Anda di halaman 1dari 12

Sujud sahwi (‫ )سجود السهو‬adalah bagian ibadah Islam yang dilakukan di dalam

shalat. Sujud sahwi merupakan dua sujud yang dilakukan oleh orang yang shalat
untuk menggantikan kesalahan yang terjadi di dalam shalatnya karena lupa (sahw).
Penyebabnya dilakukannya Sujud sahwi ada tiga yaitu:
1. Menambahkan sesuatu (az-ziyaadah), 
2. Menghilangkan sesuatu (an-naqsh), dan 
3. Dalam keadaan ragu-ragu (asy-syak) di dalam Shalat.
Nabi saw. juga pernah lupa di dalam shalat. Hal ini ada keterangannya, bahkan
beliau sendiri bersabda: 
ُ ‫ فَـِإ َذ ا نَـ ِسـي‬: َ‫ِإ نَّــ َما َأ نَـا بَـ َشــ ٌر َأ نَـ ِسى َكــ َما تَــ ْنـ َســوْ ن‬
‫ْت فَـ َذ ِّكــرُوْ نـِ ْى‬
"Saya ini hanyalah manusia biasa, saya juga lupa sebagaimana tuan-tuan lupa.
Oleh sebab itu jika saya lupa, maka ingatkanlah!" (H.R.Bukhari dan Muslim).

1. Cara Mengerjakannya

 Sebelum atau sesudah salam. Sujud Sahwi dilakukan dengan dua kali sujud
sebelum salam atau sesudahnya oleh seseorang yang sedang bershalat.
Kedua cara ini memang diajarkan oleh Rasulullah saw. Dalam sebuah hadits
shahih dari Sa'id al-Khudri, bahwa Rasulullah saw. bersabda:   َّ ‫ِإ َذا َشـ‬
‫ك‬
َ‫ ثَــ ـال‬،‫صــ ـلَّى‬ َ ‫َأ َحـ ُد ُكــ ْم فـِى‬
َ ‫صـالَ تـِـ ِه فَــلَـ ْم يـَـ ْد ِر ُكــ ـ ْم‬
ِ ‫ك َو ْلــيَــبْــ‬ َّ ‫ح الـ َّشـــ‬ ْ ْ ‫َأ َأ‬
‫ـن‬ ِ ‫ فَـــلــيَـطـــ َر‬،‫ثَـا ْم رْ بـَــ َعــتَـــا‬
‫ْـــن قَـــبْــــ َل َأ ْن‬
ِ ‫ـــن ثُــــ َّم َسـ َجـــ َد تَــي‬َ َ‫َعــــلَى َمـااسْــتَــيْــق‬
‫يـُـ َســلِّـ َم‬ "Jikalau salah seorang diantaramu ragu-ragu dalam shalatnya,
hingga tak tahu berapa raka'at yang sudah dikerjakannya, apakah tiga
ataukah empat, maka baiknya ia menghilangkan mana yang diragukan dan
menetapkan mana yang diyakini, kemudian sujud dua kali sebelum
salam."(H.R.Muslim).
 Kisah sesudah salam. Dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan pula
mengenai cerita Dzulyadain bahwa beliau pernah pula Sujud Sahwi sesudah
salam.
 Tergantung sebab. Adapun yang lebih utama ialah mengikuti sebab yang
mengharuskan sujud sahwi tersebut. Maksudnya kalau datangnya sebab tadi
sebelum salam, hendaklah sujud dilakukan sebelum salam, sebaliknya kalau
diketahui sesudah salam, maka sujud itu pun dilakukan sesudahnya, sedang
bagi hal-hal yang tidak termasuk dalam kedua keadaan di atas, boleh saja
dipilih sesudah salam atau sebelumnya. Dan ini tanpa ada perbedaan apakah
yang menyebabkan sujud itu berupa penambahan atau pengurangan raka'at.
Hal ini berdasarkan keterangan Muslim dalam shahihnya bahwa Nabi saw.
bersabda:  ‫ـجـ َد تَــيْـ ِن‬ َ ‫ــلــيَـسْـجُـ ْد َس‬ ْ َ‫ـص ف‬َ َ‫ِإ َذازَا َد الـ َّرجُـ ُل َأوْ نَــق‬ "Jikalau shalat seseorang
terlebih atau terkurang, maka hendaklah ia sujud dua kali." 
 Diawali bertakbir. Contoh cara melakukan sujud sahwi sebelum dan sesudah
salam dan diawali bertakbir. dijelaskan dalam hadits ‘Abdullah bin
Buhainah, ‫صاَل تَهُ َس َج َد َسجْ َدتَ ْي ِن فَ َكبَّ َر فِي ُكلِّ َسجْ َد ٍة َوه َُو َجالِسٌ قَب َْل َأ ْن يُ َسلِّ َم‬ َ ‫فَلَ َّما َأتَ َّم‬ “Setelah
beliau menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali. Ketika itu beliau
bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan sujud
sahwi ini sebelum salam.” (HR. Bukhari no. 1224 dan Muslim no.
570). Contoh sesudah salam dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah,  ‫صلَّى‬ َ َ‫ف‬
ُ ُ ُ ُ ُ َّ
‫ر ْك َعتَ ْي ِن َو َسل َم ث َّم َكب ََّر ث َّم َس َج َد ث َّم َكبَّ َر فَ َرفَ َع ث َّم َكب ََّر َو َس َج َد ث َّم َكب ََّر َو َرفَ َع‬ “Lalu
َ beliau shalat dua
rakaat lagi (yang tertinggal), kemudian beliau salam. Sesudah itu beliau
bertakbir, lalu bersujud. Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit.
Kemudian bertakbir kembali, lalu beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu
bertakbir, lalu beliau bangkit.” (HR. Bukhari no. 1229 dan Muslim no. 573).
 Pengulangan salam. Sujud sahwi sesudah salam ini ditutup lagi dengan
salam sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Imran bin Hushain, ‫صلَّىـ َر ْك َعةً ثُ َّم‬ َ َ‫ف‬
‫ َسلَّ َم ثُ َّم َس َج َد َسجْ َدتَي ِْن ثُ َّم َسلَّ َم‬. “Kemudian beliau pun shalat satu rakaat (menambah
raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan
sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.” (HR.
Muslim no. 574).

2. Do'a Dalam Sujud Sahwi

Sebagian ulama menganjurkan do’a ini ketika sujud sahwi, 


‫ ُسب َْحانَ َم ْن اَل يَنَا ُم َواَل يَ ْسهُو‬ 
“Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huw” (Maha Suci Dzat yang tidak
mungkin tidur dan lupa). 
Namun dzikir sujud sahwi di atas cuma anjuran saja dari sebagian ulama dan tanpa
didukung oleh dalil. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, 
‫ ُس ْب َحانَ َم ْن اَل يَنَا ُم َواَل يَ ْسهُو – َأيْ فِي َسجْ َدت َْي‬: ‫ول فِي ِه َما‬
َ ُ‫ْض اَأْلِئ َّم ِة يَحْ ِكي َأنَّهُ يَ ْست َِحبُّ َأ ْن يَق‬
َ ‫ َس ِمعْت بَع‬: ُ‫قَوْ لُه‬
‫ لَ ْم َأ ِج ْد لَهُ َأصْ اًل‬: ‫ال َّسه ِْو – قُ ْلت‬
“Perkataan beliau, “Aku telah mendengar sebagian ulama yang menceritakan
tentang dianjurkannya bacaan: “Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huw”
ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya), maka aku katakan, “Aku tidak
mendapatkan asalnya sama sekali.”
Sehingga yang tepat mengenai bacaan ketika sujud sahwi adalah seperti bacaan
sujud biasa ketika shalat. Bacaannya yang bisa dipraktekkan seperti,
1. ‫س ْب َحانَ َربِّ َى اَأل ْعلَى‬ ُ -“Subhaana robbiyal a’laa” - [Maha Suci Allah Yang Maha
Tinggi]
2. ‫ اللَّ ُه َّم ا ْغفِ ْر لِى‬، َ‫س ْب َحانَكَ اللَّ ُه َّم َربَّنَا َوبِ َح ْم ِدك‬
ُ
“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.” 
[Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu,
ampunilah dosa-dosaku].

3. Hal-Hal Yang Menyebabkan Dilakukannya Sujud Sahwi

1. Mengucapkan salam sebelum sempurnanya shalat. Diterima dari 'Atha':


"Bahwa Ibnu Zubair shalat Maghrib lalu memberi salam setelah
menyelesaikan dua raka'at kemudian bangun menuju Hajar Aswad. Orang-
orang mengucapkan tasbih dan ia pun bertanya: 'Ada apa?' Dan setelah
mengerti maksud orang-orang itu, ia pun meneruskan shalatnya dan sujud
dua kali. Peristiwa ini disampaikan kepada Ibnu Abbas r.a. maka ujarnya:
Perbuatannya itu sesuai dengan sunnah Nabi saw." (Diriwayatkan oleh
Ahmad, Bazzar dan Thabrani).
2. Kelebihan jumlah raka'at. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Jama'ah
dari Ibnu Mas'ud, bahwa Nabi saw."Pada suatu ketika beliau shalat Dhuhur,
lalu ditanya: 'Apa kah rakat'at shalat ini memang ditambah?' Ujar beliau:
'Mengapa demikian'? Kata orang-orang itu: 'Anda telah melakukan shalat
lima raka'at'. Maka beliau pun sujud dua kali setelah memberi salam itu'."
Hadits ini menjadi bukti bahwa shalat yang terlebih jumlah raka'atnya
karena lupa dan dalam raka'at ke-4 tidak duduk, maka shalat itu sah adanya.
3. Lupa Tasyahud awal atau salah satu sunah shalat. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Jama'ah dari Ibnu Buhainah: "Bahwa Nabi saw. bershalat
lalu setelah sampai dua raka'at terus berdiri. Orang-orang pun sama
mengucapkan tasbih, tetapi beliau meneruskan shalatnya. Dan setelah selesai
barulah beliau sujud dua kali kemudian memberi salam." Barang siapa yang
lupa duduk pertama lalu ingat sebelum sempurna berdiri, hendaklah ia
duduk kembali. Tetapi bila sudah sempurna berdirinya, maka ia tidak perlu
duduk kembali. (H.R.Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah dari Mughirah bin
Syu'bah).
4. Ragu-ragu jumlah raka'at shalat. Dari Abdurrahman bin 'Auf katanya: "Saya
dengar Rasulullah saw. bersabda: 'Jika salah seorang di antaramu ragu dalam
shalatnya, hingga ia tidak tahu, apakah baru seraka'at ataukah sudah dua
raka'at, maka baiknya ditetapkannya seraka'at saja. Jika ia tidak tahu apakah
dua atau sudah tiga raka'at, baiknya ditetapkannya dua raka'at. Dan jika tak
tahu apakah tiga atau sudah empat raka'at, baiknya ditetapkannya tiga
raka'at, kemudian hendaklah ia sujud bila shalat selesai di waktu masih
duduk sebelum memberi salam, yaitu sujud Sahwi sebanyak 2 kali'."
(H.R.Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi yang menyatakan sahnya). Dari
Abu Sa'id al-Khudri, katanya: "Rasulullah saw. bersabda: 'Apabila slah
seorang diantaramu ragu-ragu dalam shalatnya hingga tak tahu apakah sudah
tiga ataukah empat raka'at, maka hendaklah ia menghilangkan keraguannya
dan menetapkan saja apa yang telah diyakininya, kemudian sujud dua kali
sebelum salam. Sekiranya ia telah melakukan lima raka'at maka sujud itulah
yang menggenapkan shalatnya, dan sekiranya baru cukup empat raka'at,
maka sujudnya itu adalah untuk menjengkelkan setan'." (H.R. Ahmad dan
Muslim). Kedua hadits ini menjadi alasan bagi pendapat jumhur ulama
bahwa seseorang yang ragu-ragu dalam bilangan raka'at, hendaklah ia
menetapkan saja bilangan yang lebih sedikit yang diyakini, kemudian ia
melakukan sujud sahwi.

Tata Cara Sujud Tilawah

[Pertama] Para ulama bersepakat bahwa sujud tilawah cukup dengan sekali sujud.

[Kedua] Bentuk sujudnya sama dengan sujud dalam shalat.

[Ketiga] Tidak disyari’atkan -berdasarkan pendapat yang paling kuat- untuk


takbiratul ihram dan juga tidak disyari’atkan untuk salam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

َ ‫ هَ َذا ه َُو ال ُّسنَّةُ ْال َم ْعرُوفَةُ ع َْن النَّبِ ِّي‬: ‫ع فِي ِه تَحْ ِري ٌم َواَل تَحْ لِي ٌل‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َـم َو َعلَ ْي ِه‬ ِ ْ‫َو ُسجُو ُد ْالقُر‬
ُ ‫آن اَل يُ ْش َر‬
ِ ‫ُوص ع َْن اَأْلِئ َّم ِة ْال َم ْشه‬
َ‫ُورين‬ ‫ف َوه َُو ْال َم ْنص ُـ‬ ِ َ‫عَا َّمةُ ال َّسل‬

“Sujud tilawah ketika membaca ayat sajadah tidaklah disyari’atkan untuk


takbiratul ihram, juga tidak disyari’atkan untuk salam. Inilah ajaran yang sudah
ma’ruf dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga dianut oleh para ulama salaf,
dan inilah pendapat para imam yang telah masyhur.” (Majmu’ Al Fatawa, 23/165)
[Keempat] Disyariatkan pula untuk bertakbir ketika hendak sujud dan bangkit dari
sujud. Hal ini berdasarkan keumuman hadits Wa-il bin Hujr, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam biasa mengangkat kedua tangannya ketika bertakbir. Beliau pun
bertakbir ketika sujud dan ketika bangkit dari sujud.” (HR. Ahmad, Ad Darimi,
Ath Thoyalisiy. Hasan)

[Kelima] Lebih utama sujud tilawah dimulai dari keadaan berdiri, ketika sujud
tilawah ingin dilaksanakan di luar shalat. Inilah pendapat yang dipilih oleh
Hanabilah, sebagian ulama belakangan dari Hanafiyah, salah satu pendapat ulama-
ulama Syafi’iyah, dan juga pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Dalil mereka adalah:


ً‫ِإ َذا يُ ْتلَى َعلَ ْي ِه ْم يَ ِخرُّ ونَ لَِأل ْذقَا ِن ُسجَّدا‬

“Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al


Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil
bersujud.” (QS. Al Isro’: 107). Kata mereka, yang namanya yakhirru
(menyungkur) adalah dari keadaan berdiri.

Namun, jika seseorang melakukan sujud tilawah dari keadaan duduk, maka ini
tidaklah mengapa. Bahkan Imam Syafi’i dan murid-muridnya mengatakan bahwa
tidak ada dalil yang mensyaratkan bahwa sujud tilawah harus dimulai dari berdiri.
Mereka mengatakan pula bahwa lebih baik meninggalkannya. (Shahih Fiqih
Sunnah, 1/449)

Apakah Disyariatkan Sujud Tilawah (Di Luar Shalat) Dalam Keadaan Suci
(Berwudhu)?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam sujud tilawah disyari’atkan untuk


berwudhu sebagaimana shalat. Oleh karena itu, para ulama mensyariatkan untuk
bersuci (thoharoh) dan menghadap kiblat dalam sujud sahwi sebagaimana berlaku
syarat-syarat shalat lainnya.

Namun, ulama lain yaitu Ibnu Hazm dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan bahwa tidak disyari’atkan untuk thoharoh karena sujud tilawah
bukanlah shalat. Namun sujud tilawah adalah ibadah yang berdiri sendiri. Dan
diketahui bahwa jenis ibadah tidaklah disyari’atkan thoharoh. Inilah pendapat yang
dipilih oleh Ibnu ‘Umar, Asy Sya’bi dan Al Bukhari. Pendapat kedua inilah yang
lebih tepat.
Dalil dari pendapat kedua di atas adalah hadits dari Ibnu ‘Abbas. Beliau
radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َس َج َد بِالنَّجْ ِم َو َس َج َد َم َعهُ ال ُم ْسلِ ُموْ نَ َوال ُم ْش ِر ُكوْ نَ َو‬
ُ‫الج ُّن َواِأل ْنس‬ َّ ِ‫َأ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan sujud tilawah tatkala


membaca surat An Najm, lalu kaum muslimin, orang-orang musyrik, jin dan
manusia pun ikut sujud.” (HR. Bukhari)

Al Bukhari membawa riwayat di atas pada Bab “Kaum muslimin bersujud


bersama orang-orang musyrik, padahal kaum musyrik itu najis dan tidak memiliki
wudhu.” Jadi, menurut pendapat Bukhari berdasarkan riwayat di atas, sujud tilawah
tidaklah ada syarat berwudhu. Dalam bab tersebut, Al Bukhari juga membawakan
riwayat bahwa Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berwudhu dalam keadaan tidak
berwudhu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Sujud tilawah ketika membaca ayat
sajadah tidaklah disyari’atkan untuk takbiratul ihram, juga tidak disyari’atkan
untuk salam. Inilah ajaran yang sudah ma’ruf dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, juga dianut oleh para ulama salaf, dan inilah pendapat para imam yang
telah masyhur. Oleh karena itu, sujud tilawah tidaklah seperti shalat yang
memiliki syarat yaitu disyariatkan untuk bersuci terlebih dahulu. Jadi, sujud
tilawah diperbolehkan meski tanpa thoharoh (bersuci). Hal ini sebagaimana
dilakukan oleh Ibnu ‘Umar. Beliau pernah bersujud, namun tanpa thoharoh. Akan
tetapi apabila seseorang memenuhi persyaratan sebagaimana shalat, maka itu
lebih utama. Jangan sampai seseorang meninggalkan bersuci ketika sujud, kecuali
ada udzur.” (Majmu’ Al Fatawa, 23/165)

Asy Syaukani mengatakan, “Tidak ada satu hadits pun tentang sujud tilawah yang
menjelaskan bahwa orang yang melakukan sujud tersebut dalam keadaan
berwudhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersujud dan di situ
ada orang-orang yang mendengar bacaan beliau, namun tidak ada penjelasan
kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan salah satu dari yang
mendengar tadi untuk berwudhu. Boleh jadi semua yang melakukan sujud tersebut
dalam keadaan berwudhu dan boleh jadi yang melakukan sujud bersama orang
musyrik sebagaimana diterangkan dalam hadits yang telah lewat. Padahal orang
musyrik adalah orang yang paling najis, yang pasti tidak dalam keadaan
berwudhu. Al Bukhari sendiri meriwayatkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Umar
bahwa dia bersujud dalam keadaan tidak berwudhu. ” (Nailul Author, 4/466, Asy
Syamilah)
Apakah Sujud Tilawah Mesti Menghadap Kiblat?

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun menutup aurat dan menghadap


kiblat, maka ada ulama yang mengatakan bahwa hal itu disyariatkan berdasarkan
kesepakatan ulama.” (Nailul Author, 4/467, Asy Syamilah)

Namun karena sujud tilawah bukanlah shalat, maka tidak disyari’atkan untuk
menghadap kiblat. Akan tetapi, yang lebih utama adalah tetap dalam keadaan
menghadap kiblat dan tidak boleh seseorang meninggalkan hal ini kecuali jika ada
udzur. Jadi, menghadap kiblat bukanlah syarat untuk melakukan sujud tilawah.
(Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 1/450)

Bagaimana Tata Cara Sujud Tilawah bagi Orang yang Sedang Berjalan atau
Berkendaraan?

Siapa saja yang membaca atau mendengar ayat sajadah sedangkan dia dalam
keadaan berjalan atau berkendaraan, kemudian ingin melakukan sujud tilawah,
maka boleh pada saat itu berisyarat dengan kepalanya ke arah mana saja.
(Shahih Fiqih Sunnah, 1/450 dan lihat pula Al Mughni)

‫ـ‬. ‫ ا ْس ُج ْد َوَأوْ ِمْئ‬: ‫ال‬


َ َ‫ َأنَّهُ ُسِئ َل َع ِن ال ُّسجُو ِد َعلَى ال َّدابَ ِة فَق‬: ‫َو َع ِن ا ْب ِن ُع َم َر‬

Dari Ibnu ‘Umar: Beliau ditanyakan mengenai sujud (tilawah) di atas tunggangan.
Beliau mengatakan, “Sujudlah dengan isyarat.” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi
dengan sanad yang shahih)

Bacaan Ketika Sujud Tilawah

Bacaan ketika sujud tilawah sama seperti bacaan sujud ketika shalat. Ada
beberapa bacaan yang bisa kita baca ketika sujud di antaranya:

Pertama: Dari Hudzaifah, beliau menceritakan tata cara shalat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan ketika sujud beliau membaca:

‫ُس ْب َحانَ َرب َِّى اَأل ْعلَى‬

“Subhaana robbiyal a’laa” [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi] (HR. Muslim
no. 772)

Kedua: Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a
ketika ruku’ dan sujud:
‫ اللَّهُ َّم ا ْغفِرْ لِى‬، َ‫ك اللَّهُ َّم َربَّنَا َوبِ َح ْم ِدك‬
َ َ‫ُس ْب َحان‬

“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.” [Maha


Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah
dosa-dosaku] (HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484)

Ketiga: Dari ‘Ali bin Abi Tholib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sujud
membaca:

ُ‫ك هَّللا ُ َأحْ َسن‬ َ َ‫ص َرهُ تَب‬


َ ‫ار‬ َّ ‫ص َّو َرهُ َو َش‬
َ َ‫ق َس ْم َعهُ َوب‬ ُ ‫ك َأ ْسلَ ْم‬
َ ‫ت َس َج َد َوجْ ِهى لِلَّ ِذى خَ لَقَهُ َو‬ ُ ‫ك آ َم ْن‬
َ َ‫ت َول‬ ُ ‫اللَّهُ َّم لَكَ َس َج ْد‬
َ ِ‫ت َوب‬
َ‫ْالخَالِقِين‬

“Allahumma laka sajadtu, wa bika aamantu wa laka aslamtu, sajada wajhi lilladzi
kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu
ahsanul kholiqiin.” [Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu aku
beriman, kepada-Mu aku berserah diri. Wajahku bersujud kepada Penciptanya,
yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha
Suci Allah Sebaik-baik Pencipta] (HR. Muslim no. 771)

Adapun bacaan yang biasa dibaca ketika sujud tilawah sebagaimana tersebar di
berbagai buku dzikir dan do’a adalah berdasarkan hadits yang masih
diperselisihkan keshohihannya. Bacaan tersebut terdapat dalam hadits berikut:

1. Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


biasa membaca dalam sujud tilawah di malam hari beberapa kali bacaan:

َ‫ص َرهُ تَبَا َركَ هَّللا ُ َأحْ َسنُ ْالخَالِقِين‬ َ ‫َس َج َد َوجْ ِهى لِلَّ ِذى َخلَقَهُ َو‬
َّ ‫ص َّو َرهُ َو َش‬
َ َ‫ق َس ْم َعهُ َوب‬

“Sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa


bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin.” [Wajahku bersujud kepada
Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan
penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta] (HR. Abu Daud, Tirmidzi
dan An Nasa-i)

2. Dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata bahwa ada seseorang yang pernah mendatangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat
diriku sendiri di malam hari sedangkan aku tertidur (dalam mimpi). Aku seakan-
akan shalat di belakang sebuah pohon. Tatkala itu aku bersujud, kemudian pohon
tersebut juga ikut bersujud. Tatkala itu aku mendengar pohon tersebut
mengucapkan:
َ‫ض ْع َعنِّى بِهَا ِو ْزرًا َواجْ َع ْلهَاـ لِى ِع ْندَكَ ُذ ْخرًا َوتَقَب َّْلهَا ِمنِّى َك َما تَقَب َّْلتَهَا ِم ْن َع ْب ِدك‬
َ ‫ك َأجْ رًا َو‬
َ ‫اللَّهُ َّم ا ْكتُبْ لِى بِهَا ِع ْن َد‬
‫دَا ُو َد‬

“Allahummaktub lii bihaa ‘indaka ajron, wa dho’ ‘anniy bihaa wizron, waj’alhaa
lii ‘indaka dzukhron, wa taqqobbalhaa minni kamaa taqobbaltahaa min ‘abdika
dawuda”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Kedua hadits di atas terdapat perselisihan ulama mengenai statusnya. Untuk hadits
pertama dikatakan shahih oleh At Tirmidzi, Al Hakim, An Nawawi, Adz Dzahabi,
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Al Albani dan Syaikh Salim bin ‘Ied Al
Hilali. Sedangkan tambahan “Fatabaarakallahu ahsanul kholiqiin” dishahihkan
oleh Al Hakim, Adz Dzahabi dan An Nawawi. Namun sebagian ulama lainnya
semacam guru dari penulis Shahih Fiqih Sunnah, gurunya tersebut bernama Syaikh
Abi ‘Umair dan menilai bahwa hadits ini lemah (dho’if).

Sedangkan hadits kedua dikatakan hasan oleh At Tirmidzi. Menurut Al Hakim,


hadits kedua di atas adalah hadits yang shahih. Adz Dzahabi juga sependapat
dengannya.

Sedangkan ulama lainnya menganggap bahwa hadits ini memang memiliki syahid
(penguat), namun penguat tersebut tidak mengangkat hadits ini dari status dho’if
(lemah). Jadi, intinya kedua hadits di atas masih mengalami perselisihan
mengenai keshahihannya. Oleh karena itu, bacaan ketika sujud tilawah
diperbolehkan dengan bacaan sebagaimana sujud dalam shalat seperti yang kami
contohkan di atas.

Imam Ahmad bin Hambal -rahimahullah- mengatakan,

‫َأ َّما َأنَا فََأقُو ُل ُس ْب َحانَ َربِّي اَأْل ْعلَى‬

“Adapun (ketika sujud tilawah), maka aku biasa membaca: Subhaana robbiyal
a’laa” (Al Mughni, 3/93, Asy Syamilah)

Dan di antara bacaan sujud dalam shalat terdapat pula bacaan “Sajada wajhi
lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu.
Tabarakallahu ahsanul kholiqiin”, sebagaimana terdapat dalam hadits ‘Ali yang
diriwayatkan oleh Muslim. Wallahu a’lam.
Niat, Syarat & Cara Solat Jamak & Qasar Salam bahagia kepada semua, terima
kasih atas persoalan yang dikemukakan dari salah seorang pengunjung blog ini.
Soalannya ialah “Berdasarkan keadaan sekarang ini terdapat banyak masjid dan
surau d merata tempat,bolehkah Ustaz huraikan tentang solat jamak @ qasar yg
mana pada dasar permerhatian saya sesetengah orang engan mengerjakan solat
jamak @ qasar semasa bermusafir . Apakah niat, syarat dan cara
mengerjakannya?” Jawapannya Menurut Dato Ismail Kamus dan Mohd Azrul
Azlen Ab. Hamid dalam bukunya Indahnya Hidup Bersyariat bahawa : Pengertian
solat jamak ialah mengumpulkan dua solat dalam satu waktu, contohnya
mengumpulkan waktu zohor kepada asar atau asar kepada zohor, maghrib kepada
isyak atau isyak kepada maghrib. Manakala solat qasar ialah memendekkan solat
daripada 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Solat yang boleh dipendekkan menjadi 2 rakaat
ialah solat zuhur, asar dan isyak. Solat jamak atau solat qasar diharuskan kepada
sesiapa yang musafir lebih dari 2 marhalah (60 batu) atau lebih 90 KM.
Pembahagian Solat Jamak Jamak Taqdim ialah melakukan solat jamak pada waktu
yang awal iaitu zuhur dan maghrib. Contohnya solat zuhur dijamakkan dengan asar
pada waktu zuhur, solat maghrib dan isyak pada waktu maghrib, maka ini
dinamakan solat jamak taqdim. Jamak Takhir ialah melakukan solat jamak pada
waktu yang akhir iaitu asar dan isyak. Contohnya melaksanakan solat zuhur dan
asar pada waktu asar, solat maghrib dan isyak pada waktu isyak, maka ini
dinamakan solat jamak takhir. Hikmah dan Hukum solat Jamak dan Qasar Hikmah
solat Jamak dan Qasar adalah untuk mempermudahkan atau memberikan
keringanan kepada orang yang musafir lebih dari 2 marhalah. Orang musafir sering
mengalami masalah dalam perjalanannya, sukar untuk berhenti solat dan
sebagainya, maka dari itulah Allah memberikan kemudahan kepada umat Islam
untuk jamak dan qasar solat fardhunya. Tiada alasan lagi bagi orang yang musafir
untuk meninggalkan solat fardhu. Hukum solat jamak dan Qasar ini adalah harus,
terpulang kepada orang yang musafir untuk mendirikan solat sempurna atau jamak
dan qasar, tidak menjadi masalah, nak buat jamak qasar tidak menjadi masalah
atau tidak mahu buatpun tidak menjadi masalah. Syarat Jamak Taqdim Solat pada
waktunya yang awal seperti solat zuhur dan maghrib. Niat jamak pada waktu solat
yang pertama. Berturut-turut antara solat yang pertama dan kedua dan tidak boleh
diselangi dengan perbuatan lain dari solat. Diselangi dengan iqamah dan
mengambil wuduk maka jamaknya tidak batal. Berkekalan musafirnya sehingga
solat yang kedua. Syarat Jamak Takhir Berniat untuk mentakhirkan solat yang
pertama pada waktu kedua ketika masuk waktu solat pertama. Berkekalan musafir
sehingga selesai kedua-dua solat. Syarat Qasar Musafir hendaklah tidak bertujuan
maksiat. Perjalanan tidak kurang dari dua marhalah. Solat yang diqasarkan
hendaklah solat zuhur, asar dan isyak sahaja. Hendaklah diniatkan qasar dalam niat
solat. Tidak boleh berimam orang yang solat penuh (sempurna). Berkekalan
perjalanan sehingga sempurna solat. Dia tahu orang musafir itu harus mengerjakan
solat qasar. Niat Solat Jamak dan Qasar Jamak Taqdim dan Qasar Zuhur-Asar ‫أصلي‬
‫“ فرض الظهر ركعتين قصراـ مجموعا إليه العصر أداء هلل تعالى‬Sengaja aku solat fardhu zuhur
dua rakaat dipendekkan dan dihimpunkan kepadanya asar tunai kerana Allah
Taala”. ‫“ أصلي فرض العصر ركعتين قصرا مجموعا إلي الظهر أداء هلل تعالى‬Sengaja aku solat
fardhu asar dua rakaat dipendekkan dan dihimpunkan kepada zuhur tunai kerana
Allah Taala”. Maghrib-Isyak ‫أصلي فرض المغرب ثالث ركعات مجموعا إليه العشاء أداء هلل تعالى‬
“Sengaja aku solat fardhu maghrib 3 rakaat dihimpunkan kepadanya isyak tunai
kerana Allah Taala”. ‫أصلي فرض العشاء ركعتين قصراـ مجموعا إلي المغرب أداء هلل تعالى‬
“Sengaja aku solat fardhu isyak dua rakaat dipendekkan dan dihimpunkan kepada
maghrib tunai kerana Allah Taala”. Jamak Takhir dan Qasar Asar-Zuhur ‫أصلي فرض‬
‫“ العصر ركعتين قصرا مجموعا إليه الظهر أداء هلل تعالى‬Sengaja aku solat fardhu asar dua
rakaat dipendekkan dan dihimpunkan kepadanya zuhur tunai kerana Allah Taala”.
‫“ أصلي فرض الظهر ركعتين قصراـ مجموعا إلي العصر أداء هلل تعالى‬Sengaja aku solat fardhu
zuhur dua rakaat dipendekkan dan dihimpunkan kepada asar tunai kerana Allah
Taala”. Isyak-Maghrib ‫أصلي فرض العشاء ركعتين قصرا مجموعا إليه المغرب أداء هلل تعالى‬
“Sengaja aku solat fardhu isyak dua rakaat dipendekkan dan dihimpunkan
kepadanya maghrib tunai kerana Allah Taala”. ‫أصلي فرض المغرب ثالث ركعات مجموعا‬
‫“ إلي العشاء أداء هلل تعالى‬Sengaja aku solat fardhu maghrib 3 rakaat dihimpunkan
kepada isyak tunai kerana Allah Taala”.Cara Mengerjakan Solat Jamak dan Qasar
Di sini saya datangkan cara mengerjakan solat jamak dan qasar berdasarkan
penerangan Ustaz Sulaiman Endut dalam bukunya Asas-asas Fardhu Ain, iaitu
seperti berikut : Solat zuhur dan asar itu hendaklah dilakukan dalam waktu zuhur.
Kalau jamak takhir hendaklah dilakukan dalam waktu asar. Berdiri lurus mengadap
kiblat. Berniat hendak mengerjakan solat zuhur secara jamak taqdim dan qasar.
Kalau jamak takhir solat jamak dan qasar pada waktu terakhir. Setelah itu kerjakan
solat zuhur sebanyak dua rakaat sehingga selesai memberi salam. Kemudian
berdiri semula untuk mendirikan solat yang kedua iaitu asar. Berniat untuk
mengerjakan solat asar secara jamak takhir. Kerjakanlah solat asar sebanyak dua
rakaat sehingga selesai. Kalau qasar jamak taqdim atau jamak takhir antara solat
maghrib dan isyak, maka hendaklah niatkan solat maghrib secara jamak takdim
atau jamak takhir sahaja tanpa menyebut qasarnya.

Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu

Anda mungkin juga menyukai