwi. Termasuk kasus imam lupa ketia shalat, namun dia tidak tahu cara sujud
sahwi. Maka dia boleh sujud sahwi ketika diberitahu makmum. Ini merupakan pendapat
Imam Malik, Imam Syafii dalam qoul qadim, al-Auza’i dan yang lainnya.
Kedua, jika wudhunya sudah batal, ulama memberikan 2 rincian,
[satu] jika kasus lupanya berupa kelebihan rakaat, maka dia langsung wudhu dan sujud
sahwi. Karena fungsi sujud sahwi di sini adalah menghina setan. Demikian keterangan
Syaikhul Islam dalam Majmu’ al-Fatawa
[dua] jika kasus lupanya selain kelebihan rakaat, maka dia mengulangi shalatnya dari
awal. (Shahih Fiqh Sunah).
Ada beberapa kasus yang penting diperhatikan terkait sujud sahwi ketika shalat
jamaah,
1. Jika imam lupa maka makmum laki-laki mengingatkan imam dengan membaca
‘Subhanallah’. Sementara makmum perempuan menepukkan tangannya.
2. Jika imam sujud sahwi sebelum salam, maka semua makmum ikut sujud sahwi,
termasuk makmum yang masbuk.
3. Jika imam sujud sahwi setelah salam, maka makmum masbuk tidak boleh ikut
sujud sahwi. Sedangkan makmum yang mengikuti shalat dari awal, mereka harus
sujud sahwi bersama imam.
4. Dalam shalat berjamaah, makmum yang lupa bacaan shalat, misalnya tertukar
antara doa rukuk dan sujud, maka makmum tidak wajib sujud sahwi. Karena
makmum tidak boleh sujud sahwi sendirian, sementara imam tidak sujud sahwi.
5. Jika lupa dalam shalat, namun dia tidak sujud sahwi maka makmum berhak
mengingatkan imam agar dia sujud sahwi dan diikuti makmum lainnya.
Panduan Sujud Tilawah dan Sujud Syukur
Berikut ini akan disajikan panduan ringkas dari Sujud Tilawah dan
Sujud Syukur. Semoga bermanfaat bagi pembaca Muslim.Or.Id
sekalian.
Sujud Tilawah
ِإَذ ا َق َر َأ اْبُن آَد َم الَّس ْج َد َة َف َس َج َد اْع َتَز َل الَّش ْي َط اُن َي ْبِكى َي ُقوُل َي ا َو ْي َلُه – َو ِفى ِر َو اَيِة َأِبى
ُك َر ْيٍب َي ا َو ْيِلى – ُأِمَر اْبُن آَد َم ِبالُّس ُج وِد َف َس َج َد َف َلُه اْل َج َّن ُة َو ُأِم ْر ُت ِبالُّس ُج وِد َف َأَب ْي ُت َف ِلَى
الَّن اُر
“Jika anak Adam membaca ayat sajadah, lalu dia sujud, maka
setan akan menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan
berkata-kata: “Celaka aku. Anak Adam disuruh sujud,
dia pun bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku sendiri
diperintahkan untuk sujud, namun aku enggan, sehingga aku
pantas mendapatkan neraka.” (HR. Muslim no. 81)
Sujud Tilawah itu Sunnah
Dari Abu Rofi’, dia berkata bahwa dia shalat Isya’ (shalat ‘atamah)
bersama Abu Hurairah, lalu beliau membaca “idzas
samaa’unsyaqqot”, kemudian beliau sujud. Lalu Abu Rofi’
bertanya pada Abu Hurairah, “Apa ini?” Abu Hurairah pun
menjawab, “Aku bersujud di belakang Abul Qosim (Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam) ketika sampai pada ayat sajadah
dalam surat tersebut.” Abu Rofi’ mengatakan, “Aku tidaklah
pernah bersujud ketika membaca surat tersebut sampai aku
menemukannya saat ini.” (HR. Bukhari no. 768 dan Muslim no.
578)
Sujud Syukur
َأَّن ُه َك اَن ِإَذ ا َج اَء ُه َأْم ُر ُسُر وٍر َأْو-صلى الله عليه وسلم- َع ْن َأِبى َب ْك َر َة َع ِن الَّن ِبِّى
. ُب ِّش َر ِبِه َخ َّر َس اِج ًد ا َش اِك ًر ا ِلَّلِه
َو َز ْو ًج ا، الّلُهَّم اْب ِد ْلُه َد اًر ا َخ ْيًر ا ِمْن َد اِر ِه.َالَّلُهَّم اْغ ِفْر َلُه َو اْر َح ْم ُه َو َع اِفِه َو اْع ُف َع ْن ُه َو اْج َع ِل ْالَج َّن َة َم ْث َو اُه
َالَّلُهَّم َأْك ِر ْم ُنزوَلُه ووِّس ْع. الَّلُهَّم ِإَّن ُه َنَز َل ِبَك َو َأْن َت َخ ْيُر َم ْنُز ْو ٍل ِبِه.َخ ْيًر ا ِمْن َز ْو ِجِه َو َأْه اًل َخ ْي رًا ِمْن َأْه ِلِه
َم ْد َخ َلُه
Bacaan Latinnya
Allahummagfir lahu warhamhu wa ‘afihi wa ‘fu’anhu wakrim nuzulahu wa
wasi’ madkholahu wagsilhu bilma’i watsalju wal bardi wa naqqihi
minadzunubi walkhotoyaya kama yunaqqi atssaubulabyadhu binaddanasi
wa abdilhu daaron khoiron min daarihi, wahlan khoyron min ahliho, wa
zaujan khoyron min zaujihi waqihi fitnatalqobri wa ‘adzabi nnar.
Artinya:
“Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah dia. Selamatkan dan maafkanlah dia.
Berilah kehormatan terhadapnya, luaskanlah tempat kuburnya.
Mandikanlah dia (mayit) dengan air, salju, dan embun. Bersihkanlah dia
dari segala kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan baju putih dari
kotoran.
Gantikanlah untuknya rumah yang lebih baik dari rumahnya, juga isteri
yang lebih baik dari isterinya. Dan peliharalah (lindungilah) ia dari azab
kubur dan neraka.”
Untuk jenazah perempuan:
، الّلُهَّم اْب ِد ْلهَا َد اًر ا َخ ْيًر ا ِمْن َد اِر َها.َالَّلُهَّم اْغ ِفْر َلهَا َو اْر َح ْم هَا َو َع اِفَه ا َو اْع ُف َع ْن هَا َو اْج َع ِل ْالَج َّن َة َم ْث َو اهَا
َالَّلُهَّم َأْك ِر ْم ُنزوَلهَا. الَّلُهَّم ِإَّن ُه َنَز َل ِبَك َو َأْن َت َخ ْيُر َم ْنُز ْو ٍل ِبهَا.َو َز ْو ًج ا َخ ْيًر ا ِمْن َز ْو ِجَه ا َو َأْه اًل َخ ْي رًا ِمْن َأْه ِلهَا
ووِّس ْع َم ْد َخ َلهَا
Artinya
Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah dia. Selamatkan dan maafkanlah dia.
Berilah kehormatan terhadapnya, luaskanlah tempat kuburnya.
Mandikanlah dia (mayit) dengan air, salju, dan embun. Bersihkanlah dia
dari segala kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan baju putih dari
kotoran.
Gantikanlah untuknya rumah yang lebih baik dari rumahnya, juga isteri
yang lebih baik dari isterinya. Dan peliharalah (lindungilah) ia dari azab
kubur dan neraka.
Kelima, takbir yang keempat kalinya, lalu membaca:
Untuk jenazah laki-laki:
Muchlisin BK
16 Mei 2018
Shalat tarawih adalah sholat sunnah yang disyariatkan pada malam bulan
Ramadhan. Tarawih merupakan bentuk jamak dari tarwiihah ( )ترويحةyang artinya
“waktu sesaat untuk istirahat.” Disebut demikian karena pada shalat tarawih ada
waktu untuk beristirahat sejenak, khususnya setelah dua kali salam (empat rakaat).
Apa saja keutamaan shalat tarawih, bagaimana tata cara, niat dan bacaannya?
Insya Allah akan dibahas secara lengkap dalam artikel ini.
ُيَر ِّغ ُب ِفى ِقَياِم َر َمَض اَن ِمْن َغ ْي ِر َأْن َي ْأُمَر ُه ْم ِفيِه ِبَع ِز يَمٍة َف َي ُقوُل َم ْن َقاَم َر َمَض اَن-صلى هللا عليه وسلم- َع ْن َأِبى ُهَر ْي َر َة َقاَل َك اَن َر ُسوُل ِهَّللا
ِإيَم اًن ا َو اْح ِتَساًبا ُغ ِفَر َلُه َما َتَقَّد َم ِمْن َذ ْن ِبِه
ُثَّم َص َّلى، َع ْن َع اِئَشَة ُأِّم اْلُمْؤ ِمِنيَن – رضى هللا عنها َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – َص َّلى َذ اَت َلْي َلٍة ِفى اْلَم ْس ِجِد َف َص َّلى ِبَص َالِتِه َن اٌس
َفَلَّما َأْص َبَح َقاَل َقْد، – َفَلْم َي ْخ ُرْج ِإَلْي ِه ْم َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم، ُثَّم اْج َت َمُعوا ِمَن الَّلْي َلِة الَّث اِلَث ِة َأِو الَّر اِبَع ِة، ِمَن اْل َقاِبَلِة َفَك ُثَر الَّن اُس
َر َأْي ُت اَّلِذى َص َن ْع ُتْم َو َلْم َي ْم َن ْع ِنى ِمَن اْلُخ ُروِج ِإَلْي ُك ْم ِإَّال َأِّن ى َخ ِش يُت َأْن ُتْف َر َض َع َلْي ُك ْم
Dari Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam shalat di masjid pada suatu malam, lalu orang-orang ikut shalat bersama
beliau. Malam berikutnya beliau shalat lagi dan orang yang ikut semakin banyak.
Pada malam ketiga dan keempat orang-orang berkumpul lagi tapi Rasulullah tidak
keluar untuk shalat bersama mereka. Pagi harinya beliau bersabda: “Aku telah
melihat apa yang kalian lakukan dan tidak ada yang menahanku untuk keluar
kecuali kekhawatiranku akan difardhukannya shalat itu atas kalian.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Pada riwayat Muslim dijelaskan bahwa waktu itu adalah bulan Ramadhan.
Awalnya, sholat ini wajib bagi kaum muslimin. Setelah turun perintah sholat lima
waktu, sholat ini menjadi sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi
kaum muslimin. Sedangkan khusus bagi Rasulullah, sholat ini hukumnya wajib
sehingga beliau tidak pernah meninggalkannya.
Lama shalat witir perlu dipertimbangkan sesuai kondisi jamaah. Meskipun Rasulullah
mengerjakan sangat panjang waktunya, namun perlu dipertimbangkan agar tidak
memberatkan jamaah, khususnya di zaman sekarang.
Rasulullah mengerjakan shalat tarawih delapan rakaat lalu witir tiga rakaat. Namun
waktunya lama karena bacaan beliau panjang-panjang. Di zaman Umar bin Khattab,
shalat tarawih dikerjakan dua puluh rakaat, ditambah witir tiga rakaat. Syaikh
Wahbah Az Zuhaili menjelaskan bahwa jumlah rakaat tersebut merupakan ijma’
sahabat pada waktu itu.
Jadi, masalah jumlah rakaat shalat tarawih ini merupakan masalah furu’iyah yang
para ulama memiliki hujjah sendiri-sendiri. Sebagian ulama shalat tarawih delapan
rakaat karena berpegang pada hadits Aisyah yang menyebutkan shalat malam
Rasulullah baik di bulan Ramadhan atau bulan lainnya tidak pernah lebih dari 11
rakaat.
Sebagian ulama shalat tarawih 20 rakaat karena mengikuti kaum Muhajirin dan
Anshar yang juga dilakukan pada masa khalifah Umar. Sebagian ulama lainnya
shalat tarawih 36 rakaat karena mencontoh masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Menurut Ibnu Taimiyah, seluruh pendapat di atas bagus. Imam Ahmad juga
berpendapat jumlah rakaat shalat tarawih tidak dibatasi; delapan rakaat boleh, 20
rakaat boleh, 36 rakaat juga boleh.
1. Diampuni Allah
Secara khusus, shalat tarawih yang dikerjakan dengan ikhlas akan mendatangkan
ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dosa-dosa terdahulu akan diampuniNya
sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
َم ْن َقاَم َر َمَض اَن ِإيَم اًن ا َو اْح ِتَساًبا ُغ ِفَر َلُه َما َتَقَّد َم ِمْن َذ ْن ِبِه
“Barangsiapa bangun pada malam bulan Ramadhan karena iman dan mengarapkan
perhitungan dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Muslim)
“Shalat yang paling afdhol setelah shalat fardhu adalah shalat malam” (HR. An
Nasa’i)
“Biasakanlah dirimu untuk shalat malam karena hal itu tradisi orang-orang shalih
sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit,
dan pencegah dari dosa.” (HR. Ahmad)
Secara ringkas, tata caranya sama dengan sholat sunnah dua rakaat pada
umumnya, yaitu:
Niat
Takbiratul ihram, diikuti dengan doa iftitah
Membaca surat Al Fatihah
Membaca surat atau ayat Al Qur’an
Ruku’ dengan tuma’ninah
I’tidal dengan tuma’ninah
Sujud dengan tuma’ninah
Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah
Sujud kedua dengan tuma’ninah
Berdiri lagi untuk menunaikan rakaat kedua
Membaca surat Al Fatihah
Membaca surat atau ayat Al Qur’an
Ruku’ dengan tuma’ninah
I’tidal dengan tuma’ninah
Sujud dengan tuma’ninah
Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah
Sujud kedua dengan tuma’ninah
Tahiyat akhir dengan tuma’ninah
Salam
Demikian diulangi hingga empat kali salam untuk yang delapan rakaat. Setelah dua
kali salam, hendaklah beristirahat sejenak baru melanjutkan shalat lagi. Untuk
bacaan setiap gerakan shalat, bisa dibaca di Bacaan Sholat
Sedangkan dalam madzhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafalkan niat karena
tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam madzhab Syafi’i, niat shalat tarawih sebagai makmum dilafalkan sebagai
berikut:
Artinya: “Aku niat sholat sunnah tarawih dua rakaat sebagai makmum karena Allah
Ta’ala”
Artinya: “Aku niat sholat sunnah tarawih dua rakaat sebagai imam karena Allah
Ta’ala”
َي ْع ِنى الَّسُحوَر. َفُقْم َن ا َمَع الَّن ِبِّي صلى هللا عليه وسلم َح َّت ى َخ ِش يَن ا َأْن َي ُفوَتَن ا اْلَفَالُح
Menurut Qadhi Abu Ya’la, standar panjangnya bacaan shalat tarawih adalah satu juz
per malam. “Rasanya tidak baik jika bacaan Al Quran kurang dari satu kali khatam
selama satu bulan. Sebab tujuannya agar bacaan itu didengar oleh seluruh
makmum. Namun tidak baik juga jika lebih dari satu kali khatam karena khawatir
memberatkan makmum.”
Shalat ‘Idain sholat hari raya - Idain artinya dua hari raya.
Yang dimaksud shalat Idain adalah shalat pada waktu dua hari raya yakni Hari Raya Idul fitri
(1 syawal) dan Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah).
Adapun hukum melaksanakannya adalah sunah muakkad yaitu sunnah yang sangat dianjurkan.
Rasulullah SAW bersabda:
َأْن ُنْخ ِر َج ِفى اْلِع يــَد ْيِن اْلَع َو اِت َق َو َذ َو اِت اْلُخ ُدوِر َو َأَم َر اْلُحَّيَض َأْن-صلى هللا عليه وسلم- َر َنا – َتْع ِنى الَّنِبَّى. َأَم
َيْعَتِز ْلَن ُمَص َّلى اْلُم ْس ِلِم يَن
artinya:“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada saat shalat ‘ied
(Idul Fithri ataupun Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beranjak dewasa)
dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haidh. Namun beliau
memerintahkan pada wanita yang sedang haidh untuk menjauhi tempat shalat.”
إَم اًم ا هلل تعالى/ األْض حى َر كَع تيِن َم أُم وًم ا/ ُاَص ّلى ُسنًة ِلعيِد الِفطِر
Artinya: Saya niat sholat sunah Idul Fitri/Adha dua rakaat dengan menjadi makmum/imam
karena Allah Ta’ala.”
2. Takbiratul ihram.
3. Membaca doa iftitah.
4. Takbir 7x pada rakaat pertama dan 5x pada rakaat kedua dan diantara takbir membaca
tasbih:
ُسْبَح اَن ِهَّللا َو اْلَحْم ُد ِهَّلِل َو اَل إَلَه إاَّل ُهَّللا َو ُهَّللَا َأْك َبُر
5. Membaca ta’awudz
6. Membaca surat al Fatihah
7. Membaca surat al Qur’an. Sebaiknya surat Qaaf pada rakaat pertama dan surat Iqtarabat
pada rakaat kedua. atau surat al A’laa pada rakaat pertama dan surat al Ghasyiyah pada rakaat
kedua.
8. Setelah shalat Id dilanjutkan dengan khutbah
d. Hal-hal yang disunahkan pada saat hari raya adalah:
1. Memperbanyak Takbir. Pada hari raya ‘Idul Fitri disunahkan memperbanyak takbir dimulai
sejak terbenamnya matahari dan berakhir ketika imam memulai shalat ‘id. Sedangkan pada hari
‘Idul Adha disunahkan memperbanyak takbir setiap selesai mengerjakan shalat fardlu, shalat
rawatib, shalat sunah mutlak, dan shalat janazah. dan berakhir sampai waktu Ashar tanggal 13
Dzulhijjah.
2. Mandi dengan niat untuk melaksanakan shalat hari raya:
اى ٰل َت
ِ ِهلل َع َّنًة ى ُس ٰح ْاَأل
ْض/ ِر ْط ْل
ِد ا ِف َل ِلِع ْي ُغ ْل ُت
َو ْي ا ْس َن
3. Berangkat pagi-pagi, kecuali bagi imam disunahkan berangkat ketika shalat hendak
dilaksanakan.
4. Berhias diri dengan memakai wangi-wangian, pakaian yang bagus, memotong kuku, serta
menghilangkan bau yang tidak sedap.
5. Menempuh jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.
6. Makan terlebih dahulu sebelum berangkat shalat ‘Idul Fitri, sedangkan pada ‘Idul Adha,
sunah melakukan shalat terlebih dahulu.
7. Tahniah (ungkapan suka cita) atas datangnya hari raya disertai dengan berjabat tangan.
Seperti lafadh:
ك ْن ا َوِم َّن َل ُهللا ِم َتَقَّب
8. Menjawab ucapan suka cita (tahni’ah) dengan bacaan:
َخْي ْنُتَأ
ٍم َو ْم ِب ٍر َعا َّل ُك ، اَث
ْم ِلِه َأل ُِهللا ُك ا ْحَأ ،
َل ِم ْم َي ُم ْنُك ُهللا َّبَقَت.
Skip to content
Menu
Thegorbalsla
Dunia Sementara, Akhirat Selamanya
MENU
Tata Cara Sholat Istikharah Terlengkap Sesuai
Sunnah !
by Shafira Nurlita
Orang yang tidak mampu berdiri, maka shalatnya sambil duduk. Dengan
ketentuan sebagai berikut:
Yang paling utama adalah dengan cara duduk bersila. Namun jika
tidak memungkinkan, maka dengan cara duduk apapun yang
mudah untuk dilakukan.
Duduk menghadap ke kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk
menghadap kiblat maka tidak mengapa.
Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat
dalam keadaan berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar
dengan telinga dan setelah itu tangan kanan diletakkan di atas
tangan kiri.
Cara rukuknya dengan membungkukkan badan sedikit, ini
merupakan bentuk imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua
telapak tangan di lutut.
Cara sujudnya sama sebagaimana sujud biasa jika memungkinkan.
Jika tidak memungkinkan maka, dengan membungkukkan
badannya lebih banyak dari ketika rukuk.
Cara tasyahud dengan meletakkan tangan di lutut dan melakukan
tasyahud seperti biasa.
Orang yang tidak mampu berdiri dan tidak mampu duduk, maka
shalatnya sambil berbaring. Shalat sambil berbaring ada dua macam:
b. mustalqiyan (telentang)
Berikut, gomuslim merangkum panduan dan tata cara shalat dhuha dari
berbagai sumber:
Pengertian
Shalat dhuha adalah salah satu shalat sunnah yang istimewa. Ada banyak
manfaat dan keutamaan jika seorang muslim rutin melaksanakan shalat
sunnah ini. Shalat ini dikenal sebagai shalat sunnah untuk memohon rezeki
dari Allah SWT.
Cara melaksanakan shalat dhuha ini sama dengan pelaksanaan shalat lain
pada umumnya. Hanya saja ada doa-doa tertentu yang dibacakan setelah
shalat. Shalat Dhuha dikerjakan minimal dua raka’at dan bisa dikerjakan
maksimal dua belas raka’at. Masing–masing dua raka’atnya diakhiri dengan
satu salam. Shalat dhuha dilakukan secara sendiri atau tidak berjamaah
(Munfarid)
Bagaimana tata cara sholat dhuha? Sholat dhuha dikerjakan dua rakaat
salam – dua rakaat salam. Adapun jumlah rakaatnya, minimal dua rakaat.
Rasulullah kadang mengerjakan sholat dhuha empat rakaat, kadang delapan
rakaat. Namun sebagian ulama tidak membatasi. Ada yang mengatakan 12
rakaat, ada yang yang mengatakan bisa lebih banyak lagi hingga waktu
dhuha habis.
Dari Ummu Hani’ binti Abi Thalib , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah mengerjakan sholat dhuha sebanyak delapan rakaat. Pada setiap dua
rakaat, beliau mengucap salam (HR. Abu Dawud; shahih)
Waktu pelaksanaan shalat dhuha adalah sejak matahari naik hingga condong
ke barat. Artinya, di Indonesia, waktu shalat dhuha terbentang selama
beberapa jam sejak 20 menit setelah matahari terbit hingga 15 menit sebelum
masuk waktu dhuhur. Waktu yang lebih utama adalah seperempat siang. Atau
lebih tepatnya sekitar pukul 07.00 WIB sampai sebelum jam 12.00 WIB.
Namun, lebih baiknya jika dilaksanakan sekitar pukul 08. 00 sampai dengan
10.00 WIB pagi.
Di Arab Saudi, waktu itu ditandai dengan padang pasir terasa panas dan anak
unta beranjak. Sebagaimana sabda Rasulullah: Bahwasanya Zaid bin Arqam
melihat orang-orang mengerjakan shalat Dhuha (di awal pagi). Dia berkata,
“Tidakkah mereka mengetahui bahwa shalat di selain waktu ini lebih utama.
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Shalat
orang-orang awwabin (taat; kembali pada Allah) adalah ketika anak unta
mulai kepanasan’” (HR. Muslim)
Semua ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati. Niat dengan hanya
mengucapkan di lisan belum dianggap cukup. Melafalkan niat bukanlah suatu
syarat. Artinya, tidak harus melafalkan niat. Namun menurut jumhur ulama
selain madzhab Maliki, hukumnya sunnah dalam rangka membantu hati
menghadirkan niat.
Sedangkan dalam madzhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafalkan niat
karena tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW.
Niat
Membaca surat atau ayat Alquran. Bisa membaca surat Asy Syamsu atau
surat lainnya
Ruku’ dengan tuma’ninah
Membaca surat atau ayat Alquran. Bisa surat Adh Dhuha atau lainnya.
Salam
Demikian tata cara shalat dhuha. Setiap dua rakaat salam, diulang sampai
bilangan rakaat delapan atau yang dikehendaki. Setelah shalat dhuha
dianjurkan berdoa.
Artinya :
Doa ini bukanlah berasal dari hadits Nabi. Doa ini dicantumkan oleh Asy
Syarwani dalam Syarh Al Minhaj dan disebutkan pula oleh Ad Dimyathi dalam
I’anatuth Thalibiin.
Perlu diingat, doa setelah shalat dhuha tidak dibatasi. Kita boleh berdoa apa
saja yang kita inginkan, tentunya bukan doa yang berisi tentang keburukan.
Ada banyak manfaat dan keutamaan bagi setiap muslim yang mengerjakan
Shalat Dhuha. Beberapa manfaat diantaranya adalah untuk
memperlancarkan, melapangkan dan mempermudahkan rezeki, menghapus
dosa-dosa, mendapatkan pahala shalat sunnah dan masih banyak lagi.
Adapun beberapa keutamaan dari shalat dhuha ini adalah sebagai berikut:
2. Shalat Awwabin
Shalat dhuha adalah shalat awwabin, yakni shalatnya orang-orang yang taat.
Merutinkan shalat dhuha menjadikan seseorang dicatat sebagai orang-orang
yang taat.
“Setiap pagi, setiap ruas anggota badan kalian wajib dikeluarkan sedekahnya.
Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil
adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan
adalah sedekah, dan melarang berbuat munkar adalah sedekah. Semua itu
dapat diganti dengan shalat dhuha dua rakaat.” (HR. Muslim)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Wahai anak Adam, janganlah engkau luput
dari empat rakaat di awal harimu, niscaya Aku cukupkan untukmu di
sepanjang hari itu.” (HR. Ahmad)
6. Berpahala Umrah
1. Meringkas Shalat
َو ِاَذ اَض َر ْبُتْم ِفى ْاَالْر ِض َفَلْيَس َع َلْيُك ْم ُج َناٌح َاْن َتْق ُصُر ْو ا ِم َن الَّص َلٰو ِة ِاْن ِخ ْف ُتْم َاْن َيْف ِتَنُك ُم اَّلِذ ْيَن
َكَفُر ْو ا ِاَّن ْالكِفِر ْيَن َك اُنْو اَلُك ْم َع ُد ًّو اُّم ِبْيًنا
ُأ ُأ
َف ِقَّر ْت َص َالُة الَّس َفِر َو ِتَّم ْت َص َالُة الَح َض ِر، َأَّن الَّصَالَة َأَّو ُل َم اُفِر َض ْت َر ْك َع َتْيِن
“Pertama kali sholat diwajibkan adalah dua raka’at, maka tetaplah sholat
musafir dua raka’at dan shalat orang yang muqim (menetap) sempurna
(empat raka’at).” (HR. Al Bukhari: 1090 dan Muslim:685)
Merupakan perkara yang disepakati oleh para ulama, shalat yang boleh
diringkas adalah shalat Zhuhur, Ashar, dan ‘Isya’. Imam Ibnul Mundzir
berkata, “Para ulama telah sepakat bahwa sholat Maghrib dan Shubuh
tidak boleh diqoshor.” (al-Ijma’ hal. 9)
َص َّلْيُت الُّظْهَر َم َع الَّنِبِّي ِباْلَم ِد ْيَنِة َأْر َبًعا َو ِبِذ ى اْلُح َلْيَفِة َر ْك َع َتْيِن.
Kalau ada seorang musafir lalu dia ingat bahwa dia belum shalat Zhuhur
– misalnya—ketika masih di rumah, apakah dia shalat qoshor dua raka’at
(mengingat keadaan dirinya sekarang sebagai musafir) ataukah empat
raka’at (karena keadaan ketika lupa adalah saat muqim)? Demikian juga
sebaliknya, kalau ketika muqim teringat bahwa dia lupa belum shalat
ketika dalam safarnya, apakah dia melakukannya qoshor ataukah
menyempurnakan shalat?!
َم ْن َنِس َي َص َالًة َأْو َناَم َع ْنَها َفْل ُيَص ِّلَها ِإَذ ا َذ َك َر َها
“Barangsiapa yang lupa akan shalat atau tertidur maka hendaknya dia
mengerjakannya ketika dia ingat.” (HR. Al Bukhari:572 dan
Muslim:682)
َك اَن َر ُسْو ُل اللِه َص َّلى اللُه َع َلْيِه َو َس َّلَم َيْج َم ُع َبْيَن َص َالِة الُّظْهِر َو الَع ْص ِر ِإَذ ا َك اَن َع َلى َظْهِر َس ْيٍر
َو َيْج َم ُع َبْيَن اْلَم ْغ ِر ِب َو ْالِع َش اِء
Shalat yang boleh dijama’ adalah shalat Zhuhur dengan Asar serta shalat
Maghrib dengan ‘Isya’. Adapun shalat shubuh tidak boleh dijama’
dengan shalat yang sebelumnya atau sesudahnya. Demikian pula tidak
boleh menjama’ shalat asar dengan maghrib. Anas radhiyallahu
‘anhu berkata,
َك اَن الَّنِبُّي ِإَذ ا اْر َتَح َل َقْب َل َأْن َتِز ْيَغ الَّش ْم ُس َأَّخ َر الُّظْهَر ِإَلى َو ْق ِت اْلَع ْص ِر ُثَّم َيْج َم ُع َبْيَنُهَم ا َو ِإَذ ا
َز اَغ ْت َص َّلى الُّظْهَر ُثَّم َر ِكَب.
﴿ ﴾ َو ِاَذ ا ُكْنَت ِفْيِه ْم َفَاَقْم َت َلُهُم الَّص َلٰو َة َفْل َتُقْم َطآ ِئَفٌة ِّم ْنُهْم َّمَع َك َو ْل َيْأُخ ُذ ۤو ْا َاْس ِلَح َتُهْم
b. As-Sunnah
َأَّن الَّنِبَّي َص َّلى اللُه َع َلْيِه َو َس َّلَم َك اَن ُيَص ِّلْي َع َلى َر اِح َلِتِه َنْح َو اْلَم ْش ِرِق َفِإَذ ا َأَر اَد َأْن ُيَص ِّلْي
اْلَم ْك ُتْو َبَة َنَز َل
Adapun tatacara shalat di atas kendaraan, baik itu pesawat, bus, kereta,
atau kapal laut, adalah sebagai berikut:
Kerjakan shalat seperti biasa: niat dalam hati, takbiratul ihram, membaca
doa iftitah, membaca Al Fatihah, membaca surat dalam Al Qur’an, ruku’,
kemudian bangkit dari ruku’, lalu sujud. Bila tidak mampu ruku’, maka
cukup dengan menundukkan kepala dan engkau dalam keadaan berdiri.
Bila tidak mampu sujud, maka cukup dengan duduk seraya
menundukkan kepala. Apabila shalatnya dikerjakan dalam keadaan
duduk, maka ketika ruku’ dan sujud cukup dengan menundukkan kepala
dan jadikan posisi kepala untuk sujud itu lebih rendah. (Majma’ Fatawa
wa Rosa’il Ibnu ‘Utsaimin 15/250)