Anda di halaman 1dari 14

PATIENT BASED EDUCATION (PBE)

Blok Islam Disiplin Ilmu Kedokteran (IDIK)

Tutor : Dr. dr. Sri Julyani, Sp.PK


DISUSUN OLEH : Kelompok 1
1. Andi Retno Afifah 11020170001

2. Dedy Kurniawan 11020170006

3. Nadia Rofifah Adelia 11020170007

4. Muhammad ilhamsyah. D 11020170008

5. Novia Kurnianti 11020170009


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019

Patient Based Education (PBE) adalah salah satu mata kuliah dari

blok IDIK. Kelompok kami adalah kelompok 1 yang beranggotakan 10 orang.

Patient Based Education dimana mahasiswa diharapkan untuk memahami

dan mengerti tentang kaidah – kaidah maupun ajaran agama Islam sehingga

mahasiswa dapat mengimplikasikan pengetahuan tersebut kepada pasien,

menjadikan mahasiswa sebagai dokter yang berakhlatul karimah.

Isi dari Patient Based Education (PBE) meliputi mengajarkan kepada

pasien bagaimana caranya bersuci menggunakan air maupun tayamum,

mengajarkan bagaimana tata cara sholat jika pasien tidak bisa berdiri, yaitu

dengan cara sholat dengan posisi duduk ataupun berbaring. Mengajarkan

pula mengenai kesembuhan pasien tidaklah kehendak dokter melainkan

kehendak Allah SWT karena kesehatan adalah milik-Nya. Di PBE kami juga

diajarkan untuk senantiasa mendoakan pasien yang sedang sakit maupun

menuntun pasien yang sedang mengalami sakaratul maut.

Pada tanggal 18 Desember 2019 , kelompok kami bersamaan pergi

dari kampus menuju Ibnu Sina. Setelah kami sampai, kami langsung menuju

ke UGD di lantai 1. Sampai di UGD, kami dipandu oleh …… dan diminta


duduk di kursi tunggu sambil menunggu giliran untuk masuk melaksanakan

PBE. Setelah tiba giliran kami, pertama – tama yang dilakukan adalah inform

consent, yaitu menjelaskan niat dan tujuan kami dan meminta kesediaan

pasien yang bersangkutan untuk sharing tentang bagaimana cara tayamum

dan sholat untuk orang sakit.

Dalam mencari pasien yang bersedia untuk tugas PBE ini kelompok

kami mengalami kesulitan. Ada beberapa faktor, diantaranya karena pasien-

pasien darurat yang ada di ruang UGD dan belum tentu pasien tersebut

langsung menyetujui untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Jadi,

selama beberapa hari kelompok kami mengunjungi Rumah Sakit Ibnu Sina

untuk mencari pasien. Hingga akhirnya semua anggota kelompok 1

mendapatkan pasien yang dalam keadaan stabil dengan kata lain

memungkinkan dan bersedia untuk ikut berpartisipasi.

Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafidzahullah menyebutkan

beberapa keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan

tayammum,

 Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar/dalam perjalanan

ataupun tidak.
 Terdapat air (dalam jumlah terbatas) bersamaan dengan adanya

kebutuhan lain yang memerlukan air tersebut semisal untuk minum

dan memasak.

 Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan

badan atau semakin lama sembuh dari sakit.

 Ketidakmapuan menggunakan air untuk berwudhu dikarenakan sakit

dan tidak mampu bergerak untuk mengambil air wudhu dan tidak

adanya orang yang mampu membantu untuk berwudhu bersamaan

dengan kekhawatiran habisnya waktu sholat.

 Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan tidak adanya yang

dapat menghangatkan air tersebut.

Media yang dapat digunakan untuk bertayammum adalah seluruh

permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang

berair, lembab ataupun kering. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu

‘alaihi was sallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu di

atas dan secara khusus,

ُ ‫ت األ َ ْر‬
‫ض‬ َ ‫ِلى َوأل ُ َّمتِى َمس ِْجدا ً َو‬
ِ َ‫ط ُهورا ً ُكلُّ َها ُج ِعل‬

“Dijadikan (permukaan) bumi seluruhnya bagiku (Nabi shollallahu ‘alaihi

was sallam) dan ummatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu yang

digunakan untuk bersuci”.


Tata cara tayamum yaitu:

Membaca niat tayamum:

Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali

pukulan kemudian meniupnya.

Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri

dan sebaliknya.

Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.

Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah dilakukan

sekali usapan saja.

Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai

pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tidak sampai siku seperti

pada saat wudhu.

Tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah,

demikian juga untuk hadats kecil.

Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.


Gambar praktik tayamum

Kami juga mengajarkan sholat pada pasien yang sakit, ada beberapa

cara sholat tergantung dengan kondisi pasien sendiri. Diantaranya:

1. Tata cara shalat orang yang tidak mampu berdiri

Orang yang tidak mampu berdiri, maka shalatnya sambil duduk. Dengan

ketentuan sebagai berikut:

 Yang paling utama adalah dengan cara duduk bersila. Namun jika

tidak memungkinkan, maka dengan cara duduk apapun yang mudah

untuk dilakukan.

 Duduk menghadap ke kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk

menghadap kiblat maka tidak mengapa.


 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat

dalam keadaan berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan

telinga dan setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.

 Cara rukuknya dengan membungkukkan badan sedikit, ini

merupakan bentuk imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua

telapak tangan di lutut.

 Cara sujudnya sama sebagaimana sujud biasa jika memungkinkan.

Jika tidak memungkinkan maka, dengan membungkukkan badannya

lebih banyak dari ketika rukuk.

 Cara tasyahud dengan meletakkan tangan di lutut dan melakukan

tasyahud seperti biasa.

2. Tata cara shalat orang yang tidak mampu duduk

Orang yang tidak mampu berdiri dan tidak mampu duduk, maka shalatnya

sambil berbaring. Shalat sambil berbaring ada dua macam:

a. ‘ala janbin (berbaring menyamping)

Ini yang lebih utama jika memungkinkan. Tata caranya:

 Berbaring menyamping ke kanan dan ke arah kiblat jika

memungkinkan. Jika tidak bisa menyamping ke kanan maka


menyamping ke kiri namun tetap ke arah kiblat. Jika tidak

memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak mengapa.

 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat

dalam keadaan berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan

telinga dan setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.

 Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan

bentuk imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan

diluruskan ke arah lutut.

 Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika

rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.

 Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari

telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat.

b. mustalqiyan (telentang)

Jika tidak mampu berbaring ‘ala janbin, maka mustalqiyan. Tata caranya:

 Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Yang utama,

kepala diangkat sedikit dengan ganjalan seperti bantal atau

semisalnya sehingga wajah menghadap kiblat. Jika tidak

memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak mengapa.


 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat

dalam keadaan berdiri. Yaitu tangan diangkat hingga sejajar dengan

telinga dan setelah itu tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri.

 Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan

bentuk imaa` sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan

diluruskan ke arah lutut.

 Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika

rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.

 Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari

telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat.

3. Tata cara shalat orang yang tidak mampu menggerakkan anggota

tubuhnya (lumpuh total)

Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya namun bisa

menggerakkan mata, maka shalatnya dengan gerakan mata. Karena ini

masih termasuk makna al-imaa`. Ia kedipkan matanya sedikit ketika takbir

dan rukuk, dan ia kedipkan banyak untuk sujud. Disertai dengan gerakan

lisan ketika membaca bacaan-bacaan shalat. Jika lisan tidak mampu

digerakkan, maka bacaan-bacaan shalat pun dibaca dalam hati.

Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya sama sekali

namun masih sadar, maka shalatnya dengan hatinya. Yaitu ia


membayangkan dalam hatinya gerakan-gerakan shalat yang ia kerjakan

disertai dengan gerakan lisan ketika membaca bacaan-bacaan shalat. Jika

lisan tidak mampu digerakkan, maka bacaan-bacaan shalat pun dibaca

dalam hati.

Pengalaman yang didapatkan saat menjelaskan tata cara sholat

maupun bersuci sangatlah beragam, ada yang menganggukkan kepala, ada

yang memberi pendapat dan adapula yang baru tahu mengenai tata cara

tayamum dan sholat saat keadaan sakit dengan benar. Antusias pasien dan

keluarga pasien patut diapresiasi dikarenakan keterbukaan mereka terhadap

kami.

Setelah selesai menyampaikan tata cara tayamum dan tata cara sholat

dalam keadaan sakit. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih banyak

kepada pasien dan keluarga pasien atas ketersediaan waktunya. Dan tidak

lupa pula kami do’akan untuk kesembuhan pasien tersebut.


Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai