Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

Pendahuluan

A.Latar Belakang
Pada saat sekarang semakin banyak kita mendengar di masyarakat tentang
orang-orang yang melakukan pembunuhan.seakan-akan yang mereka lakukan itu
adalah hal yang sangat biasa dilakukan.Mereka yang melakukan itu tidak tau
bagaimana hukum bagi yang membunuh.Orang-orang itu membunuh di sebabkan
oleh berbagai macam hal, baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak
sengaja.sementara pengetahuan tentang hukum bagi orang yang melakukan
pembunuhan di sengaja maupun tidak di sengaja sangat sedikit yang mengetahui
tentang hal itu.
Sama halnya dengan pembunuhan,dewasa ini semakin banyak juga orangorang yang gampang sekali mengakhiri hidupnya hanya karena sesuatu yang
sepele.masalah-masalah yang sebenarnya bisa di selesaikan dan ada jalan
keluarnya.tetapi karna adanya rasa rendah diri dalam diri seseorang,mereka
dengan gampang mengakhiri hidupnyaHal seperti ini disebabkan karena
kurangnya pemahaman mereka tentang islam dan kurangnya mereka mendekatkan
diri kepada sang pencipta yaitu Allah SWT.
B.Rumusan Masalah
a).Bagaimana hukum pembunuhan menurut islam?
b).Bagaimana hukum membunuh baik yang sengaja maupun yang tidak di sengaja
menurut pandangan islam?
c).Bagaimana hukum bunuh diri dalam islam?
C.Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a).Mengetahui bagaimanakah pandangan islam tentang pembembunuhan baik
yang disengaja maupun yang tidak di sengaja
b).Mengetahui bagaimanakah pandangan islam tentang bunuh diri
c).Mengetahui apa-apa saja hukum tentang pembunuha mau pun bunuh diri
d).Menambah keimana dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Bunuh Diri dan Pembunuhan
1.Pembunuhan
Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses, perbuatan,
atau cara membunuh. Sedangkan pengertian membunuh adalah mematikan;
menghilangkan (menghabisi; mencabut nyata)
Dalam arti istilah, pembunuhan didefinisikan oleh Wahbah Zuhaili yang sebagai,
Pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau nyawa seseorang.
Abdul Qadir Audah memberikan definisi pembunuhan sebagai, Pembunuhan
adalah perbuatan manusia yang menghilangkan kehidupan yakni pembunuhan itu
adalah menghilangkan nyawa manusia dengan sebab perbuatan manusia yang
lain.
Dari definisi tersebut disimpulkan bahwa perbuatan seseorang terhadap orang lain
yang mengakibatkan hilangnya nyawa, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan
sengaja maupun tidak sengaja.
2.Bunuh Diri
Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup sendiri yang dilakukan
oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya.
Pada dasarnya, segala sesuatu itu memiliki hubungan sebab akibat (ini adalah
sistematika). Dalam hubungan sebab akibat ini akan menghasilkan suatu alasan
atau sebab tindakan yang disebut motif.
Pandangan Islam Tentang Bunuh Diri.
Agama Islam dengan tegas melarang dan mengharamkan perbuatan bunuh diri
dan melenyapkan nyawa sendiri.
Sebagaimana ditegaskan ALLAH melalui firman-Nya dalam kitab suci Al-Qur'an:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya ALLAH adalah Maha Penyayang kepadamu."
[Q.S An-Nissa: 29]
Ada beberapa hadist pula yang menyebutkan bahwa bunuh diri itu merupakan
suatu tindakan yang salah dan sangat dilarang dalam agama Islam, yaitu:
Rasulullah bersabda:
"Sebelum kamu, pernah ada seorang laki-laki luka, kemudian marah sambil
mengambil sebilah pisau dan dipotongnya tangannya, darahnya terus mengalir
sehingga dia mati. Maka berkatalah ALLAH: "Hamba-Ku ini mau mendahulukan
dirinya dari (takdir)-Ku. Oleh karena itu Kuharamkan syurga atasnya".
{HR. Bukhari dan Muslim}

Rasulullah juga bersabda:


"Barang siapa yang membunuh diri dengan besi, maka di dalam neraka nanti dia
akan memegang besi itu lalu menusuk-nusukannya ke perutnya sendiri dan dia
kekal abadi di dalamnya. Dan barang siapa yang membunuh diri dengan
meminum racun, maka di dalam neraka dia akan meneguknya terus dan dia kekal
abadi di dalamnya. dan barang siapa yang bunuh diri dengan membuang dirinya
dari gunung, di dalam neraka nanti dia akan menjatuhkan dirinya terus dan dia
kekal abadi di dalamnya".
{HR. Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah}
dalam hadits yang lain, Rasulullah bersabda:
"Barang siapa yang membunuh diri dengan alat tertentu, maka ALLAH akan
mengadzabnya dengan alat itu pada hari kiamat"
{HR. Muslim}.
Hikmah Pelarangan dan Keharaman Bunuh Diri dalam Islam.
Dalam perspektif pandangan dunia Islam (Islamic World View) dan berdasarkan
ajaran- ajaran al-Qur'an, terdapat Point yang lebih penting bahwa hikmah
pelarangan dan keharaman bunuh diri dalam Islam bukanlah semata-mata
penjagaan kehidupan seseorang yang ingin bunuh diri, melainkan dengan
menetapkan hukum ini, Islam ingin menjaga dan memelihara kehidupan seluruh
umat manusia dari bahaya kepunahan dan kemusnahan.
Tatkala perbuatan bunuh diri ditetapkan sebagai perbuatan haram dan terlarang
dan siapapun tidak dibenarkan membunuh dirinya sendiri, yang dalam
pandangannya bukan pemilik dan penguasa atas dirinya, tentu saja tidak akan ada
izin untuk membunuh orang lain. Pelarangan dan keharaman merupakan
penghalang dan pencegah berkembangnya penyakit sejenis ini dalam masyarakat
dan pada orang-orang seperti ini.
Atas dasar ini, dalam Islam "bunuh diri" tergolong sebagai dosa besar dan orangorang yang melakukan dosa besar ini diancam dengan azab yang sangat pedih.
B.Macam-Macam Pembunuhan Menurut Islam
Menurut jumhur fuqaha, pembunuhan dibagi kepada tiga bagian, yaitu
Pembunuhan Sengaja
Pembunuhan sengaja sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah,
Pembunuhan sengaja adalah satu pembunuhan di mana perbuatan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa itu disertai dengan niat untuk membunuh
korban.
Pembunuhan Menyerupai Sengaja
Menurut Hanafiyah, seperti dikutip oleh Abdul Qadir Audah, pengertian
pembunuhan menyerupai sengaja adalah, Pembunuhan menyerupai sengaja
adalah suatu pembunuhan di mana pelaku sengaja memukul korban dengan
tongkat, cambuk, batu, tangan, atau benda lain yang mengaki batkan kematian.

Menurut definisi ini, pembunuhan menyerupai sengaja memiliki dua unsur yaitu
unsur kesengajaan dan unsur kekeliruan. Unsur kesengajaan terlihat kesengajaan
berbuat berupa pemukulan. Unsur kekeliruan terlihat dalam ketiadaan niat
membunuh. Dengan demikian, pembunuhan tersebut menyerupai sengaja karena
adanya kesengajaan dalam berbuat.
Menurut Syafiiyah, seperti juga dikutip oleh Abdul Qadir Audah, pengertian
pembunuhan menyerupai sengaja adalah, Pembunuhan menyerupai sengaja
adalah suatu pembunuhan di mana pelaku sengaja dalam perbuatan, tetapi keliru
dalam pembunuhan.
Menurut Hanabilah, pengertian pembunuhan menyerupai sengaja adalah,
Pembunuhan menyerupai sengaja adalah sengaja dalam melakukan perbuatan
yang di larang, dengan alat yang pada galibnya tidak akan mematikan, namun
kenyataannya korban mati karenanya.
Pembunuhan Karena Kesalahan
Pengertian pembunuhan karena kesalahan, sebagaimana dikemukakan oleh Sayid
Sabiq adalah;
Pembunuhan karena kesalahan adalah apabila seorang mukalaf melakukan
perbuatan yang dibolehkan untuk dikerjakan. seperti menembak binatang buruan
atau membidik suatu. sasaran, tetapi kemudian mengenai orang yang dijamin
keselamatannya dan membunuhnya.
Wahbah Zuhaili memberikan pengertian pembunuhan karena kesalahan sebagai,
Pembunuhan karena kesalahan adalah pembunuhan yang tejadi tanpa maksud
melawan hukum, baik dalam perbuatannya maupun objeknya.
Kekeliruan dalam pembunuhan itu ada dua macam, yaitu
1.Pembunuhan karena kekeliruan semata-mata, dan
2.Pembunuhan yang disamakan/dikategorikan dengan kekeliruan

C.Pandangan Islam Tentang Pembunuhan dengan Sengaja dan Akibat Hukumnya


Pembunuhan dengan sengaja, dalam bahasa Arab, disebut qatlu al-amd.
Secara etimologi bahasa Arab, kata qatlu al-amd tersusun dari dua kata, yaitu alqatlu dan al-amd. Kata al-qatlu artinya perbuatan yang dapat menghilangkan
jiwa,sedangkan kata al-amd artinya sengaja dan berniat.Yang dimaksud
pembunuhan dengan sengaja di sini adalah seorang mukalaf secara sengaja (dan
terencana) membunuh jiwa yang terlindungi darahnya, dengan cara dan alat yang
biasanya dapat membunuh.
Rukun Pembunuhan Dengan Sengaja
Dari definisi di atas, jelaslah bahwa pembunuhan dengan sengaja memiliki rukun
dan syarat, di antaranya:

1. Korban terbunuh. Apabila seseorang sengaja membunuh korban dengan senjata


yang bisa membunuh, seperti kapak atau sejenisnya, namun korbannya selamat
dan dapat disembuhkan, maka ini tidak termasuk pembunuhan dengan sengaja.
Korban terbunuh ini memiliki dua syarat:
a. Bani adam (manusia). Apabila korban yang terbunuh bukan manusia, tentulah
tidak dikatakan pembunuhan dengan sengaja.
b. Terjaga darahnya (mashum ad-dam). Hal ini mencakup semua jiwa yang
mendapatkan perlindungan negara Islam, seperti kaum muslimin, dzimi (ahli
dzimah), orang kafir yang di bawah perjanjian (al-muahad), dan orang kafir yang
meminta perlindungan (al-mustamin).Dengan demikian, seseorang dihukumi
membunuh dengan sengaja, apabila ia mengetahui bahwa orang yang ia inginkan
untuk terbunuh adalah manusia dan terlindungi jiwanya menurut syariat Islam.
2. Kesengajaan membunuh korban atau keinginan dari pembunuh untuk
membunuh korban. Hal ini mencakup dua keinginan, yaitu kesengajaan
membunuh (qashdu al-jinayat) dan sengaja menjadikan pihak terbunuh sebagai
korban (qashdu al-majni alaih). Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan,
Dua jenis kesengajaan ini harus terpenuhi.Sseandainya tidak ada niat untuk
membunuh dengan menggerakkan senjata, lalu senjatanya terlempar (tidak
sengaja) dan membunuh orang, maka hal ini tidak dikatakan membunuh dengan
sengaja, karena si pelaku pembunuhan tidak berniat membunuh. Juga, seandainya
ia sengaja menembak sesuatu dan ternyata yang ditembak itu adalah seorang
manusia, maka ini pun bukan kesengajaan, karena si pelaku pembunuhan tidak
sengaja (dan terencana) membunuh orang yang terlindungi darahnya tersebut.
3. Alat yang digunakan adalah alat yang bisa membunuh, baik senjata tajam atau
yang lainnya. Ini termasuk rukun pembunuhan dengan sengaja yang terpenting.
Hal ini karena syarat kesengajaan membunuh adalah perkara batin yang tidak
mudah dibuktikan. Oleh karena itu, penetapan hukumnya dikembalikan kepada
alat yang digunakan, karena itu merupakan perkara yang nyata.
Apabila rukun-rukun ini tidak ada salah satunya, maka pembunuhan tersebut tidak
dihukumi sebagai pembunuhan yang disengaja.
Klasifikasi Pembunuhan Dengan Sengaja
Dari definisi pembunuhan dengan sengaja di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembunuhan dengan sengaja terbagi dalam dua jenis.
Jenis pertama, membunuh dirinya sendiri (bunuh diri).
Jiwa manusia bukanlah miliknya pribadi, namun masih milik penciptanya. Jiwa
adalah amanah yang harus dijaga dan dipelihara. Oleh karena itu, membunuh diri
sendiri atau merusaknya tanpa ada maslahat syari adalah tindakan terlarang.
Begitu juga, seseorang tidak boleh beraktifitas dengan anggota tubuhnya kecuali
aktifitas yang mendatangkan kemanfaatan. Karena itulah, Allah menjadikan
perbuatan bunuh diri termasuk dosa besar, sebab ada pelanggaran amanah serta

sikap tidak ridha dengan ketetapan dan takdir Allah Subhanahu wa Taala.
Perbuatan ini dilarang dalam firman Allah Subhanahu wa Taala,






Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka-sama-suka di antara kamu. Serta, janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. (Qs. anNisa`: 29)
Jenis kedua, membunuh orang lain.
Allah Subhanahu wa Taala dengan tegas melarang membunuh jiwa manusia
dengan sengaja, dan mengancam pelakunya dengan ancaman yang berat. Allah
Subhanahu wa Taala berfirman, Dan barangsiapa yang membunuh seorang
mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam. Ia kekal di dalamnya,
Allah murka kepadanya, mengutuknya, serta menyediakan azab yang besar
baginya. (Qs. an-Nisa`: 93)
Bentuk Pembunuhan yang Disengaja
Pembunuhan dengan sengaja memiliki beragam bentuk yang ada dalam realita, di
antaranya:
1. Membunuh dengan senjata tajam (al-muhaddad), yaitu dengan cara
melukai tubuh dengan senjata tajam, seperti pisau, senapan, tombak,
lembing, dan jenis senjata tajam lainnya. Ini disepakati para ulama sebagai
salah satu jenis pembunuhan dengan sengaja.
2. Membunuh dengan senjata tumpul, atau senjata yang membunuh karena
beratnya atau pengaruhnya di tubuh (al-mutsaqqal), seperti dengan cara
memukulkan batu besar dan sejenisnya. Apabila batunya kecil, maka
bukan termasuk pembunuhan dengan sengaja, kecuali bila dipukulkan
kebagian anggota tubuh yang mematikan, atau dalam keadaan lemahnya
korban seperti sakit, kecil, dan sejenisnya, atau memukulnya dengan
berulang-ulang hingga mati. Termasuk juga pembunuhan dengan almutsaqqal adalah menimpakan tembok ke orang lain dan menabrakkan
mobil ke tubuh korban.
3. Melemparkan korban ke tempat berbahaya yang dapat membunuhnya,
seperti melemparkannya ke dalam kandang singa atau dikurung bersama
ular berbisa yang membunuhnya. Apabila sengaja melemparkannya ke
tempat-tempat yang mematikan tersebut, maka ia telah sengaja membunuh
korban dengan sesuatu yang umumnya bisa membunuh.

4. Melempar korban ke dalam api atau air yang menenggelamkannya, dan si


korban tidak mungkin selamat darinya.
5. Mencekiknya dengan tali atau sejenisnya, atau membekap mulut dan
hidungnya hingga mati dengan sebab itu.
6. Memenjarakannya dan tidak memberi makan dan minum hingga si korban
mati dengan sebab itu, dalam waktu yang umumnya orang akan mati
kelaparan, serta si korban tidak bisa mencari makanan dan minuman.
7. Membunuhnya dengan sihir (santet).
8. Membunuhnya dengan racun. Ini memiliki beberapa bentuk, di antaranya:
a. Memberi racun dengan paksa hingga mati.
b. Mencampuri makanan dan minumannya dengan racun, lalu
menyajikannya kepada korban, kemudian korban meminumnya dalam
keadaan tidak tahu bahwa di dalamnya terkandung racun.
9. Membunuh korban secara tidak langsung. Hal ini dapat digambarkan
dalam beberapa bentuk:
10. a. Memberikan kesaksian yang membuat korban dibunuh, seperti berzina
atau murtad, lalu korban itu dibunuh. Setelah terbunuh, saksi tersebut
menarik kembali persaksiannya dan mengatakan bahwa ia sengaja
melakukan persaksian dusta tersebut untuk membunuh korban.
b. Memaksanya untuk bunuh diri.
c. Menyuruh orang lain untuk membunuhnya.
Demikianlah beberapa jenis bentuk pembunuhan dengan sengaja yang
disampaikan para ulama dari hasil penelitian mereka.
Akibat Pembunuhan Dengan Sengaja
Pembunuhan dengan sengaja memiliki konsekuensi yang melibatkan tiga hak: hak
Allah, hak wali korban, dan hak korban sendiri. Imam Ibnu al-Qayyim
menjelaskan, Yang benar adalah bahwa pembunuhan berhubungan dengan tiga
hak: hal Allah, hak korban (al-maqtul), dan hak keluarga dan kerabat korban
(auliya` al-maqtul). Apabila pembunuh telah menyerahkan diri dengan suka rela,
dengan menyesalinya dan takut kepada Allah, serta bertobat dengan tobat
nashuha, maka gugurlah hak Allah Subhanahu wa Taala dengan tobat tersebut,
dan hak auliya` a1-maqtul gugur dengan ditunaikannya qisas secara sempurna,
melalui perdamaian, atau pembunuh dimaafkan. Namun, masih tersisa hak
korban. Karenanya, Allah yang akan menggantinya di hari kiamat dari hamba-Nya
yang bertobat dan Allah akan memperbaiki hubungan keduanya.
Hal-hak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, hak Allah. Pembunuhan dengan sengaja berhubungan langsung dengan


hak Allah Subhanahu wa Taala, karena telah melanggar larangan Allah yang ada
dalam firman-Nya.Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja, maka balasannya ialah jahanam. Ia kekal di dalamnya, Allah murka
kepadanya, mengutukinya, serta menyediakan azab yang besar baginya. (Qa.
an-Nisa`: 93)
Dalam ayat yang mulia ini, Allah mengancam keras pelaku pembunuhan dengan
sengaja, sampai-sampai karena besarnya dosa pembunuhan ini, Allah tidak
mensyariatkan adanya kafarat.
Sedangkan, Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskan besarnya dosa
pembunuhan ini dalam sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam,
Lenyapnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan pembunuhan terhadap
seorang muslim. (Hr. at-Tirmidzi dan an-Nasa`i; dinilai shahih oleh al-Albani
dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 2438).
Larangan ini tidak hanya berlaku pada jiwa muslim, namun juga pada semua jiwa
yang dilindungi dalam syariat Islam, sebagaimana dijelaskan Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya, Barangsiapa yang membunuh
orang kafir yang memiliki perjanjian perlindungan (muahad), maka dia tidak
akan mencium wangi surga. Sungguh, wangi surga itu tercium sejauh jarak empat
puluh tahun. (Hr. al-Bukhari)
Bahkan, perkara ini menjadi perkara awal yang dihisab di antara manusia di hari
kiamat, seperti dijelaskan dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam,Perkara pertama yang akan diperhitungkan di antara manusia pada hari
kiamat adalah permasalahan darah. (Muttafaqun alaih)
Bahkan, Allah menjadikan pembunuhan satu jiwa bagaikan membunuh seluruh
manusia, dan menghidupkan satu jiwa bagaikan menghidupkan seluruh manusia,
seperti dalam firman Allah Subhanahu wa Taala.Oleh karena itu, Kami
tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh
seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia, seluruhnya. Juga, barangsiapa yang memelihara kehidupan
seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia,
seluruhnya. (Qs. al-Ma`idah: 32)
Hak ini tidak gugur kecuali dengan tobat yang benar dari pembunuh, dan tidak
cukup hanya dengan menyerahkan diri kepada wali korban.
Kedua, hak korban. Hak ini tidak gugur, karena korban telah mati dan hilang,
dan pembunuh telah dihukum. Korban akan meminta haknya di hari kiamat nanti
dari pembunuhnya. Namun, apakah kebaikan pembunuh akan diambil (di akhirat),
atau Allah Subhanahu wa Taala dengan keutamaan dan kemurahan-Nya yang
akan menanggungnya? Yang benar, sebagaimana dirajihkan oleh Imam Ibnu al-

Qayyim dan Ibnu Utsaimin, adalah Allah yang akan menggantinya di hari kiamat
dari hamba-Nya yang bertobat, dan Allah akan memperbaiki hubungan keduanya .
Ketiga, hak wali korban. Keluarga korban yang mencakup seluruh ahli warisnya
memiliki hak atas pelaku pembunuhan, dengan diminta memilih tiga pilihan:
Pilihan pertama, qisas, yaitu dengan dilakukannya hukuman pancung kepada
pelaku pembunuhan, yang hukuman ini dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini
berdasarkan pada firman Allah Subhanahu wa Taala,



Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu untuk melaksanakan
qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. (Qs. al-Baqarah: 178)
Dianjurkan bagi para ahli waris korban untuk mengampuni pelaku dari qisas,
apabila pelaku tidak dikenal sebagai orang jelek, berdasarkan firman Allah
SWT:Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf, dengan cara
yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu, dan
merupakan suatu rahmat. (Qs. al-Baqarah: 178)
Apabila seluruh ahli waris atau seseorang dari mereka memaafkan si pembunuh
qisas maka gugurlah qisas bagi si pembunuh, dan si pembunuh wajib menunaikan
pilihan kedua, yaitu diyat.
Pilihan kedua, membayar diyat, berdasarkan sabda Rasulullah
SAW:Barangsiapa yang menjadi wali korban pembunuhan, maka ia diberi dua
pilihan: memilih diyat atau qisas. (Hr. Muslim, no. 3371)
Pilihan ketiga, memberikan ampunan tanpa bayaran. Para ahli waris korban
memiliki hak untuk mengampuni pelaku dengan tidak meminta qisas maupun
diyat. Apabila sebagian ahli waris memberikan ampunan ini, maka gugurlah
bagiannya dari diyat dan pelaku hanya membayar bagian diyat untuk ahli waris
korban yang tidak memaafkannya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:
Barangsiapa yang melepaskan (hak qisas)-nya, maka melepaskan hak itu
(menjadi) penebus dosa baginya. (Qs. al-Ma`idah: 45)

D.Pandangan Islam tentang Pembunuhan yang Tidak Disengaja serta Akibat


Hukumnya
Pembunuhan kategori ini memiliki beberapa konsekuensi yaitu:
1. Tidak Ada Qishash (hukuman berupa tindakan yang sama dengan
kejahatan pelaku).

Allah Taala berfirman:Dan barangsiapa membunuh seorang mumin dengan


tidak sengaja, (hendaklah) ia memerdekakan seorang budak yang beriman serta
membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali jika mereka
bersedekah (tidak mengambilnya). (QS. An Nisa:92)
Dalam ayat ini, Allah tidak menyebutkan qishash di antara kewajiban yang harus
dilakukan pelaku qatl khatha`. Dan pembunuhan yang menyebabkan qishash
hanyalah pembunuhan yang disengaja (amd) (As-Siraj al-Wahhaj, Hal. 87).
2. Kewajiban Membayar Diyat
Sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas. Adapun besarnya adalah seratus ekor
unta untuk setiap jiwa muslim pria. Dalam Sunan An-Nasai 4.871, diriwayatkan
bahwa Nabi shallallah alaih wa sallam- menulis dalam surat beliau: Diyat
nyawa adalah seratus ekor unta.
Ibnu Hibban dan al-Hakim menghukumi shahih hadis ini, dan Al-Albani
melemahkannya. Namun kandungan hadis ini disepakati oleh seluruh ulama,
sebagaimana dinukil oleh Imam Syafii, Ibnul Mundzir, dan Ibnu Abdil Barr (AlUmm, 12:379 , Al-Isyraf, 2:133, dan At-Tamhid 17:381).
Diyat untuk muslimah adalah setengahnya, yakni lima puluh ekor. Jika tidak ada
unta, diyat bisa dibayar dengan uang senilai seratus ekor unta (As-Siraj al-Wahhaj,
Hal. 480). Dan berbeda dengan pembunuhan disengaja yang diyatnya ditanggung
oleh penabrak, pembayaran diyat ini ditanggung oleh ahli waris penabrak, yaitu
keluarga dari pihak ayah, dan bisa diangsur selama tiga tahun (As-Siraj alWahhaj, Hal. 737, At-Tasyri al-Jina`i al-Islami, 2:176).
3. Kewajiban Membayar Kaffarah
Yaitu dengan membebaskan budak mukmin sebagaimana penjelasan ayat di atas,
atau jika tidak ada, berpuasa dua bulan berturut-turut. Allah Taala berfirman di
ayat yang sama: Maka barangsiapa yang tidak memperolehnya, (hendaklah ia)
berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. (QS. An
Nisa: 92)
Kaffarah ini disesuaikan dengan jumlah korban meninggal menurut pendapat
sebagian ulama, jadi dengan sembilan korban tewas, penabrak harus
membebaskan sembilan budak mukmin, atau berpuasa dua bulan berturut-turut
sembilan kali (Ahkam Hawadits al-Murur fi asy-Syariah al-Islamiyyah, bab
Khatimah). Sementara sebagian ulama berpendapat cukup satu kaffarah saja.

10

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Agama Islam dengan tegas melarang dan mengharamkan perbuatan bunuh
diri dan melenyapkan nyawa sendiri.
Sebagaimana ditegaskan ALLAH melalui firman-Nya dalam kitab suci Al-Qur'an:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya ALLAH adalah Maha Penyayang kepadamu."
[Q.S An-Nissa: 29]

B. Saran
Mengingat demikian beratnya hukuman bagi seorang pembunuh
dalam Islam, kepada muslim dan muslimah diminta untuk menjauhkan
diri dari perbuatan tersebut agar semuanya selamat hidup di dunia dan
di akhirat kelak. Apabila manusia mengenal logika Islam bahwa kematian

bukanlah ujung perjalanan melainkan awal perjalanan tanpa ujung dan batas.
Karena itu bunuh diri sama sekali tidak akan membantu manusia menyelesaikan
persoalan yang dihadapinya . Di samping itu, tiada satu pun, termasuk berbagai
kesulitan hidup, yang berharga di dunia ini yang melebihi harga jiwa yang
direnggutnya dengan bunuh diri.

11

12

Anda mungkin juga menyukai