Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Cushing merujuk kepada manifestasi klinik yang diakibatkan oleh


adanya paparan yang berlangsung lama terhadap hormon glukokortikoid yang
berlebihan diakibatkan oleh berbagai penyebab. Patogenesisnya dapat dibagi
menjadi tergantung ACTH (ACTH dependent), berasal dari hipofisis atau sumber
ektopik lainnya dan tidak tergantung ACTH (ACTH independent). Sindrom Cushing
biasanya iatrogenik, akibat dari terapi glukokortikoid dalam jangka waktu lama.
Istilah Cushing disease (penyakit Cushing) adalah tipe dari sindrom Cushing yang
berkaitan dengan sekresi ACTH dari hipofisis secara berlebihan disebabkan oleh
adanya tumor pada hipofisis.1,2,10
Secara klinis dan biokimiawi sulit untuk membedakan sindrom Cushing yang
sesungguhnya dari gambaran klinis penyakit Cushing dan sindrom metabolik.
Ini disebabkan karena obesitas, hipertensi, diabetes dan dislipidemi telah menjadi
hal yang umum di masyarakat sekarang ini..2
Hormon glukokortikoid dianggap sebagai steroid yang akan memberikan efek
setelah berikatan dengan reseptor sitosolik yang spesifik. Reseptor tersebut
ditemukan pada setiap jaringan dan interaksi antara glukokortikoid dan reseptornya
inilah yang bertanggung jawab memberikan efek yang diketahui sebagai steroid.
Perubahan struktur dari glukokortikoid dapat menyebabkan timbulnya senyawa
sintetis dengan aktifitas glukokortikoid yang lebih besar. Peningkatan aktivitas dari
senyawa ini berkaitan dengan peningkatan ikatan pada reseptor glukokortikoid dan
memperlambat bersihan plasma, sehingga semakin meningkatkan paparan terhadap
jaringan.3
Sindrom Cushing sangat jarang terjadi, angka kejadian diperkirakan 2-3 orang
per 1 juta populasi pertahun. Angka kematian meningkat 2-4 kali lipat , terutama pada
penderita dengan hiperkortisolemia yang tidak terkontrol. Angka kematian

1
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penyakit yang menetap, usia tua pada saat
pertama kali didiagnosis, dan adanya faktor resiko hipertensi. Penyebab utama
kematian pada penderita sindrom Cushing ini adalah kejadian kardiovaskular
(stroke, infark miokard), diabetes melitus yang tidak terkontrol dan infeksi.6
Tidak semua penderita memiliki seluruh gejala, disamping itu sindrom
Cushing sendiri memiliki banyak sekali gambaran klinis, sehingga kesulitan dalam
membuat diagnosis berdasarkan pada klinisnya saja. Oleh karena itu sangat
diperlukan pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dan apabila diagnosis
sudah dapat ditegakkan, masih diperlukan untuk mencari apakah sindrom Cushing ini
disebabkan oleh penyakit Cushing atau bukan.8
Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang diagnosis dan penatalaksanaan
sindrom Cushing. Melalui penyajian ini diharapkan dapat menambah wawasan kita
mengenai sindrom Cushing.

2
BAB II
FISIOLOGI HORMON KORTISOL

2.1 Anatomi kelenjar adrenal


Kelenjar adrenal terletak di kutub superior kedua ginjal. Setiap kelenjar terdiri
dari dua bagian yang berbeda, yaitu korteks dan medula, dengan korteks sebagai
bagian terbesar. Medula adrenal mensekresikan hormon epinefrin dan norepinefrin
yang berkaitan dengan sistem saraf simpatis, sedangkan korteks adrenal
mensekresikan hormon kortikosteroid. Korteks adrenal mempunyai 3 zona:

1. Zona glomerulosa: sekresi mineralokortikoid-aldosteron. Sekresi


aldostern diatur oleh konsentrasi angiotensin II dan kalium ekstrasel.
2. Zona fasikulata: lapisan tengah dan terlebar, sekresi glukokortikoid-
kortisol, kortikosteron, dan sejumlah kecil androgen dan esterogen adrenal.
Sekresi diatur oleh sumbu hipotalamus-hipofisis oleh hormon adrenokortikotropik
(ACTH).

3. Zona retikularis: sekresi androgen adrenal dehidroepiandrosteron (DHEA) dan


androstenedion, dan sejumlah kecil esterogen dan glukokortikoid. Sekresi diatur
oleh ACTH, dan faktor lain seperti hormon perangsang-androgen korteks yang
disekresi oleh hipofisis.4

2.1.1 Hormon Adrenokortikal


Dari korteks adrenal dikenali lebih dari 30 jenis hormon steroid, namun hanya
dua jenis yang jelas fungsional, yaitu aldosteron sebagai mineralokortikoid utama dan
kortisol sebagai glukokortikoid utama. Aktivitas mineralokortikoid mempengaruhi
elektrolit cairan ekstrasel, terutama natrium dan kalium. Sedangkan glukokortikoid
meningkatkan glukosa darah, serta efek tambahan pada metabolisme protein dan
lemak seperti pada metabolisme karbohidrat. 4

3
2.1.2 Hormon Glukokortikoid
Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari sekresi adrenokortikal
merupakan hasil dari sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortisol.
Namun, sejumlah kecil aktivitas glukokortikoid yang cukup penting diatur oleh
kortikosteron.4,5
Hormon glukokortikoid mempunyai mekanisme kerja seluler sebagai berikut:


hormon masuk ke dalam sel melalui membran sel

hormon berikatan dengan reseptor protein di dalam sitoplasma


kompleks hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengan urutan DNA pengatur
spesifik, yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk membangkitkan atau
menekan transkripsi gen


glukokortikoid akan meningkatkan atau menurunkan transkripsi banyak gen untuk
mempengaruhi sintesis mRNA utnuk protein yang memperantarai berbagai
pengaruh fisiologis.4,5

Adapun efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah sebagai


berikut:

perangsangan glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan
pengangkutan asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot

penurunan pemakaian glukosa oleh sel dengan menekan proses oksidasi NADH
untuk membentuk NAD+

peningkatan kadar glukosa darah dengan menurunkan sensitivitas jaringan terhadap
insulin.4,5
Efek kortisol terhadap metabolisme protein adalah sebagai berikut:

 pengurangan protein sel;


 kortisol meningkatkan protein hati dan protein plasma

4
 peningkatan kadar asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke
sel-sel ekstrahepatik, dan peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati.

Sebagian besar efek kortisol terhadap metabolisme tubuh terutama berasal


dari kemampuan kortisol untuk memobilisasi asam amino dari jaringan perifer,
sementara pada waktu yang sama meningkatkan enzim-enzim hati yang dibutuhkan
untuk menimbulkan efek hepatik.4,5
Efek kortisol terhadap metabolisme lemak adalah sebagai berikut:


mobilisasi asam lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel
lemak sehingga menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan

obesitas akibat kortisol berlebihan karena penumpukan lemak yang berlebihan di
daerah dada dan kepala, sehingga badan bulat dan wajah moon face disebabkan
oleh perangsangan asupan bahan makanan secara berlebihan disertai pembentukan
lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih cepat daripada mobilisasi
dan oksidasinya.4,5

Selain efek dan fungsi yang terkait metabolisme, kortisol penting dalam
mengatasi stres dan peradangan karena dapat menekan proses inflamasi bila diberikan
dalam kadar tinggi, dengan mekanisme menstabilkan membran lisosom, menurunkan
permeabilitas kapiler, menurunkan migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan
fagositosis sel yang rusak, menekan sistem imun sehingga menekan produksi
limfosit, serta menurunkan demam terutama karena kortisol mengurangi pelepasan
interleukin-1 dari sel darah putih. Kortisol juga dapat mengurangi dan mempercepat
proses inflamasi, menghambat respons inflamasi pada reaksi alergi, mengurangi
jumlah eosinofil dan limfosit darah, serta meningkatkan produksi eritrosit, walaupun
mekanismenya yang belum jelas.4,5
2.2 Regulasi Kortisol
Regulasi kortisol dipengaruhi oleh hormon adrenokortikotropin (ACTH) yang
disekresi oleh hipofisis. ACTH ini merangsang sekresi kortisol. Sedangkan sekresi

5
ACTH sendiri diatur oleh CRF/CRH (Corticotropin Releasing Factor/Hormon).
Kortisol bebas di dalam darah memiliki umpan balik negatif terhadap pelepasan CRH
dari hipotalamus dan terhadap kortikotropin hipofisis. CRH turun melalui vena-vena
sistem portal hipofisis ke hipofisis anterior dan memicu sekresi ACTH. Respon CRH
terhadap umpan balik negatif mengikuti irama diurnal, sehingga pada pagi hari
ACTH dan kortisol dalam jumlah yang lebih besar dan lebih kecil pada malam hari,
namun dalam keadan stress baik fisik maupun psikis seperti nyeri, ketakutan, operasi,
infeksi, latihan fisik, trauma, hipoglikemia atau tumor otak dan obat-obatan seperti
kortikosteroid dan hipnotik menyebabkan irama sirkadian ini dapat berubah. Seperti
pada gambar 1.5,20

Gambar 1. Mekanisme kontrol Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA)

Kortisol dalam jumlah yang cukup besar, lebih kurang 75% terikat pada α-
globulin yang disebut transkortin atau globulin pengikat kortikosteroid
(corticosteroid binding globulin). Sebanyak 15% lainnya terikat pada lemak dan
albumin, dan 10% sisanya yang aktif secara matabolik beredar dalam bentuk bebas.
Waktu paruh kortisol adalah 90 menit1,2,3,4.

6
Dikarenakan irama sirkadian yang ditampilkan oleh sekresi kortisol, maka nilai
normalnya beragam menurut waktu dalam sehari. Nilai normal pada pukul 09.00 pagi
untuk kortisol ( 11 hidroksi-kortikosteroid ) adalah 170-720 nmol/l (6-26 μg/100ml)
sedangkan kadar tengah malam pukul 24.00 kurang dari 220 nmol/l (<8μg/100ml) 1,4.
Kortisol yang terikat tampaknya secara fisiologis tidak aktif, karena terikat dengan
protein maka dalam urin relatif sedikit terdapat kortisol bebas dan kortikosteron.
Seperti terlihat pada gambar 2.2,4

Gambar 2. Regulasi Kortisol

BAB III

7
SINDROM CUSHING

3.1 Definisi
Sindrom Cushing adalah kelainan yang disebabkan oleh adanya efek yang
membahayakan terhadap organ tubuh karena tingginya kadar hormon kortisol yang
beredar di dalam darah. Kortisol adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
adrenal, hormon ini sangat penting bagi tubuh, terutama pada kondisi stress, seperti
sakit dan memiliki efek pada hampir seluruh jaringan tubuh. 3,8

3.2 Epidemiologi
Cushing diperkenalkan pertama kali oleh Harvey Cushing pada awal abad ke 20 ,
yaitu tahun 1932. Harvey menggambarkan adanya sindrom klinis khas yang
disebabkan oleh kortisol yang sangat berlebih. Adanya hubungan antara obesitas,
diabetes, hipertensi dan disfungsi gonad pada awalnya dianggap sebagai dua sindrom
yang berbeda. Harvey melaporkan penemuan tersebut sebagai gejala lain dari
hiperkortisol endogen. Dekade terbaru ini, Archard dan Thiers menggambarkan
manifestasi klinis yang sama pada suatu sindrom yang pada akhirnya dikenal sebagai
sindrom resistensi insulin (sindrom metabolik) dan sindrom ovarium polikistik. 2,7
Sindrom Cushing adalah kondisi yang jarang terjadi, insidensi sekitar 2-3
kejadian dari 1 juta populasi per tahun. Prevalensi sindrom Cushing diperkirakan 1 :
10.000 di antara populasi perempuan dan 1 : 30.000 diantara populasi laki laki.
Angka kejadian dapat meningkat pada populasi tertentu seperti diabetes yang tidak
terkontrol, wanita dan pria muda dengan osteoporosis dan hipertensi di usia muda.
Sindrom Cushing juga dapat ditemukan pada pasien dengan adenoma adrenal. Lebih
sering ditemui pada wanita daripada pria, usia 20-40 tahun.2,8, 15

3.3 Klasifikasi
Sindrom Cushing dapat disebabkan oleh obat-obatan atau tumor. Kadang ada
tumor dari kelenjar adrenal yang membuat kortisol bertambah banyak. Dapat juga

8
disebabkan oleh tumor pada kelenjar hipofisis. Beberapa tumor hipofisis
menghasilkan ACTH, yang merangsang kelenjar adrenal sehingga menghasilkan
kortisol, ini disebut sebagai Cushing disease. Tumor penghasil ACTH dapat berasal
dari bagian manapun dari tubuh dan ini disebut sebagai tumor ektopik. Dapat dilihat
pada gambar 3.8

Gambar 3. Penyebab sindrom Cushing

Produksi hormon kortisol yang berlebih secara spontan dari adrenal dapat dibagi
menjadi dua penyebab, yang pertama disebabkan oleh adanya ACTH yang berlebihan
(ACTH dependent) dan kedua tanpa ada hubungannya dengan produksi ACTH
(ACTH independent). Tumor pada hipofisis menghasilkan ACTH yang berlebihan,
merangsang kelenjar adrenal untuk tumbuh (hiperplasi) dan menghasilkan kortisol
secara berlebihan, jenis ini merupakan yang terbanyak, dan ini disebut Cushing
disease. Ini juga merupakan penyebab tersering dari sindrom Cushing. 2,7

9
ACTH juga dapat dihasilkan dari luar hipofisis, dapat disebabkan oleh tumor,
baik jinak atau ganas yang berasal dari paru-paru, kelenjar timus, pankreas, dan organ
lainnya. Jenis ini disebut penghasil ACTH ektopik.3
Apabila kortisol yang berlebihan ini berasal dari tumor di kelenjar adrenal itu
sendiri, maka ini tidak tergantung pada ACTH. Tumor tersebut membuat kortisol
sendiri, dan kelenjar adrenal akan mengecil karena produksi dari ACTH akan ditekan.
Tumor di korteks adrenal dapat jinak (adenoma) atau ganas (karsinoma) dan biasanya
ditemukan di satu sisi. Sangat jarang ditemukan adenoma di kedua ginjal.3
Sindrom Cushing menurut penyebabnya terbagi atas :1,3
1. ACTH-dependent (tergantung ACTH )
 Ectopic ACTH syndrome
 Ectopic CRH syndrome
 Macronodular adrenal hyperplasia
 Iatrogenik (pengobatan dengan ACTH)
2. ACTH-Independent (tidak tergantung ACTH )
 Adrenal adenoma dan carcinoma
 Primary pigmented nodular adrenal hyperplasia dan Carney’s
syndrome
 Mc. Cune-Albright syndrome
 Abderrant receptor expression ( gastric inhibitory polypeptide,
interleukin 1β
 Iatrogenik ( efek obat seperti prednison, deksametason)

3. Pseudo Cushing ‘s Syndrome


 Alkohol
 Depresi
 Obesitas

3.4 Patofisiologi
Patofisiologi pada sindrom Cushing dibedakan berdasarkan penyebab
hiperkortisol, antara lain :
3.4.1 ACTH-dependent Cushing syndrome
 Penyakit Cushing (Cushing disease)

10
Penyakit Cushing adalah penyebab terbanyak dari sindrom Cushing yang
spontan. Apabila penyebab iatrogenik sudah dapat disingkirkan, maka penyebab
lain yang paling sering adalah penyakit Cushing, yang merupakan 70% penyebab
dari sindrom Cushing. Kasus ini lebih banyak terjadi pada perempuan
dibandingkan dengan laki laki, dengan perbandingan 7-8:1, sebagian besar terjadi
pada usia dekade 3 atau 4. Ini disebabkan oleh adanya hipersekresi ACTH oleh
adenoma hipofisis. Kelenjar adrenal pada penderita menunjukkan adanya
hiperplasia pada kedua adrenokortikal dengan pelebaran dari zona fasciculata dan
retikularis.3,12,15 Penyebab dari penyakit Cushing sendiri masih dipertanyakan
apakah merupakan primer dari hipofisis sendiri atau sekunder dari adanya kelainan
pada hipotalamus. Teori hipotalamus menyatakan bahwa ACTH-secreting
adenomas timbul karena adanya disfungsi regulasi dari kortikotropin yang
disebabkan stimulasi kronis dari CRF atau arginin vasopressin, sedangkan
penelitian lain mendukung adanya defek primer dari hipofisis sebagai penyebab.3
Tabel 1. Perbandingan antara teori hipotalamus dan teori hipofisis3

Teori Hipotalamus Teori Hipofisis


Gangguan neuroendokrin Kehilangan penyembuhan setelah
pembedahan pada hipofisis
Kehilangan siklus sirkadian, Terjadi penekanan pada sirkulasi CSF
gangguan tidur. Defek hipotalamus CRF yang beredar
yang lain (TSH,LH-FSH secretion)
Adanya efek pembalikan karena defek
Efikasi dari obat yang di hipotalamik
bersifat/beraksi sentral, seperti:
Bromocriptine, cyproheptadine, Angka kesembuhan setelah di operasi
sodium valproat tingi (rekurensi timbul akibat
pertumbuhan kembali dari
Membaik setelah pembedahan pengangkatan tumor yang tidak
adekuat)
Hipoadrenal sekunder dapat terjadi
Tumor penghasil ektopik CRH
setelah pembedahan pada hipofisis dan
merupakan penyebab penyakit
berhubungan dengan penurunan
Cushing, tetapi pada pemeriksaan
ekspresi ACTH pada lingkungan
patologi adanya hiperplasi basofil,

11
bukan adenoma sekitarnya yang normal
Adenoma pituitary yang mensekrasi
ACTH hampir 90% berasal dari sel
monoklonal

Sekitar 85-90% penyakit ini berkaitan dengan adenoma hipofisis yang berasal dari
sel monoklonal. Sekitar 9-33% dapat disebabkan oleh hiperplasia basofil. Tumor-
tumor ini sebagian besar merupakan microadenoma yang berukuran kecil (<1 cm),
akan tetapi adenoma yang berukuran lebih besar juga dapat ditemukan sekitar 10%
dari kasus dan merupakan tumor yang invasif. Operasi pembedahan tumor dari
microadenoma menghasilkan penyembuhan dengan angka kekambuhan yang lebih
rendah.3,12

 Ectopic ACTH Cushing’s syndrome


Dari 15% kasus, sindrom Cushing berhubungan dengan tumor non hipofisis
penghasil ACTH, ini disebut sebagai Ectopic ACTH syndrome. Terdapat pada
tumor dengan tingkat keganasan yang tinggi, seperti small cell ca bronchus dan
muncul secara perlahan pada pasien dengan tumor neuroendokrin seperti
bronchial carcinoid. Pada kasus tertentu, secara klinis lebih menyerupai penyakit
Addison daripada sindrom Cushing. Konsentrasi ACTH di sirkulasi dan sekresi
kortisol sangat tinggi, sehingga durasi munculnya gejala lebih singkat (3 bulan).
Penurunan berat badan, miopati dan glukosa intoleransi merupakan gejala utama
dan khas.3
Tabel 2. Tumor yang dapat menyebabkan ectopic ACTH syndrome3:

Tipe tumor Angka kejadian


Small cell Carcinoma 50
Non small cell carcinoma 5
Pancreatic tumours (including carcinoids) 10
Thymic tumours (including carcinoids) 5

12
Lung carcinoids 10
Other carcinoids 2
Medullarry ca of carcinoids 5
Pheochromocytoma and related tumours 3
Rare carcinomas of prostate, breast, ovary, gall blader dan colon 10

 Ectopic Corticotropin Releasing factor (CRF) Cushing’s syndrome


Ini adalah penyebab yang jarang dari hipofisis dependent Cushing syndrome.

 Macronodular Adrenal Hyperplasia


Sekitar 10-40% penderita penyakit Cushing berhubungan dengan bilateral
adrenocortical hyperplasia dengan satu atau lebih nodul, yang dapat berukuran
beberapa sentimeter, pasien biasanya berusia lebih tua, telah ada gejala yang lama
dan datang dengan gambaran klinis sesuai dengan sindrom Cushing. Secara
patologi nodul dapat berlobus dan membesar, tapi hiperplasia internodular jarang
dijumpai. Macronodular adrenal hyperplasia (MAH) diperkirakan disebabkan
adanya stimulasi ACTH yang berlangsung lama, karena adanya pembentukan
adrenal adenoma sehingga kelenjar adrenal menjadi hiperplasti dan menghasilkan
kortisol yang lebih banyak yang akan menyebabkan autosupressi.3,10

3.4.2 ACTH-Independent Cushing’s Syndrome

 Adenoma dan karsinoma penghasil kortisol


Adenoma adrenal merupakan penyebab sindrom Cushing dengan angka kejadian
sekitar 10-15%, sedangkan disebabkan oleh karsinoma sekitar <5%. Pemeriksaan
dengan menggunakan kontras, didapatkan 65% kejadian sindrom Cushing
disebabkan oleh kelenjar adrenal, 15% adenoma dan 50% karsinoma. Gejala klinis
timbul secara bertahap pada pasien dengan adenoma sedangkan pada pasien dengan
karsinoma timbul lebih cepat. Sebagai gejala tambahan dari hiperkortisolisme ini,
pasien mengeluh nyeri di pinggang atau perut dan tumor dapat diraba. Tumor dapat
menghasilkan steroid lain seperti androgen atau mineralokortikoid. Pada wanita,
dapat menimbulkan gejala maskulinisasi, pertumbuhan rambut yang berlebihan,
pembesaran klitoris, atrofi payudara, suara yang mengeras, dan jerawat. 3

13
 Primary pigmented nodular adrenal hyperplasia (PPNAD) dan Carney’
syndrome
Sekitar 100 kasus dari independent ACTH Cushing’s Syndrome, terdapat nodul
adrenal kecil dan berpigmen, bilateral. Secara patologi nodul nodul ini berdiameter
2-4 mm (dapat lebih besar), berwarna coklat atau hitam. Pengobatan dengan
bilateral adrenalektomi. Carney’Complex adalah suatu varian familial autosom
dominan, terdiri dari tumor mesenkim, bercak kulit berpigmen, tumor saraf
perifer.3
 Mc Cune Albright syndrome
Pada kondisi ini, dysplasia fibrosis dan pigmentasi kutaneus dapat berhubungan
dengan hipofisis, adrenal, tiroid, hiperfungsi gonad. Manifestasi yang paling umum
adalah perkembangan seksual terlalu cepat dan kelebihan hormon pertumbuhan,
tapi sindrom Cushing juga pernah dilaporkan.3
 Macronodular Hyperplasia dan Aberrant Receptor expression
Meskipun penyakit ini timbul pada sindrom Cushing yang dependent ACTH. Nodul
tidak berpigmen, diameter lebih dari 5 mm, kelenjar adrenal membesar secara
perlahan.3
 Sindrom Cushing Iatrogenik
Dasar dari sindrom Cushing ini disebabkan oleh terapi dengan pemberian
kortikosteroid. Perkembangan menjadi sindrom Cushing tergantung pada dosis,
durasi dan potensi dari kortikosteroid yang digunakan. ACTH jarang diresepkan
tapi penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan gejala mirip Cushing. Gejala
tersebut antara lain peningkatan tekanan intraokuler, katarak, hipertensi intrakranial
benigna, aseptic nekrosis dari femoral, osteoporosis dan pancreatitis.3,14
Meskipun kejadian hipertensi meningkat pada penggunaan steroid yang lama, pada
penderita ini kejadian hipertensi dan hipokalemia lebih sering ditemui pada
Cushing iatrogenik daripada Cushing yang disebabkan oleh hiperkortisolisme
endogen. Penghentian terapi glukokortikoid secara mendadak akan memicu reaktif
dari penyakit yang mendasari dan timbulnya adrenal insufisiensi sekunder.3,14,15
Beberapa peneliti masih bertentangan mengenai pemberian glukokortikoid, ada
yang menyebutkan pemakaian kurang dari tiga minggu tidak menyebabkan

14
penekanan pada aksis HPA. Data lain menyebutkan penekanan aksis HPA dapat
timbul dengan pemberian dosis tinggi glukokortikoid dalam waktu 5-30 hari, tapi
dengan dosis mendekati kadar fisiologis dan pengobatan yang kurang dari satu
bulan penekanan aksis HPA jarang terjadi.3,14
Perkembangan menjadi sindrom Cushing berhubungan dengan berapa lama
pemakaian steroid, meskipun efek ini tidak diharapkan, sebaiknya pemberian
glukokortikoid diturunkan secara bertahap. Semakin lama dan semakin besar dosis
steroid yang digunakan, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk penurunan
dosis.14 Pada beberapa kasus, regenerasi dari aksis HPA memerlukan waktu lebih
dari satu tahun. Di satu sisi, reaktivitas aksis HPA dapat dipertahankan oleh dosis
rendah steroid, yang diberikan di pagi hari. Penting untuk memberikan steroid di
pagi hari, karena penekanan sekresi ACTH di pagi hari lebih sedikit, sehingga
jarang terjadi penekanan pada aksis HPA. Jenis dari glukokortikoid yang dipakai
juga mempengaruhi penekanan dari aksis HPA, preparat dengan durasi yang lama,
seperti deksametason, lebih lama menekan aktivitas HPA. Dengan mengingat efek
samping dari pemberian steroid, kita sebaiknya memberikan steroid dengan masa
kerja yang sesingkat mungkin,dan penurunan dosis dimulai secepatnya. Bila
pemberian steroid diperlukan dalam waktu yang lama, maka dapat dilakukan
pemberian obat dengan selang sehari setelah pemberian awal dengan dosis tinggi
dalam beberapa minggu, dengan cara ini penekanan aksis HPA lebih sedikit dan
penurunan dosis lebih mudah untuk dilakukan.3,14,15
3.4.3 Pseudo Sindrom Cushing
Beberapa atau semua gambaran klinis dari sindrom Cushing, bersamaan
dengan adanya hiperkortisolisme. Menghilangnya penyebab dasar akan menyebabkan
menghilang juga gejala Cushing. Beberapa penyebab antara lain:
1. Alkohol
Kadar kortisol di plasma dan urine akan meningkat dan tidak menurun dengan
pemberian deksametason. ACTH plasma dapat normal atau turun. Kondisi ini
jarang, tapi dapat diperkirakan pada pasien pasien dengan riwayat pemakaian
alkohol dan penyakit hati yang kronis. Pada penyakit hati yang kronis berkaitan

15
dengan gangguan pada metabolisme kortisol, tapi pada pasien dengan alkohol
disebabkan oleh peningkatan sekresi kortisol. Pada beberapa studi, alkohol
secara langsung meningkatkan sekresi kortisol. Kadar vasopressin akan
meningkat pada pasien dengan penyakit hati dekompensata dan dapat
menstimulasi aksis HPA.3, 10
2. Depresi

Meskipun penyebabnya belum diketahui. Pada pasien dengan depresi akan


terjadi gangguan pada hormonal. Gangguan hormonal ini akan menghilang
apabila kondisi psikiatriknya diperbaiki.3,10
3. Obesitas
Pasien dengan obesitas, dapat terjadi peningkatan kadar kortisol yang ringan,
data menyebutkan ini berkaitan dengan adanya aktivasi dari aksis HPA. Kortisol
yang beredar di sirkulasi biasanya normal, kortisol bebas di urin dapat normal
atau meningkat sedikit. Rangsangan yang meningkatkan sekresi kortisol
disebabkan adanya peningkatan metabolisme di perifer. 3, 10

3.5 Manifestasi klinis


Tidak semua penderita sindrom Cushing memiliki keseluruhan tanda dan gejala
dari penyakit ini. Beberapa orang hanya memiliki gejala yang sedikit atau ringan,
berupa peningkatan berat badan dan siklus menstruasi yang tidak teratur. Beberapa
lagi mungkin dengan gejala yang lebih berat, dengan semua manifestasi klinis
penyakit. Gejala yang paling banyak pada orang dewasa adalah penambahan berat
badan (terutama di daaerah trunkus, perut, muka, leher , lengan dan kaki),
peningkatan tekanan darah, perubahan daya ingat, perubahan suasana hati dan
konsentrasi.8
Apabila tidak cepat ditatalaksana, sindrom Cushing dapat mengakibatkan
kelemahan otot, fatique, penyembuhan luka yang lambat, kelemahan tulang belakang
(osteoporosis) dan mudah terinfeksi terutama pneumonia dan tuberkulosis.8

16
Glukokotikoid bekerja sebagai hormon katabolik, menyebabkan pemecahan
protein dan lemak serta menghambat sintesis protein di otot, jaringan penyangga,
jaringan lemak dan sel limfoid. Hormon ini juga mempunyai efek anabolik pada
metabolisme di hepar. Pemecahan protein mengakibatkan otot menjadi lemah,
struktur tulang menipis dan membuat kulit tidak mampu melawan tahanan yang
terjadi pada aktivitas normal sehingga menyebabkan terjadinya striae dan
penyembuhan luka yang lama.1, 15
Pembuluh darah menjadi rapuh sehingga mudah timbul ekimosis. Regangan kulit
di atas tempat penimbunan lemak baru ditambah hilangnya elastisitas karena
katabolisme protein mengakibatkan ruptur permukaan pembuluh darah. Darah
merembes melalui celah yang terjadi akibat katabolisme kolagen sehingga dapat
dilihat adanya striae keunguan.1, 15
Tabel 3: Tanda dan gejala sindrom Cushing8

Sering Jarang

Peningkatan berat badan Insomnia


Hipertensi Infeksi berulang
Ingatan jangka pendek yang jelek Penipisan kulit dan bekas garukan
Iritabilitas Mudah memar
Kelebihan pertumbuhan rambut Depresi
Muka kemerahan Tulang yang rapuh
Penumpukan lemak di sekitar leher Jerawat
Muka bulat Botak (wanita)
Fatiq Kelemahan bahu dan pinggang
Kurang konsentrasi Pembengkakan kedua kaki / betis
Siklus haid tidak teratur Diabetes

Menurut Lucky AW (1994), paparan glukokortikoid yang lama menyebabkan


atrofi seluruh kulit. Striae menunjukkan atrofi dermis dan epidermis yang terjadi pada
kulit yang teregang. Pembuluh darah subkutan dan dermis terlihat melalui kulit yang
atrofi dan translusen sehingga kulit tampak merah hingga kebiruan. Pada penderita

17
didapatkan keluhan lemah dan mudah lelah, mudah timbul memar bila terkena
benturan, dan pada pemeriksaan ditemukan striae keunguan di payudara, perut bagian
bawah serta hematom luas di bekas tempat suntikan.1, 15
Kortisol mempunyai efek antagonis terhadap insulin sehingga meningkatkan
konsentrasi glukosa melalui glukoneogenesis di hepar, selain itu kortisol juga
mempunyai efek antagonis terhadap kerja insulin dalam uptake glukosa di perifer.
Asam amino dan gliserol yang dihasilkan dari pemecahan protein dan lemak akibat
efek katabolisme kortisol digunakan sebagai bahan glukoneogenesis.1, 15
Kortisol meningkatkan sintesis dan aktivitas sejumlah enzim di hepar yang terlibat
dalam proses metabolisme glukosa dan asam amino. Resistensi terhadap insulin serta
peningkatan glukoneogenesis hepar dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa.
Diabetes melitus timbul pada kurang dari 20% penderita dan kemungkinan penderita
tersebut telah mempunyai faktor predisposisi .1, 15
Kortisol mempunyai efek potensiasi terhadap hormon lain seperti somatotropin
dan katekolamin dalam proses lipolisis di jaringan lemak. Pada penderita ini
didapatkan hiperlipidemia yang ditandai dengan peningkatan trigliserida dan
kolesterol. Hiperkortisolisme menyebabkan penumpukan jaringan lemak pada tempat
yang khas seperti pada wajah (moon face), area interskapular (buffalo hump) dan
dasar mesenterik (obesitas tubuh). Penyebab distribusi jaringan lemak yang khas ini
belum diketahui, tetapi diperkirakan berhubungan dengan resistensi insulin dan atau
peningkatan kadar insulin .1, 15
Hipertensi pada penderita sindrom Cushing disebabkan oleh peningkatan produksi
angiotensin II sebagai akibat dari peningkatan produksi angiotensinogen oleh hepar,
peningkatan aktivitas pembuluh darah terhadap hormon vasokonstriksi, penurunan
reuptake hasil degradasi katekolamin, atau hambatan pada vasodilator seperti kinin
dan prostaglandin. Konsentrasi kortisol yang tinggi mempunyai efek seperti
mineralokortikoid antara lain retensi air dan natrium dan menyebabkan hipokalemia. 1,
15

18
Kortisol berinteraksi secara cepat dengan reseptor mineralokortikoid. Kadar
kortisol bebas serum 150 × lebih tinggi daripada kadar aldosteron serum, akibatnya
reseptor mineralokortikoid jenuh oleh kortisol pada sebagian besar jaringan kecuali
ginjal. Sel-sel ginjal mengubah kortisol menjadi kortison (bentuk inaktif kortisol)
dengan cepat, menjadikan aldosteron sebagai regulator utama pada reabsorbsi
natrium dan ekskresi kalium.1, 15
Glukokortikoid meningkatkan ekskresi fosfat di ginjal dan menurunkan
reabsorbsi fosfat di tubulus proksimal, tetapi mekanismenya belum diketahui.
Akibatnya terjadi hipofosfatemia. 15
Osteoporosis pada sindrom Cushing terjadi karena kombinasi yang tidak
seimbang antara peningkatan resorpsi tulang, gangguan mineralisasi, dan tidak
terbentuknya lapisan osteoid karena fungsi osteoblas terhambat. Osteoporosis dapat
menyebabkan kolaps tulang vertebra dan fraktur patologis dari tulang-tulang
lainnya).15
Hormon androgen yang diproduksi oleh korteks adrenal terutama bentuk
dehydroepiandrosterone (DHEA). Hormon ini disekresi dalam jumlah besar hanya
bila korteks adrenal hiperaktif. Peningkatan androgen adrenal pada wanita dapat
menyebabkan hirsutism, jerawat, dan rambut kepala rontok. Jerawat terjadi karena
5
stimulasi androgen pada sekresi sebum oleh kelenjar sebaseus. .
Kepekaan terhadap infeksi seiring dengan tingginya kadar kortisol. Efek kortisol
terhadap respons imunologis dan inflamasi antara lain menurunkan pembentukan
antibodi, menurunkan jumlah limfosit, eosinofil dan monosit sirkulasi, menurunkan
produksi dan menghambat kerja interleukin dan interferon, menstabilkan lisosom,
menghambat migrasi leukosit dan menghambat fagositosis. Semua efek ini membuat
tubuh tidak mampu melokalisir infeksi dan mengakibatkan tingginya angka
kematian.15

19
Perubahan emosi dapat ditemukan mulai iritabilitas dan emosi yang labil hingga
depresi berat, bingung atau bahkan psikosis yang nyata, manik hingga usaha untuk
bunuh diri.15

20
BAB IV
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

4.1 Diagnosis
Diagnosis sindrom Cushing dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Ada dua tahap untuk menegakkan diagnosis sindrom
Cushing. Pertama kita harus memastikan apakah benar pasien tersebut menderita
sindrom Cushing. Kedua apabila memang penderita tersebut menderita sindrom
Cushing, apakah yang menjadi penyebabnya. Pemeriksaan radiologi sebaiknya tidak
dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan biokimia.3
4.2 Diagnosis Banding
Banyak orang dengan gejala seperti gambaran khas sindrom Cushing, tetapi
malah tidak menderita penyakit tersebut. Setelah sindrom Cushing iatrogenik dapat
disingkirkan, penyebab lain dapat dipikirkan apakah suatu sindrom ovarium polikistik
(androgen diproduksi oleh ovarium), tumor ovarium, congenital adrenal hyperplasia,
kegemukan, konsumsi alkohol berlebih, atau faktor keturunan untuk memiliki muka
yang bulat dengan tekanan darah tinggi dan gula darah yang juga tinggi.15
4.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin yang biasa dikerjakan dapat memberikan
petunjuk untuk diagnosis sindrom Cushing. Akan tetapi tidak ada yang spesifik dan
digunakan terutama untuk mengukur derajat keparahan dari penyakit. Pada hitung
leukosit dapat terjadi peningkatan neutrofil dan penurunan limfosit dan eosinofil.21
Elektrolit serum biasanya normal. Pada kasus yang berat, terjadi peningkatan
gangguan elektrolit yakni hipokalemia, alkalosis dan hipernatremia sebagai reaksi
terhadap tingginya kadar kortisol dan deoksikortikosteron. 21
Pada pemeriksaan rontgen thorak dan elektrokardiogram biasanya normal,
kecuali bila didapatkan adanya fraktur tulang iga dan pembesaran jantung yang
disebabkan karena tekanan darah yang tinggi. Terdapat penurunan massa tulang dan
markernya yaitu osteokalsin.21

21
Untuk menegakkan diagnosis sindrom Cushing, dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti :

1. Pemeriksaan kortisol plasma


2. Ekskresi kortisol bebas pada urine
3. Low dose deksametason suppression test
Untuk menyingkirkan diagnosis banding, dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Pemeriksaan ACTH plasma

2. Pemeriksaan plasma potassium


3. High dose dexametason suppression test
4. Metyrapone test
5. Corticotrophin releasing hormone
6. Inferior petrossal sinus sampling
7. CT, MRI scanning hipofisis, adrenal
8. Tumor markers

Menegakkan diagnosis sindrom Cushing, dapat dilakukan pemeriksaan antara


lain:
1. Circadian rhythm of plasma cortisol
Dalam keadaan normal, kadar kortisol plasma mulai meningkat di pagi hari pukul
03.00-04.00 dan mencapai puncak pada pukul 07.00-09.00, mencapai nilai terendah
pada malam hari sekitar < 50 nmol/L . Siklus sirkadian ini hilang pada penderita
sindrom Cushing, dimana pada penderita ini kortisol plasma normal pada jam 09.00
sedangkan pada malam hari meningkat. Kortisol plasma di pagi hari tidak terlalu
berarti untuk menegakkan sindrom Cushing, sedangkan kortisol plasma di malam
hari bila lebih dari 200 nmol/L (7,5 mg/dl) menunjukkan adanya sindrom
Cushing.3,16,21
2. Kortisol saliva

22
Cortisol Binding Globulin (CBG) tidak terdapat pada saliva dan pengukuran
dengan menggunakan kortisol dari saliva telah dipakai dalam beberapa penelitian.
Kadar kortisol lebih dari 2.0 ng/ml (5,5 nmol/L) menunjukkan sensitivitas 100% dan
spsifisitas 95% untuk mendiagnosis sindrom Cushing.2,3
3. Ekskresi kortisol bebas di urin (Urinary Free Coertisol/ UFC )
Pemeriksaan metabolit kortisol di urine (24 jam) sudah digunakan sejak bertahun
tahun, akan tetapi sensitifitas dan spesifisitas dari metode pemeriksaan ini masih
rendah dan kebanyakan pusat penelitian sudah mengunakan pemeriksaan yang lebih
sensitif yaitu ekskresi kortisol bebas di urin. Pada kondisi normal, kurang lebih 10%
kortisol serum tidak terikat dan secara fisiologi akan aktif, meskipun kemudian dalam
jumlah sedikit akan direabsorbsi oleh tubulus ginjal.2,21
Sekresi kortisol yang berlebihan menyebabkan penumpukan CBG di sirkulasi dan
menyebabkan peningkatan UFC. Pengumpulan urin 24 jam bertujuan mengukur
kadar UFC. Kortisol bebas di urin merupakan pemeriksaan kortisol plasma yang
terintegrasi, sebagaimana peningkatan sekresi kortisol, kapasitas pengikatan dari
CBG juga menurun sehingga menghasilkan peningkatan yang disproporsional dari
kortisol bebas di urin. 2,21
Nilai normal sekitar 220-330 nmol/24 jam (80-120μ/24 jam) tergantung pada
pemeriksaan yang digunakan. Pasien sebaiknya mengumpulkan 2 atau 3 sampel
untuk menghindari adanya kesalahan dalam mengumpulkan sampel atau pada episode
sekresi kortisol, terutama pada adenoma adrenal. Eksresi creatinin secara simultan
(dapat berbeda tidak lebih dari 10% setiap hari) dapat digunakan untuk memastikan
pengumpulan sampel yang adekuat. Kortisol bebas urin dapat digunakan sebagai
pemeriksaan penyaring, akan tetapi pada penderita sindrom Cushing peningkatan 8-
15% dari hormon kortisol bebas di urin masih dianggap normal. Pemeriksaan ini
memiliki sensitifitas yang tinggi tetapi spesifisitasnya rendah.2,3,21
4. Dose/ overnight deksametason suppression test (DST)
Pada subjek yang normal, pemasukan dosis suprafisiologik dari glukokortikoid
menyebabkan penekanan ACTH dan sekresi kortisol. Pada sindrom Cushing, apapun

23
penyebabnya, ada kegagalan dalam penekanan ACTH dan sekresi kortisol pada
pemberian dosis rendah glukokortikoid.2,3
Pemeriksaan tengah malam, berguna pada penyaringan pasien yang dirawat jalan.
Berbagai dosis deksametason dapat digunakan, tapi 1 mg deksametason yang
biasanya digunakan terutama di malam hari. Respon yang normal berkisar 140
nmol/L (< 5 mg/dl) antara pukul 08.00-09.00 esok paginya. Dosis sekitar 1,5 atau 2
mg memberikan hasil 30% pasitif palsu, dimana 1 mg mengurangi 12,5% negatif
palsu daripada kadar 2 mg. Sebagai tambahan, sensitivitas dapat ditingkatkan dengan
mengurangi nilai ambang batas kortisol plasma setelah pemberian deksametason
kurang dari 50 nmol/L (<2 mg/dl) menyingkirkan diagnosis sindrom Cushing. Oleh
sebab itu pada pasien rawat jalan test ini memiliki 95% sensitivitas dan spesifisitas
yang rendah, dan memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut.2,3,21
Pada pemeriksaan dengan dosis rendah deksametason selama 48 jam, kortisol
plsama diukur pada jam 09.00 pada hari 0 dan 48 jam sesudahnya, deksamethason
diberikan 0,5 mg per 6 jam selama 48 jam. Dengan menggunakan konsentrasi plasma
kortisol sesudah pemberian deksamethason kurang dari 50 nmol/L (<2 mg/dl), uji ini
menghasilkan 97% hingga 100% positif dan positif palsu kurang dari 1%. Sensitifitas
lebih tinggi jika kadar kortisol plasma lebih tinggi dari pada urin.2,3,,21
Setelah diagnosis sindrom Cushing dapat ditegakkan, langkah selanjutnya adalah
menentukan apa yang menjadi penyebab timbulnya kondisi hiperkortisol.
pemeriksaan dilakukan untuk membedakan antara sindrom Cushing disebabkan oleh
ACTH dependent dan ACTH independent dengan menggunakan pengukuran ACTH
baseline.
Apabila sudah dapat ditentukan penyebabnya adalah ACTH dependent, maka
perlu dibedakan apakah suatu Cushing disease atau ektopik ACTH dengan
menggunakan pengukuran ACTH dynamic dan pencitraan.21 Pemeriksaan tersebut,
antara lain adalah:
1. Pengukuran kadar ACTH plasma pkl 09.00
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui penyebab sindrom Cushing.
Apabila kadar ACTH plasma kurang dari 10 pg/ml pada pukul 09.00 dapat

24
disimpulkan ini merupakan ACTH-independent Cushing’s Syndrome, sedangkan nila
ACTH plasma lebih dari 10 pg/ml dapat dianggap sebagai ACTH-dependent
Cushing’s Syndrome. Meski begitu sering terjadi overlap pada penyakit Cushing
sekitar 30% kasus. Sehingga tidak dapat digunakan untuk membedakan antara kedua
kondisi tersebut.
Waktu yang paling baik untuk mengukur kadar ACTH adalah antara jam 23.00
hingga 01.00, ketika kadar sekresi ACTH/ kortisol pada titik paling rendah, pada
praktek kita, ACTH biasanya diukur sepanjang siklus sirkadian. Kortisol pada tengah
malam lebih besar dari 5 pmol/L (>22 pg/ml) pada pasien dengan hiperkortisolisme
yang disebabkan oleh ACTH dependent. Pada pasien dengan tumor di adrenal, ACTH
plasma sukar dideteksi (< 1 pmol/L).2,3,21
2. Plasma potassium
Pada penderita dengan sindrom Cushing ektopik sering ditemui kondisi
hipokalemi alkalosis, dan lebih sedikit pada penderita penyakit Cushing. Penderita
dengan sindrom Cushing ektopik biasanya memiliki sekresi kortisol yang tinggi,
sehingga terjadi penumpukan dari enzyme renal protector 11β-HSD2, yang
menyebabkan hipertensi yang disebabkan oleh hormon kortisol-mineralokortikoid .
Pasien ini juga memiliki kadar ACTH mineralokortikoid yang tinggi, yaitu
deoxykortikosteron.2,3
3. High- dose deksametason suppression test

Pada penyakit Cushing terdapat pola umpan balik negatif terhadap kontrol ACTH
hingga kadar yang lebih dari normal. Kadar kortisol tidak tertekan oleh dosis yang
rendah, akan tetapi dengan dosis yang tinggi. Tes ini diperkenalkan oleh Liddle,
dengan memberikan deksametason 2 mg setiap 6 jam selama 48 jam, atau dosis
tunggal 8 mg pada malam hari akan terjadi penurunan lebih dari 50% dari 17-
hidroxicorticosteroid di urin.pada ektopik ACTH hasilnya dapat negatif.2,3

4. Metyrapone test
Metyrapone menghambat sintesis kortisol dengan mencegah hidroksilasi 11β-
deoksikortisol, dan menyebabkan peningkatan ACTH dan juga peningkatan

25
17=OHCS di urin dan atau serum 11-deoksikortisol pada pasien Cushing Disease tapi
tidak pada pasien sindrom Cushing yang ektopik. Tes ini memiliki sensitifitas 71%
dan spesifisitas 100%. Pada penderita Cushing’s Syndrome ACTH-independent,
pemeriksaan ini dapat menimbulkan suatu respon, sehingga ini tidak lagi digunakan.

5. Corticotrophin release hormon (CRH) test


CRH sintetik disuntikan secara intravena sebanyak 100 mikrogram atau 1
mikrogram/kg BB, ACTH plasma dan kortisol diukur selama 60 menit kemudian.
Pasien dengan Cushing disease akan memberikan respon dengan naiknya ACTH dan
kortisol plasma lebih dari 50%. Sensitifitas pemeriksaan ini 85% untuk Cushing
disease. sedangkan pasien dengan sindrom Cushing ektopik tidak akan memberikan
respon.

6. Bilateral inferior petrosal sinus sampling (BIPSS)


Pemeriksaan Bilateral inferior petrosal sinus sampling (BIPSS) menyebabkan
terkumpulnya darah pada hipofisis. Dengan prosedur invasif dibedakan apakah
ACTH dihasilkan oleh hipofisis atau bukan berasal dari hipofisis.

7. Pencitraan
Menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) pada hipofisis dapat
mendeteksi mikroadenoma pada cushing disease. MRI juga dapat mendeteksi
kemungkinan penyebaran pada sinus cavernosus. Pada CT. Scan adrenal, adanya
stimulasi kronik menyebabkan kedua kelenjar adrenal hiperlasi. Pada CT scan tampak
pembesaran pada kedua kelenjar. Sebenarnya tidak ada pengukuran nyata yang dapat
digunakan, tapi tidak adanya bentuk normal (konkaf) pada batas kelenjar
menunjukkan keadaan yang patologis. Dapat ditemui nodul dan hiperplasi
makronodular hingga 15% pada pasien Cushing disease.

26
27
4.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita sindrom Cushing tergantung pada penyebab sindrom
Cushing itu sendiri, dapat dibagi menjadi:

4.5.1 Penyebab dari adrenal


Adrenal adenoma sebaiknya dilakukan adrenalektomi, angka kesembuhan
mencapai 100%. Dengan adanya perkembangan laparoskopik adrenalektomi, ini
menjadi pilihan pengobatan untuk tumor unilateral, dapat mengurangi angka
kesakitan dan perawatan sesudah operasi bila dibandingkan dengan pendekatan
tradisional. Setelah dioperasi, membutuhkan waktu berbulan hingga tahun untuk
adrenal yang sebelahnya untuk sembuh. Sebaiknya diberikan terapi pengganti dengan
deksametason suboptimal 0,5 mg di pagi hari, dengan pengukuran kortisol plasma
pagi hari intermitten sebelum pemberian deksametason. Bila kortisol plasma pagi hari
>180 nmol/L (6,5 mg/dl), deksametason dapat dihentikan.2

28
Adrenal adenoma memiliki prognosis yang jelek dan kebanyakan pasien
meninggal dalam 2 tahun setelah terdiagnosis. 2
4.5.2 Hipofisis- dependent Cushing’s syndrome
Pengobatan penyakit Cushing telah banyak mengalami perkembangan
meskipun pembedahan transphenoidal dilakukan oleh ahli bedah saraf yang
berpengalaman. Resiko yang paling besar adalah timbulnya Nelson,s syndrome
(postadrenalectomi hyperpigmentation dengan penyebaran agresif secara lokal dari
tumor hipofisis), juga dilengkapi dengan kehilangan efek umpan balik akibat
adrenalektomi. Untuk mencegahnya, dapat dilakukan radiasi setelah adrenalektomi
bilateral. Pasien juga mendapatkan terapi pengganti sepanjang hidup dengan
hidrokortison dan fludrocortisones. 2

4.5.3 Ectopic ACTH syndrome


Pengobatan untuk ectopic ACTH syndrome tergantung pada penyebabnya. Bila
tumor tidak menyebar seperti bronchial carcinoid atau thymoma, maka dengan
pembedahan dapat menyembuhkan. Prognosis pada small cell lung cancer berkaitan
dengan sindrom ACTH ektopik memiliki prognosis yang jelek. Pengeluaran kortisol
dan alkalosis hipokalemik dan diabetes melitus dapat dengan terapi obat-obatan.
Apabila sumber ektopik ACTH tidak dapat ditemukan, penting untuk dilakukan
bilateral adrenalectomi dan lakukan follow up terhadap pasien dengan seksama
sebelum tumor primer muncul.2
4.5.4 Sindrom Cushing iatrogenik
Karena penyebabnya adalah efek samping dari penggunaan hormon steroid,
maka penghentian dari obat obatan tersebut dapat membuat penderita menjadi normal
kembali. Penghentian dari obat steroid tersebut tergantung pada jenis penyakit dasar
dan responnya terhadap steroid. Kadang steroid tidak dapat dihentikan secara total,
dan dapat dikurangi dosisnya karena dapat menyebabkan penyakit dasarnya menjadi
lebih parah. Sehingga gejala gejala sindrom Cushing masih dapat ditemui sebagai
efek samping dari obat. 2,14

29
Pengobatan terhadap efek samping ini dapat dilakukan dengan menjaga gula
darah dengan diet dan obat obatan, penggantian kalium, mengobati tekanan darah
yang tinggi, pengobatan terhadap infeksi, asupan kalsium yang cukup dan pemberian
steroid yang sesuai pada penyakit akut, pembedahan atau cedera.2, 14
Akibat yang dapat terjadi dari penghentian glukokortikoid :14
 Reaktivasi dari penyakit dasar
Penyakit dasar dapat kembali aktif selama penghentian glukokortikoid
sehingga dapat menyebab pemakaian kembali glukokortikoid. Penderita
sebaiknya diawasi selama penghentian dan bahkan setelah selesai.

 Adrenal insufisiensi sekunder


Penyulit ini merupakan komplikasi yang paling ditakuti, disebabkan karena
kondisi akut yang mengancam jiwa. Insufisiensi adrenal, jarang diamati, dan
kadang ini berhubungan dengan kondisi stress yang berat. Kebalikan dari
gejala klasik dari krisis Addison, jarang ditemui gangguan elektrolit, karena
system mineralokortikoid tetap terjaga. Dosis tinggi glukokortikoid parenteral
diperlukan untuk mengobatinya
 Sindrom penghentian steroid
Kondisi ini digambarkan sebagai fenomena spesifik yang juga dapat timbul
pada insufisiensi adrenal, termasuk mual, lemas, kelamahan, fatiq, kehilangan
berat badan, nyeri sendi, demam subfebril, dan lain lain. Penggantian
glukokortioid digunakan pada kondisi ini.14
Dibawah ini ditampilkan tabel mengenai konversi nilai dari kortikosteroid
yang sering digunakan.

Tabel 4. Konversi kortikosteroid

kortikosteroid Dosis ekuivalen (mg) Waktu paruh (jam)

Kerja singkat

Kortison 25 8-12
Hidrokortison 20 8-12

Kerja menengah

30
Metilprednisolon 4 18-36
Prednisolon 5 18-36
Prednisone 5 18-36
Triamsinolon 4 18-36

Kerja panjang

Betametason 0,6-0,75 36-54


Deksametason 0,75 36-54

31
Disamping pengobatan seperti disebutkan di atas, dapat juga diberikan obat-
obatan seperti:

 Metyrapone
Beberapa obat telah digunakan dalam pengobatan sindrom Cushing.
Metyrapone menghambat 11β-hydroxylase dan telah sering diberikan, bahkan untuk
menurunkan konsentrasi dari kortisol sebelum pemberian terapi definitif, atau selama
menunggu keuntungan dari irradiasi hipofisis. Dosis harian dengan mengukur
kortisol plasma dan urin. Tujuan terapi untuk mendapatkan kadar plasma kortisol 300
nmol/L (11 mg/dl). Obat diberikan dalam dosis 250 mg – 1,5 g dua kali sehari setiap
6 jam. Efek samping obat dapat menimbulkan mual, dapat dikurangi dengan
meminum obat dengan susu3.

 Aminogluthethimide
Merupakan obat yang lebih toksik, dimana dalam dosis besar memblok enzyme
dalam steroidogenic pathway dan menyebabkan sekresi steroid daripada sekresi
kortisol. Dosis 1,5-3 g setia p hari (dimulai 250mg tiap 8 jam) dapat menyebabkan
mual, badan lemas dan skin rash. Biasanya obat diresepkan bersama kombinasi
dengan metyrapone.3
 Trilostane
Adalah 3β-hydroxysteroid dehydrogenase inhibitor, tidak efektif terhadap
penyakit Cushing, penghambatan steroidogenesis akibat peningkatan ACTH. Akan
tetapi obat ini efektif pada adrenal adenoma.3
 Ketokonazole
Adalah golongan imidazole yang telah digunakan secara luas sebagai antijamur
tapi dapat menyebabkan peningkatan fungsi hepar sekitar 15%. Ketokonazole

32
menghambat pembentukan steroid baik pada adrenal dan gonadal dengan cara
menghambat enzim sitokrom p450 dan menurunkan kadar kortisol plasma. Untuk
mengontrol sindrom Cushing dapat digunakan dosis 400-800 mg per hari. 17
Ketokonazole dapat digunakan pada:17
 Pemakaian singkat sebelum dilakukan tindakan pembedahan
 Berhubungan dengan keadaan hiperkortisol yang menetap setelah
pembedahan atau sambil menunggu selama radiotarapi
 Dapat digunakan pada penderita sindrom Cushing dengan penyebab yang
belum jelas

 Mototane
Adalah suatu obat adrenolytic yang dapat digunakan pada jaringan adrenal yang
normal maupun yang ganas, menyebabkan atropi dan nekrosis dari adrenal. Karena
toksisitasnya, obat ini lebih digunakan untuk karsinoma adrenal. Dosis diatas 5g/hari
diperlukan untuk mengontrol pengeluran glukokortikoid. Obat ini juga menyebabkan
defisiensi mineralokortikoid dan terapi pengganti mineralokortikoid mungkin
diperlukan. Efek samping sering ditemui, berupa fatique, skin rashes, neurotoxicity
dan gangguan gastrointestinal.2

33
BAB V
RINGKASAN

Sindrom Cushing merupakan kumpulan tanda dan gejala akibat dari kadar
kortisol yang berlebihan. Merupakan kasus yang jarang terjadi. Patogenesisnya
terbagi tiga yaitu ACTH dependent, ACTH independent dan sindrom Cushing
Iatrogenik. Bentuk hiperkortisolisme iatrogenic lebih sering daripada bentuk
endogen.
Diagnosis dan penatalaksanaan dari hiperkortisol ini merupakan masalah yang
sulit. Gejala yang timbul akibat kondisi ini dapat berbeda beda Menegakkan
diagnosis sindrom Cushing memerlukan pemeriksaan yang lama dan bahkan perlu
pengulangan pemeriksaan kembali.
Tanpa pengobatan, sindrom Cushing akan menyebabkan kecacatan dan
kematian. Penatalaksanaan tergantung pada menentukan sumber primer dari ACTH
atau penyebab timbulnya produksi kortisol yang berlebihan.. Merujuk ke pembedahan
ataupun radiasi sebaiknya berkoordinasi dengan ahli endokrin karena akan terlibat
secara langsung untuk penatalaksanaan penderita selanjutnya.

34
1. __.2013.Cushing’s Syndrome.
www.medicinenet.com/cushings_syndrome/article.htm. Diakses tanggal 7
Maret 2014

2. Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15
vol. 3. Jakarta : EGC

3. Guyton, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 11. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC. Halaman 999-1003

4. http://medicastore.com/penyakit/3052/Cushing’s_Syndrome.html

5. J. Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta : EGC

6. Pierce A. Grace and Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah edisi 3.
Jakarta : EMS

7. Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Endokrin. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 16, 87-90

8. Rumahorbo, Hotma. 2003. Asuhan Keperawatan Klien denga Gangguan


Sistem Endokrin. Jakarta:EGC.

9. Sumber : http://endocrine.niddk.nih.gov

10. Sylvia A. Price; Patofisiologi, halaman 1090-1091

11. Tjokroprawiro, Askandar.2000. Garis besar kuliah ADRENAL:


PATOGENESIS, DIAGNOSIS, DAN TERAPI. Surabaya: Lab.-SMF Penyakit
Dalam FK.UNAIR-RSUD Dr. Soetomo. Halaman 2

12. Wilkinson, Judith M. Ahern, Nancy R. 2013. Buku Saku Diagnosa


Keperawatan: diagnosis NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL
NOC. Ed.9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

35

Anda mungkin juga menyukai