Anda di halaman 1dari 17

Macam-macam Nama Shalat Sunnah dan

Lafadz Niatnya
Lestari 09.14 Shalat
Shalat-Shalat Sunnah. Di antara nikmat yang Allah berikan kepada kaum muslimin adalah
adanya amalan-amalan sunnah setelah Allah menetapkan adanya amalan-amalan yang wajib.
Dengan adanya amalan-amalan sunnah tersebut, maka semakin banyaklah kesempatan untuk
beramal bagi seorang muslim. Di antara amalan sunnah tersebut adalah apa yang dikenal
sebagai shalat sunnah.

Definisi Shalat Sunnah


Yang dimaksud dengan shalat sunnah adalah seluruh shalat yang apabila ditinggalkan dengan
sengaja oleh seseorang, maka tidak akan menyebabkan ia berdosa. Dalam ilmu fiqih, shalat
sunnah sering juga disebut dengan istilah lain seperti shalat tathowwu, shalat mandubah, dan
shalat nafilah.

Macam-macam Shalat Sunnah


Berikut di antara shalat sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan:

1. Shalat Rawatib

Shalat Rawatib adalah shalat sunnah yang mengiringi shalat wajib (fardhu) yang lima waktu,
baik itu dilaksanakan sebelum atau pun sesudahnya. Shalat Rawatib yang dilakukan sebelum
shalat wajib dinamakan juga dengan shalat sunnah qobliyyah dan shalat Rawatib yang
dilakukan sesudah shalat wajib dinamakan juga dengan shalat sunnah badiyyah.

Tidak setiap shalat wajib memiliki salat sunnah pengiring. Ada shalat wajib yang hanya
memiliki qobliyyah saja atau hanya yang ba'diyyah saja.

Niat shalat Rawatib Qobliyyah.

a. Qobliyyah, adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan sebelum shalat wajib.
Waktunya : 2 rakaat sebelum shalat subuh.
2 rakaat sebelum shalat Dzuhur.
2 atau 4 rakaat sebelum shalat Ashar.
2 rakaat sebelum shalat Isya.
Niatnya : Ushalli sunnatadh Dzuhri* rakataini Qibliyyatan lillahi Taaalaa
Artinya: aku niat shalat sunnah sebelum dzuhur dua rakaat karena
Allah. ( bisa diganti dengan shalat wajib yang akan dikerjakan).

b. Badiyyah, adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan setelah shalat fardhu.

Waktunya : 2 atau 4 rakaat sesudah shalat Dzuhur.


2 rakaat sesudah shalat Magrib.
2 rakaat sesudah shalat Isya
Niatnya : Ushalli sunnatadh Dzuhri* rakataini Badiyyatan lillahi Taaalaa
Artinya aku niat shalat sunnah sesudah dzuhur dua rakaat karena
Allah
* bisa diganti dengan shalat wajib yang akan dikerjakan.

Di antara seluruh shalat Rawatib tersebut, yang paling utama untuk dilakukan adalah 2
rakaat sebelum shubuh, atau yang sering disebut dengan istilah shalat sunnah fajar.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Dua rakaat sunnah fajar (shubuh) lebih
baik dari dunia dan seisinya. (HR. Muslim).

2. Shalat Dhuha

Waktunya sholat dhuha mulai terbitnya matahari dari jam setelah terbitnya matahari
sampai kurang lebih jam sebelum shalat zhuhur.

Waktu yang paling utama untuk menunaikannya adalah ketika terik matahari mulai makin
menyengat.

Shalat ini sebanding dengan 360 shadaqah. Hal ini bisa terwujud karena di dalam tubuh
manusia ada 360 sendi (persendian)[1] setiap sendi tersebut membutuhkan shadaqah setiap
harinya[2]. Shadaqah yang diperuntukkan pada persendian sebagai perwujudan rasa syukur
atas nikmat, untuk mencukupi semuanya maka dua rokaat dari shalat dhuha dapat
sebagaisarananya.

Faedahnya

Sebagaimana terdapat dalam shohih Muslim bahwa Rosul Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:

Pada setiap pagi, pada tiap-tiap ruas persendian [3] di antara kalian memiliki hak,yaitu
shadaqoh. Setiap tasbih (subhanallah) adalah shadaqoh, setiap tahmid adalah shadaqoh,
setiap tahlil adalah shdaqoh, setiap takbir adalah shadaqoh, amar maruf termasuk
shadaqoh, mencegah dari kemungkaran termasuk shadaqoh, maka yang mencukupi demikian
itu adalah shalat dhuha dua rokaat. [HR. Muslim dalam kitab Shalat al-Mufasirin wa
Qashriha, bab Istihbab Shalat adh-Dhuha no. 720. Pent].
Dan penjelasan yang lain ada pada hadits dari Abu HurairAh Radhiyallahu anhu,
bahwasanya ia berkata :

Aku telah diberikan nasehat oleh kekasihku (Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam)
dengan tiga hal, yaitu berpuasa tiga hari (13-15), pada setiap bulan (Hijriyyah), duarakaat
shalat Dhuha, dan shalat witir sebelum aku hendak tidur. [HR. Bukhari, Kitab Ash-Shaum,
bab: Puasa al-Biedh tanggal 13,14, dan 15 tiap bulan no. 1981; dan Muslim dalam kitab
Shalatu Musafirin, bab: Dianjurkannya shalat Dhuha, no: 721. Pent].

Jumlah rakaat nya paling sedikit dua rakaat. Sedangkan jumlah maksimalnya 12 rakaat
danada pendapat lain bahwa jumlah maksimal rakaat dhuha tidak ada batasannya.

Niatnya :

Ushalli sunnatal Dhuha rakataini lillahi Taaalaa Artinya : aku niat shalat sunnah dhuha
dua rakaat karena Allah

3. Shalat Tahiyatul Masjid

Tahiyatul masjid secara bahasa artinya adalah penghormatan terhadap masjid. Adapun secara
istilah, shalat tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat yang dilakukan sebelum seseorang
duduk di dalam masjid kapan pun waktunya, termasuk ketika khotib jumat sedang
berkhutbah, tetap dianjurkan untuk melakukannya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, Apabila salah seorang diantara kalian memasuki masjid, maka janganlah ia
duduk sampai ia shalat dua rakaat (HR. Bukhari dan Muslim).

Niatnya :

Ushalli sunnatal Tahiyatul Masjidi rakataini lillahi Taaalaa Artinya : aku niat shalat
sunnah tahiyatul masjid dua rakaat karena Allah

4. Shalat Tahajud

Shalat tahajjud sering juga disebut sebagai shalat malam atau qiyamul lail, yaitu shalat
sunnah yang boleh dilaksanakan di malam kapanpun, setelah seseorang bangun dari tidurnya
sampai waktu terbitnya fajar. Sedangkan waktu yang paling utama untuk melakukan shalat
tahajjud adalah pada sepertiga malam yang terakhir. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda tentang shalat tahajjud, Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat
malam. (HR. Muslim)

Shalat tahajjud boleh dilaksanakan dengan cara dua rakaat-dua rakaat hingga jumlah rakaat
yang mampu dilakukan.
Keutamaan shalat ini, diterangkan dalam Al-Quran. Dan pada sebagian malam hari
bershalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan
Tuhanmu mengangkatmu ketempat yang terpuji(Q.S. Al Isra : 79 ).

Niatnya : Ushalli sunnatal tahajjudi rakataini lillahi Taaalaa Artinya : aku niat shalat
sunnah tahajjud dua rakaat karena Allah

5. Shalat Tarawih

Shalat Tarawih adalah shalat sunnah sesudah shalat Isyapada bulan Ramadhan. Mengenai
bilangan rakaatnya disebutkan dalam hadis. Yang dikerjakan oleh Rasulullah saw, baik pada
bulan ramadhan atau lainnya tidak lebih dari sebelas rakaat (H.R. Bukhari). Dari Jabir
Sesungguhnya Nabi saw telah shallat bersama-sama mereka delapan rakaat, kemudian
beliau shalat witir. (H.R. Ibnu Hiban).

Pada masa khalifah Umar bin Khathtab, shalat tarawih dikerjakan sebanyak 20 rakaat dan hal
ini tidak dibantah oleh para sahabat terkenal dan terkemuka. Kemudian pada zaman Umar bin
Abdul Aziz bilangannya dijadikan 36 rakaat. Dengan demikian bilangan rakaatnya tidak
ditetapkan secara pasti dalam syara, jadi tergantung pada kemampuan kita masing-masing,
asal tidak kurang dari 8 rakaat. Niat shalat tarawih :

Ushalli sunnatan Taraawiihi rakataini (Imamam/makmuman) lillahi taaallaa artinya :


Aku niat shalat sunat tarawih dua rakaat (imamam/makmum) karena Allah

6. Shalat Witir

Shalat Witir, adalah shalat sunnat muakad (dianjurkan) yang biasanya dirangkaikan dengan
shalat tarawih, Bilangan shalat witir 1, 3, 5, 7 sampai 11 rakaat. Dari Abu Aiyub, berkata
Rasulullah Witir itu hak, maka siapa yang suka mengerjakan lima, kerjakanlah. Siapa yang
suka mengerjakan tiga, kerjakanlah. Dan siapa yang suka satu maka kerjakanlah(H.R. Abu
Daud dan Nasai). Dari Aisyah : Adalah nabi saw. Shalat sebelas rakaat diantara shalat isya
dan terbit fajar. Beliau memberi salam setiap dua rakaatdan yang penghabisan satu rakaat
(H.R. Bukhari dan Muslim).

Ushalli sunnatal witri rakatan lillahi taaalaaartinya : Aku niat shalat sunnat witir dua
rakaat karena Allah

Secara bahasa, witir bermakna ganjil. Dinamakan demikian karena shalat witir hanya boleh
dilaksanakan dalam jumlah ganjil satu rakaat, tiga rakaat, dan seterusnya.
Pelaksanaannya boleh sejak setelah shalat isya sampai terbitnya fajar. Apabila shalat witir
dikerjakan bersamaan dengan shalat malam, maka shalat witir dilaksanakan sebagai penutup
shalat malam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Jadikanlah akhir shalat
malam kalian adalah shalat witir (HR. Bukhari & Muslim).
Untuk shalat witir yang tiga rakaat, boleh dilaksanakan dengan dua cara : (1) dua rakaat
kemudian salam dan di tambah dengan satu rakaat kemudian salam, atau (2) dilaksanakan
sekaligus tiga rakaat dengan satu kali duduk tasyahud dan satu kali salam.

7. Shalat Istikharah
Shalat Istikharah, adalah shalat sunnah dua rakaat untuk meminta petunjuk yang baik,
apabila kita menghadapi dua pilihan, atau ragu dalam mengambil keputusan. Sebaiknya
dikerjakan pada 2/3 malam terakhir.

Niatnya : Ushalli sunnatal Istikharah rakataini lillahi Taaalaa Artinya : aku niat shalat
sunnah Istikharah dua rakaat karena Allah

8. Shalat Tasbih

Shalat Tasbih, adalah shalat sunnah yang dianjurkan dikerjakan setiap malam, jika tidak bisa
seminggu sekali, atau paling tidak seumur hidup sekali. Shalat ini sebanyak empat rakaat,
dengan ketentuan jika dikerjakan pada siang hari cukup dengan satu salam, Jika dikerjakan
pada malam hari dengan dua salam. Cara mengerjakannya.

Niat : Ushalli sunnatan tasbihi rakaataini lilllahi taaalaa artinya aku niat shalat sunnah
tasbih dua rakaat karena Allah

1. Usai membaca surat Al Fatehah membaca tasbih 15 kali.


2. Saat ruku, usai membaca doa ruku membaca tasbih 10 kali
3. Saat itidal, usai membaca doa itidal membaca tasbih 10 kali
4. Saat sujud, usai membaca doa sujud membaca tasbih 10 kali
5. Usai membaa doa duduk diantara dua sujud membaca tasbi 10 kali.
6. Usai membaca doa sujud kedua membaca tasbih 10 kali.

Jumlah keseluruhan tasbih yang dibaca pada setiap rakaatnya sebanyak 75 kali. Lafadz
bacaan tasbih yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Subhanallah wal hamdu lillahi walaa ilaaha illallahu wallahu akbar artinya : Maha suci
Allah yang Maha Esa. Segala puji bagi Akkah, Dzat yang Maha Agung.
9. Shalat Hari Raya

Shalat Hari Raya, adalah shalat Idul Fitri pada 1 Syawal dan Idul Adha pada 10 Dzulhijah.
Hukumnya sunat Muakad (dianjurkan).Sesungguhnya kami telah memberi engkau (yaa
Muhammad) akan kebajikan yang banyak, sebab itu shalatlah engkau dan berqurbanlah
karena Tuhanmu pada Idul Adha (Q.S. Al Kautsar.1-2)Dari Ibnu Umar Rasulullah, Abu
Bakar, Umar pernah melakukan shalat pada dua hari raya sebelum berkhutbah.(H.R.
Jamaah). Niat Shalat Idul Fitri :

Ushalli sunnatal liiidil fitri rakataini (imamam/makmumam) lillahitaaalaa artinya : Aku


niat shalat idul fitri dua rakaat (imam/makmum) karena Allah

Niat Shalat Idul Adha :

Ushalli sunnatal liiidil Adha rakataini (imamam/makmumam) lillahitaaalaa artinya :


Aku niat shalat idul adha dua rakaat (imam/makmum) karena Allah

Waktu shalat hari raya adalah setelah terbit matahari sampai condongnya matahari. Syarat,
rukun dan sunnatnya sama seperti shalat yang lainnya. Hanya ditambah beberapa sunnat
sebagai berikut:

Berjamaah
Takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali pada rakat kedua
Mengangkat tangan setinggi bahu pada setiap takbir.
Setelah takbir yang kedua sampai takbir yang terakhir membaca tasbih.
Membaca surat Qaf di rakaat pertama dan surat Al Qomar di rakaat kedua. Atau surat
Ala di rakat pertama dan surat Al Ghasiyah pada rakaat kedua.
Imam menyaringkan bacaannya.
Khutbah dua kali setelah shalat sebagaimana khutbah jumat
Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang zakat fitrah dan pada Idul Adha tentang
hukum-hukum Qurban.
Mandi, berhias, memakai pakaian sebaik-baiknya.
Makan terlebih dahulu pada shalat Idul Fitri pada Shalat Idul Adha sebaliknya.

10. Shalat Wudhu

Shalat sunnah wudhu adalah shalat sunnah dua rakaat atau lebih yang dilaksanakan oleh
seseorang yang baru saja berwudhu, kapan pun waktunya. Di antara dalil yang menganjurkan
shalat sunnah wudhu adalah hadits yang menjelaskan tentang pertanyaan Nabi kepada Bilal
tentang amalan yang paling Bilal sukai. Bilal pun menjawab, tidaklah aku berwudhu
ketika siang atau pun malam hari kecuali aku akan shalat dengan wudhuku itu sesuai dengan
apa yang telah ditetapkan untukku (HR. Bukhari dan Muslim).
niatnya: Ushalli sunnatal wudlu-I rakataini lillahi Taaalaa artinya : aku niat shalat
sunnah wudhu dua rakaat karena Allah

11. Shalat Hajat

Shalat Hajat, adala shalat sunnah dua rakaat untuk memohon agar hajat kita dikabulkan atau
diperkenankan oleh Allah SWT. Minimal 2 rakaat maksimal 12 rakaat dengan salam setiap 2
rakaat. Niatnya :

Ushalli sunnatal Haajati rakataini lillahi Taaalaa Artinya : aku niat shalat sunnah hajat
dua rakaat karena Allah

12. Shalat Mutlak

Shalat sunnah mutlak adalah shalat sunnah yang dilakukan dengan tidak terikat pada waktu
tertentu, tempat tertentu, sebab tertentu, atau jumlah rakaat tertentu. Dengan kata lain, shalat
ini boleh dilakukan kapanpun (kecuali pada waktu-waktu tertentu yang memang dilarang), di
manapun (kecuali pada tempat-tempat tertentu yang memang dilarang), dengan jumlah
rakaat berapapun. Shalat ini boleh dilaksanakan dengan cara dua rakaat-dua rakaat.

Di antara waktu yang terlarang untuk melaksanakan shalat sunah mutlak adalah : (1) waktu
setelah shalat shubuh sampai terbitnya matahari, (2) waktu ketika matahari tepat lurus berada
di atas kepala hingga sedikit tergelincir ke barat, dan (3) waktu setelah shalat ashar ketika
matahari sudah menguning hingga matahari terbenam.

Dalil yang menunjukkan disyariatkannya shalat sunnah mutlak adalah sebuah sabda
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Perbanyaklah bersujud (dengan shalat), karena
tidaklah engkau bersujud sekali kecuali Allah akan mengangkat satu derajat untukmu dan
menghapus satu kesalahan darimu (HR. Muslim)

Niatnya : Ushalli sunnatal rakataini lillahi Taaalaa Artinya : aku niat shalat sunnah dua
rakaat karena Allah

13. Shalat Taubat

Shalat Taubat, adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah merasa berbuat dosa kepada
Allah SWT, agar mendapat ampunan-Nya.

Niatnya: Ushalli sunnatal Taubati rakataini lillahi Taaalaa Artinya : aku niat shalat
sunnah taubat dua rakaat karena Allah
14. Shalat Khusuf

Shalat Khusuf atau shalat gerhana bulan atau matahari.

Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat gerhana adalah sunnah. Namun sebagian lagi
berpendapat shalat gerhana adalah wajib. Terdapat sebuah perintah dari Nabi untuk
melaksankan shalat apabila melihat gerhana, Jika kalian melihat dua gerhana (matahari
dan bulan), bersegeralah menunaikan shalat (HR. Bukhari).

Shalat untuk gerhana matahari biasa disebut dengan isitlah shalat kusuf, adapun shalat untuk
gerhana bulan biasa disebut dengan istilah shalat khusuf. Tata cara pelaksanaan shalat
gerhana berbeda dengan shalat sunnah lainnya, diperlukan pembahasan sendiri untuk
menjelaskannya.

Minimal dua rakaat. Caranya mengerjakannya :

Shalat dua rakaat dengan 4 kali ruku yaitu pada rakaat pertama, setelah ruku dan
Itidal membaca fatihah lagi kemudian ruku dan Itidal kembali setelah itu sujud
sebagaimana biasa. Begitu pula pada rakaat kedua.
Disunatkan membaca surat yang panjang, sedang membacanya pada waktu gerhana
bulan harus nyaring sedangkan pada gerhana matahari sebaliknya.

Niat shalat gerhana bulan :

Ushalli sunnatal khusuufi rakataini lillahitaaalaa artinya : Aku niat shalat gerhana bulan
dua rakaat karena Allah

14. Shalat Istiqa

Shalat Istiqa adalah shalat sunat yang dikerjakan untuk memohon hujan kepada Allah
SWT.

Niatnya : Ushalli sunnatal Istisqaa-I rakataini (imamam/makmumam) lillahitaaalaa


artinya : Aku niat shalat istisqaa dua rakaat (imam/makmum) karena Allah

Syarat-syarat mengerjakana Shalat Istisqa :

Tiga hari sebelumnya agar ulama memerintahkan umatnya bertaobat dengan berpusa
dan meninggalkan segala kedzaliman serta menganjurkan beramal shaleh. Sebab
menumpuknya dosa itu mengakibatkan hilangnya rejeki dan datangnya murka Allah.
Apabila kami hendak membinasakan suatu negeri, maka lebih dulu kami perbanyak
orang-orang yang fasik, sebab kefasikannyalah mereka disiksa, lalu kami robohkan
(hancurkan) negeri mereka sehancur-hancurnya(Q.S. Al Isra : 16).
Pada hari keempat semua penduduk termasuk yang lemah dianjurkan pergi
kelapangan dengan pakaian sederana dan tanpa wangi-wangian untuk shalat Istisqa
Usai shalat diadakan khutbah dua kali. Pada khutbah pertama hendaknya membaca
istigfar 9 X dan pada khutbah kedua 7 X.
Pelaksanaan khutbah istisqa berbeda dengan khutbah lainnya, yaitu :

Khatib disunatkan memakai selendang.


Isi khutbah menganjurkan banyak beristigfar, dan berkeyakinan bahwa Allah SWT
akan mengabulkan permintaan mereka.
Saat berdoa hendaknya mengangkat tangan setinggi-tingginya.

Saat berdoa pada khutbah kedua, khatib hendaknya menghadap kiblat membelakangi
makmumnya

Tata Cara Shalat Sunnah


Pada asalnya, tatacara pelaksanaan seluruh shalat sunnah sama dengan shalat biasa dan
dilakukan dengan dua rakaat-dua rakaat. Namun, hal tersebut tidak berlaku apabila memang
ada dalil yang menjelaskan bahwa tata caranya memang berbeda, semisal tata cara
pelaksanaan shalat witir yang boleh dalam tiga rakaat sekaligus hanya dengan satu duduk
tahiyah dan satu salam, atau shalat gerhana yang dilakukan dengan dua rukuk setiap rakaat.

Lebih Utama di Rumah


Shalat-shalat sunnah yang telah disampaikan di atas jika tidak dipersyaratkan untuk
dilakukan di masjid, maka lebih utama untuk dilakukan di rumah. Dalam sebuah hadits
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam besabda, Sesungguhnya shalat yang paling utama
adalah shalat yang dilakukan seseorang di rumahnya, kecuali untuk shalat wajib (HR.
Bukhari dan Muslim).

Akan tetapi, ada kondisi yang dapat menyebabkan shalat sunnah bisa lebih utama untuk
dilaksanakan di masjid daripada di rumah, semisal jika dilaksanakan di rumah akan muncul
rasa malas atau akan tidak khusyuk karena diganggu oleh anak-anak.
Hal-Hal Yang Mewajibkan Mandi
1. Keluarnya mani dengan disertai syahwat.

Baik pada laki-laki atau perempuan, dalam keadaan tidur maupun terjaga.

Dalil tentang syarat "keluarnya mani" :

a. Hadits Ummu Salamah radhiyallahu anha, beliau berkata : "apakah wajib


atas seorang wanita untuk mandi bila dia bermimpi?. Maka Nabi shollallahu
alaihi wa ala alihi wa sallam menjawab : Iya bila ia melihat adanya air
mani [1]

b.. Hadits Abu Said Al-Khudry radhiyallahu anhu, Nabi shollallahu alaihi wa
ala alihi wa sallam bersabda :
Air itu hanyalah karena air. [2]
Maknanya adalah air untuk mandi itu menjadi wajib hukumnya untuk
diguyurkan ke tubuh karena keluarnya air mani dari tubuh tersebut, jika
tidak keluar maka tidak wajib mandi,,, Sehingga :

1. Kalau seseorang tidur dan bermimpi dan melihat ada mani yang keluar,
maka wajib mandi
2. Kalau seseorang tidur dan bermimpi tetapi tidak melihat adanya mani
yang keluar, maka tidak wajib mandi
3 Kalau seseorang tidur dan tidak bermimpi dan dia melihat ada mani
yang keluar, maka dia wajib mandi
4. Kalau seseorang tidur dan tidak bermimpi dan tidak melihat adanya
mani yang keluar maka dia tidak wajib mandi
5. Kalau seseorang dalam kondisi tidak tidur (terjaga) dan keluar mani
disertai syahwat maka dia wajib mandi.
6. Kalau seseorang dalam kondisi tidak tidur (terjaga) dan keluar
mani tidak disertai syahwat maka tidak wajib mandi (semisal karena
kedinginan atau penyakit) pada hal ini ada perbedaan pendapat
tentang kewajiban mandinya.

Dalil tentang syarat "disertai syahwat"

Hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu : Sesungguhnya Rasulullah


shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda : Jika kamu
memancarkan mani dengan kuat) maka mandilah janabah dan jika tidak
(keluar dengan kuat), maka tidak wajib mandi.
Dan dalam lafazh yang lain : Jika kamu melihat mani yang memancar
dengan kuat maka mandilah.
Dan dalam lafazh yang lain : Jika kamu memancarkan mani dengan kuat
maka mandilah[3]

Sisi pendalilan : Mani itu hanya bisa keluar dengan kuat dan memancar jika
disertai syahwat, sehingga jika mani keluarnya tidak disertai dengan
syahwat maka tidak wajib mandi, contohnya keluar mani karena kedinginan
atau karena sakit dan yang semisalnya.

2. Bertemunya kemaluan suami dan istri walaupun tidak keluar mani.

Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah


shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda : Apabila seseorang duduk
antara empat bagiannya (tubuh perempuan) kemudian ia bersungguh-
sungguh [yakni melakukan hubungan suami-istri] maka wajib baginya untuk
mandi. Dan salah satu riwayat dalam Shohih Muslim walaupun tidak keluar.

Kata Imam An-Nawawy [5] : Makna hadits adalah kewajiban mandi


tidak sebatas hanya karena keluarnya mani, tetapi kapansaja kemaluan laki-
laki tenggelam dalam kemaluan wanita maka wajib atas keduanya untuk
mandi.---(meskipun tidak keluar mani, pen)

Ada kontradiksi?: Hadits Abu Said menyatakan jika keluar mani maka wajib
mandi, jika tidak keluar maka tidak wajib mandi. Sedangkan hadits Abu
Hurairah, walaupun tidak keluar mani tetap wajib mandi.

Jawaban: Terkhusus untuk hukum dalam hubungan pasutri (jima') hadits Abu
Hurairah telah memansukh (menghapus) hukum yang ada pada Hadits Abu
Said (jima' yang tidak mengeluarkan mani, tidak wajib mandi).

Hal ini diperjelas oleh Ubay bin Kaab radhiyallahu anhu:


Sesungguhnya mandi (hanya akan menjadi wajib, pen) dengan sebab keluarnya air
mani adalah rukhshoh (keringanan) pada awal Islam. Kemudian sesudah itu, kami
diperintahkan untuk (tetap) mandi (meskipun tidak keluar mani, pen) [6]

Tiga : Perempuan yang suci dari Haid dan Nifas.

Adapun haid, dalil-dalilnya sebagai berikut :


a. Firman Allah Taala
Jika mereka telah suci maka datangilah mereka sesuai dengan apa yang Allah
perintahkan kepada kalian .[7]

Kata Imam An-Nawawy : Sisi pendalilan dari ayat adalah bolehnya suami menjima
isteri-isterinya (atau budaknya) dan tidaklah boleh dijima' kecuali dengan mandi
(terlebih dahulu, dan ada kaidah, pen) apa-apa yang membuat tidak sempurna
sebuah kewajiban kecuali dengannya, maka perkara itu ikut menjadi wajib.[8]

Maksudnya: telah suci adalah syarat wajib dan kesucian itu tidaklah sempurna
kecuali dengan mandi, maka mandi itu ikut menjadi wajib supaya boleh berjima'.

b. Hadits Aisyah tatkala Nabi berkata kepada Fatimah binti Abi Hubeisy :
Jika waktu haid datang maka tinggalkanlah sholat dan jika telah selesai maka
mandilah dan sholatlah. [9]

c. Ijma
Kata Imam An-Nawawy : Ulama telah sepakat tentang wajibnya mandi karena sebab
haid dan sebab nifas dan di antara yang menukil ijma pada keduanya adalah Ibnu
Mundzir dan Ibnu Jarir dan selainnya [10]

Kata Ibnu Qudamah : tidak ada perbedaan pendapat tentang wajibnya mandi karena
haid dan nifas [11]
Adapun Nifas, dalilnya adalah Ijma sebagaimana telah dinukil oleh An-Nawawy dan
Ibnu Qudamah diatas.

Kata Ibnu Qudamah : Nifas sama dengan haid karena sesunguhnya darah nifas
adalah darah haid, karena itu ketika seorang wanita hamil maka dia tidak haid sebab
darah haid tersebut dialihkan menjadi makanan janin. Maka tatkala janin tersebut
keluar, maka keluar juga darah karena tidak ada pengalihannya maka dinamakan
nifas.[12]

Kata Asy-Syirazy : Adapun darah nifas maka mewajibkan mandi karena


sesungguhnya itu adalah haid yang terkumpul, dan diharamkan puasa dan jima dan
gugur kewajiban sholat maka diwajibkan mandi seperti haid [13]

Empat : Orang kafir yang masuk Islam.

Apakah dia kafir asli atau murtad, ia telah mandi biasa sebelum islamnya atau tidak,
didapati darinya ketika masih kafir, apa-apa yang mewajibkan mandi atau tidak.

Dalil-dalilnya :
a. Hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim
tentang kisah Tsumamah bin Utsal radhiyallahu anhu yang sengaja mandi[14]
kemudian menghadap kepada Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam untuk
masuk Islam.

b. Hadits Qois bin Ashim radhiyallahu anhu :


Saya mendatangi Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam untuk masuk Islam
maka Nabi memerintahkan kepadaku untuk mandi dengan air dan daun bidara.[15]

Sisi pendalilannya : bahwasanya ini adalah perintah dari Nabi shollallahu alaihi wa
ala alihi wa sallam. Dan asal dari perintah menunjukkan hukum wajib kecuali kalau
ada dalil lain yang menurunkan derajatnya. Wallahu Alam.[16]
Lima: Meninggal (mati)
Maksudnya wajib bagi orang yang hidup untuk memandikan orang yang meninggal.

Adapun dalil-dalilnya :
1. Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma tentang orang yang jatuh dari ontanya
dan meninggal, Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bersabda
: Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara dan kafanilah dengan dua baju. [17]

2. Hadits Ummu Athiyah tatkala anak Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam
meninggal, beliau bersabda : Mandikanlah dia tiga kali atau lima atau tujuh atau
lebih jika kalian melihatnya dengan air dan daun bidara.[18]

TATA CARA MANDI JUNUB

terbagi menjadi 2 cara :


1. Cara yang mujzi` (yang mencukupi/memadai)
2. Cara yang sempurna
Faedah:
Kata Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah : batasan antara cara yang sempurna
dengan yang cukup adalah apa-apa yang mencakup wajib maka itu sifat cukup, dan
apa-apa yang mencakup wajib dan sunnah maka itu sifat sempurna. [19]

Adapun tata cara yang mujzi`:

1. Niat Akan Melaksanakan Mandi Junub Bukan Sekedar Mandi Biasa.

Karena niat adalah syarat sahnya seluruh ibadah, sebagaimana sabda Rasulullah
shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam :
sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung dengan niat dan sesungguhnya setiap
orang sesuai dengan apa yang dia niatkan. [20]
Penggalan yang pertama bermakna ia berniat untuk mengerjakan mandi junub,
bukan mandi mandi seperti biasa. Penggalan yang kedua bermakna
ia meniatkan mandi junub tersebut dalam rangka mentaati Allah dan RasulNya.

2. Menyiram Kepala Sampai Ke Dasar Rambut Dan Seluruh Anggota Badan Dengan
Air.
Dalil-dalilnya :
1) Firman Allah Taala :
Dan jika kalian junub maka bersucilah.[21]

Kata Ibnu Hazm : Bagaimanapun caranya dia bersuci (mandi-Pent) maka dia telah
menunaikan kewajibannya yang Allah wajibkan padanya [22]

2) Hadits Jubair bin Muthim radhiyallahu anhu :


Kami (para shahabat) saling membicarakan tentang mandi junub di sisi Nabi
shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam maka beliau berkata : Adapun saya, cukup
dengan menuangkan air di atas kepalaku tiga kali kemudian setelah itu
menyiramkan air ke seluruh badanku. [23]

3). Dari Imran bin Husain radhiyallahu anhu[24], beliau berkata :


Dan yang terakhir adalah diberikannya satu bejana air kepada yang orang yang
terkena janabah lalu beliau (Nabi) bersabda : Pergilah dan tuangkanlah air itu atas
dirimu.

Kata Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah : Dan Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi
wa sallam tidak menjelaskan bagaimana cara menuangkan air kepada dirinya.
Seandainya mandi itu wajib/harus sebagaimana tata cara mandinya Rasulullah
shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam (yang sempurna-pent.), tentunya Nabi
shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam menjelaskan kepada orang tersebut, karena
menunda penjelasan pada saat dibutuhkan adalah tidak boleh.[25]

Adapun Tata Cara Mandi Wajib Yang Sempurna:

Ada dua hadits yang menjadi pokok pendalilannya, yaitu hadits Aisyah dan hadits
Maimunah radhiyallahu anhuma.

Satu : Sifat mandi junub dalam hadits Aisyah radhiyallahu anha.

Lafazh hadits Aisyah radhiyallahu anha adalah sebagai berikut :

-



















-






Bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam kalau mandi dari
janabah maka beliau memulai dengan mencuci kedua telapak tangannya dalam
riwayat Muslim, kemudian beliau menuangkan air dengan tangan kanannya keatas
tangan kirinya lalu beliau mencuci kemaluannya- kemudian berwudhu sebagaimana
wudhunya untuk sholat kemudian memasukkan jari-jarinya kedalam air kemudian
menyela dasar-dasar rambutnya sampai beliau merasa telah sampainya air kedasar
rambutnya kemudian menyiram kepalanya dengan kedua tangannya sebanyak tiga
kali kemudian beliau menyiram seluruh tubuhnya.[26]

Dalam hadits diatas tidak disebutkan pensyaratan niat, namun itu tidaklah berarti
gugurnya pensyaratan niat tersebut karena telah dimaklumi dari dalil-dalil lain
menunjukkan disyaratkannya niat itu dan telah kami sebutkan sebagaian darinya
dalam pembahasan diatas.

Maka dari hadits Aisyah diatas dapat disimpulkan sifat mandi junub sebagai berikut :
1. Mencuci kedua telapak tangan.

Dan ada keterangan dalam salah satu riwayat Muslim dalam hadits Aisyah ini
bahwa telapak tangan dicuci sebelum dimasukkan ke dalam bejana.
2. Menuangkan air dengan tangan kanannya keatas tangan kirinya lalu mencuci
kemaluannya.

3. Berwudhu dengan wudhu yang sempurna sebagaimana berwudhu untuk sholat.

4. Memasukkan kedua tangan kedalam bejana untuk menciduk air dengan sekali
cidukan, kemudian menuangkannya diatas kepala. Kemudian memasukkan jari-jari
diantara bagian-bagian rambut dan menyela-nyelainya sampai ke dasar rambut di
kepala.

5. Menyiram kepala tiga kali dengan tiga kali cidukan.

Dan diterangkankan dalam hadits Aisyah riwayat Muslim :


Adalah Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam bila mandi dari junub, maka
beliau meminta sesuatu (air) seperti Hilab (semacam kantong yang dipakai untuk
menyimpan air susu yang diperah dari binatang), kemudian beliau mengambil air
dengan telapak tangannya maka beliau memulai dengan bagian kepalanya sebelah
kanan kemudian yang kiri, kemudian beliau (menuangkan air) dengan kedua
tangannya diatas kepalanya.

6. Kemudian menyiram air kesemua bagian tubuh.

Tambahan:
Hendaknya memulai dengan anggota-anggota badan bagian kanan
Hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary dan Muslim :
Adalah Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam menyenangi yang kanan
dalam bersendal (sepatu), bersisir, bersuci dan dalam seluruh perkaranya.[27]

Dua : Sifat mandi wajib dalam hadits Maimunah radhiyallahu anha.

Adapun cara yang kedua :


Lafazh hadits Maimunah bintul Harits radhiyallahu anha adalah sebagai berikut :

Saya meletakkan untuk Rasulullah shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam air
mandi janabah maka beliau menuangkan dengan tangan kanannya diatas tangan
kirinya dua kali atau tiga kali kemudian mencuci kemaluannya kemudian
menggosokkan tangannya di tanah atau tembok dua kali atau tiga kali kemudian
berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air) kemudian mencuci mukanya dan
kedua tangannya sampai siku kemudian menyiram kepalanya kemudian menyiram
seluruh tubuhnya kemudian mengambil posisi/tempat, bergeser lalu mencuci kedua
kakinya kemudian saya memberikan padanya kain (semacam handuk-pent.) tetapi
beliau tidak menginginkannya lalu beliau menyeka air dengan kedua tangannya. [28]

Dalam sifat mandi junub riwayat Maimunah diatas berbeda dengan sifat mandi junub
dalan hadits Aisyah pada beberapa perkara :
Dalam hadits Maimunah ada tambahan menggosokkan tangan ke tanah atau
tembok.

Dalam hadits Maimunah tidak ada penyebutan menyela-nyelai rambut.

Dalam salah satu riwayat Bukhary-Muslim pada hadits Maimunah ada penyebutan
bahwa kepala disiram tiga kali, namun tidak diterangkan cara menuangkan air diatas
kepala sebagaimana dalam hadits Aisyah.

Juga riwayat diatas menunjukkan bahwa tidak ada pengusapan kepala dalam hadits
Maimunah. Yang ada hanyalah menyiram kepala tiga kali.
Dalam hadits Maimunah mencucikan kaki dijadikan pada akhir mandi sedangkan
dalam hadits Aisyah mencuci kaki ikut bersama dengan wadhu.

Catatan Penting
Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa memang ada beberapa
perbedaan antara hadits Aisyah dan hadits Maimunah dan itu banyak terjadi dalam
beberapa ibadah yang dikerjakan oleh Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi wa
sallam. Yaitu beliau kerjakan ibadah tersebut dengan bentuk yang berbeda-beda
untuk menunjukkan kepada umat bahwa ada keluasan dalam bentuk-bentuk ibadah
tersebut. Sepanjang ada tuntunan dalam Syariat yang menjelaskan bentuk-bentuk
ibadah tersebut maka boleh dikerjakan seluruhnya atau dikerjakan secara silih
berganti.[29]

Beberapa permasahan terkait:


1. Disyariatkan menyela-nyelai jenggot
Diambil dari hadis Aisyah: kemudian menyela-nyelai dengan jari-jarinya dasar-dasar
rambut
Menunjukkan umumnya rambut jenggot dan kepala walaupun yang paling nampak
didalamnya adalah rambut kepalanya.[30]

2. Tidak ada perbedaan tata cara mandi janabah antara laki-laki dan wanita, hanya
saja bagi wanita kecuali dalam hal membuka kepang rambutnya. Dan membuka
kepang rambut bagi perempuan tidaklah wajib bila air dapat sampai ke pangkal
rambut tanpa membuka kepangnya.

Sebagaimana dalam hadits Ummu Salamah radhiyallahu anha : Sesungguhnya


ada seorang perempuan bertanya : wahai Rasulullah, sesungguhnya saya
perempuan yang sangat keras kepang rambutku apakah saya harus membukanya
untuk mandi janabah ? Rasulullah menjawab : Tidak, sesungguhnya cukup bagi
kamu untuk menyela-nyelai kepalamu tiga kali kemudian menyiram air diatasnya,
maka kamu sudah suci.[31]

3. Adapun orang yang haid atau nifas, maka tata cara mandinya sama dengan
mandi janabah kecuali dalam beberapa perkara:

a. Disunnahkan baginya untuk mengambil potongan kain, kapas atau yang


sejenisnya kemudian diberi wangi-wangian/harum-haruman kemudian
dioleskan/digosokkan pada tempat keluarnya darah (kemaluannya) untuk
membersihkan dan mensucikan dari bau yang kurang sedap.[32]

b. Disunnahkan pula untuk mandi dengan air dan daun bidara sebagaimana hadist
Aisyah diatas dan disunnahkan bagi wanita untuk membuka kepang rambutnya[33]

4. Tidaklah makruh mengeringkan badan dengan kain, handuk, tissu atau yang
sejenisnya, karena tidak adanya dalil yang menunjukkan hal tersebut, dan hukum
asal sesuatu adalah mubah (boleh). Tapi tidaklah diragukan bahwa yang paling
utama adalah membiarkannya tanpa dikeringkan berdasarkan hadits Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma riwayat Bukhary-Muslim :

Nabi shollallahu alaihi wa ala alihi wa sallam mengakhirkan sholat Isya sampai
mendekati pertengahan malam. Maka keluarlah Umar lalu berkata : Wahai
Rasulullah, para perempuan dan anak kecil telah tidur. Maka keluarlah beliau dan
kepalanya masih meneteskan air seraya berkata : Andaikata tidak memberatkan
umatku atau manusia maka saya akan memerintahkan mereka untuk melakukan
sholat (Isya) pada waktu ini.[34]

5. Sudah cukup mandi dari wudhu, maka barang siapa yang mandi dan tidak
berwudhu maka sudah terangkat darinya dua hadats, yaitu hadats kecil dan hadats
besar dan boleh baginya untuk sholat.

Kata Imam Al-Baghawy : Dan ini adalah pendapat kebanyakan para ulama dan
diriwayatkan dari Salim bin Abdullah bin Umar bahwasanya Abdullah bin Umar
mandi kemudian berwudhu, maka saya berkata padanya : wahai bapakku bukankah
cukup bagimu mandi dari wudhu ? Ibnu Umar menjawab : iya, akan tetapi saya
kadang-kadang memegang kemaluanku, maka saya berwudhu.[35]

6. Tidak disyaratkan berwudhu lagi sesudah mandi janabah, karena Nabi shollallahu
alaihi wa ala alihi wa sallam langsung sholat sesudah mandi janabah tanpa
berwudhu lagi,[36]

7. Tidak boleh dan tercelanya berlebih-lebihan (boros) dalam menggunakan air


dalam wudhu dan mandi junub.[37]

Silahkan baca juga fatwa tentang tata cara bersuci ketika sakit karena pada salah
satu pointnya disertakan tata cara mandi junub jika ada bagian tubuh yang terluka.
Selain itu apakah bisa menyatukan mandi jumat (wajib) dengan mandi junub?
silahkan baca pada link tersebut

Anda mungkin juga menyukai