Anda di halaman 1dari 32

FAKULTAS KEDOKTERAN `Makassar, 30 Maret 2019

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


BLOK KARDIOVASKULAR

LAPORAN TUTORIAL MODUL 2

BLOK KARDIOVASKULAR

“SKENARIO 2”

TUTOR: dr.Andi St. Fahirah Arsal

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 8 PBL

1. Muh. Ilhamsyah Dandung 11020170008 6. St. Fadiyah 11020170051

2. Fitri Alfiah Zahrah 11020170017 7. Nurul Muqarribah P. I. 11020170104

3. Muh. Nirwan Ruysdi 11020170039 8. Muh. Fatur Rahman 11020170109

4. Andi Azizah Nur Fadhillah S. 11020170030 9. Andi Novalika M. 11020170120

5. Muthi’ah Salsabila Thahira 11020170048 10. Muhammad Arief W. 11020170126

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya sehingga laporan hasil TUTORIAL modul 1 pada skenario “Sesak Napas”
dari kelompok 2 ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan
salam dan shalawat kepada Nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh
kepintaran.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa
TUTORIAL khususnya kepada beberapa tutor sekaligus pembimbing kami yang
telah membantu selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan
permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah
baik disengaja maupun tidak disengaja.

Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak
yang telah membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri.
Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca
mengenai Kardiovaskular.

Makassar, 30 Maret 2019

Kelompok 8
A. Skenario 2

Seorang perempuanberusia 45 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak napas


berat dirasakan sejak 3 hari terakhir. Sesak memberat bila pasien terlentang dan
lebih nyaman dengan posisi duduk. Keluhan makin berat bila pasien bergerak
ataupun beraktivitas, disertai bengkak pada kaki dan keluhan sering terbangun
tengah malam karena sesak. Sebelumnya pasien sudah sering kontrol di
Puskesmas tetapi berobat tidak teratur.

Pada pemeriksaan ditemukan adanya rhonki basah halus pada seluruh lapangan
paru. Nadi reguler dan tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 115x/menit, terdapat
bendungan vena leher +9 cmH2O pada posisi 450. Ictus cordis teraba di linea
axillaris anterior kiri/ruang interkostal V.

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan gambaran Rontgen dada menunjukkan


CTR 0,56 dan terlihat kerley B lines.

B. Kata sulit
1. Ictus cordis = Apeks Jantung
2. Kerley B lines = yang mencerminkan penebalan kompartemen interstitial
subpleural, biasanya sekitar 1 cm dan ketebalan 1 mm dan biasanya
ditemukan di pinggiran lobus bawah, berbatasan dengan pleura.
C. Kata/kalimat kunci
1. Perempuan 45 tahun
2. Sesak sejak 3 hari terakhir
3. Memberat saat terlentang, nyaman saat duduk
4. Makin berat saat beraktivitas
5. Bengkak pada kaki
6. Sering bangun tengah malam karena sesak
7. Ronkhi basah halus di seluruh lapang paru
8. TD: 160/90, nadi: 115x/menit, bendungan vena leher +9
9. Ictus cordis di linea axillaris teraba
10. Gambaran CTR 0,56, terlihat Kerley B Lines
A. Pertanyaan –pertanyaan penting
1. Apa yang dimaksud sesak? Apa yang membedakan sesak kardiogenik dan
non kardiogenik?
2. Bagaimana patomekanisme gejala terkait skenario?
3. Bagaimana hubungan gejala utama serta gejala penyerta terkait skenario?
4. Apa kaitan sesak dengan hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan?
5. Bagaimana hubungan hasil interpretasi kardiomegali dengan terjadinya
sesak?
6. Bagaimana langkah langkah diagnosis terkair skenario?
7. Bagaimana diagnosis banding dan penatalaksanaan pada skenario?
8. Bagaimana perspektif islam terkait skenario?

B. Jawaban
1. Definisi Dispnea (Sesak nafas)
Dispnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas
yang pendek dan penggunaaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan
pada penyakit kardiovaskuler, emboli paru, pernyakit paru interstisial atau
alveolat, gangguan dinding, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma),
dan kecemasan.1
Patomekanisme Sesak
Sesak napas atau dispnea adalah kesulitan atau ketidaknyamanan dalam bernapas
atau dengan kata lain pernapasan sadar yang abnormal, maka dyspnea merupakan
gejala umum dari penyakit jantung dan penyakit pernapasan. Sesak napas akibat
Kardiovaskuler paling menonjol pada aktivitas fisik (dyspnea on effort), gejala ini
berbeda dengan sesak napas pada respirasi yang tidak menonjol setelah
melakukan aktivitas dan dipengaruhi oleh cuaca dan alergen. Semakin parah
kelainan jantung yang mendasari, dispnea akan muncul pada aktivitas yang lebih
ringan dan akhirnya pada waktu istirahat. Keluhan lainnya yaitu pembengkakan

1
Price and Wilson, Sylvia. 2006. Patofisiologi dasar penyakit. Jakarta : EGC
pada bagian tungkai. Dyspnea karena penyakit jantung terjadi karena kongesti
vena pulmonalis. Adanya tekanan pada atrium kiri akan menimbulkan tekanan
vena pulmonalis, yang normalnya berkisar 5 mmHg. Jika meningkat, seperti pada
penyakit katup mitral dan aorta atau disfungsi ventrikel kiri, vena pulmonalis akan
teregang dan dinding bronkus terjepit dan mengalami edema, menyebakan batuk
iritaif non produktif dan mengi. Jika tekanan pulmonalis naik lebih lanjut dan
melebihi tekanan onkotik plasma (sekitar 25 mmHg), jaringan paru menjadi lebih
kaku karena edema interstisial (peningkatan kerja otot pernapasan untuk
mengembangkan paru dan timbul dispnea), transudat akan terkumpul dalam
alveoli yang mengakibatkan edema paru. Jika keadaan berlanjut, akan terjadi
produksi sputum yang berbuih, yang dapat berwarna kemerahan akibat pecahnya
pembuluh darah halus bronkus yang mebawa darah kedalam cairan edema.
Sedangkan dispneu karena respirasi terjadi karena pneumotoraks, emboli
pulmonal,pneumonia dan obstruksi jalan napas.
Untuk klasifikasi New York Heart Association (NYHA): merupakan klasifikasi
yang banyak digunakan untuk menentukan derajat disabilitas akibat dispneu
karena penyakit jantung:
1. NYHA kelas I : keluhan tidak timbul dengan aktivitas sehari-hari melainkan
saat aktivitas berat
2. NYHA kelas II : keluhan timbul saat aktivitas sehari-hari, terdapat sedikit
pembatasan aktivitas
3. NYHA kelas III: keluhan timbul saat aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas
sehari-hari
4. NYHA kelas IV: keluhan timbul saat istirahat dan aktivitas apapun.
Kadang-kadang sulit untuk membedakan sesak napas yang disebabkan karena
penyakit paru –paru atau jantung. Untuk itu diperlukan pemeriksaan fisis, pada
jantung terkadang didapatkan bunyi murmur, sedangkan pada respirasi vesikuler
dapat meningkat atau menurun dan pemeriksaan penunjang seperti EKG dan
ekokardiografi. Namun, Paroxysmal Nocturnal dyspnea atau orthopnea
merupakan gejala penyakit jantung, sedangkan wheezing merupakan gejala
penyakit paru-paru. Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai
mekanisme seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan
gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan
kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang
normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun
pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati
akan meningkat. Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka
pertukaran gas juga akan terganggu dan juga dapat menyebabkan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan terhadap
compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka
semakin besar gradien tekanan transmural yang harus dibentuk selama inspirasi
untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya
compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru
dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.2
Membedakan Dispnea Sistem Kardiovaskuler dengan Sistem Pernapasan
Jika pasien memiliki kedua tanda penyakit paru dan penyakit jantung,
pemeriksaan kardiopulmonal saat aktivitas harus dilakukan untuk menentukan
sistem mana yang bertanggung jawab terhadap terbatasnya aktivitas. Jika pada
puncak aktivitas, pasien mencapai ventilasi maksimal sesuai yang diprediksi,
memperiihatkan peningkatan ruarg rugi atau hipoksemia, atau mengalami
bronkospasme. sistem pernapasan ke-mungkinan penyebab masalah. Sebagai
alternatif, jika nadi >85% maksimum yang diprediksi, jika ambang anaerobik
terjadi dini, jika tekanan darah menjadi sangat tinggi atau menurun setama
olahraga jika denyut O2(konsumsi oksigen,: denyut nadi, indikasi stroke volume)
turun, atau jika terjadi perubahan iskemik pada elektrokardiogram, kelainan
sistem kardiovaskular mungkin penyebab rasa tidak nyaman bernapas.3

2
Rilantono, Lyli l. 2015. Penyakit Kardiovaskular . Jakarta: FK UI. Hal. 44-45
3
Loscalzo, Joseph. 2015. Harrison : Kardiologi dan Pembuluh Darah. Jakarta : EGC. Hal
41,49.173
2. Patomekanisme dari gejala terkait skenario
Sesak saat berbaring (orthopneu) :
Dispnea jantung akan memburuk dalam posisi berbaring terlentang (ortopnea).
Ortopnea adalah sesak yang terjadi pada posisi tidur datar dan membaik dengan
posisi duduk. Jumlah bantal yang digunakan saat tidur dapat menjadi indikator
adanya orthopnea. Pasien sering memerlukan 2 bantal atau lebih untuk dapat
mengurangi gejala sesak. Gejala seperti ini dapat ditemukan pada pasien gagal
jantung kiri atau penyakit katup mitral. Pada saat berbaring terlentang aliran balik
vena sistemik ke jantung kanan meningkat, menyebabkan aliran darah ke paru-
paru meningkat yang menyebabkan sesak. Namun, pasien dengan penyakit paru
obstruktif juga tidak dapat tidur dengan posisi datar. Sesak ini akan berkurang jika
duduk tegak atau berdiri. Sebab aliran balik vena sistemik ke jantung kanan
meningkat pada posisi setengah duduk (recumbent), terutama pada dini hari ketika
volume darah paling tinggi. Menyebabkan aliran darah paru meningkat dan
disertai pula peningkatan lebih lanjut tekanan vena pulmonalis. Tetapi jika
kontraksi ventrikel kanan sangat terganggu seperti pada kardiomiopati dilatasi
atau infark ventrikel kanan, ortopnea dapat berkurang karena jantung kanan tidak
dapat meningkatkan aliran darah paru sebagai respon terhadap peningkatan aliran
balik vena.
Sesak yang dapat membangunkan pasien pada dini hari (disertai keringat dan
ansietas, dispnea nokturnal paroksismal (Paroximal Nocturnal Dispnea), adalah
sesak yang terjadi secara tiba-tiba selama tidur. Umunya terjadi 2 hingga 4 jam
setelah tidur dan disertai dengan diaforesis, batuk, kadang-kadang wheezing.
Secara gradual akan berkurang (dalam 10-20 menit) setelah posisi duduk. PND
merupakan tanda klasik dari edema paru interstisiel dan seringkali disebabkan
oleh gagal jantung. Meskipun dispneu jantung dapat terjadi akut, umpamanya
akibat gagal ventrikel kiri pasca infark miokard akut, dispnea lebih sering
memiliki onset gradual dan bersifat kronis, memburuk dengan lambat selama
beberapa minggu atau bulan. Pada dispnea yang timbul mendadak harus
dipertimbangkan sebab sebab lain seperti pneumotoraks atau emboli paru2
Sesak saat aktivitas :
Pasien dengan gangguan jantung mengakibatkan penurunan kapasitas paru dan
volume paru sehingga terjadi peningkatan kerja pernapasan yang dikarenakan
kebutuhan oksigen lebih besar. Sistem pernafasan yang bekerja lebih berat untuk
mendapatkan suplai oksigen yang cukup ke seluruh tubuh mengakibatkan
disfungsi otot pernafasan yaitu penurunan kekuatan otot inspirasi. Disfungsi otot
pernafasan menyebabkan keterbatasan kapasitas latihan atau aktivitas yang
ditimbulkan karena munculnya gejala dispnea, dispnea dipengaruhi oleh persepsi
sistem motorik saraf pusat yang mengatur output inspirasi, sinyal ke saraf pusat
meningkat dengan adanya penurunan kekuatan otot pernapasan.4
Kaki bengkak (Edema)
Pada umumnya edema berarti pengumpulan cairan berlebihan pada sela-sela
jaringan atau rongga tubuh. Secara garis besar cairan edema ini dapat
dikelompokkan menjadi edema peradangan atau eksudat dan edema non radang
atau transudat. Sesuai dengan namanya eksudat timbul selama proses peradangan
dan mempunyai berat jenis besar (> 1,20). Cairan ini mengandung protein kadar
tinggi sedangkan transudat mempunyai berat jenis rendah (<1,15) dan
mengandung sedikit protein. Edema dapat bersifat setempat atau umum. Edema
yang bersifat umum dinamakan anasarka, yang menimbulkan pembengkakaan
berat jaringan bawah kulit. Edema yang terjadi pada rongga serosa tubuh diberi
nama sesuai dengan tempat yang bersangkutan. Secara umum edema nonradang
akan terjadi pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Peningkatan tekanan hidrostatik
2. Penurunan tekanan onkotik plasma
3. Obstruksi saluran limfe.
4. Peningkatan permeabilitas kapiler.

4
Chiappa, Gaspar R et al. 2008. Inspiratory MuscleTraining Improves Blood Flow to Resting and
Limbs in Patients With Chronic Heart Failure. Journal of the American College of Cardiology Vol.
51, No. 17.Published by Elsevier Inc.
Edema radang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler. Edema juga
dapat terjadi akibat gangguan pertukaran natrium/keseimbangan elektrolit. Edema
dapat timbul akibat tekanan koloid osmotik plasma yang menurun atau tekanan
hidrostatik kapiler yang meningkat.
Bengkak pada kaki terjadi berkaitan dengan mekanisme kompensasi jantung,
misalnya pada gagal jantung . Mekanisme ini adalah upaya untuk
mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan tubuh. Salah satunya untuk mempertahankan konsentrasi natrium yang
tetap, tubuh secara bersamaan menahan air. Penambahan air ini menyebabkan
bertambahnya volume darah dalam sirkulasi dan pada awalnya memperbaiki kerja
jantung. Otot yang teregang berkontraksi lebih kuat. Hal ini merupakan
mekanisme jantung yang utama untuk meningkatkan kinerjanya dalam gagal
jantung. Tetapi sejalan dengan memburuknya gagal jantung, retensi cairan terus
terjadi dan peningkatan volume darah menumpuk dalam sirkulasi vena,
meningkatkan tekanan vena, serta kelebihan cairan akan dilepaskan dari sirkulasi
dan berkumpul di berbagai bagian tubuh, menyebabkan pembengkakan (edema).
Lokasi penimbunan cairan ini tergantung kepada banyaknya cairan didalam tubuh
dan pengaruh gaya gravitasi. Jika penderita berdiri cairan akan berkumpul
ditungkai dan kaki.3
3. Hubungan gejala utama sesak dengan gejala penyerta :
Dispneu atau sesak adalah gejala utama dari kondisi gagal jantung. Curah jantung
yang rendah, kelainan otot rangka, dan komorbiditas non kardiak juga berperan
dalam menimbulkan sesak. Pada tahap awal gagal jantung, dispneu hanya muncul
pada saat aktivitas fisik namun dengan memberatnya penyakit, dispneu terjadi saat
melakukan aktivitas yang lebih ringan dan akhirnya dapat terjadi pada saat
istirahat. Mekanisme yang terjadi adalah akumulasi cairan intraalveolus yang
mengaktifkan reseptor J jukstakapiler yang kemudian merangsang pernapasan
yang cepat dan dangkal. Orthopneu atau sesak pada saat berbaring merupakan
manifestasi lanjut dibandingkan dispneu pada aktivitas fisik. Hal ini disebabkan
redistribusi cairan dari sirkulasi splanknik dan ekstremitas bawah ke sirkulasi
sentral selama berbaring, yang menyebabkan peningkatan tekanan kapiler
pulmonal yang dapat menyebabkan edema paru dan menimbulkan sesak. Dengan
kondisi gagal jantung yang lebih berat, retensi cairan terus terjadi, peningkatan
volume darah menumpuk dalam sirkulasi vena, meningkatkan tekanan vena dan
menyebabkan edema. Lokasi penimbunan cairan ini tergantung kepada banyaknya
cairan didalam tubuh dan pengaruh gaya gravitasi. Jika penderita berdiri cairan
akan berkumpul ditungkai dan kaki.3
4. Hubungan Hasil Pemeriksaan Fisik dan Gejala sesak
Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan Tekanan Darah 160/90 yang menandakan
bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi Hipertensi mengacu pada peningkatan
tekanan darah sistemik yang menaikkan resistensi terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri ke aorta. Akibatnya, beban kerja jantung bertambah. Sebagai
mekanisme kompensasinya, terjadilah hipertrofi ventrikel kiri untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi, lama-kelamaan terjadi dilatasi
atau payah jantung atau gagal jantung. Terjadi peningkatan kebutuhan oksigen
pada miokard akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung,
serta diperparah oleh aterosklerosis koroner yang menyebabkan infark miokard.
gagal jantung menurunkan curah jantung sehingga suplai darah menurun dan
terjadi hipoksia di jaringan. Sebagai mekanisme kompensasinya, denyut jantung
dipercepat. Akan tetapi, terjadi elevasi ventrikel kiri dan tekanan atrium yang
menuju ke peningkatan tekanan kapiler pulmonal yang menyebabkan edema paru.
Edema paru dapat berimbas pada terjadinya dispnea.1
Selain itu, denyut nadi 115x/menit yang menandakan takikardi. Denyut nadi
sendiri merupakan rambatan dari denyut jantung dan disebut dengan keadaan
takikardi. Keadaan takikardi ini merupakan kompensasi tubuh saat terjadi
penurunan suplai darah dan terjadi hipoksia di jaringan.1
Bunyi ronki basah (crackles atau rales) merupakan suara napas yang terputus-putus,
biasanya terdengar saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam
saluran napas. Ronki basah dibagi ronki basah halus dan kasar tergantung
besarnya bronkus yang terkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan
alveoli pada bronkiolus, sedangkan pada ronki basah yang lebih halus berasal dari
alveoli (krepitasi) akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi terjadi terutama
pada fibrosis paru. Sifat ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada infiltrasi
misalnya pneumonia) atau tidak nyaring ( misalnya pada edema paru).

Jika tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru meningkat melebihi tekanan


onkotik pembuluh darah maka akan terjadi transudasi cairan kedalam interstisial.
Apabila kecepatannya melebihi kecepatan drainase limfatik maka akan timbul
edema interstisial. Bila terjadi peningkatan tekanan lebih lanjut, cairan akan
merembes ke alveoli sehingga menimbulkan edema paru. Seperti klasifikasinya
ronki basah yaitu bunyi yang terdengar bila terdapat cairan di dalam bronkus atau
alveoli. 5

5. Hubungan hasil interpretasi kardiomegali dengan sesak

Rontgen dada masih menjadi pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan untuk
mengevaluasi pasien dengan gagal jantung.Temuan klasik pada rontgen dada yang
mengarahkan pada diagnosis edema paru akibat gagal jantung adalah pola
menyerupai kupu-kupu pada interstisial paru dan opasitas alveolar bilateral yang
menyebar dari perifer paru.Selain itu, garis Kerley B (garis lurus horizontal halus
yang memanjang dari permukaan pleura akibat penumpukan cairan di ruang
interstisial), peribronchial cuffing, serta peningkatan corakan vaskuler pada lobus
atas paru juga dapat ditemukan.Namun, pada kasus gagal jantung berat, hasil
pemeriksaan rontgen dada sangat mungkin terlihat normal walaupun pasien sangat
sesak yang mengisyaratkan bahwa nilai prediktif negative pemeriksaan ini sangat
rendah untuk dengan mudah menyingkirkan diagnosis gagal jantung. Rontgen
dada depan pada pasien dengan gambaran edema paru interstisial akibat gagal
jantung yang mencakup hilangnya batas pembuluh darah pulmoner besar,
munculnya garis septa lobus paru, penebalan septa interlobaris, dan kardiomegali
(kanan).6

5
Nurunnisa, Fithria. 2014. Perbedaan Efek Pemberian Efek Pemberian Preloades dan Ringer
Laktat Terhadap Hipotensi. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
6
Fachrunnisa. Universitas Riau,JOM Vol 2 No 2, Oktober 2015. Aliran Sistem Sirkulasi Manusia
Gambar 1.1 Rontgen dada depan

Foto toraks harus dilakukan segera pada semua pasien dengan sungkaan EPA
untuk mengavaluasi tanda-tanda edema paru serta menilai kondisi jantung baik
ukuran,benyuk serta tanda-tanda kongesti.Foto thoraks dapat menyingkirkan
different diagnosis juga dilakukan untuk evaluasi perkembangan respon
pengobatan . Foto toraks menunjakkan pasien dengan acute anterior miokardial
infark dan edema paru kardiogenik.Tampak pembesaran di ruang
peribronkovasikuler dan garis septal yang menonjol (kerley B Lines) .Bagian
perifer relatif tersebar .merupakan tanda umum yang ditemakan pada edema
kardiogenik.7

6. Langkah-langkah Diagnosis

Identitas pasien:

Nama: -

Jenis Kelamin : Seorang perempuan

Usia: 45 tahun

Alamat: -

Pekerjaan: -

Status perkawinan: -

7
Zainal Abidin.2017.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : FK UI Halaman 1156
Ø Keluhan utama dan keluhan pada sistem lain:

Sesak napas, dirasakan terutama saat aktivitas atau berbaring.

Tanyakan juga apakah ada batuk, keringat dingin, demam, nyeri dada, sakit
kepala, mual dan muntah?

Ø Riwayat pengobatan: -

Ø Riwayat kebiasaan : Tanyakan apakah pasien merokok, olahraga teratur,


makanan yang di konsumsi, minum alcohol, mengkonsumsi obat obatan lain?

Pemeriksaan Fisik

Ø Inspeksi:

Inspeksi secara umum apakah pasien anemis, ikterus, ada epistaksis atau tidak,
malaise, tremor, sianosis, bekas operassi, kelainan pada jari (clubbing) atau tanda-
tanda khas lain seperti janeway lesion atau splinter hemorhage. Perhtikan
jugawajah pasien, periksa konjungtiva, lidah dan mulut, xantelasma, malar flush.
Perhatikan dada pasien, inspeksi pericardium dan tentukan bentuk dada, jenis
pernapasannya, serta perhatikan apakah ada pulsasi yang abnormal. Kemudian
perhatikan juga apakah terdapat pektus eksavatum (Funnel Chest) berupa depresi
sternum, atau Barrel Chest yang mempunyai diameter antero-posterior besar.
Apakah precordium menonjol (vossure cardiaque) Penilaian tanda vital
didapatkan denyut jantung 115 kali permenit, pulsus deficit, irregular, tekanan
darah 160/90, JVP : +9 cm posisi 45 derajat.

Ø Auskultasi:

Daerah tempat auskultasi jantung adalah pada apex, dasar (bagian jantung antara
apex dan sternum) dan pada daerah aortic dan pulmonary di sebelah kiri dan
kanan sternum. Apabila mendengar suara yang abnormal, maka pindahkan
stethoscope sehingga suara tersebut terdengar dengan jelas. Pada scenario
terdengar adanya bunyi ronchi basah halus pada kedua paru dan didapatkan S3
gallop disertai mid sistolik murmur. Dengarkan juga bunyi jantung I, bunyi
jantung II, bunyi jantung III, dan bunyi jantung IV. Letakkan jari tangan pada
karotis, identifikasi dan dengarkan bunyi jantung pertama, kedua interval diantara
bunyi jantung pertama dan kedua (fase sistolik) dan bunyi jantung kedua dan
pertama (fase diastolic). Auskultasi seluruh precordium, empat daerh penting
mencerminkan bunyi dari empat katup.

Ø Palpasi

Palpasi precordium, untuk menentukan letak apex, passion berbarig terlentang.


Untuk memeriksa kualitas impuls, pasien miring ke kiri. Tentukan tekanan vena
jugularis

Ø Perkusi

Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang intercostl
III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut
perlu dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung. Untuk menentukan
batas kiri jantung lakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Batas jantung kiri
memanjang dari garis medioklavikularis di ruang intercostal III sampai V.
perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relative kita tetapkan
sebagai batas jantung kiri.

Pemeriksaan Penunjang

Ø Laboratorium:

 Kultur apusan tenggorok, dilakukan sebelum pemberian antibiotik.


 Pemeriksan darah, yang meliputi Rapid test antigen streptococcus, Tes
antibody antistreptococcus, LED dan CRP.
 Radiologi : Foto rontgen toraks
 Elektrokardiografi
 Ekokardiografi
 Katerisasi jantung8
7. Diagnosis Banding dan Tatalaksana
A. Gagal Jantung Kiri
1. Definisi
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri
menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan volume
akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat.
2. Etiologi
Penyebab tersering terjadinya gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik,
penyakit katup mitral atau aorta,, penyakit jantung iskemik, dan penyakit
miokardium primer.
3. Patomekanisme

Atrium kiri kerjanya yaitu mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolic dan terjadi
kenaikan rata-rata dalam atrium kiri selanjutnya hambatan aliran masuknya darah
dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan
terjadi juga dalam paru kemudian terjadinya edema paru dengan segala keluhan
dan tanda-tanda akibat tekanan dalam sirkulasi yang meninggi.

4. Manifestasi Klinis

Gejala yang dapat ditimbulkan yaitu:

a. Dispneu
b. Orthopneu
c. Batuk dan sensasi tercekik
d. Kelelahan otot
e. Gelisah dan cemas

8
Skill Lab. 2019. System Kardiovaskuler Fakultas Fedokteran Universitas Indonesia. Makassar
f. Pembesaran jantung
g. Takikardi
h. Ronki halus di basal paru

5. Diagnosis

Akibat bendungan di berbagai organ dan low output pada penderita gagal jantung
kongestif hampir selalu di temukan:

a. Gejala paru berupa: dyspnea, orthopnea, dan paroxysmal noctural dsypnea.


Selain itu bbatuk-batuk non produktif yang timbul pada waktu berbaring
b. Gejala dan tanda sistemik: lemah, cepat capek, oliguri, nokturi, mual, muntah,
desakan vena sentralis meningkat, takikardi, pulse pressure sempit, asister,
hepatomegali dan edema perifer.
c. Gejala susunan saraf pusat berupa : insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.

Pemeriksaan penunjang

a. Radiography thoraks: seringkali menunjukan kardiomegali bila gagal jantung


sudah kronis
b. EKG: memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien,
termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertofi LV, gangguan konduksi,
aritmia
d. Echocardiography: harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis
gagal jantung.
e. Tes Darah: direkomendasikan untuk menyingkirkan aritmia dan menilai
fungsi ginjal sebelum terapi dimulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan
gagal jantung sehingga fungsi tiroid harus diperiksa.
f. Katerisasi jantung
g. Tes latihan fisik : untuk menilai adanaya iskemia miokard dan pada beberapa
kasus untuk mengukur VO2 max.9

9
6. Tatalaksana

1. Terapi farmakologik

a. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)


Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala
volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal,
menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk
mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan
afterload agar tekanan darah menurun
b. Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat
c. Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
d. Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi
e. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah
vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena.
f. Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi
aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air.
Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg
menyebabkan peningkatan curah jantung.

2. Terapi non-farmakologik

Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti:


diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi
stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.
3. Tindakan dan pembedahan:

a. Revaskularisasi (intervensi kateter dan pembedahan)

b. Perbaikan katup

c. Pacu jantung biventrikel

d. Transplantasi jantung10

B. Edema Paru Kardiogenik

1. Definisi

Edema paru kardiogenik akut merupakan penyakit yang sering terjadi, merugikan
dan mematikan dengan tingkat kematian 10-20 %. Edema paru kardiogenik atau
edema volume overload terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam
kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru biasanya disebabkan oleh
meningkatnya tekanan di vena pulmonalis yang terjadi akibat meningkatnya
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Gambaran klinis
edema paru kardiogenik yaitu adanya sesak napas tiba-tiba yang dihubungkan
dengan riwayat nyeri dada dan adanya riwayat sakit jantung. Edema paru
kardiogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang perlu penanganan medis
secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis.

Klasifikasi Edema Paru

Edema paru dapat diklasifikasikan sebagai edema paru kardiogenik dan edema
paru non-kardiogenik. Edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler paru yang dapat terjadi akibat perfusi berlebihan baik
dari infus darah maupun produk darah dan cairan lainnya, sedangkan edema paru

10
Gray, H.H., et al. 2002. Lecture notes on cardiology. Diterjemahkan oleh Prof Dr.H. Anwar
Agoes, DAFK, Sp. FK dan dr. Asri Dwi Rachmawati, Erlangga : Jakarta
non-kardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler paru antara
lain pada pasca transplantasi paru dan reekspansi edema paru, termasuk cedera
iskemia reperfusi dimediasi.

2. Etiologi

Edema paru biasanya diakibatkan oleh peningkatan tekanan pembuluh kapiler


paru dan permeabilitas kapiler alveolar. Edema paru akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru sering disebut acute respiratory distress syndrome
(ARDS). Pada keadaan normal terdapat kese-imbangan tekanan onkotik (osmotik)
dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan hidrostatik yang
meningkat pada gagal jantung menyebabkan edema paru, sedangkan pada gagal
ginjal terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume overload dan diikuti edema
paru. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau malnutrisi menyebabkan
tekanan onkotik menurun sehingga terjadi edema paru. Pada tahap awal edema
paru terdapat peningkatan kandungan cairan di jaringan interstisial antara kapiler
dan alveoli. Pada edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru perlu
dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam kemudian yang berasal
dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan
beragregasi dan melekat pada sel endotel yang kemudian menyebabkan pelepasan
berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam arakidonat,
kinin, dan histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam
keadaan atau penyakit dengan hasil akhir kerusakan endotel yang berakibat
peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan
eksudat yang kaya protein dan banyak mengandung neutrofil dan sel-sel inflamasi
sehingga terbentuk membran hialin. Karakteristik edema paru akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru ialah tidak adanya peningkatan tekanan pulmonal
(hipertensi pulmonal)

3. Patomekanisme
Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi aliran yang kontinyu dari cairan dan
protein intravaskular ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah
melalui saluran limf yangn memenuhi hukum Starling Q = K (Pc-Pt) - d (c-t).

Edema paru terjadi bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih
banyak daripada yang bisa dikeluarkan yang berakibat alveoli penuh terisi cairan
sehingga tidak memungkinkan terjadinya pertukaran gas.4-7 Faktor-faktor
penentu yang berperan disini yaitu perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik
dalam lumen kapiler dan interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air,
larutan, dan molekul besar seperti protein plasma. Adanya ketidakseimbangan dari
satu atau lebih dari faktor-faktor diatas akan menimbulkan terjadinya edema paru.

Pada edema paru kardiogenik (volume overload edema) terjadinya peningkatan


tekanan hidrostatik dalam kapiler paru menyebabkan peningkatan filtrasi cairan
transvaskular. Bila tekanan interstisial paru lebih besar daripada tekanan
intrapleural maka cairan bergerak menuju pleura viseral yang menyebabkan efusi
pleura. Bila permeabilitas kapiler endotel tetap normal, maka cairan edema yang
meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein rendah. Peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler paru biasanya disebabkan oleh meningkatnya tekanan di vena
pulmonalis yang terjadi akibat meningkatnya tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
dan tekanan atrium kiri (>25 mmHg). Dalam keadaan normal tekanan kapiler paru
berkisar 8-12 mmHg dan tekanan osmotik koloid plasma 28 mmHg.
Terdapat tiga tingkatan fisiologi dari akumulasi cairan pada edema paru
kardiogenik:
Tingkat 1: Cairan dan koloid berpindah dari kapiler paru ke interstisial paru tetapi
terdapat peningkatan cairan yang keluar dari aliran limfatik.

Tingkat 2: Kemampuan pompa sistem limfatik telah terlampaui sehingga cairan


dan koloid mulai terakumulasi pada ruang interstisial sekitar bronkioli, arteriol,
dan venula.

Tingkat 3: Peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema alveoli.


Pada tahap ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas.
4. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis edema paru yaitu dari anamnesis ditemukan adanya sesak napas
yang bersifat tiba-tiba yang dihubungkan dengan riwayat nyeri dada dan riwayat
sakit jantung. Perkembangan edema paru bisa berangsur-angsur atau tiba-tiba
seperti pada kasus edema paru akut. Selain itu, sputum dalam jumlah banyak,
berbusa dan berwarna merah jambu. Gejala-gejala umum lain yang mungkin
ditemukan ialah: mudah lelah, lebih cepat merasa sesak napas dengan aktivitas
yang biasa (dyspnea on exertion), napas cepat (takipnea), pening, atau kelemahan.
Tingkat oksigenasi darah yang rendah (hipoksia) mungkin terdeteksi pada pasien
dengan edema paru. Pada auskultasi dapat didengar suara-suara paru yang
abnormal, seperti ronki atau crakles.

5. Diagnosis

Edema paru yaitu dari anamnesis ditemukan adanya sesak napas yang bersifat
tiba-tiba yang dihubungkan dengan riwayat nyeri dada dan riwayat sakit jantung.
Perkembangan edema paru bisa berangsur-angsur atau tiba-tiba seperti pada kasus
edema paru akut. Selain itu, sputum dalam jumlah banyak, berbusa dan berwarna
merah jambu. Gejala-gejala umum lain yang mungkin ditemukan ialah: mudah
lelah, lebih cepat merasa sesak napas dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on
exertion), napas cepat (takipnea), pening, atau kelemahan. Tingkat oksigenasi
darah yang rendah (hipoksia) mungkin terdeteksi pada pasien dengan edema paru.
Pada auskultasi dapat didengar suara-suara paru yang abnormal, seperti ronki atau
crakles.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, yaitu:

1) Pemeriksaan foto toraks menunjukkan kardiomegali (pada pasien dengan


CHF) dan adanya edema alveolar disertai efusi pleura dan infiltrasi bilateral
dengan pola butterfly, gambaran vaskular paru dan hilus yang berkabut serta
adanya garis-garis Kerley b di interlobularis. Gambaran lain yang berhubungan
dengan penyakit jantung berupa pembesaran ventrikel kiri sering dijumpai. Efusi
pleura unilateral juga sering dijumpai dan berhubungan dengan gagal jantung kiri.
2) EKG menunjukan gangguan pada jantung seperti pembesaran atrium kiri,
pembesaran ventrikel kiri, aritmia, miokard iskemik maupun infark.
3) Ekokardiografi dilakukan untuk mengetahui apakah ada penurunan fungsi
dari ventrikel kiri dan adanya kelainan katup-katup jantung.
4) Pemeriksaan laboratorium enzim jantung perlu dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis infark miokard. Peningkatan kadar brain natriuretic peptide
(BNP) di dalam darah sebagai respon terhadap peningkatan tekanan di ventikel;
kadar BNP >500 pg/ml dapat membantu menegakkan diagnosis edema paru
kardiogenik.
5) Analisis gas darah (AGDA) dapat memperlihatkan penurunan PO2 dan
PCO2 pada keadaan awal tetapi pada perkembangan penyakit selanjutnya PO2
semakin menurun sedangkan PCO2 meningkat. Pada kasus yang berat biasanya
dijumpai hiperkapnia dan asidosis respiratorik.

6) Kateterisasi jantung kanan: Pengukuran P pw (pulmonary capillary wedge


pressure) melalui kateterisasi jantung kanan merupakan standard baku untuk
pasien edema paru kardiogenik yaitu berkisar 25-35 mmHg sedangkan pada

pasien ARDS P pw 0-18 mmHg.


7) Kadar protein cairan edema: Pengukuran rasio konsentrasi protein cairan
edema dibandingkan protein plasma dapat Pada edema paru kardiogenik,
konsentrasi protein cairan edema relatif rendah dibanding plasma (rasio <0,6).
Pada edema paru non- kardiogenik konsentrasi protein cairan edema relatif lebih
tinggi (rasio >0,7) karena sawar mikrovaskular berkurang.

6. Tatalaksana

Edema paru kardiogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang perlu
penanganan secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis. Penatalaksanaan
utama meliputi pengobatan suportif yang ditujukan terutama untuk
mempertahankan fungsi paru (seperti pertukaran gas, perfusi organ), sedangkan
penyebab utama juga harus diselidiki dan diobati sesegera mungkin bila
memungkinkan.

Prinsip penatalaksanaan meliputi pemberian oksigen yang adekuat, restriksi


cairan, dan mempertahankan fungsi kardiovaskular. Pertimbangan awal ialah
dengan evaluasi klinis, EKG, foto toraks, dan AGDA.11

C. Cor Pulmonal
1. Definisi

Cor pulmonale adalah perubahan struktur atau fungsi ventrikel kanan yang
disebabkan oleh hipertensi paru yang disebabkan oleh penyakit yang
mempengaruhi paru-paru atau pembuluh darahnya. Penyakit jantung sisi kanan
dari penyakit primer sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak
dipertimbangkan.

Sebagian besar kondisi yang menyebabkan cor pulmonale kronis dan progresif
lambat, pasien juga dapat datang dengan gejala akut dan mengancam jiwa.
Dekompensasi mendadak seperti itu terjadi ketika ventrikel kanan tidak mampu
mengimbangi pengenaan tuntutan tambahan mendadak, yang dihasilkan baik dari
perkembangan penyakit yang mendasarinya atau proses akut yang dilapiskan.

2. Etiologi

Cor pulmonale adalah keadaan disfungsi kardiopulmoner yang mungkin timbul


dari beberapa etiologi dan mekanisme patofisiologis yang berbeda :

- Vasokonstriksi paru (sekunder akibat hipoksia alveolar atau asidosis darah).


- Pengurangan anatomi tempat tidur vaskular paru (emfisema, emboli paru,
dll.)
- Peningkatan kekentalan darah (polisitemia, penyakit sel sabit, dll.)
- Peningkatan aliran darah paru.

11
Starry H. Edema Paru Kardiogenik Akut. Rampengan. Bagian Ilmu Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Penyebab paling umum dari cor pulmonale adalah penyakit paru obstruktif kronik
(COPD) karena bronkitis kronis atau emfisema. Pada pasien dengan COPD, suatu
peningkatan insiden keterlibatan ventrikel kanan dapat berkorelasi dengan
peningkatan keparahan disfungsi paru. Sebagai contoh, hipertrofi ventrikel kanan
hadir pada 40 persen pasien dengan FEV1 <1,0 L dan pada 70 persen pasien
dengan FEV1 <0,6 L1. Namun, kehadiran hipoksemia, hiperkapnia, dan
polisitemia juga secara independen memprediksi perkembangan hipertrofi
ventrikel kanan pada PPOK, meskipun tidak sekuat mekanisme paru abnormal.

Penyebab utama cor pulmonale.

• Penyakit paru-paru
Penyakit paru obstruktif kronis
Fibrosis kistik
Penyakit paru interstitial
• Gangguan sirkulasi paru
Tromboemboli paru.
Hipertensi paru primer.
Emboli tumor
Anemia sel sabit
Schistosomiasis
Penyakit veno-oklusif paru
• Penyakit neuromuskuler
Sklerosis lateral amyotrofik
Myasthenia gravis
Poliomyelitis
Sindrom Guillain-Barre
Lesi medula spinalis
Paralisis diafragma bilateral
• Kelainan bentuk sangkar toraks
Kyphoscoliosis
• Gangguan pada kontrol ventilasiHipoventilasi sentral primer
Sindrom apnea tidur
3. Patomekanisme

Pada kelainan dimana terjadi penurunan vascular bed paru, hipoksia, dan
hiperkapneaatau asidosis respirtorik. Hipoksia dapat mengakibatkan penyempitan
pembuluh darah arteri paru, demikian juga asidosis respiratorik. Disamping itu,
hipoksia akan menimbulkan polisitemia sehingga visikositas darah akan
meningkat. Visikositas darah yang meningkat ini pada akhirnya juga akan
meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru. Jadi, adanya penurunan
vaskuler bed, hipoksia dan hiperkapnea akan mengakibatkan tekanan darah (arteri
pulmonal), hal ini disebut dengan hipertensi pulmonal. Adanya hipertensi
pulmonal menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kanan, sehingga ventrikel
kanan melakukan kompensasi berupa hipretrofi dan dilatasi. Keadaan ini yang
disebut dengan Cor Pulmonal. Jika mekanisme kompensasi ini gagal maka
terjadilah gagal jantung kanan.12

4. Manifestasi Klinis

Deteksi dan penilaian klinis cor pulmonale sulit dilakukan karena tanda dan gejala
yang halus dan sering tidak spesifik. Perkembangan edema perifer pada COPD
tidak selalu merupakan penanda hipertensi paru yang andal.

Gejala:
Namun, ada gejala yang secara langsung berhubungan dengan hipertensi paru,
termasuk dispnea saat aktivitas, kelelahan, kelesuan, nyeri dada, dan sinkop
dengan aktivitas.
a. Kelelahan, kelesuan, dan sinkop aktivitas menunjukkan ketidakmampuan
untuk meningkatkan curah jantung selama stres karena obstruksi pembuluh
darah di arteriol paru.

12
Harun S, Ika PW. Kor pulmonal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid II. Jakarta: FKUI; 2009.h.
1842-4.
b. Angina aktivitas yang khas dapat terjadi. Mekanisme dimana angina terjadi
tidak jelas, karena kedua peregangan arteri pulmonalis dan iskemia ventrikel
kanan telah diusulkan. Pentingnya iskemia ventrikel kanan yang diinduksi
oleh hipoksemia selama aktivitas disarankan dalam laporan kasus di mana
angina dikaitkan dengan perubahan elektrokardiografi dari strain ventrikel
kanan dan lega dengan terapi oksigen jangka panjang.
c. Edema terjadi terutama pada pasien dengan hiperkapnia, menunjukkan bahwa
PCO2 yang tinggi daripada disfungsi jantung mungkin bertanggung jawab
untuk retensi natrium dalam cor pulmonale.
Gejala yang kurang umum terkait dengan hipertensi arteri pulmonal: batuk,
hemoptisis, suara serak (kompresi saraf laring berulang kiri oleh arteri pulmonalis
utama melebar).
Gagal ventrikel kanan berat yang menyebabkan kongesti hati pasif dapat
menyebabkan keluhan seperti anoreksia dan ketidaknyamanan kuadran kanan
atas.
5. Diagnosis
Karena tidak spesifiknya gejala dan tanda, evaluasi tambahan mungkin
bermanfaat, termasuk teknik-teknik berikut:
Radiografi dada
- Elektrokardiografi
- Ekokardiografi dua dimensi dan Doppler (yang dapat memberikan pengukuran
tidak langsung tekanan arteri pulmoner saat regurgitasi trikuspid hadir)
- Tes fungsi paru
- Ventrikulografi radionuklida
- Pencitraan resonansi magnetik
- Kateterisasi jantung kanan
- Biopsi paru-paru
- Radiografi thoraks: Rontgen toraks khas pada hipertensi arteri pulmonal
menunjukkan pembesaran arteri pulmonalis sentral. Pada 95% pasien dengan
PPOK dan hipertensi paru, diameter cabang turun dari arteri pulmonalis kanan
lebarnya lebih dari 20 mm. Pembuluh perifer dilemahkan, mengarah ke bidang
paru oligaemic.
Temuan fisik: Harus mendeteksi temuan karakteristik hipertensi paru dan
hipertrofi ventrikel kanan, kadang-kadang disertai dengan kegagalan ventrikel
kanan.
• Temuan fisik awal hipertensi arteri pulmonal adalah peningkatan intensitas
komponen pulmonic dari bunyi jantung kedua, bahkan mungkin dapat diraba.
Bunyi jantung kedua juga dapat terbelah secara sempit, perubahan yang tidak
akan terjadi jika depolarisasi ventrikel kanan tertunda karena blok cabang bundel
kanan bersamaan. Auskultasi jantung dapat mengungkapkan murmur ejeksi
sistolik, pada penyakit yang lebih parah, murmur regurgitasi paru diastolik.
• Hipertrofi ventrikel kanan ditandai oleh gelombang A yang menonjol pada
denyut nadi vena jugularis, yang berhubungan dengan bunyi jantung keempat sisi
kanan dan baik parasternal heave atau dorongan sub-xiphoid ke bawah.
• Gagal ventrikel kanan menyebabkan hipertensi vena sistemik. Ini dapat
menghasilkan berbagai temuan, seperti tekanan vena jugularis tinggi dengan
gelombang V yang menonjol, bunyi jantung ketiga ventrikel kanan, dan murmur
regurgitasi trikuspid bernada tinggi.
Murmur dan gallop sisi kanan ditambah dengan inspirasi, tetapi dapat dikaburkan,
tergantung pada etiologi hipertensi. Pada emfisema berat, peningkatan diameter
antero-posterior (AP) dada membuat auskultasi sulit dan mengubah posisi impuls
ventrikel kanan.
Meskipun asites jarang terjadi, bahkan pada cor pulmonale yang parah, perubahan
ekstra jantung yang mungkin terlihat termasuk hepatomegali, hati yang berdenyut
(jika regurgitasi trikuspid terjadi). menonjol), dan edema perifer, yang dapat
berkembang atau diperburuk selama terapi steroid.

6. Tatalaksana

Manajemen medis pasien dengan cor pulmonale telah berpusat pada upaya untuk
meningkatkan oksigenasi (dengan pasien hipoksemia) atau kontraktilitas ventrikel
kanan, serta upaya untuk mengurangi resistensi pembuluh darah paru dan
vasokonstriksi (terutama melalui vasodilator).

Terapi oksigen: Terapi oksigen jangka panjang meningkatkan kelangsungan


hidup pasien hipoksemia dengan COPD

Diuretik :Jika volume pengisian ventrikel kanan benar peningkatan, terapi diuretik
dapat meningkatkan fungsi ventrikel kanan dan kiri (efek yang terakhir dicapai
saat pengisian diastolik ventrikel kiri ditingkatkan melalui pengurangan dilatasi
ventrikel kanan). Sebagai hasilnya, terapi diuretik dapat meningkatkan kinerja
kardiovaskular pada beberapa pasien dengan volume berlebihan dari ventrikel
kanan.

Vasodilator: Beberapa agen vasodilator (termasuk hidralazin, nitrat, nifedipin,


verapamil, dan inhibitor ACE) telah digunakan dalam upaya untuk memperbaiki
hipertensi paru.

Siswanto, Budi bambang.dkk. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Edisi


pertama. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
Nirmalasari, Novita. Deep Breathing Exercise Dan Active Range Of Motion
Efektif Menurunkan Dyspnea Pada Pasien Congestive Heart Failure.2017.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
8. Perspektif Islam terkait skenario
Mungkin penting untuk diketahui disini, bahwa kata "heart" dalam dunia
kedokteran berarti jantung, bukan hati. Adapun "hati" dalam kedokteran adalah
liver. Karena itu kata qalb dalam bahasa Arab, diterjemahkan oleh penulis paper
tersebut menjadi "heart", yang dalam bahasa Indonesia berarti jantung.
Mengenai sistem jantung, darah dan sirkulasinya, terdapat sebuah ayat Al Quran
yang menyatakan bahwa
ْ‫سانَْ َخلَقنَا َولَقَد‬ َ ‫اْلن‬ ِ ْ‫س َما َونَعلَم‬ ْ ‫ل ِمنْ إِلَي ِْه أَق َربْ َونَحنْ ْۖ نَفسهْ بِ ِْه ت َوس ِو‬
ِْ ‫ان يَتَلَقَّى إِذْ ال َو ِري ِدْ َحب‬
ِْ َ‫ن المتَلَ ِ ِّقي‬
ِْ ‫َع‬
ِْ ‫ن اليَ ِم‬
‫ين‬ ِْ ‫ل َو َع‬
ِْ ‫ش َما‬ ْ َّ ‫َعتِيدْ َرقِيبْ لَدَي ِْه ِإ‬
ِّ ِ ‫ّل قَولْ ِمن يَل ِفظْ َّما َق ِعيدْ ال‬
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya"
(Qaaf 16).
Ini menunjukkan relasi antara Allah SWT dengan hamba-Nya, sekaligus
mengisyaratkan pentingnya pembuluh darah di leher dan hubungannya dengan
jantung.

Hadist Rasulullah :
ْ‫اص ِْم َعن‬ ِْ ‫ أَبِي ب‬،ِ‫عنْ النَّجود‬
ِ ‫ن َع‬ َ ‫ أَبِي‬،‫صا ِلح‬ َ ‫ أَبِي‬،َ‫ل ه َري َرة‬
َ ْ‫عن‬ َْ ‫قَا‬: ” ْ‫ َولَهْ َم ِلكْ القَلب‬،‫ح فَإِذَا جنود‬
َْ ‫صل‬
َ ْ‫ال َم ِلك‬
ْ‫صل َحت‬َ ،‫س ْدَ َو ِإذَا جنوده‬
َ َ‫ك ف‬
ْ ‫سدَتْ ال َم ِل‬ َ َ‫ ف‬،‫َانْ جنوده‬ ِ ‫ األذن‬،‫َان قَمع‬ ِْ ‫ َوال َعين‬،‫سانْ َمسلَ َحة‬ َ ‫ َوال ِِّل‬،‫ان ت َرج َمان‬ ِْ َ‫َواليَد‬
،‫ان‬
ِ ‫الن َجنَا َح‬
ِْ ‫الرج‬
ِّ ِ ‫ َو‬،‫ان‬ ِّ ِ ‫َان َو‬
ِ َ‫ َوال َك ِبدْ َب ِريد‬،‫الط َحالْ َرح َمة‬ ِّ ِ ‫ َو‬،‫ح فَإِذَا نَفَس‬
ِْ ‫ َوالكل َيت‬،ْ‫الرئ َةْ َمكر‬ َْ ‫صل‬
َ ْ‫صل َحتْ ال َم ِلك‬ َ
،‫س ْدَ َوإِذَا جنوده‬
َ َ‫سدَتْ ال َم ِلكْ ف‬
َ َ‫ برقم راشد بن لمعمر الجامع (“ جنودهْ ف‬985.)
Jantung adalah komando kehidupan yang mengarahkan dan membuat rencana.
Anggota tubuh yang lain termasuk otak adalah pelaksana apa yang diinginkan
oleh jantung. “Dari Abu Hurairah, berkata: “Jantung adalah raja dan ia memiliki
prajurit. Bila raja baik, maka semua prajuritnya akan baik, dan bila raja rusak
maka prajuritnya akan rusak. Dua telinga mendengar, dua mata dipersenjantai
pandangan, lidah berbicara, dua tangan menjadi sayap, dua kaki adalah perantara,
hati adalah rahmat, limpa dan ginjal mengatur, paru-paru adalah nafas. Apabila
raja baik, prajuritnya akan baik, dan apabila raja rusak maka prajuritnya akan
rusak.” (Al-Jami’ li Mu’ammar ibn Rasyid, no. 985).
Tafsir Quran Al-Baqarah, 2/10 : Pada jantung mereka ada penyakit.
‫( َيكذِبونَْ كَانوا ِب َما أ َ ِليمْ َعذَابْ َولَهمْ ْۖ َم َرضًا اللَّـهْ فَزَ ادَهمْ َّم َرضْ قلو ِب ِهم ِفي‬8)
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambahkan kepada penyakit; dan
bagi mereka siksa yang pedih, karena mereka sudah berbohong. (Q.S. Al-Baqarah,
2/10)
Ada perbedaan yang mendasar antara psikologi Barat dengan psikologi Islam.
Barat dalam mempelajari kejiwaan manusia adalah bertolak dari gejala-gejala jiwa
yang dikendalikan oleh otak. Bagi Barat, otak adalah sentral dari segala kegiatan
manusia, apa bila otak itu rusak maka rusaklah segala sesuatu yang dilakukan oleh
menusia. Berbeda dengan Islam, komando tingkah laku manusia itu dikendalikan
oleh jantung. Hal ini adalah dengan merujuk kepada Hadits Nu’man ibn Basyir ,
Rasulullah SAW bersabda: “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal
daging, bila segumpal daging itu baik maka semua tubuh akan baik, dan bila
rusak, maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah, bahwa daging itu adalah
jantung..” (H.R. Bukhari, no. 50, 1/90; Shahih Muslim, no. 2996, 8/290).
Komando dalam arti bahwa segala sesuatu yang akan dilakukan oleh seseorang,
apakah perbuatan itu baik atau tidak, berguna untuk kepentingan pribadi, keluarga
dan masyarakat atau tidak, diputuskan oleh kinerja jantung. Otak dan segala indra
yang dimiliki oleh seseorang, mulai dari pendengaran, penglihatan, penciuman,
kulit dan lidah tunduk di bawah perintah jantung. Al-Quran menunjuk dengan
cara yang sangat lugas kepada penyakit jantung, dan menyebutkan dengan kalimat
yang sama sebanyak sebelas kali. Penyakit jantung yang disebut dalam sebelas
ayat itu lebih bersifat kiasan dari pada penyakit yang sesungguhnya terjadi. Ibn al-
Qayyim al-Jouzi mendefenisikan bahwa penyakit jantung yang disebut oleh Al-
Quran adalah bahwa jantung itu tidak mampu mengenal dan mencintai Allah, tak
mampu menumbuhkan rindu untuk bertemu dan bertaubat kepada-Nya,
sebaliknya malah dikuasai oleh hawa-nafsu.

Q.S Al-Haqqah : 45-46

ِ َ‫ََل َ َخ ْذن‬
َِ ‫اَم ْنهَُ ِبٱ ْليَ ِم‬
(٤٥)‫ين‬

Sudah tentu Kami akan menyentapnya, dengan kekuasaan Kami (45)

ِ َ‫ثُمََلَقَ َط ْعن‬
(٤٦)ََ‫اَم ْنهَُٱ ْل َو ِتين‬

Kemudian sudah tentu Kami akan memutuskan tali jantungnya (supaya ia mati
dengan serta-merta) (46)

Maksud dari ayat tersebut ialah jika Rasulullah SAW berdusta terhadap Allah
maka sanksi yang akan diberikan ialah pemotongan pembuluh darah yang keluar
dari jantungnya (aorta) sehingga kematian adalah hasil akhirnya.
Aorta memiliki aliran darah yang cepat karena tekanannya langsung berasal dari
kontraksi jantung, selain itu volume darahnya masih sangat banyak (hanya punya
1 percabangan kecil yaitu koroner) oleh karena itu ketika aorta dipotong maka
konsekuensinya ialah akan terjadi pendarahan yang sangat hebat lalu syok dan
dengan mudahnya dapat menimbulkan kematian.

Ayat ini menjelaskan bahwa:

1. Darah dipandang sebagai suatu “kendaraan” untuk hidup


2. Arteri yang langsung berasal dari jantung (aorta) penting untuk
mempertahankan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

1. Price and Wilson, Sylvia. 2006. Patofisiologi dasar penyakit. Jakarta : EGC
2. Rilantono, Lyli l. 2015. Penyakit Kardiovaskular . Jakarta: FK UI. Hal. 44-45
3. Loscalzo, Joseph. 2015. Harrison : Kardiologi dan Pembuluh Darah. Jakarta :
EGC. Hal 41,49.173
4. Chiappa, Gaspar R et al. 2008. Inspiratory MuscleTraining Improves Blood
Flow to Resting and Limbs in Patients With Chronic Heart Failure. Journal of
the American College of Cardiology Vol. 51, No. 17.Published by Elsevier
Inc.
5. Nurunnisa, Fithria. 2014. Perbedaan Efek Pemberian Efek Pemberian
Preloades dan Ringer Laktat Terhadap Hipotensi. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran.
6. Fachrunnisa. Universitas Riau,JOM Vol 2 No 2, Oktober 2015. Aliran Sistem
Sirkulasi Manusia
7. Zainal Abidin.2017.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : FK UI Halaman 1156.
8. Skill Lab. 2019. System Kardiovaskuler Fakultas Fedokteran Universitas
Indonesia. Makassar
9. Gray, H.H., et al. 2002. Lecture notes on cardiology. Diterjemahkan oleh Prof
Dr.H. Anwar Agoes, DAFK, Sp. FK dan dr. Asri Dwi Rachmawati, Erlangga
: Jakarta
10. Starry H. Edema Paru Kardiogenik Akut. Rampengan. Bagian Ilmu Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado
11. Harun S, Ika PW. Kor pulmonal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, K Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V.
Jilid II. Jakarta: FKUI; 2009.h. 1842-4.

Anda mungkin juga menyukai