Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Jinayat Dalam Pemikiran Islam

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Materi Fiqih di MTs-MA

Dosen Pengampu : Shokhif, M.Ag

Disusun oleh :

1. AMELIA PUTRI NUR ISLAMI : 202117012788

2. MIFTAHUL FALAH AHMAD : 202117012811

3. RATNA SHINTA DEWI : 202117012819

4. RINDI ARDIANTI : 202117012820

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MADIUN

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Tahun 2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarokatuh


Penyusun mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga tugas penyusunan makalah dari
mata kuliah Studi Fiqih di madrasah , yang berjudul “Ijtihad dalam Pemikiran
Islam” ini dapat terselesaikan dengan baik. Dengan segala sumber daya dan upaya
yang kami miliki, kami berusaha memaksimalkan potensi dan kemampuan kami
untuk bisa menyelesaikan makalah ini sebaik- baiknya.
Penyusun tidak lupa, juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang terlibat dan turut serta membantu baik berupa saran, ide dan masukannya
dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa seperti kata pepatah “Tiada gading yang tak
retak”, semua buatan maupun hasil karya manusia tentunya pasti ada kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata, begitu juga dengan
makalah yang kami susun ini, tentu banyak kekurangan baik litersi, penyusunan
kata-kata maupun kesalahan lainnya. Untuk itu maka penulis memohon maaf
yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan pada makalah yang kami susun,
serta kami dengan tangan terbuka bersedia menerima segala kritik, saran dan
masukan yang konstruktif, yang bertujuan untuk memperkaya khasanah keilmuan
dan bisa membantu menyempurnakan makalah ini kedepannya.

Madiun, 30 Oktober 2023


Penyusun

Kelompok 3

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jianayah atau lengkapnya Fiqh Jinayah merupakan satu bagian dari bahsan fiqh.
kalau fiqh adalah ketentuan yang berdasarkan wahyu Allah dan bersifat amaliah
(operasional) yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah
dan sesama manusia, maka fiqh jinayah secara khusus mengatur tentang pencegahan
tindak kejahatan yang dilakukan manusia dan sanksi hukuman yang berkenan dengan
kejahatan itu.Tujuan umum dari ketentuan yang di tetapkan Allah itu adalah
mendatangkan kemaslahatan untuk manusia, baik mewujudkan keuntungan dan
menfaat bagi manusia, maupun menghindarkan kerusakan dan kemudaratan dari
manusia. Dalam hubungan ini Allah menghendaki terlepasnya manusia dari segala
bentuk kerusakan. Hal ini di penjelas oleh hadist Nabi yang mengatkan
“Tidak boleh terjadi kerusakan terhadap manusia dan tidak boleh manusia
melakukan perusakan terhadap orang lain”.
Segala bntuk tindakan perusakan terhadap orang lain atau makhluk di larang oleh
agama dan tindakan tersebut di namai tindakan kejahatan atau jinayah dan di sebut
juga jarimah. Karena tindakan itu menyalahi larangan Allah berarti pelakunya
durhaka terhadap Allah. Oleh karena itu, perbuatan yang menyalahi kehendak Allah
itu disebut pula ma’siyat. Di antara tindakan yang dilarang Allah itu ada yang di
iringi dengan ancaman hukuman terhadap pelakunya, baik ancaman itu dirasakan
pelakunya didunia, maupun dalam bentuk azab di akhirat. Semua bentuk tindakan
yang dilarang Allah dan diancam pelakunya dengan ancaman hukuman tertentu itu
secara khusus di sebut jinayah atau jarimah.
Fiqh jinayah ini berbicara tentang bentuk-bentuk tindakan kejahatan yang
dilarang Allah manusia melakukannya dan oleh karenanya ia berdosa kepada Allah
dan akibat dari dosa itu akan dirasakannya azab Allah di akhirat. Dalam rangka
mempertakut manusia melakukan kejahatan yang dilarang Allah itu, Allah
menetapkan sanksi atau ancaman hukuman atas setiap pelanggaran terhadap larangan
Allah itu. Sanksi hukuman itu dalam bahasa fiqh disebut ‘uqabat. Dengan begitu
setiap bahasan tentang jinayat diiringi dengan bahasan tentang ‘uqabat. Dalam
istilah umum biasa dirangkum dalam ‘hukum pidana’.
Setiap tindakan disebut jahat atau kejahatan bila tindakan itu merusak sandi-sandi
kehidupan manusia. Ada lima hal yang mesti ada pada manusia yang tidak sempurna
manusia bila satu diantaranya luput yaitu : agama, jiwa, akal, harta, keturunan
(sebagian ulama memasukkan pula harga diri dalam bentuk terakhir ini). Kelimanya
disebut daruriat yang lima. Manusia di perintahkan untuk mewujudkan dan
melindungi kelima unsur kehidupan manusia itu. Sebaliknya, manusia dilarang
melakukan sesuatu yang menyebabkan rusaknya lima hal tersebut. Hal-hal apa saja
yang manusia tidak boleh254 merusak pada dasarnya merujuk kepada lima hal
tersebut. Adapun kejahatan yang dinyatakan Allah dan Nabi-Nya sanksinya adalah :
murtad, pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, perzinaan, tuduhan

3
perzinaan tampa bukti, minum-minuman keras, makar dan pemberontakan.
Sedangkan kejahatan lain yang secara jelas tidak disebutkan sanksinya oleh Allah
dan Nabi diserahkan kepada ijtihat ulama dan diterapkan aturan dan ketentuannya
oleh penguasa, seperti perjudian, penipuan, dan lainya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Jinayat ?


2. Apa macam-macam Jinayat ?
3. Apa itu Diyat ?
C. Tujuan Masalah

Beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian jinayat

2. Untuk mengetahui macam- macam jihat

3. Untuk mengetahui pengertian Diyat

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Jinayat

Secara etimologis (lughah) “jinayah”, berarti : perbuatan terlarang, dan


“jarimah”, berarti : perbuatan dosa. Secara termologis (ishtilah) “jinayah” atau
“jarimah’, adalah sebagaimananya dikemukakan Imam Al-Mawardi :

“Jarimah adalah segala larangan syarak yang diancam hukuman had atau ta’zir’.

Dengan demikian, jinayah atau jarimah adalah perbuatan yang mengancam


keselamatan jiwa. Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya mengatakan
jinayah adalah kata jinayah berasal dari bahasa Arab, yang merupakan jamak dari
kata jinayah diambil dari jinaaya yang berarti memetik. Dalam bahsa, kata janaitus
tsamara bermaksud mengambil buah-buahan. Jinaa’alaa qawmihii
jinaayatan bermaksud ‘a melakukan tindakan kejahatan tehadap kaumnya, dan harta
benda. Adapun kata jinayah menurut syariat Islam ialah segala tindakan yang
dilarang oleh hukum syariat untuk dilakukan; setiap perbuatan yang dilarang oleh
syariat harus dihindari, karena perbuatan itu akan menimbulkan bahaya terhadap
agama, jiwa, akal, harga diri, dan harta benda. Adanya hukuman (‘uqubat) atas
tindak kejahatan adalah untuk melindungi manusia dari kebinasaan hidup terhadap
lima hal yang mutlak (al-dharuriyyat al-khamsah) pada manusia; yaitu agama, jiwa,
akal, harta, dan keturunan atau harga diri.
Seperti ketetapan Allah tentang hukuman mati terhadap pembunuhan, tujuannya
tidak lain adalah agar jiwa manusia terjamin dari pembunuhan. Hal ini dapat di
pahami dalm firman Allah berikut ini :

“Dalam (pelaksanaan hukum) qishash itu kalian menemukan (terpeliharanya)


kehidupan wahai orang-orang yang berfikir, agar kalian bertaqwa kepada Allah.
(QS. Al-Baqarah:2;179).”

Ayat ini mengandung arti bahwa pelaksaan hukuman qishash walaupun


tampaknya kejam, namu mempunyai daya tangkal yang ampuh bagi meluasnya
tindakan pembunuhan jika tidak diatasi dengan sanksi yang berat, seperti qishash ini.

2. Klasifikasi Jinayat

5
a. Klafikasi Berdasarkan Sanksi Hukum

Lanjudnya, para ulama pada umumnya mengelompokan jinayah dengan melihat


sanksi hukuman yang ditetapkan, kepada tiga kelompok : qishash, hudud, (jamak
dari had) dan ta’zir.

1. Qishash
Qishash adalah tindakan kejahatan yang sanksi hukumannya adalah balasan
setimpal, dan didenda darah (diat). Termasuk kedalam kelompok ini adalah tindakan
pidana :pembunuhan:penghilangan anggota badan, dan pelukaan.

2. Hudud
Hudud (jamak dari ; had) adalah tindakan kejahatan yang sanksi hukumannya
telah ditetapkan secara pasti oleh Allah dan RasulNya. Termasuk kedalam kelompok
ini tindak pidana:pencurian, perampokan, perzinaan, tuduhan zinah (qadzaf),
minuman keras, makar, dan murtad.

3. Ta’zir
Ta’zir adalah tindakan kejahatan lain yang tidak di ancam hukuman qishash atau
diat, dan tidak pula diamcam dengan hudud. Dalam hal ini ancamannya ditetapkan
oleh negara.

b. Klafikasi Berdasarkan Sanksi Hukum

Di samping pengelompokan di atas ada pula ulama yang


mengelompokan jinayah dengan melihat kepada hak siapa yang terlanggar dalam
peristiwa kejahatan itu. Pengelompokan ini berkaitang dengan boleh-tidaknya pelaku
kejahatan itu dimaafkan. Di bawah ini adalah pengelompokan jinayah kepada empat
macam:

1. Kejahatan yang melanggar hak hamba.


Kejahatan yang melanggar hak hamba secara murni adalah kejahatan yang
termasuk kelompok yang diancam hukuman qishash, dan atau diat, yaitu :
pembunuhan, tindakan penghilangkan bagian anggota badan, dan tindakan pelukaan,
yang dilaksanakan hukumannya diserahkan seluruhnya kepada korban kejahatan.

2. Kejahtan yang melanggar hak Allah.


Kejahatan yang melanggar hak Allah atau kepentingan umum (publik) secara
murni, yaiyu: perzinaan, minuman keras, perampokan, makar, dan murtad. Adanya
pemberian maaf dari korban kejahatan tidak memengaruhi pelaksanaan hukuman.

3. Kejahatan yang melanggar hak hamba yang berbaur dengan hak Allah, namun
hak hamba lebih dominan.

6
Kejahatan jenis ini merupakan kejahatan yang melanggar hak hamba yang
berbaur dengan hak Allah, namun hak hamba lebih dominan. Yang termasuk
katagori kejahatan ini adalah tuduhan zina tampa bukti. Menurut bagian ulama,
ancaman hukuman pelaku kejahatan ini dapat dihindarkan bila ada maaf dari pihak
korban kejahatan.

4. Kejahatan yang melanggar hak hamba yang berbaur dengan hak Allah, namun
hak Allah lebih dominan.
Kejahatan jenis ini merupakan kejahatan yang melanggar hak Allah., yang berbaur
dengan hak hamba namun hak Allah lebih dominan. Yang termasuk kedalam
katagori tidakan kejahatan ini adalah pencurian. Dalam hal ini, menurut sebagian
ulama, pihak korban kejahatan dapat memaafkan pelaku kejahatan, selama
khususnya belum masuk pengadilan.

3. Macam- Macam Jinayat

Jinayat terhadap jiwa


Jinayat terhadap jiwa atau pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan
nyawa merupakan hal sangat dilarang oleh Allah Taala. Apalagi manakala
pelanggaran tersebut dilakukan secara sadar dan sengaja, serta yang dibunuh adalah
seorang mukmin, maka Allah memberikan ancaman berupa kutukan dari Allah dan
azab yang besar, yaitu siksa api neraka jahannam bagi pelakunya.
Allah Taala berfirman:
“dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya ialah jahannam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan
mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisaa [4]: 93).
Pembunuhan ada tiga cara
a. Betul-betul disengaja, yaitu dilakukan oleh yang membunuh guna membunuh
orang yang dibunuhnya itu dengan perkakas yang biasanya dapat digunakan untuk
membunuh orang. Hukum ini wajib di qisas. Berarti dia wajib dibunuh pula, kecuali
apabila dimaafkan oleh ahli waris yang terbunuh dengan membayar diyat (denda)
atau dimaafkan sama sekali.
Namun, hadis Nabi Saw menyatakan bahwa hukuman kisas bagi orang tua yang
membunuh anaknya sendiri merupakan pengecualian.

7
“orang tua tidak dijatuhi hukuman kisas, karena membunuh anaknya.” (Hr
Turmudzi, dan Ibnu Majah)
Demikianlah hadis ini dijadikan pegangan Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan
Imam Ahmad. Namun Imam Malik berpendapat lain. Ia menyatakan bahwa orang
tua dapat dikenai hukuman mati karena membunuh anaknya, kecuali jika maksud
orang tua tadi bukan untuk membunuh, melainkan untuk memberi pelajaran, yang
secara mengakibatkan pada kematian anak tersebut. Dalam kasus ini orang tua tidak
dapat dijatuhi hukuman mati, tetapi hukuman lain berupa diat mughallaz (diat yang
diperberat)
b. Ketaksengajaan semata-mata. Misalnya seseorang melontarkan suatu barang
yang tidak disangka akan kena pada orang lain sehingga menyebabkan orang itu
mati, atau seseorang terjatuh menimpa orang lain sehingga orang yang ditimpanya itu
mati
Hukum pembunuhan yang tak disengaja ini tidak wajib qisas, hanya wajib membayar
denda (diyat) yang enteng. Denda ini diwajibkan atas keluarga yang membunuh,
bukan atas orang yang membunuh. Mereka membayarnya dengan diangsur dalam
masa tiga tahun, tiap-tiap akhit tahun keluarga itu wajib membayar sepertiganya.
Firman Allah Swt:
“dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah, (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang
diserahkan kepada keluarga si terbunuh itu.” (An-Nisa: 92)
c. Seperti sengaja, yaitu sengaja memukul orang, tetapi dengan alat yang enteng
(biasanya tidak untuk membunuh orang) misalnya dengan cemeti, kemudian orang
itu mati dengan cemeti itu. Dalam hal ini tidak pula wajib qisas, hanya diwajibkan
membayar diyat (denda) yang berat atas keluarga yang membunuh, diangsur dalam
tiga tahun.
Bagi yang membunuh tergantung tiga macam hak
a) Hak Allah
b) Hak ahli waris
c) Hak yang di bunuh
Syarat-syarat wajib qisas (hukum bunuh)

8
a. Orang yang membunuh itu sudah baligh dan berakal
b. Yang membunuh bukan dari bapak yang di bunuh
c. Orang yang dibunuh tidak kurang derajatnya dari yang membunuh.
d. Yang terbunuh itu adalah orang yang terpelihara darahnya, dengan islam atau
dengan perjanjian.
Firman Allah ta’ala
“Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu qisas berkenaan dengan orang-
orang yang dibunuh, orang merdeka, dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba.” (Al-Baqarah : 178)
Sabda Rosulullah Saw:
‫ رواه البخاري‬.‫ال يقتل مسلم بكا فر‬

“Orang islam tidak dibunuh sebab dia membunuh orang kafir.” (H.R Bukhari)

‫ رواه البيهقي‬. ‫ال يقا د االب من ابنه‬


“ Bapak tidak dibunuh sebab dia tidak membunuh anaknya.” (Riwayat Baihaqi)

Tiap-tiap dua orang berlaku antara keduanya qisas, berlaku pula antara keduanya
hukum potong atau qata’, dengan syarat seperti yang telah disebutkan pada syarat
qisas ditambah dengan syarat-syarat dibawah ini :
1. Hendaklah nama (jenis) kedua anggota itu sama
2. Keadaan anggota yang terpotong tidak kurang dari anggota yang akan
dipotong.
4. Diyat
Yang dimaksud dengan diyat ialah “denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau
tidak dilakukan padanya hukum bunuh”. Diyat ada dua macam,denda berat dan
denda ringan.
1. Denda berat, yaitu seratus ekor unta, dengan perincian: 30 ekor unta betina
umur tiga masuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat masuk lima tahun, 40
ekor unta betina yang sudah hamil.

9
Diwajibkannya denda berat karena
a) Sebagai ganti hukum bunuh (qisas) yang dimaafkan pada pembunuhan yang
betul-betul disengaja. Denda ini wajib dibayar tunai oleh yang membunuh sendiri.
Sabda Rasulullah saw. :
“Barang siapa membunuh orang dengan sengaja, ia diserahkan kepada keluarga
yang terbunuh. Mereka boleh membunuhnya atau menarik denda, yaitu 30 ekor
unta betina umur tiga masuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat masuk
lima tahun, 40 ekor unta betina yang sudah hamil.” (Riwayat Tirmidzi)
b) Melakukan pembunuhan “seperti sengaja”. Denda ini wajib dibayar oleh
keluarganya, diangsur dalam waktu tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun wajib dibayar
sepertiganya.
2. Denda ringan, banyaknya seratus ekor unta juga, tetapi dibagi lima: 20 ekor
unta betina umur satu masuk dua tahun, 20 ekor unta betina umur dua masuk tiga
tahun, 20 ekor unta jantan umur dua masuk tiga tahun, 20 ekor unta betina umur
empat masuk lima tahun. Denda ini wajib dibayar oleh keluarga yang membunuh
dalam masa tiga tahun, tiap-tiap akhir tahun dibayar sepertiganya.
Jika denda tidak dapat dibayar dengan unta, wajib dibayar dengan uang sebanyak
harga unta. Ini pendapat sebagian ulama. Pendapat lain, boleh dibayar dengan
uang sebanyak 12.000 dirham (kira-kira 37,44 kg perak). Kalau denda itu masuk
bagian denda berat, ditambah sepertiganya.
Ringannya denda dipandang dari tiga segi:
1. Jumlahnya yang dibagi lima
2. Diwajibkan atas keluarga yang bersangkutan
3. Diberi waktu selama tiga tahun
Beratnya denda dipandang dari tiga segi juga:
1. Jumlah denda hanya dibagi tiga, sedangkan tingkat umumnya lebih besar
2. Denda diwajibkan atas yang membunuh itu sendiri
3. Denda wajib dibayar tunai

10
Telah diterangkan tadi bahwa denda karena “ketidaksengajaan semata-mata”
adalah denda ringan. Denda ini dijadikan denda berat dari satu segi -yaitu
keadaannya- dengan salah satu dari tiga, dan sebab dibawah ini:
a. Apabila terjadi pembunuhan di tanah Haram Mekah
b. Apabila terjadi pembunuhan pada bulan haram (bulan Zulkaidah, Zulhijah,
Muharam dan Rajab)
c. Apabila yang terbunuh itu mahram dari yang membunuh.
Keterangannya adalah berdasarkan perbuatan para sahabat, seperti Umar dan
Ustman. Dalil ini sampai kepada pemeriksaan sampai kepada sepakat sahabat-
sahabat atau tidaknya. Keterangan ini diambil dari kifayatul akhyar.
Denda perempuan (kalau yang terbunuh adalah perempuan) adalah seperdua dari
denda laki-laki.
Sabda Rasulullah Saw:
‫ رواه عمر وبن حزم‬.‫دية المرأة على النصف من دية اللرجل‬
“denda perempuan seperdua dari denda laki-laki”. (Riwayat Amr Ibnu Hazm)

Denda orang yang beragama yahudi atau nasrani adalah sepertiga dari denda
orang islam, dan denda orang yang beragama majusi seperlima belas dari dennda
orang islam. Keterangnnya berdasarkan perbuatan para sahabat.
Disempurnakan diyat sebagai diyat membunuh orang apabila terpotong anggota-
anggota berikut ini atau melenyapkan manfaatnya, yaitu: dua tapak tangan, dua
kaki, hidung, dua telinga, dua mata, lidah, dua bibir, kemaluan, dan pelir,
membisukan, membutakan, menghilangkan pendengaran, menghilangkan
penciuman, dan menghilangkann akal.
Jinayat Terhadap Tubuh
Jinayat terhadap tubuh adalah jinayat atas salah satu organ tubuh manusia,
atau atas tulang dari tulang-tulang tubuh manusia, atau atas kepalanya, atau atas
bagian dari tubuh manusia dengan sebuah pelukaan. Para ahli fiqh menetapkan
berlakunya kisas selain pada jiwa, yaitu pada organ-organ tubuh manusia.

11
Allah ta’ala berfirman: “dan kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya
(at-taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung
dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi,dan luka-luka (pun) ada
kisasnya..” (Al-Maidah [5]: 45)
Jinayat terhadap tubuh dikelompokan menjadi empat kategori besar, yaitu sebagai
berikut:
a. Jinayat yang menimbulkan diyat penuh
Jinayat terhadap anggota tubuh yang dapat menimbulkan diyat penuh apabila
terjadi pada hal-hal berikut:
1. Hilangnya akal
2. Hilangnya pendengaran karena kedua telinga dihilangkan
3. Hilagnya penglihatan karena kedua mata dirusak
4. Hilangnya suara karena lidah atau dua bibir dipotong
5. Hilangnya daya cium karena hidung dipotong
6. Hilangnya kemampuan melakukan hubungan seksual, karena kemaaluan
dirusak
7. Hilangnya kedua tangan atau kedua kaki
8. Hilangnya kemampuan untuk berdiri, atau duduk, karena tulang punggung
diremukan.
b. Jinayat yang menimbulkan diyat separuh
Jinayat terhaap anggota tubuh yang dapat menimbulkan diyat separuh apabila
terjadi pada hal-hal berikut.
1. Salah satu dari dua mata
2. Salah satu dari dua telinga
3. Salah satu dari dua tangan
4. Salah satudari dua kaki
5. Salah satu dari dua bibir
6. Salah satu dari dua pantat
7. Salah satu dari dua alis
8. Salah satu dari dua payudara wanita

12
c. Jinayat yang menyebabkan syijjaj (luka dikepala)
Jinayat jenis ini adalah dikhususkan bagi perbiuatan yang mengakibatkan
syijjaj. Syijjaj adalah luka dikepala atau di wajah. Menurut generasi salaf, syijjaj
ada sepuluh macam, lima diantaranya telah dijelaskan diyat-nya oleh pembuat
syariat, dan lima lainnya tidak dijelaskan diyat-nya.
Lima macam jenis syijjaj yang diyat-nya telah ditetapkan oleh pembuat syariat,
meliputi hal-hal berikut:
1. Mudhihah, yaitu luka yang membuat tulang terlihat
2. Hasyimah, yairu luka yang meremukan tulang
3. Munqilah, yaitu luka yang emmindahkan tulang dari tempat aslinya
4. Ma’mumah, yaitu luka yang menembus kulit otak
5. Damighah, yaitu luka yang merobekkulit otak
Lima macam jenis syijjaj yang diyat-nya belum ditetapkan oleh syariat, meliputi
hal-hal berikut:
1. Harishah, yaitu luka yang agak merobek kulit dan tidak membuatnya
berdarah
2. Damiyah, yaitu luka yang membuat kulit berdarah
3. Badzi’ah, yaitu luka yang membelah kulit
4. Mutalahimah, yaitu luka yang menembus daging
5. Simhaq, yaitu luka yang nyaris menembus tulang jika tidak ada kulit tipis

d. Jinayat yang menyebabkan jirah (luka selain dikepala)


Jirah merupakan yang terjadi diselain wajah atau kepala. Berdasarkan diyat-
nya, maka jirah dibedakanmenjadi hal-hal berikut:
1. Luka yang menembus perut
2. Luka yang membuat tulang rusuk patah
3. Pematahan lengan, atau tulang betis, atau tulang pergelangan tangan.
4. Selai dari tiga jenis diatas

13
BAB III

KESIMPULAN

Jinayah merupakan satu bagian dari bahsan fiqh. kalau fiqh adalah ketentuan
yang berdasarkan wahyu Allah dan bersifat amaliah (operasional) yang mengatur
kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah dan sesama manusia, maka
fiqh jinayah secara khusus mengatur tentang pencegahan tindak kejahatan yang
dilakukan manusia dan sanksi hukuman yang berkenan dengan kejahatan itu.

Macam- macam jihat yaitu :Jihad melawan jiwa dan hawa nafsu (Jihad an-
nafs), Jihat melawan setan ( jihat asy- syaitan ), Jihat melawan orang yang dzalim,
Jihat melawan orang kafir dan munafik.

Yang dimaksud dengan diyat ialah “denda pengganti jiwa yang tidak berlaku
atau tidak dilakukan padanya hukum bunuh”. Diyat ada dua macam,denda berat dan
denda ringan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Wardi, Ahmad Muslich. 2004. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta.
Sinar Grafika
Al Faruk, Asadulloh. 2009. Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam. Bogor
ghalia Indonesia.
Saleh, Hasan. 2008. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta. Rajawali
Pers
Djazuli, 2010. ILMU FIQH Pengalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum
Islam. Cetakan; 7, Jakarta : Kencana.

15

Anda mungkin juga menyukai