Dibuat Oleh :
Chintya Miranda
7H/ (1111200308)
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT , dan shalawat serta
salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW berikut keluarga, para
sahabat dan seluruh umat pengikutnya atas terselesaikannya penulisan artikel ini.
bahwa tiada satupun yang sempurna di muka bumi ini, penulis menyadari bahwa di dalam
penyusunan artikel ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan terlebih dengan
bahasanya.
Akhirnya tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kesalahan baik yang
disengaja maupun tidak sengaja. Dengan iringan do’a semoga Allah SWT berkenan
menerima amal ini menjadi sebuah nilai ibadah disisi-Nya dan dengan segala kerendahan
hati penulis berharap semoga artikel ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak
yang memerlukan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
SARAN…………………………………………………………...…….. ………………16
3
BAB I
PENDAHULUAN
Syari‟at diturunkan Allah swt. dalam bentuk tuntutan taklifi, baik berupa tuntutan
perintah , maupun tuntutan larangan , dengan tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan.
Secara spesifik pembebanan syari‟at bagi mukallaf, ditujukan atas lima hal, yaitu:
pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Ketika lima asas tersebut tidak
terpenuhi, terusik, maka kemaslahatan, keselamatan dan perkembangan individu manusia,
keteraturan sosial dan kesejahteraan masyarakat menjadi mustahil didapatkan. Jadi bila
satu diantara lima perkara tersebut tidak terpenuhi berakibat fatal dalamkehidupan
manusia. Atas dasar ini segala tindakan yang dapat mewujudkan perkara tersebut harus
(wajib) dilakukan, sebaliknya setiap tindakan yang dapat menghalanginya harus
dihindarkan (diharamkan). Segala tindakan yang mengancam eksistensi terwujudnya lima
asas tersebut dinamakan tindak pidana Islam (Jarimah).
4
3. RUMUSAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum pidana Islam dalam pengertian fikih dapat disamakan dengan istilah
"jarimah" yang diartikan sebagai larangan syarak yang dijatuhi sanksi oleh pembuat
syari'at (Allah) dengan hukuman had atau ta'zir. Para fuqaha (yuris Islam)
menggunakan kata "jinayah" untuk istilah "jarimah" yang diartikan sebagai perbuatan
yang dilarang. Pengertian "jinayah" atau "jarimah" tidak berbeda dengan pengertian
tindak pidana (peristiwa pidana); delik dalam hukum positif (pidana). Sebagian para
ahli hukum Islam sering menggunakan kata-kata "jinayah" untuk "jarimah" yang
diartikan sebagai perbuatan seseorang yang dilarang saja. Sedangkan yang dimaksud
dengan kata "jinayah" ialah perbuatan yang dilarang oleh syarak, apakah perbuatan
mengenai jiwa atau benda dan lainnya.
Kata "jinayah" merupakan bentuk verbal noun (masdar) dari kata "jana". Secara
etimologi "jana" berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan perbuatan
dosa atau perbuatan salah. Seperti dalam kalimat jana 'ala qaumihi jinayatan artinya ia
telah melakukan kesalahan terhadap kaumnya. Kata jana juga berarti "memetik",
seperti dalam kalimat jana assamarat, artinya "memetik buah dari pohonnya". Orang
yang berbuat jahatdisebut jani dan orang yang dikenai perbuatan disebut mujna alaih.
Kata jinayah dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana.
Secara terminologi kata jinayah mempunyai beberapa pengertian, seperti yang
diungkapkan Imam Al-Mawardi bahwa jinayah adalah perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh agama (syara') yang diancam dengan hukuman had atau takzir.
Adapun pengertian jinayah, para fuqaha menyatakan bahwa lafal jinayah yang
dimaksudkan di sini adalah setiap perbuatan yang dilarang oleh syarak, baik perbuatan
5
itu mengenai jiwa, harta benda, atau lain-lainnya. Sayyid Sabiq memberikan definisi
jinayah, bahwa istilah jinayah menurut syara' adalah setiap perbuatan yang dilarang.
Dan perbuatan yang dilarang itu menurut syara' adalah dilarang untuk melakukannya,
karena adanya bahaya mengenai agama, jiwa, akal, kehormatan, atau harta benda.
Menurut hukum pidana Islam tindak pidana dapat dibagi menjadi beberapa macam,
yaitu:
1. Dari segi berat ringannya hukuman, jarimah tersebut dapat dibagi menjadi:
a. Jarimah hudud Jarimah hudud yaitu perbuatan melanggar hukum dan jenis dan
ancaman hukumannya ditentukan oleh nash, yaitu hukuman had (hak Allah). Hukuman
had yang dimaksudkan tidak mempunyai batasterendah dan tertinggi dan tidak
dihapuskan oleh perorangan (si korban atau wakilnya) atau masyarakat yang mewakili
(ulil amri). Jarimah hudud itu ada tujuh macam, yaitu: jarimah zina, jarimah gadzaf,
jarimah syurbul khamr, jarimah pencurian, jarimah hirabah, jarimah riddah, jarimah al
bagyu (pemberontakan). Dalam jarimah zina, syurbul khamr, hirabah, riddah, dan
pemberontakan yang dilanggar adalah hak Allah semata-mata. Sedangkan dalam
jarimah pencurian dan qadzaf penuduhan zina) yang disinggung disamping hak Allah,
juga terdapat hak manusia (individu), akan tetapi hak Allah lebih menonjol.
b. Jarimah qisas dan diyat Yang dimaksud dalam jarimah ini adalah
perbuatanperbuatan yang diancam hukuman qishas7 atau hukuman diyat. 8 Baik qishas
maupun diyat adalah hukuman-hukuman yang telah ditentukan batasnya, dan tidak
mempunyai batas terendah atau batas tertinggi, tetapi menjadi hak perseorangan,
dengan pengertian bahwa si korban bisa memaafkan si pembuat, dan apabila
dimaafkan, maka hukuman tersebut menjadi hapus. Jarimah qishas diyat ada lima,
yaitu: pembunuhan sengaja (algathlul amd), pembunuhan semi sengaja (al gathlul
syibhul amd), pembunuhan karena kesalahan (al qathlul khatar), penganiayaan sengaja
' (al jurhul amd), dan penganiayaan tidak sengaja (al jurhul khata').
6
c. Jarimah ta'zir
Jarimah ta'zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta'zir. Pengertian
ta'zir menurut bahasa ialah ta'dib atau memberi pelajaran. Akan tetapi menurut istilah
ta'zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan
hukumannya oleh syara'. Hukuman ta'zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh
syara', melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik penentuannya maupun
pelaksanaannya Dalam menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya menentukan
hukuman secara global saja Artinya pembuat undang-undang tidak menetapkan
sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya.
Tujuan diberikannya hak penentuan jarimah jarimah ta'zir dan hukumannya kepada
penguasa adalah agar mereka dapat mengatur masyarakat dan memelihara
kepentingan-kepentingannya, serta bisa menghadapi dengan sebaik-baiknya setiap
keadaan yang bersifat mendadak.
Jarimah sengaja adalah suatu jarimah yang dilakukan oleh seseorang dengan
kesengajaan dan atas kehendaknya serta ia mengetahui bahwa perbuatan tersebut
dilarang dan diancam dengan hukuman.
Ditinjau dari segi waktu tertangkapnya, jarimah ini dibagi menjadi dua, yaitu:
jarimah tertangkap basah dan jarimah tidak tertangkap basah
7
b. Jarimah tidak tertangap basah adalah jarimah dimana pelakunya tidak tertangkap
pada waktu melakukan perbuatan tersebut, melainkan sesudahnya dengan lewatnya
waktu yang tidak sedikit.
a. Dari segi pembuktian Apabila jarimah dilakukan berupa jarimah hudud dan
pembuktiannya dengan saksi maka dalam jarimah yang tertangkapbasah, para saksi
harus menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri pada saat terjadinya jarimah
tersebut.
b. Dari segi amar ma’ruf nahi munkar Dalam jarimah yang tertangkap basah, orang
yang kedapatan sedang melakukan tindak pidana dapat dicegah dengan kekerasan agar
ia tidak meneruskan tindakannya.
Ditinjau dari melakukannya, jarimah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
jarimah positif (jarimah ijabiah) dan jarimah negatif (jarimah salabiah). Jarimah positif
(jarimah ijabiah) atau kejahatan dengan melanggar larangan yang dapat berupa
perbuatan aktif (komisi) maupun pasif atau jarimah ijabiah taqa'u bi thariq al salab
(omisi tidak murni) seperti tidak memberi seorang makan hingga mati. Jarimah
negative (jarimah salabiah) adalah kejahatan dengan melanggar perintah (omisi murni).
Jarimah ditinjau dari segi obyeknya atau sasarannya dapat dibagi menjadi dua,
yaitu: jarimah perseorangan dan jarimah masyarakat.
8
atau menunda-nunda pelaksanaan. Jarimah-jarimah hudud termasuk dalam jarimah
masyarakat, meskipun sebagian dari padanya ada yang mengenai perseorangan, seperti
pencurian dan qadzaf (penuduhan zina). Jarimah-jarimah ta`zir sebagian ada yang
termasuk jarimah masyarakat, kalau yang disinggung itu hak masyarakat, seperti
penimbunan bahan-bahan pokok, korupsi dan sebagainya.
Ditinjau dari segi waktu atau tabiatnya, jarimah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
jarimah biasa (jarimah 'addiyah) dan jarimah politik (jarimah siyasiyah).
Jarimah biasa ,adalah jarimah yang dilakukan oleh seseorang tanpa mengaitkannya
dengan tujuan-tujuan politik. Jarimah politik adalah jarimah yang merupakan
pelanggaran terhadap peraturan pemerintah atau pejabat-pejabat pemerintah atau
terhadap garis-garis politik yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Sebenarnya jenis-jenis tindak pidana dalam hukum Islam itu tidak berbeda jauh
dengan penggolongan dalam hukum pidana positif. Perbedaan yang mencolok baru
terlibat dalam penggolongan atas hudud, qishas dan ta’zir.
Suatu perbuatan baru dianggap sebagai tindak pidana apabila unsurunsurnya telah
terpenuhi. Unsur-unsur ini ada yang umum dan ada yang khusus. Unsur umum berlaku
untuk semua jarimah, sedangkan unsur khusus hanya berlaku untuk masing-masing jarimah
dan berbeda antara jarimah satu dengan jarimah yang lain. Adapun yang termasuk dalam
unsur-unsur umum jarimah adalah sebagai berikut:
9
BAB III
PENUTUP
Hukum Pidana Islam disebut juga Jarimah bersal dari bahasa Arab, yang berarti
perbuatan dosa atau tindak pidana. Dalam terminologi hukum Islam, Jarimah dapat
diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang menurut syara‟ dan ditentukan
hukumannya oleh Allah, baik dalam bentuk sanksi-sanksi yang sudah jelas ketentuannya
(had) maupun sanksisanksi yang belum jelas ketentuannya oleh Allah (ta‟zir). Jarimah
dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu Jinayah dan Hudud. Jinayah membahas tentang
pelaku tindak kejahatan beserta sanksi hukuman yang terkait dengan pembunuhan yang
meliputi: qishash, diyat dan kafarat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Depag RI. „Audah, „Abdul Qadir, al-Tasyri‟ al-Jina‟I al-
Islami, Bairud: Muassasah alRisalah, 1993.
Al-Asfahani, al-Raghib, Mufradat AlFazh al-Qur‟an, Bairud: Dar alSyammiyah, t.t, cet.
III. Ahmad Jazuli, Fiqh Jinayah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Jakarta, 1999, cet-I.
Abdullah, Musthafa. dkk, Intisari Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.
Bukhari-al, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mugirah, Shahih al-
Bukhari, Bairud: Dar al-Fikr, 1981M/ 1401H,1981 M/ 1401H Hasballah, Ali, Ushul al-
Tasyri‟ al-Islami, Mesir: Dar al-Ma‟arif, t.t., Ibnu Katsir, Abu al-Fida‟ Isma‟il ibnu
Umar, Tafsir al-Qur‟an al-„Azhim, Dar Thaibah Linnasyar wa al-Tauzi, 1999.
Ibnu Manzur, Lisan al-„Arab, Bairud: Dar Shadir, t.t, Juz VII. Khalaf, „Abdul
Wahab,„Ilmu Ushul Fiqh,Kairo: Dar al-Hadits, 2003M/ 1423H. ……...,„Ilmu Ushul al-
Fiqh, al- Dar Al Kuwaitiyah, 1968, cet-VIII.
Muhammad bin Shalih Ibnu Utsaimin, Asy-Syarhu al-Mumti‟ „ala Zad alMustaqni‟,
KSA: Dar Ibnu al-Jauzi, tahun 1428 H, cet- I. Muhammad Ali, Tafsir Ayat al-Ahkam,
Bairud: Dar ibnu Katsir, t.t, Jilid II.
Muslich, Ahmad Wardi. Pengantar dan Asas Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Naisyaburi-al, Abu Husain Muslim Ibnu Hajaj al-Qusyairi, Shahih Muslim, Bairud: Dar
al-Fikr, 1993 M/1414 H.
…….., al-Tasyri‟ al-Jina‟I al-Islami, Bairud: Dar al-Kitab al-Arabi. Ahmad Musa, Abu
Hamid, al-Jaraim wa al-Uqubat fi al-Syari‟ah alIslamiyah, Kairo: Jami‟ah al-Azhar,
1975.
10