Anda di halaman 1dari 18

MATA KULIAH NAMA DOSEN

FIQIH Yassir Hayati, S.Sy., M.H

FIQIH JINAYAH

DISUSUN OLEH KELOMPOK 13


MIFTHAHUL JANNAH ( 12070321702 )
SYUJA AFIIFAH ( 12070322618 )

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada

kita bersama sehingga penyusunan tugas makalah ini dapat berjalan dengan

lancar. Sholawat dan salam atas junjungan alam nabi Muhammad SAW, mudah-

mudahan dengan seringnya bersholawat kita termasuk umat yang mendapat

syafaat beliau di akhir kelak nanti. Amin.

Makalah ini berjudul “FIQIH JINAYAH”. Makalah ini disusun untuk

melengkapi tugas mata kuliah Fiqih

Penulis mengharapkan kritik dan saranya yang bersifat membangun dan

memperbaiki makalah ini kedepan. Atas kritik dan sarannya penulis ucapkan

terima kasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Pekanbaru 15 September 2022


Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3

1. Rumusan Masalah.........................................................................................1

2. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2

A. Pengertian dan Macam - macam Pembunuhan.........................................2

B. Qishas........................................................................................................4

C. Diyat..........................................................................................................7

D. Dakwaan Pembunuhan Dengan Tidak Ada Saksi.....................................9

E. Kafarat Membunuh Seseorang................................................................11

BAB II....................................................................................................................14

PENUTUP..............................................................................................................14

KESIMPULAN......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Jianayah atau lengkapnya Fiqh Jinayah merupakan satu bagian dari bahsan
fiqh. kalau fiqh adalah ketentuan yang berdasarkan wahyu Allah dan bersifat
amaliah (operasional) yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya
dengan Allah dan sesama manusia, maka fiqh jinayah secara khusus mengatur
tentang pencegahan tindak kejahatan yang dilakukan manusia dan sanksi
hukuman yang berkenan dengan kejahatan itu. Tujuan umum dari ketentuan yang
di tetapkan Allah itu adalah mendatangkan kemaslahatan untuk manusia, baik
mewujudkan keuntungan dan menfaat bagi manusia, maupun menghindarkan
kerusakan dan kemudaratan dari manusia. Dalam hubungan ini Allah
menghendaki terlepasnya manusia dari segala bentuk kerusakan. Hal ini di
penjelas oleh hadist Nabi yang mengatkan“Tidak boleh terjadi kerusakan
terhadap manusia dan tidak boleh manusia melakukan perusakan terhadap orang
lain”.
Segala bntuk tindakan perusakan terhadap orang lain atau makhluk di larang
oleh agama dan tindakan tersebut di namai tindakan kejahatan atau jinayah dan di
sebut juga  jarimah. Karena tindakan itu menyalahi larangan Allah berarti
pelakunya durhaka terhadap Allah. Oleh karena itu, perbuatan yang menyalahi
kehendak Allah itu disebut pula ma’siyat.  Di antara tindakan yang dilarang Allah
itu ada yang di iringi dengan ancaman hukuman terhadap pelakunya, baik
ancaman itu dirasakan pelakunya didunia, maupun dalam bentuk azab di akhirat.
Semua bentuk tindakan yang dilarang Allah dan diancam pelakunya dengan
ancaman hukuman tertentu itu secara khusus di sebut jinayah atau jarimah.
Adapun kejahatan yang dinyatakan Allah dan Nabi-Nya sanksinya adalah :
murtad, pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, perzinaan, tuduhan
perzinaan tampa bukti, minum-minuman keras, makar dan pemberontakan.
Di makalah ini akan lebih lanjut dibahas tentang jinayah pembuhunuhan.
.

iv
1. Rumusan Masalah
a. Ada berapa macam macam pembunuhan?
b. Apa syarat wajib qisas (hukum bunuh)?
c. Apa yang dimaksud dengan diyat?
d. Bagaimana dakwaan pembunuhan dengan tidak ada saksi?
e. Apa kafarat membunuh seseorang?

2. Tujuan
a. Mengetahui berapa macam macam pembunuhan?
b. mendeskripsikan syarat wajib qisas (hokum bunuh)?
c. Mengetahui yang dimaksud dengan diyat?
d. Melihat dakwaan pembunuhan dengan tidak ada saksi?
e. Mengetahui kafarat membunuh seseorang?

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Macam - macam Pembunuhan


1. Pengertian Pembunuhan
Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses, perbuatan,
atau cara membunuh. Sedangkan pengertian membunuh adalah mematikan;
menghilangkan (menghabisi; mencabut) nyawa.1 Dalam bahasa arab,
pembunuhan disebut ْ‫ القتل‬berasal dari kata ‫ قتل‬yang sinonimnya ‫ ا م ت‬artinya
mematikan.2 Dalam arti istilah, pembunuhan didefinisikan oleh Wahbah
Zuhaili yang mengutip pendapat Syarbini Khatib adalah
Pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa
seseorang.3 Abdul Qadir Audah memberikan definisi pembunuhan adalah
Pembunuhan adalah perbuatan manusia yang menghilangkan kehidupan yakni
pembunuhan itu adalah menghilangkan nyawa manusia dengan sebab
perbuatan mansia lain.4
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwasannya pembunuhan adalah
perbuatan seseorang, terhadap orang lain yang mengakibatkan hilangnya
nyawa, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak
sengaja5. Dalam buku Hukum Pidana Islam karangan Zainuddin Ali
Pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dan/ atau
beberapa orang yang mengakibatkan seseorang dan/ atau beberapa orang
meninggal dunia.6

1
Santoso Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam (Jakarta: Gema Insani Pres, 2003), 34 (Topo,
2003)
2
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 136 (Topo, 2003)
(Topo, 2003) (Muslich, 2004)
3
Ibid., 137
4
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 137 (Muslich,
Hukum Pidana Islam , 2004)
5
Ibid., 137.
6
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 24. (Ali, 2009)

vi
2. Macam – Macam Pembunuhan
Pembunuhan di dalam Islam dibagi menjadi tiga macam: 7

1. Pembunuhan sengaja (Qatl al-‘amd).


Pembunuhan sengaja ini adalah suatu perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan
menggunakan alat yang dipandang layak untuk membunuh.
2. Pembunuhan menyerupai sengaja (Qatl syibh al-‘amd).
Perbuatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang kepada orang
lain dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh guru memukul penggaris
kepada kaki seorang muridnya, tiba-tiba murid yang dipukul tersebut
meninggal dunia.
3. Pembunuhan karena kesalahan/ tersalah (Qatl al-khata’).
Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur
kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Sebagai
contoh dapat dikemukakan bahwa seseorang melakukan penebangan
pohon yang kemudian pohon tersebut tiba-tiba tumbang dan menimpa
orang yang lewat lalu meninggal dunia.

B. Qishas
1. Pengertian Qishas
Qishas dalam arti bahasa adalah menyelusuri jejak. Selain itu qishas dapat
diartikan keseimbangan dan kesepadanan. Sedangkan menurut istilah syara,
Qishash adalah memberikan balasan yang kepada pelaku sesuai dengan
perbuatannya. Karena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah
menghilangkan nyawa orang lain ( membunuh ), maka hukuman yang
setimpal adalah dibunuh atau hukuman mati.
2. Dasar Hukum Qishas
Dasar dari hukuman qishas dalam jarimah pembunuhan yaitu AlQur‟an
surat Al Baqaarah ayat 178 dan al maaidah ayat 45 yang telah tercantum
dalam halaman diatas. Selain dari dua ayat tersebut dasar hukum dari hukum

7
Jaih Mubarok, Enceng Arif Faisal, Kaidah-kaidah Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam),
(Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 9 (Jaih Mubarok, 2004)

vii
qishash juga terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al Baqaarah ayat 179 yang
artinya :
Artinya : Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, Hai orang -orang y ang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. Al
Baqaarah 179).
Selain itu hukuman Qishash ini dijelaskan dalam hadits An-Nas‟i yang
berbunyi : Al Harits bin Miskin berkata dengan membacakan riwayat dan
saya mendengar dari Sufyan dari 'Amru dari Mujahid dari Ibnu Abbas, dia
berkata; dahulu pada Bani Israil terdapat hukum qishas namun tidak ada diyat
pada mereka, lalu Allah Azza wa jalla menurunkan ayat: (Hai orang -orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang -orang
yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba,
dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan
dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang
baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang
memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)).
Pemberian maaf itu adalah menerima diyat pada pembunuhan dengan
sengaja, dan hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik,
dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi
ma'af dengan cara yang baik (pula)), serta melaksanakan ini dengan kebaikan.
Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat dari apa yang diwajibkan atas kaum sebelum kalian, sesungguhnya hal
tersebut adalah qishas bukan diyat.
3. Syarat-syarat Qishas
Untuk melaksanakan hukuman qishas perlu adanya syarat-syarat yang
harus terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi syarat-syarat untuk pelaku
( pembunuh), korban ( yang dibunuh ), perbuatan pembunuhannya dan wali
dari korban. 8Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

8
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 151 (Ali Z. , 2009)

viii
a. Syarat-Syarat Pelaku (Pembunuh)
Menurut Ahmad Wardi Muslich yang mengutip dari Wahbah
Zuhaily mengatakan ada syarat yang harus terpenuhi oleh pelaku
( pembunuh ) untuk diterapkannya hukuman Qishash , syarat tersebut
adalah pelaku harus mukallaf, yaitu baligh dan berakal, pelaku
melakukan pembunuhan dengan sengaja, pelaku (pembunuh ) harus
orang yang mempunyai kebebasan.9
b. Korban (yang dibunuh).
Untuk dapat diterapkannya hukuman qishas kepada pelaku harus
memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan korban, syarat-syarat
tersebut adalah korban harus orang orang yang ma‟shum ad-dam
artinya korban adalah orang yang dijamin keselamatannya oleh negara
Islam, korban bukan bagian dari pelaku, artinya bahwa keduanya tidak
ada hubungan bapak dan anak, adanya keseimbangan antara pelaku
dengan korban ( tetapi para jumhur ulama saling berbeda pendapat
dalam keseimbangan ini).
c. Perbuatan Pembunuhannya
Dalam hal perbuatan menurut hanafiyah pelaku diisyaratkan harus
perbuatan langsung ( mubasyaroh), bukan perbuatn tidak langsung
( tasabbub ). Apabila tassabub maka hukumannya bukan qishas
melainkan diyat. Akan tetapi, ulama-ulama selain hanafiyah tidak
mensyaratkan hal ini, mereka berpendapat bahwa pembunuhan tidak
langsung juga dapat dikenakan hukuman Qishash.
d. Wali (Keluarga) dari Korban
Wali dari korban harus jelas diketahui, dan apabila wali korban
tidak diketahui keberadaanya maka Qishash tidak bisa dilaksankan.
Akan tetapi ulama-ulama yang lain tidak mensyaratkan hal ini.

4. Hal-Hal yang Menggugurkan Hukuman Qishas


9
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 152 (Muslich,
Hukum Pidana Islam , 2005)

ix
Ada beberapa sebab yang dapat menjadikan hukuman itu gugur,
tetapi sebab ini tidaklah dapat dijadikan sebab yang bersifat umum yang
dapat membatalkan seluruh hukuman, tetapi sebab-sebab tersebut
memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap hukuman. Adapun sebab-
sebab yang dapat menggugurkan hukuman adalah: 10
a. Meninggalnya pelaku tindak pidana,
b. Hilangnya tempat melakukan qishas
c. Tobatnya pelaku tindak pidana,
d. Perdamaian,
e. Pengampunan,
f. Diwarisnya qishas,
g. Kadaluarsa (al-taqadum)

Dari beberapa sebab-sebab yang dapat menggugurkan hukuman


yang paling mendekati dengan Remisi adalah sebab yang ke lima yaitu
pengampunan.

C. Diyat
1. Pengertian Diyat
Pengertian Diyat yang sebagaimana dikutip dari sayid sabiq adalah
harta benda yang wajib ditunaikan karena tindakan kejahatan yang
diberikan kepada korban kajahatan atau walinya.71 Diyat diwajibkan
dalam kasus pembunuhan sengaja dimana kehormatan orang yang
terbunuh lebih rendah dari pada kehormatan pembunuh, seperti
seorang laki-laki merdeka membunuh hamba sahaya. Selain itu diyat
diwajibkan atas pembunuh yang dibantu oleh para Aqilahnya( saudara-
saudara laki-laki dari pihak ayah ), hal ini bilamana pembunh

10
Soedarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), 52 (Soedarsono,
1993)

x
mempunyai saudara. Ini diwajibkan atas kasus pembunuhan serupa
kesengajaan dan pembunuhan karena suatu kesalahan.11
2. Jenis Diyat Dan Kadarnya
Menurut Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad Ibn Hasan, dan
Imam Ahmad Ibn Hanbal, jenis diat itu ada 6 macam, yaitu:12
1. Unta,
2. Emas
3. Perak,
4. Sapi,
5. Kambing, atau
6. Pakaian.

Diyat itu ada kalanya berat dan adakalanya ringan. Diyat yang
ringan dibebankan atas pembunhan yang tidak disengaja, dan diyat
yang berat dibebankan atas pembunhan yang serupa kesengajaan.

3. Sebab-Sebab Yang Menimbulkan Diyat


Menurut H. Moh Anwar, sebab-sebab yang dapat menimbulkan
diyat ialah: 13
a. Karena adanya pengampunan dari qisha s oleh ahli waris
korban, maka dapat diganti dengan diyat.
b. Pembunuhan dimana pelakunya lari akan tetapi sudah dapat
diketahuai orangnya, maka diyatnya dibebankan kepada ahli
waris pembunuh.28 Ini dikarenakan untuk memperbaiki adat
kaun jahiliyah dahulu yang di mana jika terjadi pembunuhan
yang disebabkan oleh kesalahan mere ka suka membela
pembunuhagar dibebaskan dari diyat dan secara logika untuk
menjamin keamanan yang menyeluruh, sehingga para setiap

11
Ibid., 456
12
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 168
13
Soedarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993), 536

xi
anggaota keluarga saling menjaga dari kekejaman yang dapat
menimbulkan penderitaan orang lain.
c. Karena sukar atau susah melakasanakan Qishas. Bila wali
memberi maaf atau ampunan terhadap pembunhan yang
disengaja maka menurut imam syafi‟i dan hanbali berpendapat
harus diyat yang diperberat. Tetapi menurut Abu Hanifah
berpendapat bahwa dalam kasus pembunuhan sengaja tidak ada
diyat , tetapi yang wajib adalah berdasarkan persetujuan dari
kedua belah pihak ( wali korban dengan pelaku pembunuh) dan
wajib dibayar seketika dengan tidak boleh ditangguhkan.14

D. Dakwaan Pembunuhan Dengan Tidak Ada Saksi


a. Pengertian Al Qasamah
Qasamah)‫ (القس امة‬menurut Bahasa merupakan masdar dari kata )
‫ (قسم‬yang berarti ‫( والجم ال الحسن‬bagus dan indah). Imam Haramain
menceritakan bahwa qasamah menurut fuqaha adalah nama untuk sumpah;
dan menurut ahli Bahasa adalah nama untuk orang yang bersumpah. Di
dalam kitab mu’jam al lugah disebutkan bahwa qasamah adalah sumpah
yang diucapkan penduduk setempat (tempat ditemukannya korban
pembunuhan15.
Secara terminology, al-qasamah didefenisikan oleh Ibnu Nujaim
sebagai sumpah yang diucapkan oleh penduduk tempat ditemukannya
korban pembunuhan setiap mereka mengucapkan “wallahi (demi Allah)
saya tidak membunuhnya dan tidak mengetahui tentang pembunuhannya.”
Menurut Jamaluddin Al-Rumi al-qasamah adalah sumpah yang diucapkan
oleh penduduk sebuah kampung atau desa tempat ditemukannya korban
pembunuhan setiap penduduk mengucapkan sumpah “demi Allah saya
tidak membunuhnya dan saya tidak mengetahui tentang pembunuhannya.”
14
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah, Diterjemahkan Oleh Nor Hasanuddin Dari ”Fiqhus Sunah ”,
(Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 454 (Sabiq, 2006)
15
Muhammad Rawas dan Hamid Shadiq, Mu’jam al-Lughah al-Fuqaha, Jordan: Dar al-Nafa’is
(Jordan, 1985)

xii
Ibnu Rusyd mendefenisikan al-aqasamah sebagai sumpah yang diulang-
ulang dalam tuntutan pembunuhan yaitu sumpah yang diucapkan sebanyak
lima puluh sumpah dari keluraga (wali) korban,sumpah tersebut juga
diucapkan oleh limapuluh penduduk tempat ditemukannya korbayang
dipilih oleh wali darah, untuk menyangkal tuduhan pembunuhan, dengan
cara mengucapkan sumpah, “Demi Allah, saya tidak membunuhnya dan
tidak mengetahui pelaku”16 untuk bersumpah dan di tempat kejadian
ditemukan laus, yaitu indikasi yang menunjukkan tentang kebenaran
tindak pembunuhan atau terdapat permusuhan yang nyata antara horban
dan yang tertuduh, maka pihak wali yang tertuduh diminta untuk
bersumpah sebanyak lima puluh kali dalam rangka menyangkal tuduhan
yang ada. Jika tertuduh tidak mempunyai wali (keluarga) maka si tertuduh
diminta untuk bersumpah sebanyak lima puluh kali.
Jadi, jika ditemukan korban pembunuhan yang tidak diketahui
siapa pembnuhnya, tetapi terdapa beberapa indicator mengenai
pembunuhnya, baik indicator berupa permusuhan yang terjadi di antara
korban dan yang tertuduh atau korban ditemukan di tempat tertuduh atau
barang bukti pembunuhan ditemukan pada orang yang tertuduh, maka
keluarga korban harus bersumpah sebanyak lima puluh kali atas ketetapan
dan keabsahan dakwaan mereka. Apabila yang tertuduh mengingkari
tuduhan, maka dia harus bersumpah sebanyak lima puluh kali supaya dia
bebas. Dan apabila dia mengingkari kembali maka hukum ditetapkan
bedasarkan pengingkaran tersebut Apabila para wali korban telah
mengucapkan sumpah al-qasamah, dan tertuduh tidak mau bersumpahatau
tidak mengingkari tuduhan,makavonis hukumnya adalah qisas jika ia
melakukan pembunuhan dengan sengaja dan denda berupa diyat jika kasus
pembunuhannya semi sengaja atau tersalah. Adapun pendapat yang
masyhur dalam mazhab hukumannya adalah membayar diyat, dalam
bentuk pembunuhan apapun sengaja, semu sengaja maupun tersalah.
Sementara dalam mazhab Hanabilah, hukumnya adalah qisas jika
16
Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, terj. Imam Ghazali Said dan
Achmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid, t.t

xiii
pembunuhan sengaja, dan membayar diyat jika pembunuhan semi sengaja
atau tersalah.

E. Kafarat Membunuh Seseorang


Kafarat berasal dari Bahasa Arab yaitu “Kafara” yang berarti
terselubung.Kafarat sendiri berarti denda  yang harus dibayar karena
melanggar larangan Allah atau melanggar janji.Kafarat ditunaikan
dikarenakan melakukan sebuah kesalahan agar tidak lagi
mendapat dosa  akibat melakukan kesalahan tersebut.
Jenis-Jenis Kafarat
1. Sumpah Palsu
Dalam beberapa duduk perkara, seseorang melakukan tindakan
berdasarkan sumpah palsu yang tidak sesuai dengan keadaan
sebenarnya.Maka ia harus melakukan kafarat untuk memohon ampun
kepada Allah SWT dan bertaubat.
2. Melakukan Tindakan Pembunuhan
Kehidupan antar manusia hendaknya saling guyub rukun
dan toleransi . Namun, kadang-kadang ada beberapa perselisihan atau
konflik kecil yang meletupkan amarah berujung
tindak pembunuhan .Selain menjalani hukuman di penjara, pembunuh juga
wajib melakukan kafarat.
Kafarat bagi pembunuh adalah memerdekakan budak muslim.
Apabila tidak mampu melakukannya, maka ia harus berpuasa 2 bulan
berturut-turut sebagai bentuk taubat kepada Allah.
3. Melanggar Tindakan yang Dilarang saat Ibadah di Tanah Suci
Kafarat jenis ini merupakan tindakan menebus kesalahan yang
diakibatkan karena membunuh binatang atau mencabut tanaman yang
berada di Tanah Suci .
4. Kafarat Dzihar

xiv
Salah satu larangan yang ada dalam kehidupan pernikahan adalah
menyamakan punggung istri dengan ibu kandung. ika seorang suami
pernah menyampaikan hal tersebut dan ia ingin bertaubat, maka ia harus
membayar kafarat dzihar.
Mengutip Buku Saku Fikih Mazhab Syafi’i yang disusun Ulin
Nuha, kafarat yang wajib dikerjakan suami adalah memerdekakan budak
mukmin. Jika tidak mendapatkannya, ia harus berpuasa 2 bulan berturut-
turut Apabila tidak mampu, wajib bersedekah dengan memberi makan 60
orang miskin, tiap orang mendapatkan 1 mud.
5. Kafarat Jima` dan Kafarat Ila`
Apabila pasangan suami istri secara sengaja melakukan hubungan
di bulan suci Ramadan  maka mereka harus membayar kafarat Jima'.
Kasus lainnya, apabila seorang suami melakukan sumpah dalam kurun
waktu tertentu tidak menggauli istrinya maka kafaratnya masuk ke dalam
jenis kafarat Ila.' Hal ini sesuai dengan surah al-Baqarah ayat 226-227.
"Bagi orang yang meng-ila' istrinya harus menunggu 4 bulan. Kemudian
jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sungguh Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang. Dan jika mereka berketetapan hati
hendak menceraikan , maka sungguh Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui".
6. Membunuh Binatang Buruan saat Berihram
Jika seseorang melakukan hal tersebut, maka ia harus membayar
salah satu dari denda berikut ini:
 Mengganti binatang ternak yang seimbang
 Memberi makan orang miskin
 Berpuasa
Aturan kafarat jenis ini termaktub dalam surat Al-Maidah ayat 95
yang artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh
binatang buruan, ketika kamu sedang ihram.Barang siapa di antara kamu
membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan
binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut

xv
putusan 2 orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa
sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kafarat dengan memberi
makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang
dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya.
Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barang siapa yang
kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha
Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.”

BAB II

PENUTUP

KESIMPULAN

xvi
A. Pembunuhan di dalam Islam dibagi menjadi tiga macam:
1. Pembunuhan sengaja (Qatl al-‘amd).
2. Pembunuhan menyerupai sengaja (Qatl syibh al-‘amd).
3. Pembunuhan karena kesalahan/ tersalah (Qatl al-khata’).
B. Qishas dalam arti bahasa adalah menyelusuri jejak. Selain itu qishas dapat
diartikan keseimbangan dan kesepadanan.
C. Pengertian Diyat yang sebagaimana dikutip dari sayid sabiq adalah harta
benda yang wajib ditunaikan karena tindakan kejahatan yang diberikan
kepada korban kajahatan atau walinya.
D. Menurut Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad Ibn Hasan, dan Imam
Ahmad Ibn Hanbal, jenis diat itu ada 6 macam, yaitu:
1. Unta,
2. Emas
3. Perak,
4. Sapi,
5. Kambing, atau
6. Pakaian.
E. Secara terminology, al-qasamah didefenisikan oleh Ibnu Nujaim sebagai
sumpah yang diucapkan oleh penduduk tempat ditemukannya korban
pembunuhan setiap mereka mengucapkan “wallahi (demi Allah) saya tidak
membunuhnya dan tidak mengetahui tentang pembunuhannya.”
F. Kafarat berasal dari Bahasa Arab yaitu “Kafara” yang berarti
terselubung.Kafarat sendiri berarti denda yang harus dibayar karena
melanggar larangan Allah atau melanggar janji.Kafarat ditunaikan
dikarenakan melakukan sebuah kesalahan agar tidak lagi mendapat dosa
akibat melakukan kesalahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. (2009). Hukum Pidana Islam . Jakarta : Sinar Grafika.
Jaih Mubarok, E. A. (2004). Kaidah kaidah Jinayah . Bandung: Pustaka Bani
Quraisy.

xvii
Muslich, A. W. (2004). Hukum Pidana Islam . Jakarta: Sinar Grafika.
Muslich, A. W. (2005). Hukum Pidana Islam . Jakarta: Sinar Grafika.
Sabiq, S. (2006). Fiqih Sunah . Jakarta : Pena Pundi Aksara.
Soedarsono. (1993). Pokok pokok Hukum Islam. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Topo, S. (2003). Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta: Gema Insani Pres.

xviii

Anda mungkin juga menyukai