Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TAUHID

TEKNOLOGI GIZI DALAM KESEHATAN MASYARAKAT


DOSEN PENGAMPU: NIKMAH DALIMUNTHE, S.Ag.,MH

Disusun Oleh :
Kelompok 3

- Aisa Maharani Hasibuan (801212164)


- Hafizza Salsabilla Tarigan (801213215)
- Khairani Putri Pratiwi (801212113)
- Muhammad Reza Fahlevi (801212337)
- Novi Andaresta (801211004)
- Salshabila Azzahra Sirait (801213108)
- Ummi Kalsum Nasution (801213145)
- Yendika Mailina Sari (801212234)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
2021 M /1443 H

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bismillahirahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah subahanahuwata’ala, karena atas izinNya dan
karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa kurang satu apapun. Tidak lupa
pula penulis hanturkan sholawat serta salam kepada junjungan Rasullah Muhammad Shallahu
‘alaihiwasallam. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Penulisan makalah berjudul teknologi gizi kesehatan masyarakat ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah tauhid.

Selama proses penyusunan makalah ini, pemakalah mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu, kami berterima kasih kepada Ibu Nikmah Dalimunthe M.A selaku dosen
mata kuliah Tauhid, kedua orang tua yang sudah memberikan dukungan, dan pihak yang tidak dapat
pemakalah sebutkan satu per satu.

Akhirulkalam, pemakalah menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca dari kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Medan, 16 November 2021

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................iii
BAB I..............................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN..........................................................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6
2.1 Konsep Makan di Dalam Al – Qur’an dan Hadist................................................................................6
2.2 Kriteria Makanan Dalam Al Quran......................................................................................................8
2.3 Konsep Kesehatan Gizi Masyarakat....................................................................................................8
2.4 Pengaruh Makan & Teologi Makanan................................................................................................10
BAB III.........................................................................................................................................................12
PENUTUP....................................................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................................12
3.2 Saran...................................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................13

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masih segar dalam ingatan penulis ketika belajar Teologi Islam, kalimat-kalimat awal di dalam
buku Teologi Islam yang ditulis oleh Harun Nasution. Menurutnya, persoalan yang pertama muncul dalam
islam adalah masalah politik yang selanjutnya berimplikasi kepada persoalan-persoalan teologi.
Pernyataan ini tidak saja menggelitik rasa ingin tahu kita lebih jauh tentang sejarah politik Islam yang
cenderung controversial, tetapi juga kaitannya dengan teologi. Bagaimana mungkin masalah Kalam
berawal dari masalah teologi.

1.2 Rumusan Masalah

Ada sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini, antara lain
1. Bagaimana konsep makan di dalam Al – Qur’an & Hadist ?
2. Bagaimana kriteria makanan di dalam Al – Qur’an ?
3. Bagaimana konsep kesehatan gizi masyarakat ?
4. Apa pengaruh makanan ?
5. Bagaimana teologi makanan ?

1.3 Tujuan Pembahasan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah Untuk mengetahui bagaimana teologi gizi kesehatan
masyarakat dan konsep makanan di dalam al – qur’an dan hadis

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Makan di Dalam Al – Qur’an dan Hadist

Studi tentang makanan di dalam Al – Qur’an dan Hadist serta praktik dari Rasulullah SAW.
Sesungguhnya telah banyak dilakukan para ahli dengan berbagai macam perspektif. Prof. Dr. Abdul
Basith Muhammad as – sayyid telah menulis buku yang berjudul At – Taghdziyah an Nabawiyah; Al
Ghadza baina al Dua wa al Dawa yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
judul, Pola Makan Rasulullah (almahira :2006). Dr. Jamaluddin Mahran dan Abdul Azhim Hafna
Mubasyir menulis buku yang berjudul Al – Ghadza wa ad – Dawa fi Al – Qur’anil Karim yang kemudian
diterjemahkan dengan judul Al – Qur’an Bertutur tentang Makanan dan Obat – Obatan (Mitra Pustaka :
2005).

Buku yang hemat penulis sangat penting berjudul, Makanan dalam Perspektif Al – Qur’an dan
Ilmu Gizi, ditulis oleh Tien CH. Tirtawinata dari fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hemat
penulis buku ini tidak saja lengkap namun juga memiliki pembahasan yang komprehensif. Karya Dr. R.H.
Su’dan M.D,S.KM yang berjudul Al – Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat. Pada bab VI dan VII
penulis membahas masalah makanan dan minuman dalam islam serta penyakit karena makan dan minum
berlebihan dan kekurangan makanan. Kelebihan dari buku ini adalah banyak mengutip ayat Al- Qur’an
dan Hadist kendatipun ayat dan hadist tersebut tidak dikaji secara mendalam.

Selanjutnya Tiga buku yang tidak kalah pentingnya penulis sampaikan di sini. Pertama, buku yang
ditulis oleh M. Nur Aini dengan judul, Tips Sehari Rasululullah; Meneladani Hidup Sehat ala Rasulullah
(Semesta Hikmah 2018) dan buku Hidup Sehat Rasululah: Jangan Mau Jadi Manusia Karatan yang
ditulis oleh Zaidul Akbar (Mizania: 2014). Kedua buku ini bercerita tentang kunci sehat Rasulullah
sesungguhnya terletak pada pola makan dan gaya hidup disamping spiritual Rasul yang sangat baik dan
indah. Selanjutnya Tauhid Nur Azhar menulis buku yang berjudul, Cara Hidup Sehat Islami (Tasdiqia:
2015). Di dalam buku ini penulis membahas tentang makna sehat dan sakit dalam Islam. Salah satu
pembahasan yang menarik adalah tentang Manajemen Makan dan Personal Higine.

Berangkat dari studi-studi yang telah dilakukan para ahli, terminologi makan dan makanan di
dalam AI-Qur'an dan Hadis diungkap lewat kata- kata akala dengan segala bentuk derivasinya. Juga kata
al-tha'am dan segala bentuk derivasinya serta al-ghadza sebagaimana tanpak pada buku-buku yang ditulis
oleh pakar-pakar di atas.

Menurut Su'dan lebih dari 100 ayat Al-Qur'an yang berhubungan dengan gizi.Ayat-ayat tersebut
memerintahkan kitauntukpebaikan gizi secara umum. Seperti memerintahkan kita untuk memakan
makanan yang halal lagi baik. Juga memerintahkan kita untuk makan dan minum tetapi jangan berlebihan.
Juga memerintahkan ibu-ibu untuk menyusui bayinya sampai berumur dua tahun. Dan banyak lagi ayat-
ayat yang kalau kita amalkan pasti menjamin kebaikan gizi. Kita tidak akan kekurangan gizi yang dapat
mengakibatkan sakit juga tidak akan kelebihan gizi yang juga bisa menimbulkan penyakit Ayat yang
dikutip oleh Rusdan adalah QS Al-Baqarah ayat 2, Al-Araf ayat 21, dua ayat yang berisi perintah untuk
memakan makanan yang halal lagi baik dan melarang orang untuk berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi.
Penting dicatat bahwa kedua ayat di atas menggunakan kata akala.

Kata pertama yang aka di tela’ah adalah akala dalam bentuk kata kerja (Fi’il). Di dalam Al –
Qur’an, kata akala digunakan dalam berbagi bentuk yang menunjuk pada aktivitas "makan". Tetapi kata
tersebut tidak digunakaa semata-mata dalam arti "memasukkan sesuatu dalam tenggorokan, tetapi juga
segala aktivitas dan usaha atau kegiatan tertentu. Al-Qur'an Surah An-Nisa' (4): 4:

‫ص ُدقَاتِ ِه َّن نِحْ لَةً ۚ فَإِ ْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن َش ْي ٍء ِم ْنهُ نَ ْفسًا فَ ُكلُوهُ هَنِيئًا َم ِريئًا‬
َ ‫َوآتُوا النِّ َسا َء‬
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang
hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”

6
Ayat tersebut menjelaskan bahwa bagi laki-laki yang menikahi seorang wanita diperintahkan
untuk menyerahkan mas kawin kepada istri, sebagai pemberian dengan penuh ketulusan. Selanjutnya
pesan ayat tersebut adalah informasi kepada istri bahwa merekadi perkenankan untuk menikmati mas
kawin tersebut. Bahkan terdapat penjelasan Al-Qur'an untuk menikmatinya dengan penuh kebahagiaan
dan penuh kesyukuran. Dalam konteks makna kulu yang tidak selalu dapat diterjemahkan dengan makan,
pada ayat di atas arti kulu dapat juga menggunakan. Karena memang mas kawin itu tidak senantiasa
bahkan tidak lazim berupa makanan. Tegasnya makna kulu atau makan bukan terbatas pada sesuatu yang
dimasukkan ke rongga mulut. Selanjutnya terdapat dalam Al – An’am (6) :
ْ ‫َواَل تَأْ ُكلُوا ِم َّما لَ ْم ي ُْذ َك ِر ا‬
…….ِ ‫س ُم هَّللا‬
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya.”

Penggalan ayat ini dipahami oleh syaikh Abdul Halim Mahmud – mantan Pemimpin Al – Azhar
sebagai larangan untuk melakukan aktivitas apapun yang tidak disertai nama Allah. Ini desebabkan karena
kata “makan” disini dipahami malam arti luas yakni “Segala bentuk aktivitas”. Dalam bahasa Arab,
makanan merupakan terjemahan dari kata tha'imah. bentuk tunggal dari tha'imah. Dalam bahasa
Indonesia, makanan berarti segala yang boleh dimakan seperti makanan, lauk pauk dan kue-kues Menurut
Al-Khalil, seperti dikutip Ibnu Faris dan Ibnu Mandzur, penggunakan kata tha'am dalam percakapan orang
arab dikhususkan pada gandum seperti sabda nabi Di samping kata tha'am yang mengacu pada kata benda,
kata kerjanya "memakan" atau "menggunakan" di dalam Al-Qur'an terlihat pada kata akala dengan segala
derivasinya seperti kata kulu dalam bentuk fi'il amar. Allah SWT berfirman:
ِ ‫ْرفُوا‡ ۚ إِنَّهُ اَل ي ُِحبُّ ْال ُمس‬
۞ َ‫ْرفِين‬ ِ ‫يَا بَنِي آ َد َم ُخ ُذوا ِزينَتَ ُك ْم ِع ْن َد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َواَل تُس‬
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah,
dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan.”

Dalam Al-Quran disebutkan sekian banyak jenis bahan makanan yang semuanya dianjurkan untuk
dimakan. Secara garis besar Al-Quran membagi bahan makanan dalam dua kelompok besar yaitu yang
berasal dari tumbun Tumbuhan atau nabati dan bahan makanan yang berasal dari hewan. raue
hakekatnya, semua bahan makanan telah disiapkan untuk keperu manusia dan halal untuk dimakan,
kecuali beberapa bahan makanan ya diharamkan. Kelanjutan dari dua jenis makanan; nabati dan hewani
satu jenis makanan lagi yang disebut dengan makanan olahan.

Pertama, Tidak ditemukan satu ayat pun yang secara eksplisit melarang manusia untuk
memperhatikan makanannya menyebutkan sekian banyak tumbuhan yang telah memakan makanan nabati
tertentu. Surat Abasa yang memerintahkan disiapkan Allah untuk kepentingan manusia dan jenis binatang.

Kedua, Adapun makanan jenis hewani, maka Al –Qur’an membaginya dalam dua kelompok
besar, yaitu yang berasal dari laut dan darat. ‘’Buruan dilaut’’ maksudnya adalah binatang yan
diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat, dan sebagainya, baik dari laut, sungai, danau,
kolam, dan lain-lain. Sedang kata makanan yang berasal dari laut adalah ikan dan semacamnya yang
diperoleh dengan mudah karena telah mati sehingga mengapung. Makna ini dipahami dan sejalan dengan
penjelasan Rasul Saw. Yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, At-tirmizi, Annasai, dan lain-lain
melalui sahabat Nabi Abu Khurairah menyatakan tentang laut, laut adalah suci airnya dan halal
bangkainya. Berkaitan dengan informasi al quran tentang makanan hewani dapat dilihat didalam al quran.

Ketiga , makanan olahan. Seperti yang dikemukakan dalam pendahuluan, bahwa minuman
merupakan salah satu jenis makanan maka atas dasar itu kita dapat berkata bahwa khamar (sesuatu yang
menutup pikiran) merupakan salah satu jenis makanan pula. Didalam al quran surah An-Nahl ayat 67
ditemukan penjelasan sebagai berikut:
َ ِ‫ب تَتَّ ِخ ُذوْ نَ ِم ْنهُ َس َكرًا َّو ِر ْزقًا‡ َح َسنً ۗا اِ َّن فِ ْي ٰذل‬
َ‫ك اَل ٰ يَةً لِّقَوْ ٍم يَّ ْعقِلُوْ ن‬ ِ ‫ت النَّ ِخي ِْل َوااْل َ ْعنَا‬
ِ ‫َو ِم ْن ثَ َم ٰر‬
“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang
baik. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang
mengerti. (Q.S An nahl [5]:67)”

Oleh M. Quraish Shihab ayat ini adalah ayat pertama yang turun makanan olahan yang dibuat
dari buah-buahan. Sekaligus merupakan ayat pertama yang berbicara tentang minuman keras dan
keburukannya. Ayat tersebut membedakan dua jenis makanan olahan yang baik sehingga merupakan
rezeki yang baik.
7
2.2 Kriteria Makanan Dalam Al Quran

Dalam konteks kriteria makanan dalam al quran kita menemukan dua konsep yang menarik
untuk dielaborasi dan selanjutnya dihubungkan dengan kesehatan gizi masyarakat. Dua konsep yang
dimaksud adalah, halal dan thayyib. Kata ‘’halal’’ berasal dari kata akar yang berarti ‘’lepas’’ atau ‘’tidak
terikat’’. Sesuatu yang halal adalah terlepas dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrawi. Karena itu kata
‘’halal’’ juga berarti ‘’boleh’’. Dalam bahasa hukum, kata ini mencakup segala sesuatu yang dibolehkan
agama. Baik kebaikan itu bersifat sunnah, anjuran untuk dilakukan, makhruh (anjuran untuk ditinggalkan)
maupun mubah (netral/boleh boleh saja). Karena itu boleh jadi ada sesuatu yang halal (boleh), tetapi tidak
dianjurkan, atau dengan kata lain hukumnya makhruh. Nabi Saw, misalnya melarang seseorang mendekati
masjid apabila ia baru saja memakan bawang,. Nabi bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud
melalui Ali Bin Abi Thalib : Rasul Saw, melarang makan bawang putih kecuali setelah dimasak.

Kata thayyib dari segi bahasa berartu lezat, baik, sehat, menentramkan, dan paling utama. Faktor-
faktor tafsir ketika menjelaskan ini dalam konteks perintah maka menyatakan bahwa ia berarti makanan
yang tidak kotor dari segi zat atau rusak(kadaluarsa), kata dicampuri benda najis. Ada juga yang
mengartikannya sebgai makanan yang mengundang selera bagi yang akan memakannya dan tidak
membahayakan fisik dan akalnya. Kita dapat berkata bahwa kata thayyib dalam makanan adalah makanan
yang sehat, proporsional, dan aman. Tentunya sebelum itu adalah halal.

Beberapa indikasi makanan yang thayyib itu adalah, pertama, makanan yang sehat adalah
makanan yang memiliki zat gizi yang cukup dan seimbang. Dalam al quran disebutkan sekian banyak
jenis makanan yang sekaligus dianjurkan untuk dimakan, misalnya padi padian(QS Al-sajadah[31]:27),
pangan hewani ( QS Ghafir [40]: 79), ikan(QS An-Nahl[16]:14), buah buahan (QS Al-mukminun[23]:19)
lemak dan minyak(Al-mukminun[23]:21), madu(QS Al-Nahal(16):14), dan lain lain. Penyebutan aneka
jenis makanan ini, menuntut kearifan dalam melih dan mengatur keseimbangan.

Kedua propesiaonal, dalam arti sesuai dengan kebutuhan pemakan, tidak berlebihan, dan tidak
berkurang. Karna itu al quran menuntut orang tua khususnya para ibu agar menusui anaknya dengan asi.
Serta menerapkan penyusunan yang ideal.

‫َّضا َعةَ ۗ َو َعلَى ْال َموْ لُوْ ِد لَهٗ ِر ْزقُه َُّن َو ِكس َْوتُه َُّن‬ َ ‫ض ْعنَ اَوْ اَل َده َُّن َحوْ لَي ِْن َكا ِملَ ْي ِن لِ َم ْن اَ َرا َد اَ ْن يُّتِ َّم الر‬ ِ ْ‫ت يُر‬ ُ ‫َو ْال َوالِ ٰد‬
َ ِ‫ث ِم ْث ُل ٰذلِكَ ۚ فَاِ ْن اَ َرادَا ف‬ ۤ َ ُ‫ف اَل تُ َكلَّفُ نَ ْفسٌ اِاَّل ُو ْس َعهَا‡ ۚ اَل ت‬
‫صااًل‬ ِ ‫ار‬ ِ ‫ضا َّر َوالِ َدةٌ ۢبِ َولَ ِدهَا َواَل َموْ لُوْ ٌد لَّهٗ بِ َولَ ِد ٖه َو َعلَى ْال َو‬ ِ ۗ ْ‫بِ ْال َم ْعرُو‬
‫َاح َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َسلَّ ْمتُ ْم َّمٓا ٰاتَ ْيتُ ْم‬
َ ‫ضع ُْٓوا‡ اَوْ اَل َد ُك ْم فَاَل ُجن‬ َ ‫اض ِّم ْنهُ َما َوتَ َشا ُو ٍ‡ر فَاَل ُجن‬
ِ ْ‫َاح َعلَ ْي ِه َما َۗواِ ْن اَ َر ْدتُّ ْم اَ ْن تَ ْستَر‬ ٍ ‫ع َْن ت ََر‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ص ْي ٌر‬ ُ َ ٓ َ
ِ َ‫ف َواتقوا َ َوا ْعل ُم ْوا ا َّن َ بِ َما تَ ْع َملوْ نَ ب‬ ُ َّ ِ ۗ ْ‫بِ ْال َم ْعرُو‬
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin
menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara
yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun
(berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan
permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin
menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan
cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan. (Al-Baqarah[2]:233)”

Dalam konteks ini juga dapat dikembangkan makna firman allah (QS Al-Maidah [5]:87)
َ‫ت َمٓا اَ َح َّل هّٰللا ُ لَ ُك ْم َواَل تَ ْعتَ ُدوْ ا ۗاِ َّن هّٰللا َ اَل ي ُِحبُّ ْال ُم ْعتَ ِد ْين‬
ِ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تُ َح ِّر ُموْ ا‡ طَيِّ ٰب‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah
dihalalkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas.”

2.3 Konsep Kesehatan Gizi Masyarakat

Menurut WHO ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan yang
mengandung enam macam zat gizi itu,yaitu karbohidrat,lemak,protein,mineral,dan vitamin dalam
hubungannya dengan tidak hanya bebas dari penyakit,melainkan sehat fisik,sehat mental,dan sehat sosial
8
sehingga mampu bekerja,beproduksi,dan bersilaturahmi dengan sesama.Ilmu gizi dapat dimaknai sebagai
ilmu yang mempelajari zat,pangan atau makanan yang secara fisiologis dibutuhkan oleh tubuh.

Achadi juga menuliskan bahwa awalnya ilmu gizi didefinisikan sebagai cabang ilmu yang
mempelajari proses pangan setelah dikonsumsi oleh manusia,masuk ke dalam tubuh,mengalami
pencernaan,absorpsi,transportasi,penyimpanan,metabolisme serta pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat serta gigi yang sehat pula.

Di dalam buku dasar Gizi,ditemukan definisi gizi sebagai "The science of applying the hitherto
discoverd facts about food and its uses in the body to the feeding off the individual,the family and ghe
nation".Belakangan ini berubah menjadi,"The study of foof and drink in all its aspects'as distincs from
dietetic which there is taken ti mean,the use of this study in curative medicine".

Menurut Ahmadi 2005 dirumuskan definisi ilmu gizi yang membuatnya sangat luas yaitu
"Nutrition science is the study of food systems,foods and drink,and their nutrients and other costituents
and of their interactions within and between all relevant biologicak,social,and environmental systems"(78-
80).
Tujuan mempelajari ilmu gizi:
-Tujuan pertama ialah mempelajari kecukupan makanan suatu masyarakat atau bangsa sehingga
setiap anggota masyarakat itu mempunyai status gizi yang baik dan kesehatan yang optimal.
-Tujuan kedua ialah mempelajari pencegahan penyakit untuk menyediakan kecukupan pangan bagi
suatu masyarakat dan meningkatkan kesehatan penduduknya,maka penyediaan pangan atau sarana
kesehatan harus terjamin.
Ilmu gizi mengidentifikasi enam jenis zat gizi yaitu:
1. Air
2.Karbohidrat
3.Lemak
4.Protein
5.Vitamin
6.Mineral

Dari keenam zat gizi itu,karbohidrat,lemak dan protein dibutuhkan dalam jumlah yang besar oleh
tubuh disebut makronutrien.Sedangkan vitamin dan mineral disebut mikronutrien karena diperlukan
jumlah yang sangat kecil sehingga satuan berat yang dipakai adalah milligram(mg),mikrogram(ug), dan
Satuan Internasional (SI) atau International Unit(IU).

Ketika membahasa Gizi di dalam Al-qur’an tentu kita tidak menemukan penjelasan yang rinci
tentang Gizi itu. Oleh karenananya penelusiran konsep Gizi Al-qur’an harus di rajuk pada tema tema
makanan, buah buahan, atau tumbuh tumbuhan yang banyak di sebut dalam Al-qur’an. Dalam kajian
selanjutnya potong potongan ayat tersebut harus diformulasi menjadi wawasan Al-qur’an tentang Gizi
kesehatan itu sendiri.

Menurut M.Quraish shihab, makanan yang halal adalah makanan yang tidak haram, yakni yang
tidak dilarang oleh agama memakannya. Makanan haram ada dua macam, yaitu haram karena zatnya
seperti babai, bangkai dan darah, dan haram karena sesuatu yang bukan dari zatnya, seperti makanan yang
tidak diizinkan pemiliknya untuk dimakan atau digunakan. Makanan yang halal adalah yang tidak masuk
kedua macam ini.

Makanan merupak protein yang berguna bagi manusia, yang berasal dari hewan disebut hewani,
yang berasal dari tumbuh tumbuhan disebut protein nabati. Semuan ya merupakan karunia Allah swt
kepada manusia. Maka dari itu, manusia tidak dilarang untuk menikmati kenikmatan dunia, seperti
makanan dan minuman.

Halal itu merupakan kebolehan, asalnya dari kata “al-hill”yang berarti melepaskan, dan lawan
katanya adalah “al-aqd”yang berarti mengikat atau mengekang. Karena selutuh yang halal itu akan
melepaskan kita dari kekhawtiran akan kebersihan dan kehalalan makan yang kita makan. Thayyib itu
dalam bahasa berarti suci, dan kata “halal” dalam ayat itumensifati kebaikan dan kebagusan makanan
yang dimaksud. Sebagaimana kata “haram” mensifati suatu benda itu menjadi buruk.

9
Pada pasalnya kata “thayyib”itu berati sesuatu yang diambil dari kelezatannya dan senang ketika
dimakan, dan ia di sifati dengan suci dan halal. Dan yang dimaksud thayyib dalm ayat ini ada dua arti.
Pertama, Makanan yang dapat memberikan kenikmatan tatkala dicicipi. Karena itu jikalau kita
mensifatinya dengan halal maka lazimlah kita terus menerus atau berulangkali merasakan atau
mencicipinya. Kedua, Yang dimaksud dengan tahyyib dalam ayat ini adalah “al-mubah” (kebolehan).
Halal itu ketika jenisnya halal, dan yang dimaksud thayyib ketika ia tidak berkaitan denganhak orang lain.
Maka jika ada seseorang makan makanan yang haram, tapi jiwannya senang dengan yang haram itu ia
akan tetap mendapat balasan, dan hal semacam ini dapat digolongkan kepada kemudaratan bukan
kesenangan. Seabagaimana Firman Allah.
ۡ َ‫اِ َّن الَّ ِذ ۡينَ يَ ۡا ُكلُ ۡونَ اَمۡ َوا َل ۡاليَ ٰتمٰ ى ظُ ۡل ًما اِنَّ َما يَ ۡا ُكلُ ۡونَ فِ ۡى بُطُ ۡونِ ِهمۡ نَا ًرا‌ ؕ َو َسي‬
‫ـصلَ ۡونَ َس ِع ۡيرًا‬
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka
itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”.
(Q.S. An- Nisa’ [4] : 10)

Kembali kepada ayat di atas, Menutut M. Quraish shihab, ajakan dalam ayat 168 dalam surah Al
baqarah ini di tunjukan untuk seluruh manusia, bukan hanya untuk orang orang beriman, ini menunjukan
bahwa bumi disiapkan untuk seluruh manusia, mukmin atau kafir. Maka dari itu semua manusia diajak
untuk makan yang hala yang ada di bumi. Tidak semua yang ada di dunia ini otomatis halal dimakan atau
digunakan. Dengan demikian tak semua yang ada di bumi ini menjadi makanan yang halal, karena bukan
semua yang dicipyakannya untuk makan manusia, walaupun semua kepentingan manusia, karena itu,
Allah SWT memerintahkan untuk makan makanan yang halal.

2.4 Pengaruh Makan & Teologi Makanan

Al-Qur'an menegaskan keharusan manusia untuk bersikap proposional dan tidal berlebih-
lebihan.Disamping ayat yang telah disebut di muka yang melarang manusia berprilaku israf.Al-Qur'an
juga didalam surah Al-An'am (6):141 mengingatkan sebagai berikut :
ٍ ‫ت َّو َغ ْي َر َم ْعرُوْ ٰش‬
۞ ‫ت َّوالنَّ ْخ َل َوال َّزرْ َع ُم ْختَلِفًا اُ ُكلُهٗ َوال َّز ْيتُوْ نَ َوالرُّ َّمانَ ُمتَ َشابِهًا‬ ٍ ‫ت َّم ْعرُوْ ٰش‬ ٍ ّ‫ي اَ ْن َشا َ َج ٰن‬ْٓ ‫َوهُ َو الَّ ِذ‬
ِ ‫ْرفُوْ ا‡ ۗاِنَّهٗ اَل ي ُِحبُّ ْال ُمس‬
َ‫ْرفِ ْين‬ َ ‫َّو َغ ْي َر ُمتَ َشابِ ۗ ٍه ُكلُوْ ا ِم ْن ثَ َم ِر ٖ ٓه اِ َذٓا اَ ْث َم َر َو ٰاتُوْ ا َحقَّهٗ يَوْ َم َح‬
ِ ‫صا ِد ٖ ۖه َواَل تُس‬
"Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung,pohon
korma,tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,zaitun dan delima yang serupa(bentuk dan
warnanya) dan tidak sama (rasanya).makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia
berbuah,dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin);
dan janganlah kamu berlebih-lebihan.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan".
(Q.S Al-An'am (6):141)

"Tidak kalah menariknya di dalam sebuah hadis,Nabi SAW bersabda,Tidak ada satu tempatpun
yang dipenuhi anak Adam yang lebih buruk dari pada perutnya.Cukuplah bagi dia beberapa suap
makanan saja asal dapat menegakkan tulang rusuknya".(H.R. Ahmad dan Tirimizi)

Mengomentari hadis ini,Tauhid Nur menyatakan bahwa,terlampau banyak makan akan menutup
hati dan pikiran,mendatangkan kemalasan,menghilangkan seasivitas jiwa,dan menumpuk egoism.Cahaya
ilmu pun akan sulit kita serap manakala perut kita terisi penuh dengan makanan.

Ada beberapa cara untuk mengendalikan diri.Pertama,mengendalikan nafsu makan dengan


keimanan.Secara sederhana dapat dikatakan bahwa orang beriman ketika makan,maka makan itu adalah
cara untuk menambah energinya agar dapat beribadah kepada Allah dan melaksanakan tugas-tugas
kekhalifahannya.Tidaklah berlebihan ketika Rasul berkata bahwa orang-orang beriman hanya makan
ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang.Kedua,mengendalikan nafsu makan dengan shaum atau
puasa.Ketiga,mengendalikan nafsu makan dengan membatasi asupan makanan.Hal yang menarik
dikemukakan oleh Amir Pilliang bahwa didalam konsumsi yang dilandasi oleh nilai tanda dan citraan
ketimbang nilai utilitas , logika yang mendasarinya bukan lagi logika kebutuhan melainkan logika hasrat.
Bila kebutuhan dipenuhi setidaknya secara persial-melalui objek objek ,maka hasrat sebaliknya tidak akan
pernah terjenuhi karena satu satunya objek yang dapat memenuhi hasrat adalah objek hasrat(seksual) yang
muncul secara bawah sadar pada tahap imejiner.

Seperti yang telah digambarkan oleh Allah SWT didalam surah al-Humazah yaitu mereka yang

10
menggunakan logika hasrat yang sampai kapan pun tidak akan tarpuaskan .Nabi juga pernah mengatakan
bahwa orang yang rakus itu apabila diberi ladang berisi emas niscaya dia akan meminta ladang
kedua.Secara logika hasrat tidak akan pernah mengenal titik henti sampai akhirnya manusia menuju liang
kubur.Dalam beberapa surah didalam al-qur’an dan hadits menunjukkan bahwa siapapun yang anya
memenuhi logika hasratnya maka cepat atau lambat orang itu akan mengalami kehancuran.Sebalinya
apabila dia ingin selamat maka dia harus menggunakan logika kebutuhan.Karena Allah telah menetapkan
bahwa apa yang ada dialam mini ini memiliki ukurannya sendiri.Ukuran atau takaran ini didalam al-
qur’an disebut dengan qadar atau taqdir.Oleh sebab itu didalam teologi gizi kesehatan masyarakat kata
kuncinya adalah bagaimana kita hidup secara seimbang dan sesuai dengan ketentuan Allah SWT.Sebagai
pencipta yang serba maha,Allah telah menetapkan dialam ini apa yang disebut dengan kadar yang
bermakna, ukuran batasan dan takaran.Keselamatan dan kebaikan manusia hanya akan terwujud ketika
manusia memenuhi kadarnya termasuk dengan pemenuhan gizi kesehatan.Dan keseimbahan menjadi
keniscayaan .Ketika keseimbangan ini terganggu maka akan mengakibatkan kerusakan tubuh itu sendiri

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di dalam teologi Gizi kesehatan masyarakat kata kuncinya adalah bagaimana kita hidup secara
seimbang dan sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Sebagai pencipta yang serba maha, Allah telah
menetapkan di alam ini apa yang disebut dengan kadar yang bermakna, ukuran, batasan dan takaran.

Dalam desainnya Allah SWT, keselamatan dan kebaikan manusia akan terwujud ketika manusia
memenuhi kadarnya. Tentu saja dalam semua aspek kehidupan. Termasuk di dalamnya kaitannya dengan
pemenundn gizi kesehatan.kepatuhan di sini, kepatuhan terhadap sunnatullah dalam nalai gizi merupakan
satu-satu cara yang dapat dilakukan manusia Jika ia ingin hidup sehat. Keseimbangan menjadi
keniscayaan. Ketika keseimbangan ini terganggu, akibat yang akan dirasakan manusia adalah kerusakan
tubuh itu sendiri.

3.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas maka saran yang dapat
kami sampaikan yaitu pemenuhan gizi yang seimbangsangat penting dan diperlukan dari asupan makanan
yang dimakan tiap harinya,yang nantinya akan digunakan untuk memenuhi energi yang dibutuhkan tubuh
tiap harinya. Oleh karena itu, harus memperhatikan makanan yang dikonsumsiuntuk pemenuhan gizi. Dan
makan – makanan yang di anjurkan

12
DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, A. A. (2021). Teologi Islam dan Ilmu Kesehatan Masyarakat . Medan : Merdeka Kreasi Group.

Notoatmodjo,Soekidjo.1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Jakarta : Rineka Cipta.

13

Anda mungkin juga menyukai