FIQIH JINAYAH
Unsur-unsur Jarimah:
Unsur formil (adanya Undang-undang atau Nas)
Unsur materiil (sifat melawan hokum)
Unsur moril (pelakunya mukallaf/ si pelaku dapat dimintai pertanggung jawaban atas
perbuatannya).
Macam-macam Jarimah
Dari segi berat ringan hukuman ada 3 jenis: hudud, qisas dan ta’zir.
Dari segi pelakunya ada 2 jenis: jarimah maqsudah (yang disengaja) dan jarimah ghaira
maqsudah (tidak ada unsur kesengajaan).
Dari segi sikap berbuat atau tidak berbauat ada 2 jenis: jarimah ijabiyah (positif), misal:
berbuat zina dan jarimah salabiyah (negative). Misal: tidak membayar zakat.
Dari segi korban ada 2 jenis: jarimah masyarakat (untuk melindungi kepentingan umum)
dan jarimah perorangan (untuk melindungi kepentingan perorangan).
Dari segi ketertiban umum ada 2: jarimah ‘adiyyah (biasa) dan jarimah siyasah (politik)
Didalam fiqih jinayah terdapat sanksi bagi pelaku yang melanggar Tindakan kejahatan,
sanksi sanksi yang dikenakan terhadap orang yang melakukan tindak pidana terhadap tubuh
menurut ketentuan hukum pidana islam adalah sebagai berikut :
a. Huddud
b. Qisahas
c. Diyat
d. Takzir
FIQIH JIHAD
Jihad dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar dari kata jâhada yujahidu jihadan wa
mujâhadatan. Asal katanya adalah jahada yajhadu jahdan/juhdan yang berarti kekuatan (al-
thaqah) dan upaya jerih payah (al-masyaqqah). Secara bahasa jihad berarti mengerahkan
segala kekuatan dan kemampuan untuk membela diri dan mengalahkan musuh. Sedangkan
menurut istilah ulama fikih adalah perjuangan melawan orang-orang kafir untuk tegaknya
agama Islam. Jihad juga dapat berarti mencurahkan segenap upaya dan kemampuan untuk
menghadapi segala sesuatu yang berhubungan dengan kesulitan dan penderitaan
a. Jihad yang dipahami secara umum, adalah segala kemampuan yang dicurahkan oleh manusia
dalam mencegah/membela diri dari keburukan dan menegakkan kebenaran. Termasuk dalam kategori
ini adalah menegakkan kebenaran, membenahi masyarakat, bersunggung-sungguh serta ikhlas dalam
beramal, gigih belajar untuk melenyapkan kebodohan, bersungguh-sungguh dalam beribadah seperti
haji
b. Jihad dipahami secara khusus sebagai usaha mencurahkan segenap upaya dalam menyebarkan dan
membela dakwah Islam.
c. Jihad yang dibatasi pada qital (perang) untuk membela agama untuk menegakkan agama Allah dan
proteksi kegiatan dakwah
Macam-Macam Jihad.
Pakar bahasa al-Qur`an, Raghib al-Ashfahani, menyebutkan tiga bentuk jihad, yaitu: jihad melawan
musuh yang nyata, jihad melawan setan, dan jihad melawan hawa nafsu. Menurut Ibnu Qayyim Al
Jauziyah ada 4 tingkatan yakni, jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan setan, jihad melawan
orang-orang kafir dan jihad melawan orang-orang munafik. Berikut pembahasan tentang macam-
macam jihad diantaranya :
1. Jihad Melawan Hawa Nafsu.
Jihad melawan hawa nafsu penting dilakukan, sebab jiwa manusia memiliki kecenderungan
kepada keburukan yang dapat merusak kebahagiaan seseorang, dan itu tidak mudah dilakukan,
sebab hawa nafsu ibarat musuh dalam selimut, seperti dikatakan Imam al-Ghazali, hawa nafsu
adalah musuh yang dicintai, sebab ia selalu mendorong kepada kesenangan yang berakibat
melalaikan
Jihad melawan setan, berupa upaya menolak segala bentuk keraguan yang menerpa keimanan
seseorang dan menolak segala bentuk keinginan dan dorongan hawa nafsu. Keduanya dapat
dilakukan dengan berbekal pada keyakinan yang teguh dan kesabaran
Jihad melawan orang-orang kafir dan munafik adalah dengan upaya melalui pendekatan hati,
lisan, harta dan jiwa. Selain itu ada bentuk lain dari jihad yaitu melawan kezaliman dan
kemaksiatan, juga dengan pendekatan hati, lisan, harta dan jiwa.
FIQIH SIYASAH
Fiqh siyasah berasal dari kata berbahasa Arab fikih atau fiqh dan siyasah. Agar diperoleh
pemahaman yang pas apa yang dimaksud fiqh siyasah, maka perlu dijelaskan pengertian
masing-masing kata dari segi bahasa dan istilah. Kata fiqh secara bahasa berarti tahu, paham
dan mengerti adalah istilah yang dipakai secara khusus di bidang hukum agama,
yurisprudensi Islam. Secara etimologis (bahasa) fiqh adalah keterangan tentang pengertian
atau paham dari maksud ucapan si pembicara atau pemahaman yang mendalam terhadap
maksud-maksud perkataan dan perbuatan. Dengan kata lain istilah fiqh menurut bahasa
adalah pengertian atau pemahaman dan pengertian terhadap perkataan dan perbuatan
manusia.
Kata “fiqh siyâsah” yang tulisan bahasa Arabnya adalah “ ”الفقه السياسيberasal dari dua kata
yaitu kata fiqh ( )الفقهdan yang kedua adalah al-siyâsî ()السياسي.
Kata fiqh secara bahasa adalah faham. Ini seperti yang diambil dari ayat Alquran { قالوا يا شعيب
}ما نفقه كثيرا مما تقول, yang artinya “kaum berkata: Wahai Syu’aib, kami tidak memahami
banyak dari apa yang kamu bicarakan”.
Secara istilah, menurut ulama usul, kata fiqh berarti: { العلم باألحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها
}التفصيليةyaitu “mengerti hukum-hukum syariat yang sebangsa amaliah yang digali dari dalil-
dalilnya secara terperinci”.
Sedangkan al-siyâsî pula, secara bahasa berasal dari “ ”ساس – يسوس – سياسةyang memiliki arti
mengatur (دبّر/)أمر, seperti di dalam hadis: “ كان بنو إسرائيل يسوسهم أنبياؤهم أي تتولى أمورهم كما يفعل
”األمراء والوالة بالرعية, yang berarti: “Adanya Bani Israil itu diatur oleh nabi-nabi mereka, yaitu
nabi mereka memimpin permasalahan mereka seperti apa yang dilakukan pemimpin pada
rakyatnya”. Bisa juga seperti kata-kata “ ”ساس زيد األمر أي يسوسه سياسة أي دبره وقام بأمرهyang
artinya: “Zaid mengatur sebuah perkara yaitu Zaid mengatur dan mengurusi perkara
tersebut”. Sedangkan kata mashdar-nya yaitu siyâsah itu secara bahasa bermakna: “ القيام على
”الشيء بما يصلحهyang artinya “bertindak pada sesuatu dengan apa yang patut untuknya”.
FIQIH MUNAHAKAD
fiqih Munakahat merupakan salah satu materi yang wajib dipelajari oleh setiap
mahasiswanya. Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan, sehingga fiqih munakahat
bisa diartikan sebagai bidang kajian ilmu yang mempelajari tentang perkawinan dalam agama
Islam mulai dari dasar hukum, tujuan, rukun, kewajiban suami & istri, dan sebagainya.
Pengertian Nikah
Dalam istilah syariat, nikah berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan
diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan kelamin
antara keduanya dengan dasar suka rela dan persetujuan bersama, demi terwujudnya keluarga
(rumah tangga) bahagia yang diridhai oleh Allah SWT.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW atau sunah
Rasul. Dalam sebuah hadits disebutkan, "Dari Anas bin Malik RA, bahwasanya Nabi SAW
memuji Allah SWT dan menyanjungNya, kemudian beliau bersabda, 'akan tetapi aku shalat,
tidur, berpuasa, makan, dan menikahi wanita, barangsiapa yang tidak suka dengan
perbuatanku, maka dia bukanlah dari golonganku" (HR. Bukhari dan Muslim)
Hukum Nikah
Menurut sebagian besar Ulama, hukum nikah pada dasarnya adalah mubah, artinya boleh
dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang
akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh,
atau haram.
1. Sunnah
Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan mampu pula mengendalikan diri dari
perzinaan, walaupun tidak segera menikah, maka hukum nikah adalah sunnah. Rasulullah
SAW bersabda, "Wahai para pemuda, jika di antara kalian sudah memiliki kemampuan untuk
menikah, hendaklah ia menikah karena menikah itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih
memelihara kelamin (kehormatan), dan barangsiapa tidak mampu menikah, hendaklah ia
berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya". (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Wajib
Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan ia khawatir berbuat zina jika tidak
segera menikah, maka hukum nikah adalah wajib.
3. Makruh
Bagi orang yang ingin menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan
anak-anaknya, maka hukum nikah adalah makruh.
4. Haram
Bagi orang yang bermaksud menyakiti wanita yang akan ia nikahi, hukum nikah adalah
haram.
Tujuan Pernikahan
Secara umum, tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria
terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia,
sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Adapun secara terperinci, tujuan pernikahan
dapat dikemukakan sebagai berikut:
Untuk memperoleh rasa cinta dan kasih sayang (lihat surah ar-Ruum, 21).
Untuk memperoleh ketenangan hidup (sakinah).
Untuk memenuhi kebutuhan seksual secara sah dan diridhai Allah.
Untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat.
Untuk mewujudkan keluarga bahagia di dunia dan akhirat