Anda di halaman 1dari 18

SHOLAT DALAM KEADAAN DARURAT DAN MACAM-MACAM

SUJUD

Disusun Oleh :
Nur Azizah (220302032)
Qut'rotul 'Aini Muzamil (220302040)

1. SHOLAT DALAM KEADAAN DARURAT


SHALAT DALAM KEADAAN DARURAT

Pengertian shalat dalam keadaan darurat dan dalilnya

Shalat dalam keadaan darurat adalah shalat yang dilaksanakan dalam keadaan yang menyulitkan
seseorang untuk melaksanakannya sesuai dengan rukun-rukun shalat yang lengkap. Dalam hal ini
dijelaskan dalam hadits Rasul Saw. Yang artinya :

“Dari Ali bin Abu Thallib ra. Telah bersabda Rasulullah SAW tentang shalat orang sakit, jika kuasa
seseorang shalatlah ia dengan berdiri, jika tidak kuasa shalatlah sambil duduk. Jika ia tidak mampu sujud
maka isyarat saja dengan kepalanya, tetapi hendaklah sujud lebih rendah daripada ruku’nya. Jika ia tidak
kuasa shalat sambil duduk, shalatlah ia dengan berbaring kesebelah kanan menghadap kiblat. Jika tidak
kuasa juga maka shalatlah ia terlentang, kedua kakinya ke arah kiblat”. (HR. Ad-Daruquthni)

1.1 Sholat bagi orang sakit

Orang sakit termasuk dalam golongan orang-orang yang mendapat keringanan dan kemudahan dalam
menjalankan syari’at. Termasuk keringan dalam menjalankan sholat. Keringanan yang diberikan Islam
kepada orang yang sakit bukan keringanan yang menggugurkan sholat, karena sholat tidak gugur karena
sakit. Tetapi Allah memberikan keringanan-keringanan lain bagi orang yang sakit dalam sholatnya.
Berikut ini adalah sifat sholat bagi orang sakit sebagimana dijelaskan oleh Ahlul Ilmi:

1. Orang yang tidak sanggup berdiri, hendaklah ia sholat sembari duduk.

2. Apabila ia tidak mampu sholat sembari duduk, hendaklah ia sholat sembari berbaring dengan
menghadapkan wajahnya ke kiblat. Disunahkan untuk berbaring diatas lambung kanan.

3. Apabila tidak sanggup sholat sambil berbaring, hendaklah sholat sambil terlentang. Ini berdasarkan
sabda Nabi shollallahu’alaihi wa sallam kepada ‘Imron bin Hushoin; “Sholatlah sambil berdiri, kalau tidak
bisa maka sambil duduk, kalau tidak bisa maka sambil berbaring” (HR. Al Bukhori: 1050). Imam An Nasa’i
menambahkan, “Kalau tidak bisa maka sambil terlentang”

4. Orang yang mampu sholat sambil berdiri akan tetapi ia tidak mampu untuk ruku’ dan sujud, maka
kewajiban berdiri tidaklah gugur darinya. Hendaklah ia sholat sembari berdiri dan memberi isyarat pada
ruku’nya. Kemudian duduk dan memberi isyarat pada sujudnya. Ini berdasarkan firman Allah “Berdirilah
untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ ” (Al Baqoroh: 238), juga keumuman firman-Nya, “Maka
bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (At Taghabun: 16) dan sabda Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam “Sholatlah sambil berdiri”

5. Orang yang tidak mampu ruku’ dan sujud hendaklah melakukan isyarat pada keduanya. Dan ia
menjadikan sujudnya lebih rendah daripada ruku’nya. Namun bila ia hanya tidak mampu sujud saja,
hendaklah ia ruku’ (dengan sempurna) dan melakukan isyarat pada sujudnya.

6. Bagi orang yang tidak mungkin untuk menundukkan punggungnya (saat ruku’) hendaklah ia
menundukkan lehernya. Orang yang bungkuk sehingga seakan-akan ia dalam keadaan ruku’, maka
disaat akan melakukan ruku’ hendaklah ia tundukkan lagi punggungnya dan lebih mendekatkan
wajahnya ke tanah pada saat sujudnya sebisa mungkin.

7. Orang yang tidak mampu memberikan isyarat dengan kepala saat sholatnya cukup baginya niat dan
bacaan sholat.

8. Sholat tidak gugur dari orang yang sakit selama akalnya masih ada dalam kondisi apapun dan
bagaimanapun berdasarkan dalil-dalil yang telah lalu.

9. Orang yang sakit dan di tengah-tengah sholatnya mampu untuk berdiri atau duduk atau ruku’ atau
memberi isyarat yang sebelumnya ia tidak sanggup melakukannya, hendaklah ia melakukannya dan
terus melanjutkan sholatnya.

10. Orang yang ketiduran dari sholatnya atau lupa, hendaklah ia mengerjakannya saat terbangun dari
tidurnya atau saat mengingatnya. Tidak boleh ia meninggalkannya sampai masuk waktunya untuk
kemudian ia sholat di waktu tersebut. Dasarnya adalah sabda Nabi shollallahu’alaihi wa sallam,
“Barangsiapa yang tertidur dari sholatnya atau lupa, hendaklah ia mengerjakan sholat tersebut saat
mengingatnya, tidak ada kaffarah baginya kecuali itu” (HR. Al Bukhori dan Muslim), dan beliau
membacakan firman-Nya, “dan kerjakanlah sholat untuk mengingat-Ku” (QS. Thoha: 14).

11. Tidak boleh meninggalkan sholat dalam kondisi apapun, wajib bagi orang yang mukallaf untuk lebih
semangat dalam mengerjakan sholat pada saat sakitnya melebihi semangatnya saat sehat.

12. Orang sakit selama akalnya masih baik tidak boleh meninggalkan sholat sampai keluar waktunya.
Hendaklah ia mengerjakan sholat tersebut pada waktunya sesuai dengan kemampuannya. Sekelompok
Ahlul Ilmi berpendapat, apabila ia sengaja meninggalkan sholat padahal akalnya sehat, paham hukum
syar’i, mukallaf serta memiliki kekuatan untuk mengerjakannya meskipun dengan isyarat, maka
dihukumi kafir berdasarkan sabda Nabi shollallahu’alaihi wa sallam, “Perjanjian (pembatas) antara kita
dengan mereka adalah sholat, barangsiapa yang meninggalkannya maka telah kafir” (HR. Ibnu Majah
dan At Tirmidzi), juga sabda Nabi, “Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan
puncaknya adalah jihad.” (HR. Ahmad dan At Tirmidzi).

13. Orang sakit dan berat baginya mengerjakan setiap sholat pada waktunya, dibolehkan untuk
menjamak sholat Dzuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya baik jamak takdim atau ta’khir sesuai dengan
yang mudah baginya.

 Tata Cara Sholat Duduk Bagi Orang Sakit Sesuai Ajaran Islam

Tata cara salat bagi orang sakit dalam kondisi duduk, berbaring, atau memberi isyarat sebenarnya tidak
banyak berbeda dari salat pada umumnya. Hanya saja, orang yang melakukannya dalam kondisi yang
sesuai kemampuannya.

Dalam hal ini, salat duduk idealnya dilakukan dengan cara duduk iftirasyi atau seperti duduk di antara
dua sujud atau duduk tahiyat akhir. Jika masih tidak mampu, salat duduk juga dapat dikerjakan di kursi
biasa atau kursi roda.
Rincian langkah-langkah salat duduk adalah sebagai berikut:

1. Posisi salat menghadap kiblat dengan cara duduk iftirasy. Bersila maupun dengan kaki diselonjorkan.
Jika tidak mampu, dapat duduk di kursi biasa, kursi sofa, atau kursi roda.

2. Membaca niat salat seperti biasa, yang kemudian dilanjutkan membaca doa iftitah dan Al-Fatihah
beserta dengan surat pendek.

3. Saat posisi rukuk, tundukkan kepala seperti sedang rukuk. Meskipun tidak sempurna, namun
usahakan melakukan sebisanya tanpa memaksakan atau menyakiti bagian tubuh yang sakit.

4. Selanjutnya, pada posisi sujud, tundukkan kepala disertai membungkukkan badan sebagai pengganti
sujud. Berikan isyarat seakan-akan sedang bersujud.

5. Ulangi tata cara demikian di setiap rakaat.

6. Terakhir, pada saat salam, lakukan seperti salat pada umumnya dengan mengucap salam, serta
menoleh ke kanan terlebih dahulu kemudian ke arah kiri.

 Tata Cara Sholat Berbaring Bagi Orang Sakit Sesuai Ajaran Islam

Berkaitan dengan salat dalam posisi berbaring, hal itu disampaikan oleh Imran bin Husain RA ketika ia
bertanya pada Nabi Muhammad SAW:

"Aku menderita penyakit wasir, lalu aku bertanya tentang salat [dalam kondisi sakit] kepada Nabi SAW,
kemudian beliau menjawab: ‘Salatlah dengan berdiri, bila tidak mampu maka dengan duduk, dan bila
tidak mampu maka dengan tidur miring [berbaring],’” (H.R. Bukhari).

Maksudnya, jika ia mengalami sakit sampai-sampai apabila berdiri atau duduk, ia merasa nyeri atau
tidak tahan. Jika diteruskan duduk atau berdiri, kondisi itu dapat menghilangkan kekhusyukan salat.
Dalam keadaan demikian, seseorang dapat salat dalam kondisi berbaring.

 Terkait ketentuan salat berbaring, hal itu juga tergambar dalam hadis Jabir RA, ia berkata:

“Suatu ketika, Rasulullah SAW menjenguk orang yang sedang sakit. Ternyata Rasulullah melihat ia
sedang salat di atas bantal. Kemudian Nabi mengambil bantal tersebut dan menjauhkannya. Ternyata
orang tersebut lalu mengambil kayu dan salat di atas kayu tersebut.

Selanjutnya, Nabi mengambil kayu tersebut dan menjauhkannya. Lalu Nabi bersabda: 'Salatlah di atas
tanah jika kamu mampu, jika tidak mampu maka salatlah dengan ima' [isyarat kepala]. Jadikan kepalamu
ketika posisi sujud lebih rendah dari rukukmu'," (H.R. Al Baihaqi).

Salat berbaring bagi orang sakit terdiri atas 2 macam, yaitu dengan berbaring menyamping atau
berbaring telentang.

Berdasarkan hadis di atas, salat dengan berbaring menyamping lebih utama daripada telentang.
Dalam hal ini, orang yang sakit mencoba berbaring menyamping terlebih dahulu, jika tak kuat, barulah
berbaring telentang.

Pertama, terkait tata cara salat dalam kondisi berbaring menyamping, ketentuannya adalah sebagai
berikut:

1. Orang bersangkutan berbaring menyamping ke arah kanan menghadap kiblat.

2. Apabila tidak mampu menyamping ke kanan, ia dapat menyamping ke kiri, namun tetap ke arah
kiblat. Akan tetapi, jika tidak mampu menghadap kiblat pun tak apa-apa dan jangan dipaksakan.

3. Cara bertakbir dan bersedekap ketika salat berbaring persis sama ketika salat dalam keadaan berdiri.
Tangan diangkat sejajar dengan telinga atau bahu. Selanjutnya, tangan kanan diletakkan di atas tangan
kiri.

4. Cara rukuk pada salat berbaring adalah dengan menundukkan kepala sedikit. Pada saat bersamaan,
kedua tangan diluruskan ke lutut.

5. Cara sujudnya adalah dengan menundukkan kepala lebih banyak daripada ketika rukuk. Kedua tangan
diluruskan ke arah lutut.

6. Selanjutnya, cara tasyahud adalah dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap
berisyarat ke arah kiblat.

 Kedua, tata cara salat berbaring telentang, ketentuannya adalah sebagai berikut:

1. Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Jika memungkinkan, kepala diangkat sedikit
dengan ganjalan, misalnya dengan bantal atau semisalnya sehingga wajah juga menghadap kiblat.
Apabila mampu menghadap menghadap kiblat pun tidak apa-apa dan jangan dipaksakan.

2. Cara bertakbir dan bersedekap ketika salat berbaring persis sama ketika salat dalam keadaan berdiri.
Tangan diangkat sejajar dengan telinga atau bahu. Selanjutnya, tangan kanan diletakkan di atas tangan
kiri.

3. Cara rukuk pada salat berbaring adalah dengan menundukkan kepala sedikit. Pada saat bersamaan,
kedua tangan diluruskan ke lutut.

4. Cara sujudnya adalah dengan menundukkan kepala lebih banyak daripada ketika rukuk. Kedua tangan
diluruskan ke arah lutut.

5. Selanjutnya, cara tasyahud adalah dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap
berisyarat ke arah kiblat.

6. Sisa gerakan salat lainnya tidak berbeda dengan cara salat ketika sedang berdiri.

Tata Cara Sholat dengan Isyarat atau Sesuai Kemampuan


Dalam kondisi sakit parah, tak bisa berdiri, duduk, atau berbaring, salat masih bisa dilakukan hanya
dengan memberi isyarat, selama orang bersangkutan masih memiliki kesadaran.

Tidak hanya itu, jikapun tak ada yang membantu, tak menghadap kiblat pun, salat tetap sah dikerjakan
sesuai kemampuan. Terkait salat dengan isyarat ini, Rasulullah SAW bersabda:

"Salatlah di atas tanah jika kamu mampu, jika tidak mampu, salatlah dengan isyarat kepala. Jadikan
kepalamu ketika posisi sujud lebih rendah dari rukukmu [jika mampu],“ (H.R. Baihaqi).

Menggunakan isyarat untuk salat dapat dilakukan dengan anggota tubuh seperti kepala, tangan, mata,
hingga alis.

Jikapun tak bisa, ia dapat mengedipkan mata sedikit ketika rukuk, serta ditambahkan lebih banyak
kedipan untuk isyarat sujud, sebagaimana dikutip dari kitab Majmu Fatawa war Rasail Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (15/229).

1.2 Sholat diatas kendaraan

a. Hukum Sholat Wajib di Atas Kendaraan

Melaksanakan ibadah sholat dalam kendaraan hukumnya diperbolehkan, karena Rasulullah saw. juga
pernah melaksanakan sholat di atas kendaraan. Hal ini disampaikan dalam sebuah hadis riwayat Bukhari
yang berbunyi sebagai berikut:

‫صلِّي التَّطَوُّ َع َو ْه َو َرا ِكبٌ فِي َغي ِْر ْالقِ ْبلَ ِة‬
َ ُ‫ َكانَ ي‬-‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬-
َ ‫ي‬َّ ِ‫َأ َّن النَّب‬

Artinya: "Nabi Muhammad saw. shalat tathawwu' (sunah) saat beliau sedang berkendara, tanpa
menghadap arah kiblat." (HR. Bukhari)

Namun, ada yang perlu kita perhatikan terlebih dahulu sebelum melaksanakan tata cara sholat di
kendaraan. Kita dikatakan boleh untuk melaksanakan tata cara sholat di kendaraan jika telah memenuhi
uzur atau halangan yang dibenarkan dalam Islam.

Di antaranya adalah tidak memungkinkannya untuk turun dari kendaraan selama di perjalanan. Misalnya
terkena macet yang cukup panjang yang kemungkinan akan terjadi sampai waktu sholat terlewat.

b. Tata Cara Sholat di Kendaraan Saat Perjalanan Jauh

Tata cara sholat di kendaraan bisa dilakukan saat sedang menempuh perjalanan jauh. Lalu, kita dapat
melaksanakan tata cara sholat di atas kendaraan dengan posisi duduk untuk memberikan kemudahan
dalam pelaksanaannya.
Berikut adalah tata cara sholat di kendaraan saat perjalanan jauh:

1. Mulai dengan bacaan niat sholat yang dibarengi takbiratul ihram dengan posisi duduk.

2. Lalu tangan bersedekap, tapi dalam posisi duduk dan dilanjutkan dengan membaca doa iftitah, surah
Al-Fatihah, dan surah pendek.

3. Lakukan gerakan rukuk dengan posisi duduk, yaitu sedikit membungkukkan badan.

4. Selanjutnya lakukan i'tidal dengan bacaan dengan posisi punggung lurus, tapi masih dalam posisi
duduk.

5. Gerakan selanjutnya adalah sujud yang dilakukan dengan membungkukkan badan dengan posisi lebih
rendah dibandingkan dengan posisi rukuk sebelumnya.

6. Lalu dilanjutkan dengan gerakan duduk di antara dua sujud. Gerakan ini dilakukan dengan posisi
duduk sempurna di posisi kendaraan dengan membaca doa duduk di antara dua sujud.

7. Pelaksanaan gerakan duduk di antara dua sujud dilakukan sesuai dengan sholat yang dijalankan, jika
sholat Subuh maka tidak perlu melakukan duduk di antara dua sujud.

8. Duduk tahiyat akhir dilakukan dengan posisi duduk sempurna dan meletakkan kedua tangan di atas
lutut serta membaca doa duduk tahiyat akhir.

9. Tata cara sholat di kendaraan umum diakhiri dengan mengucapkan salam dan menolehkan kepala ke
kanan dan ke kiri.

10. Jumlah gerakan dalam melaksanakan tata cara sholat di kendaraan mengikuti jumlah rakaat dari
sholat yang sedang dilaksanakan.

c. Posisi Orang yang Sholat dalam Kendaraan

Allah Swt. sungguh akan memberikan kemudahan pada setiap umat-Nya yang ingin beribadah. Lantaran
tidak mungkin untuk menjalankan tata cara sholat di kendaraan, maka kita dapat melakukannya dengan
duduk.

Jika tidak memungkinkan untuk melakukan tata cara sholat di kendaraan dengan posisi duduk, kita
dapat melakukannya dengan berbaring.

Posisi menjalankan sholat di atas kendaraan ini telah dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Bukhari berikut:

‫ فإن لم تستطع فعلى جنب‬،ً‫ فإن لم تستطع فقاعدا‬،ً‫صل قائما‬

Artinya: "Sholatlah sambil berdiri, jika tidak bisa maka sambil duduk, jika tidak bisa maka sambil
berbaring." (HR. Al Bukhari)
d. Syarat Dibolehkannya Sholat di Kendaraan

Untuk dapat menjalankan tata cara sholat di kendaraan, kita harus mengetahui terlebih dahulu syarat-
syarat yang menjadi ketentuan pelaksanaan sholat di atas kendaraan. Berikut beberapa persyaratannya:

1. Tata cara sholat di kendaraan dapat dilakukan jika kita dalam keadaan terjebak di dalam kendaraan
(misalnya macet) sampai waktu yang tidak dapat ditentukan. sehingga kemungkinan akan melewati
waktu sholat.

2. Tata cara sholat di kendaraan dapat dilakukan jika kita tidak menemukan pemberhentian (rest area)
yang aman dan layak untuk sholat.

3. Tata cara sholat di kendaraan jika tidak terdapat tempat ibadah di dalam kendaraan umum misalnya
dalam bus dan pesawat.

4. Untuk menjalankan tata cara sholat di kendaraan, kita juga diwajibkan untuk bersuci terlebih dahulu.

5. Tidak ada sumber air bukan sebuah penghalang untuk melaksanakan tata cara sholat di kendaraan,
kita bisa bertayamum untuk bersuci.

6. Jika masih ada sumber air seperti wastafel, maka kita masih dapat bersuci dengan berwudu sebelum
melaksanakan tata cara sholat di kendaraan.

1.3 Sholat Khauf

Shalat khauf adalah shalat yang dikerjakan ketika berada dalam keadaan sangat menakutkan, genting,
atau bahaya. Khauf sendiri secara bahasa artinya takut. Salah satu contoh keadaan menakutkan adalah
peperangan, baik dalam perjalanan atau sedang bermukim.

Mengutip Buku Pintar Shalat oleh M. Khalilurrahman Al Mahfani, disyariatkannya shalat khauf adalah
untuk meringankan seorang Muslim sehingga dia dapat melaksanakan kewajibannya. Para ulama
bersepakat bahwa disyariatkannya shalat khauf adalah berdasarkan firman Allah SWT berikut ini:

‫لُّوا‬9‫ُص‬ َ ‫ َر ٰى لَ ْم ي‬9‫ةٌ ُأ ْخ‬9َ‫ت طَاِئف‬ ِ ‫ْأ‬9َ‫وا ِمن َو َراِئ ُك ْم َو ْلت‬99ُ‫ َجدُوا فَ ْليَ ُكون‬9‫صاَل ةَ فَ ْلتَقُ ْم طَاِئفَةٌ ِّم ْنهُم َّمعَكَ َو ْليَْأ ُخ ُذوا َأ ْسلِ َحتَهُ ْم فَِإ َذا َس‬
َّ ‫َوِإ َذا ُكنتَ فِي ِه ْم فََأقَ ْمتَ لَهُ ُم ال‬
‫صلُّوا َمعَكَ َو ْليَْأ ُخ ُذوا ِح ْذ َرهُ ْم َوَأ ْسلِ َحتَهُ ْم‬ َ ُ‫فَ ْلي‬

Artinya: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (Sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan
shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan
menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan
seraka’at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah
datang golongan yang kedua yang belum bershalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah
mereka bersiap siaga dan menyandang senjata...” (QS. An Nisaa’: 102)

Tata Cara Shalat Khauf


Dijelaskan oleh Al-Khaththabi bahwa Rasulullah SAW melakukan shalat khauf dengan berbagai macam
cara, sesuai dengan keadaannya. Dari Al-Khaththabi rahimahullah, ia berkata:

“Shalat khauf banyak ragamnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukannya pada keadaan
dan cara yang berbeda-beda. Masing-masing disesuaikan agar shalat terlaksana lebih baik dan lebih
mendukung untuk pengawasan musuh. Sekalipun tata caranya berbeda, namun intinya tetap sama.”
(HR. Muslim)

Berikut adalah tata cara shalat khauf yang dihimpun dari buku Tafsir al-Munir Jilid 3: Aqidah, Syariah,
Manhaj (Juz 5-6 an-Nisaa' - al-Maa'idah) oleh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili.

Pertama, Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
shalat khauf satu raka’at bersama salah satu golongan, sementara golongan yang lain menghadap ke
musuh. Kemudian golongan pertama berpaling dan menggantikan di tempat kawan-kawan mereka yang
lain sambil menghadap ke arah musuh.

Setelah itu, datanglah golongan kedua lalu shalat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam satu raka’at.
Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam salam dan golongan kedua pun meneruskan satu raka’at, begitu
juga dengan golongan yang pertama.”

Kedua, dari Sahl bin Abi Hatsmah Radhiyallahu anhu, ia menerangkan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengimami para sahabatnya pada waktu shalat khauf. Beliau membariskan mereka di
belakangnya menjadi dua shaff. Kemudian beliau shalat satu raka’at bersama shaff yang dekat
dengannya (shaff pertama).

Setelah itu, beliau berdiri dan terus berdiri hingga para Sahabat di shaff pertama merampungkan satu
raka’at (yang tersisa secara sendiri-sendiri). Kemudian para Sahabat di shaff kedua maju, dan golongan
yang berada di shaff pertama mundur ke belakang.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami mereka (yang awal mulanya berada di shaff kedua) lalu
duduk (dan menunggu) hingga mereka merampungkan satu raka’at (yang tertinggal). Kemudian beliau
salam (beserta mereka).”

Ketiga, Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu berkata, “Aku pernah shalat khauf bersama Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau membariskan kami dalam dua shaff. Satu shaff di belakang
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sementara musuh berada di antara kami dan kiblat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir, lalu
kami semua bertakbir. Ketika beliau ruku’, kami semua pun ruku’, kemudian bangkit dari ruku’, kami pun
melakukannya besama-sama.

Kemudian beliau dan shaff terdepan menyungkur sujud. Sedangkan shaff terakhir tetap berdiri
menghadap musuh. Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shaff terdepan selesai sujud lalu
berdiri, shaff belakang pun sujud lalu berdiri. Kemudian shaff belakang maju ke depan dan shaff yang di
depan mundur.

2. MACAM-MACAM SUJUD
2.1 SUJUD SYUKUR
Kata sujud dalam bahasa arab berasal dari tiga
huruf yaitu "‫"د ج س‬. Secara bahasa, sujud berarti:
  al-khudhu' (‫)الخضوع‬
  at-tazallul (‫ )التذلل‬yaitu merendahkan diri badan.
  al-mailu (‫ )المیل‬yaitu mendoncongkan badan ke depan.
Sujud syukur artinya sujud terima kasih, yakni sujud yang dilakukan sebagai tanda berterima kasih
kepada Allah SWT. atas karunia-Nya berupa keberuntungan atau keberhasilan atau karena terhindar
dari marabahaya atau kesulitan. Sujud syukur hukumnya sunnah.
Bersyukur bisa dilakukan dengan banyak cara, dapat dilakukan dengan ucapan atau perbuatan.
Seseorang yang diberikan nikmat berupa kesehatan bisa mensyukurinya dengan cara menggunakan
kesehatan tersebut untuk melakukan amal kebaikan. Seseorang yang ingin bersyukur karena sudah
dianugrahi sepasang telinga maka ia sudah semestinya mensyukurinya dengan menggunakan telinga
itu mendengar yang baik-baik. Kita juga bisa mewujudkan syukur atas semua nikmat yang diberikan
Allah Swt serta terhindarnya kita dari suatu musibah dengan sujud syukur.
Jadi, sujud syukur ialah sujud yang dikerjakan seseorang yang memperoleh kenikmatan atau
terhindar dari suatu bahaya yang mengancam dirinya. Sujud syukur ini merupakan tanda terima
kasih seorang hamba kepada Allah SWT. atas nikmat yang telah diterimanya.

 Dalil Naqli /Dasar Hukum Sujud Syukur


o Firman Allah SWT Qs.Ibrahim ayat 7

‫َواِ ْذ تَا َ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَ ِٕى ْن َشكَرْ تُ ْم اَل َ ِز ْي َدنَّ ُك ْم َولَ ِٕى ْن َكفَرْ تُ ْم اِ َّن َع َذابِ ْي لَ َش ِد ْي ٌد‬

Artinya:Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

o Sabda Rasulullah Saw:


Artinya:” Dari Abu Bakrah bahwa sesugguhnya Nabi Muhammad saw apabila datang kepadanya
sesuatu yang menggembirakan atau suka, beliau langsung sujud untuk berterima kasih kepada Allah
swt” (HR. Abu Daud dan At Tirmizi)

Berikut ini adalah tata cara sujud syukur:


o Berwudhu
o Berdiri menghadap arah kiblat
o Membaca niat sujud syukur
o Melakukan gerakan takbiratul ihram
o Melakukan gerakan sujud syukur satu kali
o Membaca doa sujud syukur dalam posisi sujud
o Duduk seperti di antara dua sujud
o Mengucapkan salam seperti orang selesai salat

Bacaan niat sujud syukur adalah sebagai berikut.

‫ْت ُسجُوْ َد ال ُّش ْك ِر ُسنَةَ هللِ تَ َعالَى‬


ُ ‫نَ َوي‬

Artinya: "Saya niat sujud syukur karena Allah Ta'aalla"

Bacaan doa sujud syukur yang bisa dilafazkan :


1. Bacaan tasbih, tahmid, tahlil
‫وال َح ْم ُدهّلل ِ َو ال اِلهَ اِاَّل هّللا ُ َو هّللا ُ اَ ْكبَ ُرالَ حَوْ َل َوالَ قُ َّوةَ ِإالَّ باهلل العلي العظيم‬ْ ِ ‫ُس ْبحَانَ هّللا‬
"Subhaanallohi walhamdulillaahi walaa ilaaha illalloohu walloohuakbar, walaa haula walaa quwwata
illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhiim"
Artinya: "Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, tiada
daya dan kekuatan kecuali atas pertolongan Allah Yang Maha Tinggi, Maha Agung."
2. Membaca doa sujud syukur
َ‫ك هللاُ اَحْ َسنُ ْالخَالِقِ ْين‬
َ ‫ص َرهُ بِ َحوْ لِ ِه َوقُ َّوتِ ِه فَتَبَا َر‬
َ َ‫ق َس ْم َعهُ َوب‬ َ ‫َس َج َد َوجْ ِهى لِلَّ ِذى َخلَقَهُ َو‬
َ ‫ص َّو َرهُ َو َش‬
"Sajada wajhi lilladzi khalaqahu, wa syaqqa sam’ahu wa basharahu, bihawlihi wa quwwatihi,
fatabarakallahu ahsanul khaliqin"Artinya: "Aku sujudkan wajahku kepada yang menciptakannya,
membentuk rupanya, dan membuka pendengaran serta penglihatan. Maha Suci Allah sebaik-baik
pencipta."
3. Membaca penggalan ayat al-Quran, surat An-Naml ayat 19
ّ ٰ ‫ک ال‬
َ‫صلِ ِح ۡین‬ َ ‫ک فِ ۡی ِعبَا ِد‬َ ِ‫ضىہُ َو اَ ۡد ِخ ۡلنِ ۡی ِب َر ۡح َمت‬ ٰ ‫صالِحًا ت َۡر‬ َ ‫ی َو اَ ۡن اَ ۡع َم َل‬َّ ‫ی َو ع َٰلی َوالِ َد‬
َّ َ‫ک الَّتِ ۡۤی اَ ۡن َعمۡ تَ َعل‬
َ َ‫َربِّ اَ ۡو ِز ۡعنِ ۡۤی اَ ۡن اَ ۡش ُک َر نِ ۡع َمت‬
"Robbi auzi'nii an asykuro ni'matakallatii an'amta 'alayya wa'laa waalidayya wa-an a'mala shoolihan
thardoohu wa adkhilnii birohmatika fii 'ibadikash shoolihiin".
Artinya: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal shalih yang
Engkau ridhai dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang
shalih".

Hikmah Sujud Syukur

Hikmah melakukan sujud syukur, yaitu:


a. Memperoleh kepuasan bat in berkait an dengan anugrah yang diterima dari Allah Swt .
b. Merasa dekat dengan Allah sehingga memperoleh bimbingan dan hidayahNya.
c.Memperoleh tambahan nikmat dari Allah Swt dan selamat dari bahaya

2.2 SUJUD SAHWI

Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan ketika musholli (orang yang melakukan shalat) lupa
mengerjakan tahiyyat/tasyahud awal atau qunut dan yang lainnya saat kita lupa atau ragu sudah
meninggalkan salah satu rukun shalat.

Dalil tentang Sujud Sahwi

Pada suatu ketika, Nabi Muhammad SAW lupa jumlah rakaat saat salat. Setelah salat, beliau ditanya
oleh para sahabat, “Ya Rasulullah, apakah ada perubahan jumlah rakaat dalam salat?”

Rasulullah SAW menjawab, “Saya hanyalah manusia biasa. Saya bisa lupa sebagaimana kalian juga lupa.
Jika saya lupa, ingatkanlah aku. Jika kalian ragu tentang jumlah rakaat salat kalian, pilih yang paling
meyakinkan, dan selesaikanlah salatnya. Kemudian lakukan sujud sahwi.” (HR. Bukhari & Muslim)

HR Muslim juga pernah mengisahkan ajaran Rasulullah SAW mengenai sujud sahwi yang berbunyi,
“Apabila kalian ragu dalam jumlah bilangan rakaat salat, maka tinggalkan keraguan dan ambillah yang
yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia salat lima rakaat, maka sujudnya
telah menggenapkan salatnya. Lalu jika ternyata salatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu
adalah sebagai penghinaan bagi setan.”

Sebab-sebab Sujud Sahwi

a. Ragu-ragu mengenai jumlah rakaat yang telah dikerjakan.

b. Kelebihan rakaat, rukuk, atau sujud dalam shalat karena lupa.

c. Lupa melakukan tasyahud awal atau qunut.

Cara melakukan sujud sahwi bisa dilakukan sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Dijelaskan
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang berbunyi,

“Setelah Rasulullah SAW menyempurnakan salatnya, beliau sujud dua kali. Ketika itu beliau bertakbir
setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan sujud sahwi sebelum salam.” (HR. Bukhari dan
Muslim).

Dari hadits di atas bisa kita simpulkan bahwa tata cara sujud sahwi adalah sebagai berikut:
1. Lakukan sujud sahwi sama seperti sujud dalam salat biasanya.
2. Mengucapkan takbir terlebih dahulu setiap akan turun sujud.
3. Dilakukan sebanyak dua kali, dipisahkan dengan duduk sejenak.
4. Setelah melakukan sujud sahwi sebanyak dua kali, dilanjutkan dengan salam untuk mengakhiri
salat.

Hukum Sujud Sahwi

Seperti yang sudah sempat disebutkan di awal, hukum melakukan sujud sahwi adalah sunnah. Untuk itu,
salat kamu tidak akan batal apabila tidak melakukannya. Namun, apabila kamu salat bersama imam dan
imam melakukan sujud sahwi, maka kamu wajib untuk mengikutinya.

Hikmah dari Sujud Sahwi

o Tak hanya untuk menyempurnakan salat, melaksanakan sujud sahwi juga bisa memberikan
hikmah dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti:
o Memberikan kesadaran bahwa kita merupakan hamba Allah SWT yang lemah dan tidak pernah
luput dari kesalahan
o Menumbuhkan sikap rendah diri di hadapan Allah SWT sekaligus kesadaran akan keagungan
Allah SWT
o Menyadarkan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa sehingga harus banyak meminta
ampun dan bertaubat kepada Allah SWT

2.3 SUJUD TILAWAH

Sujud tilawah ialah sujud yang di kerjakan pada saat membaca atau mendengar ayat-ayat sajadah dalam
Al-Qur’an. Menurut bahasa tilawah itu berarti bacaan.

Apabila seorang imam membaca ayat sajadah, kemudian ia melakukan sujud tilawah, maka
makmumnya harus mengikuti sujud pula, tetapi apabila yang membacanya (imam) tidak melakukan
sujud, maka makmum atau orang yang mendengarkannya tidak disunahkan melakukan sujud.

Syarat-syarat Sujud Tilawah

a. Suci dari hadas dan najis

b. Menutup aurat

c. Menghadap kearah kiblat

d. Setelah mendengar atau membaca ayat sajdah


Rukun Sujud Tilawah

a. Niat

b. Takbiratul ihram

c. Sujud

d. Duduk sesudah sujud(tanpa membaca tasyahud)

e. Salam

Sebab-sebab melakukan sujud tilawah

Sujud tilawah dilakukan karena menemukan ayat sajdah di dalam Al Quran, baik ketika membacanya
maupun hanya mendengarkan, baik di dalam salat maupun di luar salat.[3]

Adapun ayat-ayat sajdah di dalam Al Quran jumlahnya ada 15 tempat, yaitu :

· Al A’raf (nomor surat 7) ayat 206

· Ar Ra’du (nomor surat 13) ayat 15

· An Nahl (nomor surat 16) ayat 50

· Al Isra’ (nomor surat 17) ayat 109

· Maryam (nomor surat 19) ayat 58

· Al Hajj (nomor surat 22) ayat 18

· Al Hajj (nomor surat 22) ayat 77

· Al Furqan (nomor surat 25) ayat 60

· An Naml (nomor surat 27) ayat 26

· As Sajdah (nomor surat 32) ayat 15

· Shad (nomor surat 38) ayat 24

· Fushilat (nomor surat 41) ayat 38

· An Najm (nomor surat 53) ayat 62

· Al Insyiqaq(nomor surat 84) ayat 21

· Al Alaq (nomor surat 96) ayat 19


Dalil Sujud Tilawah

Keutamaan melaksanakan sujud tilawah dijelaskan dalam beberapa Hadits. Salah satunya adalah HR.
Muslim no. 81 yang berbunyi: “Jika anak Adam membaca ayat Sajadah, lalu dia sujud, maka setan akan
menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan berkata: ‘Celaka aku. Anak Adam diperintahkan sujud,
dia pun bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku sendiri diperintahkan untuk sujud, namun aku
enggan, sehingga aku pantas mendapatkan neraka.”

Dari hadits ini dapat kita simpulkan bahwa dengan ada keutamaan yang besar dari sujud tilawah, salah
satunya adalah mendapatkan balasan surga.

Bacaan Sujud Tilawah

Bacaan yang diucapkan saat sujud tilawah sebetulnya sama seperti bacaan sujud ketika salat. Namun,
ada beberapa bacaan lain yang bisa kamu ikuti.

1. Dari Hudzaifah, yang menceritakan tata cara salat Rasulullah SAW dan ketika sujud Beliau membaca:

“Subhaana robbiyal a’laa”

Artinya: “Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi”. [HR. Muslim no. 772]

2. Dari Aisyah, Nabi Muhammad SAW biasa membaca doa ketika ruku dan sujud yaitu:

“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy”

Artinya: “Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-
dosaku”. [HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484]

3. Dari Ali bin Abi Tholib, Rasulullah SAW saat sujud membaca:

“Allahumma laka sajadtu, wa bika aamantu wa laka aslamtu, sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa
showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin”

Artinya: “Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri.
Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan
penglihatannya. Maha Suci Allah sebaik-baik Pencipta”. [HR. Muslim no. 771]

Cara melaksanakan sujud tilawah

1. Sujud tilawah di saat shalat


Jika mendengar atau membaca ayat sajdah dalam shalat, hendaklah sujud sekali kemudian kembali
berdiri meneruskan bacaan ayat tersebut dan meneruskan shalat. Namun apabila dalam shalat jamaah
makmum wajib mengikuti imam. Artinya jika imam membaca ayat sajdah lalu bersujud maka makmum
wajib ikut sujud. Tetapi jika imam tidak sujud maka makmum tidak boleh sujud sendirian.

2. Sujud tilawah di luar shalat

a. Menhadap kiblat

b. Niat dan takbir

c. Sujud hanya sekali

d. Salam

Niat sujud tilawah:

‫ك هللاُ اَحْ َسنُ ْالخَالِقِيْن‬


َ ‫ص َرهُ بِ َحوْ لِ ِه َوقُ َّوتِ ِه فَتَبَا َر‬ َ ‫َس َج َد َوجْ ِهى لِلَّ ِذى َخلَقَهُ َو‬
َ ‫ص َّو َرهُ َو َش‬
َ َ‫ق َس ْم َعهُ َوب‬

Artinya: “wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang membentuknya, yang membentuk pendengaran
dan penglihatannya. Maha suci Allah sebaik-baik pencipta.

Hukum Sujud Tilawah

Hukum sujud tilawah adalah sunnah. Hal ini ditegaskan dalam beberapa hadits riwayat berikut ini:

“Wahai sekalian manusia. Kita telah melewati ayat sajadah. Barangsiapa bersujud, maka dia
mendapatkan pahala. Barangsiapa yang tidak bersujud, dia tidak berdosa.” [HR. Bukhari no.1077]

“Aku pernah membacakan pada Nabi SAW surat An-Najm, (tatkala bertemu pada ayat sajadah dalam
surat tersebut) beliau tidak bersujud.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Anda mungkin juga menyukai