Anda di halaman 1dari 9

BAB 3

SHALAT BERJAMA’AH
Rabu, 11 November 2020

PENDAHULUAN

Ada satu kisah agung yang dialami oleh Imam Ubaidillah bin ‘Umar al-Qawariry.
Beliau merupakan salah satu guru utama Imam al-Bukhari yang kitab Shahihnya
melegenda dan dirujuk oleh hampirseluruh kaum muslimin di berbagai penjuru dunia.

Imam Ubaidillah ini selalu menjaga shalat berjama’ah di masjid. Namun suatu hari,
beliau tertinggal dari menjalankan shalat Isya berjama’ah. Sebuah riwayat
menyebutkan, beliau menerima tamu dan membicarakan urusan yang serius terkait
umat.

Sepulangnya tamu tersebut, beliau bergegas menuju masjid. Rupanya, jama’ah


sudah bubar. Beliau pun berkeliling ke sekitar masjid hingga daerah yang jauh dengan
satu tujuan; mencari kaum muslimin yang belum melakukan shalat Isya’ berjama’ah.

Lama berkeliling dan bertanya kepada setiap orang yang ditemui, beliau
mendapati jawaban yang sama, “Saya sudah shalat Isya’ berjama’ah.” Alhasil, beliau pun
pulang dan berniat shalat di rumah. Sebagai salah satu ijtihadnya berdasarkan hadits
keutamaan shalat berjama’ah yang bernilai dua puluh tujuh derajat, Imam Ubaidillah
pun melakukan shalat Isya’ di rumahnya sebanyak dua puluh tujuh kali.

Setelah selesai shalat beliau tertidur. Di dalam tidurnya, beliau bermimpi. Mimpi
inilah yang seharusnya membuat kita tercengang jika masih meremehkan shalat
berjama’ah di masjid bersama imam. Di mimpinya, beliau tengah berlomba memacu
kuda. Beberapa orang dikenali dalam mimpi itu. Rupanya, kuda mereka melaju lebih
kencang. Beliau pun memacu tunggangannya sekut tenaga agar bisa menyusul kuda
lainnya.

Lama. Tapi hasilnya nihil. Kudanya tak bisa mengungguli kuda lain. Beliau
tertinggal. Kudanya lambat. Tak lama kemudian, datanglah seseorang seraya berkata,
“Jangan dipaksa, kau tidak akan bisa mengejar kami.”

Tanya sang Imam, “Memangnya kenapa?”

“Karena,” jawab sosok itu, “Kami mendirikan shalat Isya’ be rjama‘a h.”

Ya Allah, kuatkan kami untuk senantiasa taat di jalan-Mu. Aamiin.

Dan kisah Imam Ubaidillah di atas, dapat kita ambil pelajaran bahwa sangatlah
jelas orang-orang yang senantiasa melaksanakan shalat jama’ah akan jauh lebih utama
dibanding dengan orang yang melaksanakan shalat sendirian. Semoga kisah tersebut
membuat semua selalu semangat dalam melaksanakan shalat fardlu secara berjama’ah.
Aamiin.

A. Pengertian Shalat Berjama’ah


Kata “Jama’ah” secara bahasa berarti; banyak, berkumpul. Menurut istilah,
“shalat berjama’ah” adalah shalat yang dikerjakan secara bersama-sama, setidaknya
dua orang hingga tak terbatas banyaknya, salah seorang sebagai imam, dan Iainnya
sebagai makmum. Shalat wajib lima waktu dapat dilakukan secara sendiri
(munfarid), tapi Iebih utama dilakukan secara berjama’ah.
B. Dasar Hukum Shalat Berjamaah
Hukum shalat berjama’ah adalah sunah muakkadah (sunah yang sangat
dikuatkan/sangat dianjurkan untuk dilaksanakan). Diantara dalil tentang perintah
mendirikan shalat secara berjama’ah yaitu:
1. QS. aI-Baqarah/2: 43
َ َّ َ َ ْ ُ َ ۡ َ َ ٰ َ َّ ْ ُ َ َ َ ٰ َ َّ ْ ُ َ َ
ْ٤٣ْ‫ي‬ ٰ
ْ ِ‫ْاْيعْٱهرلِػ‬ ْ ‫ْاْٱلصوْْةْوءاثْاْٱلزلْْةْ ْوٱرلػ‬ ْ ً‫وأقِي‬

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang
ruku.”

2. QS. an-Nisa/4: 102

َ َ َّ ُ ۡ ّ ٞ َ ٓ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ ٰ َ َّ ُ ُ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ُ َ
ْ‫ِإَوذاْلَتْفِي ِّىْفأقًتْلّىْٱلصوْْةْفوجقىْطْانِفةْيَِّىْيػك‬

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama sama mereka, maka hendaklah segolongan dan mereka
berdiri (shalat) besertamu.”

3. Hadis Nabi saw. Riwayat Abu Daud, Ahmad, dan aI-Aswad ra.

“Jangan kamu lakukan (itu lagi), bila salah seorang kamu sudah shalat di rumahmu,
kemudian masih mendapati imam belum shalat (di masjid), maka hendaklah ikut
shalat bersamanya, maka sesungguhnya itu (yakni shalat kedua) dihitung shalat
sunah baginya.”

C. Kriteria Imam Shalat Jama’ah


Dalam melaksanakan shalat berjama’ah, diperlukan seorang pemimpin yang
akan bertugas memimpin shalat jama’ah tersebut.
Adapun kriteria imam shalatjama’ah adalah sebagai berikut:
1. Orang-orang yang terbaik/pilihan, yaitu orang yang paling bagus penguasan
dan bacaannya terhadap Al-Qur’an
2. Jika sama-sama bagus penguasaan dan bácaannya terhadap Al-Qur’an, maka
berikutnya a,dalah orang yang paling paham tentang sunah
3. Kemudian orang yang paling senior keislamannya
4. Orang yang paling tua usianya
Ketentuan-ketentuan imam tersebut dengan catatan semuanya memiliki
akhlak yang baik, artinya tidak boleh mengangkat imam dimana para jama’ah
membencinya. Pada dasarnya, imam itu diangkat dan dipilih oleh jama’ahnya, tidak
boleh maju dan mengangkat diri sendiri menjadi imam.
D. Tata Cara Shalat Berjama’ah
Shalat berjama’ah di masjid merupakan salah satu amal yang mulia. Agar
ibadah ini semakin sempurna, ada beberapa petunjuk Nabi Muhammad saw, yang
tidak boleh diabaikan. Yang perlu diperhatikan seorang muslim ketika hendak
melakukan shalat berjama’ah di masjid yaitu:
1. Shalat fardlu berjama’ah sebaiknya dilaksanakan di awal waktu di
masjid/mushalla,
2. Sebelum takbir, imam supaya menghadap ke makmumnya, memperhatikan shaf
(barisan) dan mengaturnya terlebih dulu.
Caranya:
a. Imam hendaknya menganjurkan supaya meluruskan dan merapatkan shafnya.
Hal ini karena Nabi Muhammad saw, jika hendak mengimami shalat, beliau
menganjurkan:

“Luruskan barisan (shaf) kalian, karena sesungguhnya meluruskan barisan itu


termasuk bagian dan kesempurnaan shalat.” (HR. al-Bukhari)

b. Imam juga dituntunkan untuk mengatur shaf dengan menganjurkan pada


jama’ah laki-laki agar shaf depan dipenuhi lebih dulu kemudian shaf berikutnya.
c. Posisi makmum shalat berjama’ah.
1) Jika makmum hanya seorang, maka posisi shafnya berada di sebelah kanan
imam.

2) Jika menyusul makmum yang lain, maka hendakIah langsung berdiri di belakang
imam, jangan di kiri imam, kemudian makmum yang disamping imam tadi
mundur ke belakang untuk menyamakan shaf dengan makmum yang Iainnya.
3) Pada dasarnya, jika makmum Iebih dan satu orang, maka makmum berbaris
lurus dan rapat di belakang imam di mana posisi imam berada di tengah. Jika
datang menyusul makmum yang lain, maka hendaklah mengisi shaf bagian
kanan terlebih dulu, baru kemudian shaf sebelah kiri dengan memperhatikan
keseimbangan antara shaf kanan dan kiri.

4) Jika makmum hanya seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka posisi
makmum laki-laki di sebelah kanan imam, sedang posisi makmum perempuan di
belakang imam atau makmum laki-laki.

5) Jika makmum laki-laki dan perempuan Iebih dan satu orang, maka posisi
makmum laki-laki di belakang imam dan makmum perempuan di belakang
makmum laki-laki.

6) Jika makmum hanya seorang perempuan maka tidak boIeh berjama’ah berduaan
dengan diimami laki-laki yang bukan mahramnya atau bukan suaminya. Posisi
imam perempuan pada shaf pertama dibagian tengah dan sejajar dengan
makmum.
7) Imam perempuan hanya boleh mengimami sesama perempuan dan anak yang
belum baligh. Posisi imam perempuan berada pada shaf pertama di bagian
tengah dan sejajar dengan makmum.
d. Apabila imam sudah bertakbir, maka makmum segera bertakbir Dan jangan
sekali-kali mendahulul gerak imam sampai imam sempurna mengerjakannya.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah ra.,

“Dan Nabi Saw, bahwasanya beliau bersabda: “Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti,
maka janganlah menyelisihnya. Apabila ja ruku’, maka ruku’Iah. Dan bila ia mengatakan
‘sami’allahu liman hamidah’, maka katakanlah, ‘Rabbana walakal hamdu’. Apabila ia
sujud, maka sujudlah. Dan bila la shalat dengan duduk, maka shalatlah dengan duduk
semuanya”. (Muttafaq ‘alaihi).

e. Hendaknya makmum memperhatikan dengan tenang bacaan imam dan tidak


membaca apapun kecuali al-Fatihah yang dibaca di dalam hati mengikuti bacaan
imam.
f. Hendaknya imam memperhatikan kemampuan jama’ah, bacaan surat yang
dibaca disesuaikan dengan kondisi jama’ah.
g. Hendaknya imam membaca bacaan shalat dengan dilirihkan (sir) dan ada yang
dinyaringkan (Jahr). Bacaan yang dinyaringkan yaitu bacaan surat al-Fatihah dan
ayat-ayat AI-Qur’an di rakaat pertama dan kedua pada waktu shalat maghrib,
isya dan shubuh.
h. Hendaknya imam mengeraskan bacaan takbir intiqal (berpindah dan rukun ke
rukun yang lain) agar makmum dapat mendengar.
i. Jika ada makmum yang masbuq (terlambat), maka ia harus bertakbir secara
sempurna lalu mengikuti gerakan atau bacaan imam yang terakhir dalam posisi
apapun.
j. Selesai shalat, imam hendaknya duduk/berdiam sejenak untuk istighfar dan
berdo’a lalu menghadap ke jama’ah sebelah kanannya.

E. Cara Mengingatkan Imam yang Lupa


Dalam melaksanakan shalat berjama’ah baik imam maupun makmum harus
menjalankannya dengan penuh kesungguhan dan menjaga setiap bacaan serta
gerakan shalatnya, sehingga tidak terjadi kesalahan. Makmum harus mengikuti
setiap gerakan imam dan memperhatikan bacaan imam. Namun demikian,jika imam
lupa yang menyebabkan imam ragu terhadap apa yang dilakukan atau terjadi
kesalahan, maka makmum wajib mengingatkan.
Syari’at Islam memberikan tuntunan tentang cara-cara mengingatkan imam
yang lupa dalam gerakannya, yaitu:
1. Bagi makmum laki-laki, cara mengingatkan imam yang lupa dengan
mengucapkan tashbih (subhanallah)
2. Bagi makmum perempuan, cara mengingatkan imam adalah dengan tepukan
tangan (tashfiq) di tempat terdekat, misal di pahanya atau lengannya.
Sedangkan jika imam lupa bacaan shalatnya, maka makmum mengingatkan
dengan membaca bacaan yang seharusnya.
F. Makmum Masbuq
Yang dimaksud dengan makmum masbuq ialah orang yang mengikuti jama’ah
yang datang kemudian (menyusul), hingga tidak sempat membaca al-Fatihah pada
rakaat tersebut. Kalau ia masih mendapat rukunya imam dengan sempurna, maka ia
dinyatakan mendapat rakaat tersebut, tetapi kalau ia mendapati dan menyusulnya
ketika imam sudah i‘tidal, maka ia tidak mendapatkan rakaat yang disusulnya.
Namun hal itu bukan berarti ia berdiam diri tanpa segera mengikutinya sampai
ketika imam telah memasuki rakaat berikutnya. Dalam riwayat Abu Daud,
Rasulullah saw. menjelaskan:

“Apabila salah seorang di antara kalian mendatangi shalat (jama’ah) sewaktu


kami sujud, maka hendaklah kalian sujud, dan janganlah kalian hitung ia satu
rakaat, dan barang siapa yang mendapati ruku bersama imam, maka ia telah
mendapatkan satu rakaat.” (HR. Abu Daud).
G. Halangan Shalat Berjama’ah
Shalat berjama’ah dapat ditinggalkan, dan dilaksanakan shalat sendiri
(munfarid) apabila dalam keadaan seperti berikut:
1. Hujan lebat atau angin kencang yang menyusahkan perjalanan ke masjid.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw.:

“Dari Ibnu Umar ra. la berkata: Rasulullah saw. Pernah memerintahkan seorang
muadzin dalam malam yang dingin dan hujan agar shalat di rumah.” (HR. al-
Bukhari dan Muslim)
2. Sakit yang cukup parah sehingga sulit untuk ke masjid.
َ َ ٌِۡ ‫ِيٌْي‬ ُ َۡ َ ََ َ ََ
ّ ْ‫ك ۡىِْف‬
ْ ْ‫ج‬
ٖۚ ‫ر‬ ‫ْح‬ ِْ ‫ٱل‬ ِ ‫وياْجػنْغوي‬
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan.” (QS. al-Hajj/22: 78)
3. Karena lapar dan haus sedangkan makanan sudah tersedia.

Dari Aisyah ra. la berkata: Aku mendengar Rasulallah saw. bersabda “Tidak
dilaksanakan shalat apabila makanan telah dihidangkan dan apabila menahan
kedua hadats (kecil dan besar).” (HR. Muslim)

4. Ingin buang air besar atau air kecil. Hadits yang mendasari sama dengan hadits
poin ke 3.
H. Keutamaan/Hikmah Shalat Berjama’ah
Melaksanakan shalat berjama’ah memberikan banyak hikmah, diantaranya
yaitu:
1. Allah Swt. akan melipatgandakan pahala bagi mereka yang melaksanakan shalat
berjama’ah.

Dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Shalat jama’ah itu melebihi
shalat sendirian, dengan (pahala) dua puluh derajat.” (HR. al-Bukhari)
2. Akan dihapuskan kesalahannya dan senantiasa dido’akan malaikat supaya Allah
Swt. memberikan shalawat dan kasih sayang.

“Sesungguhnya shalat seseorang secara berjama’ah dilipatgandakan 25 kali lipat


daripada dia shalat di rumahnya atau di pasarnya. Jika dia berwudhu, kemudian
dia baguskan wudhunya, dan dia tidak ke masjid kecuali dia hendak shalat, maka
dia tidak melangkahkan satu langkah kakinya kecuali diangkat derajatnya dan
dihapuskan dosanya. Dan jika dia shalat maka para malaikat senantiasa
mendo’akannya selama dia masih tetap di tempat shalatnya dan tidak berhadas.
Para malaikat berkata, “Ya Allah angkatlah derajatnya, rahmatilah dia,” dan dia
senantiasa dalam kondisi shalat selama dia menunggu shalat berikutnya.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim dan hadits ini lafadz al-Bukhari)

3. Mengikat tali persaudaraan (ukhuwah), kebersamaan dan silaturrahmi antar


sesama saudara muslim, sesuai dengan surat at-Taubah/9: 11:
ٰ َ ُ ّ ََُ ّ ۡ ُ ُ ٰ َ ۡ َ َ ٰ َ َّ ْ ُ َ َ َ َ ٰ َ َّ ْ ُ َ َ َ ْ ُ َ َ
ْ‫ت‬
ِْ ‫ِيٌ ْونف ِصن ْٱٓأۡلي‬
ِْ ‫ِْف ْٱل‬
ِ ‫فإِن ْثابْا ْوأقامْا ْٱلصوْْة ْوءاثْا ْٱلزلْْة ْفإِخوٍكى‬
َ َ َ
ْ ْ١١ْ‫ه ِق ْۡم َْي ۡػو ًُْن‬
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka
itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu
bagi kaum yang mengetahui.”
4. Mencegah perbuatan keji dan kemungkaran. Sebagaimana yang disebutkan Allah
dalam Firman-Nya:
َ ُ ۡ َ ٓ َ ۡ َ ۡ َ ٰ َ ۡ َ َ ٰ َ َّ َّ َ ٰ َ َّ ََ
ْ‫وأق ِ ِىْٱلصوْْةْإِنْٱلصوْْةْتََهْغ ٌِْٱهفحشا ْءِْ ْوٱلًَم ِْر‬
“... Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dan (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar...” (QS. Al-‘Ankabut/29: 45)
5. Membina kedisiplinan, ada nilai gerakan meninggalkan kemalasan.
Dalam menegakkan shalat dianjurkan untuk segera melaksanakannya di awal
waktu. Orang yang melambat-lambatkan shalat dapat berakibat menjadi lalai,
dan orang lalai dimurkai bahkan sangat dibenci Allah., seperti firman-Nya QS. Al-
Ma’un: 4-7:
َ ٓ ُ َ َّ َ ُ َ ۡ َ َ َ ۡ ُ َ َّ َ ِ ّ‫نْهّ ِوۡ ًُ َصو‬ٞ َ
ْْ٦ْ‫ِيٌِْ ۡىْيُ َرا ُءون‬
ْ ‫ْْٱَّل‬٥ْ‫ْساِْن‬ ‫ِيٌِْىْغٌْصَلث ِ ِّى‬
ْ ‫ْٱَّل‬٤ْ‫ي‬ ْ ‫ف َْ ۡي‬
َ ُ َۡ َ َََُۡ
ْ ْ٧ْ‫ْن‬
ْ ‫اغ‬ ً‫ويًَػْنْٱل‬
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang
lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong
dengan) barang berguna.”
6. Melatih kesabaran.
Dengan mendirikan shalat, maka secara tidak langsung juga mendidik seseorang
untuk bersikap sabar dalam setiap pekerjaan. Firman Allah Swt:
َ ُ َ َّ َ ۡ َ َ َّ ٌ َ َ َ َ َّ ٰ َ َّ َ ۡ َّ ْ ُ َ ۡ َ
ْ‫ِيٌْ َيظ َُّْن‬ َْ ‫ش ِػ‬
ْ ‫ْْٱَّل‬٤٥ْ‫ي‬ ِٰ ‫خ‬ ‫بْ ْوٱلصوْْة ِِْٖۚإَونّاْهمبِريةْإَِّلْلَعْٱه‬
ِْ ‫ْاْْب ِٱلص‬
ْ َ‫وٱسج ِػي‬
َ ُ ٰ َ ۡ َ ۡ ُ َّ َ َ ۡ ّ َ ْ ُ ٰ َ ُّ ُ َّ َ
ْ ْ٤٦ْ‫جػْن‬ ِ ‫أنّىْيلقْاْرب ِ ِّىْوأنّىْإَِلُِْر‬
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu)
orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa
mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah: 45-46)
7. Menyebarkan ajaran Islam dikalangan masyarakat.
8. Tidak membedakan status sosial seseorang karena kedudukannya sama di
hadapan Allah Swt.
9. Taat kepada pimpinan selama tidak melakukan kesalahan, apabila salah kita
wajib mengingatkan.

Anda mungkin juga menyukai