Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

TAFSIR
Mata Kuliah:ULUMUL QURAN
Dosen Pengampu:SAIFULLAH IBNU SHODRI

Disusun oleh:
1.M Ilham Bratama R (2102032006)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO

2021
Jl. Ki Hajar Dewantara No.15A, Iringmulyo, Kec. Metro Timur., Kota Metro,
Lampung 34112
KATA PENGANTAR

Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,yang atas rahmat-Nya sehingga


kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul‘’ memahami dan memiliki
wawasan akidah islam tentang kitab-kitab Allah’’. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Akidah Akhlak di
Institut Agama Islam Negeri Metro Lampung.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi , mengingatakan kemampuan yang kami
miliki.Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
menyempurnakan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih


yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……..
………………………………………….
DAFTAR ISI……………..…….……..……..……..……..……..
…….
BAB I PENDAHULUAN………………………………….…….
…….1
A.Latar Belakang……..……..…………….……..……..
…….……1
B.Rumusan Masalah…….…….…….…….……..……..
…….……1
BAB II PEMBAHASAN…..……………….…..…….…….…….
……2
A.TAFSIR………………….…….…….……..2
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………3
A.Kesimpulan…..…….……………..…….…………….
………..3
B.Saran…….……..…………..…….……..……..…………….
…3
DAFTAR PUSTAKA……………………..……..
……………………...4
iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Akidah Akhlak. Tugas ini disusun dengan mempelajari materi tentang ‘’memahami
dan memiliki wawasan akidah islam tentang kitab-kitab Allah’’ dimana materi ini
akan menjadi pembelajaran kepada kita untuk memahami tentang kitab-kitab

Allah .

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan penulis


sajikan dalam makalah ini adalah:
1. TAFSIR
2. Cara Menafsirkan
3. Makna Tafsir
4. Pembagian Tafsir
5. Tafsir Quran
6. Definisi Tafsir Quran
7. Urgensi tafsir Al-Qur'an dalam Islam
8. Sejarah tafsir Al-Qur'an
9. Rujukan dalam Tafsir Al-Qur'an
10. Bentuk Tafsir Al-Qur'an
11. Macam tafsir Al-Qur'an
12. Perkembangan
13. Tafsir terkenal antara lain
14. Ilmu Terkait

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.TAFSIR

Tafsir menurut bahasa adalah penjelasan atau keterangan, seperti yang bisa
dipahami dari Quran S. Al-Furqan: 33. ucapan yang telah ditafsirkan berarti
ucapan yang tegas dan jelas.

B. Cara Menafsirkan

Dalam menafsirkan Quran, ada cara Ibnu Taimiyyah yang dikutip Buya Hamka
dalam Tafsir al-Azhar-nya. Pertama ayat dengan ayat, kalau meragu akan makna
suatu ayat, sambungkan dengan ayat lainnya. Buya Hamka mengambil contoh
Surat Thaha ayat 67, dan merincikannya dengan Surat al-A'raf ayat 116. Sehingga,
ayat yang mujmal (atau umum) dirincikan dengan ayat lain yang mufashshal (atau
merinci). Dilanjutkan oleh Sunnah. Kemudian kepada tafsiran para sahabat
Rasulullah, kemudian kalau tidak ada, kepada pendapat tabiin —itupun harus
dengan disaring dulu, dicari mana yang paling dekat dengan Quran dan Sunnah.

Menurut Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar, dalam menafsirkan al-Quran, maka
yang utama adalah berdasar kepada Sunnah, yakni segala perkataan (aqwal)
maupun perbuatan (af'al) Rasulullah dan perbuatan orang lain —yakni sahabat-
sahabatnya RA— yang disetujui oleh beliau. Karena itulah seseorang tidak boleh
menafsirkan Al-Quran dengan berlawanan kepada Sunnah. Karena itu pula, orang
yang menafsir Quran dengan ayat-ayat hukum tak berpedoman kepada Sunnah
Rasul, maka dia tidak berpedoman kepada syariat. Tidak bisa berdasar kepada
kehendaknya sendiri. Menurutnya, ini dikecualikan untuk nash Quran yang tak
perlu tafsiran, karena sudah sangat jelas, tapi bertemu hadits ahad yang bukan
hadits masyhur, sedang isinya berlawanan dengan nash yang jelas dari Quran.

Di luar itu, ada pula penafsiran dengan akal, yang menurut ulama Zamakhsyari
tidaklah mengapa menafsir dengan akal yang sehat. Menafsir dengan begini juga
diikuti oleh Al-Ghazali, yang menurutnya adanya penafsiran yang berlain-lainan

2
antara tabiin dan sahabat juga menjadi indikasi adanya penafsiran dengan ra'yi
atau pemikiran. Karena itu menurutnya, menafsirkan al-Quran tidak boleh semata
akal, dan tidak bisa pula hanya mengandalkan naqal atau dalil saja.

Karena itulah, al-Qashthalani, ulama pensyarah Shahih Bukhari menyatakan boleh


saja menafsir Quran dengan pendapat yang baru dengab syarat sesuai ketentuan
bahasa Arab, dan tidak melawan pokok-pokok dasar ajaran agama.Karena itu, ia
menyebut 4 syarat supaya tafsir dengan akal diterima:

- mengerti bahasa Arab


- tidak menyalahi dasar dari Sunnah Nabi Muhammad
- tidak berkeras pandangan mempertahankan suatu mazhab, lalu dibelokkanlah
maksud ayatnya supaya sesuai mazhabnya
-ahli dalam bahasa tempat dia menafsir.

C.Makna Tafsir

Tafsir secara akar kata berasal dari kata ‫ر‬-‫س‬-‫( ف‬fa-sa-ra) atau ‫( فَ َّس َر‬fassara) yang
َّ ‫ و‬waddhaha (menerangkan). Dari sisi
bermakna َ‫ بَيَن‬bayana (menjelaskan), dan ‫ض َح‬
istilah, ada dua definisi:

- menurut Az-Zarkasyi dalam Burhan fi 'Ulum al-Qur'an, maksudnya adalah,


"Tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬yang menerangkan maknanya, menyingkap hukum dan hikmahnya,
dengan merujuk pada ilmu bahasa Arab, seperti ilmu Nahwu, tashrif, bayan, ushul
fiqih, qiraat, asbabun nuzul, dan nasikh mansukh.
- Adapun menurut Az-Zarqani, "Tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-
Qur'an dengan menyingkap maknanya (dilalah), dengan maksud yang diinginkan
Allah SWT, sebatas kemampuan manusia." Definisi ini lebih ringkas daripada
definisi di atas.

Menurut istilah, pengertian tafsir adalah ilmu yang mempelajari kandungan kitab
Allah yang diturunkan kepada nabi ‫ﷺ‬, berikut penjelasan maknanya serta hikmah-
hikmahnya. Sebagian ahli tafsir mengemukakan bahwa tafsir adalah ilmu yang

3
membahas tentang al-Quran al-Karim dari segi pengertiannya terhadap maksud
Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Secara lebih sederhana, tafsir
dinyatakan sebagai penjelasan sesuatu yang diinginkan oleh kata.

D.Pembagian Tafsir

Tafsir dapat dibagi menjadi tiga jenis:

-Tafsir riwayat

Tafsir riwayat sering juga disebut dengan istilah tafsir naql atau tafsir ma'tsur. Cara
penafsiran jenis ini bisa dengan menafsirkan ayat al-Quran dengan ayat al-Quran
lain yang sesuai, maupun menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan nash dari as-
Sunnah. Karena salah satu fungsi as-Sunnah adalah menafsirkan al-Quran.

-Tafsir dirayah

Tafsir dirayah disebut juga tafsir bi ra'yi. Tafsir dirayah adalah dengan cara ijtihad
yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih, kaidah yang murni dan tepat.

4
Tafsir dirayah bukanlah menafsirkan al-Quran berdasarkan kata hati atau kehendak
semata, karena hal itu dilarang berdasarkan sabda nabi:

"Siapa saja yang berdusta atas namaku secara sengaja niscaya ia harus bersedia
menempatkan dirinya di neraka, dan siapa saja yang menafsirkn al-Quran dengan
ra'yunya (nalar) maka hedaknya ia bersedia menempatkan diri di neraka." (HR.
Turmudzi dari Ibnu Abbas)

"Siapa yang menafsirkan al-Quran dengan ra'yunya kebetulan tepat, niscaya ia


telah melakukan kesalahan." (HR. Abi Dawud dari Jundab).

Hadis-hadis di atas melarang seseorang menafsirkan al-Quran tanpa ilmu atau


sekehendak hatinya tanpa mengetahui dasar-dasar bahasa dan syariat seperti
nahwu, sharaf, balaghah, ushul fikih, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, tafsir dirayah ialah tafsir yang sesuai dengan tujuan syara', jauh
dari kejahilan dan kesesatan, sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta
berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami teks al-Quran.

-Mufassir

Seorang mufassir adalah seorang yang mengartikan sebuah ayat dalam arti yang
lain/arti yang mirip.

E.Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: ‫ )تفسير القرآن‬adalah ilmu pengetahuan untuk


memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya
berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan
kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan
samar artinya. Kebutuhan umat Islam terhadap tafsir Al-Qur'an, sehingga makna-
maknanya dapat dipahami secara penuh dan menyeluruh, merupakan hal yang

5
mendasar dalam rangka melaksanakan perintah Allah (Tuhan dalam Islam) sesuai
yang dikehendaki-Nya.

Dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya


pengetahuan bahasa Arab, tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang
menyangkut Al-Qur'an dan isinya. Ilmu untuk memahami Al-Qur'an ini disebut
dengan Ushul Tafsir atau biasa dikenal dengan Ulumul Qur'an (ilmu-ilmu Al-
Qur'an). Terdapat tiga bentuk penafsiran yaitu Tafsîr bil ma’tsûr, at-tafsîr bir ra’yi,
dan tafsir isyari, dengan empat metode, yaitu ijmâli, tahlîli, muqârin dan maudhû’i.
Sedangkan dari segi corak lebih beragam, ada yang bercorak sastra bahasa, fiqh,
teologi, filsafat, tasawuf, ilmiyah dan corak sastra budaya kemasyarakatan.

Usaha menafsirkan Al-Qur'an sudah dimulai semenjak zaman para sahabat Nabi ‫ﷺ‬
sendiri. ‘Ali ibn Abi Thâlib (w. 40 H), ‘Abdullah ibn ‘Abbâs (w. 68 H), ‘Abdullah Ibn
Mas’ûd (w. 32 H) dan Ubay ibn Ka’ab (w. 32 H) adalah di antara para sahabat yang
terkenal banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dibandingkan dengan sahabat-
sahabat yang lain.

F. Definisi

Tafsīr (bahasa Arab: ‫ )تفسير‬adalah kata berakar triliteral f-s-r. F-s-r (‫ر‬-‫س‬-‫ف‬
bermakna tampak dan jelasnya sesuatu; penyingkapan makna yang samar. Secara
istilah, tafsir (Qur'an) adalah penjelasan firman Allah yang merupakan mukjizat
yang diturunkan kepada Muhammad. As-Suyuthi menukil dari az-Zarkasyi,
menjelaskan pengertian tafsir sebagai "ilmu untuk memahami kitab Allah yang

6
diturunkan kepada Muhammad, menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan
hikmah dan hukum-hukumnya.

G.Urgensi tafsir Al-Qur'an dalam Islam

Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril dalam


bahasa Arab dengan segala macam kekayaan bahasanya. Di dalamnya terdapat
penjelasan mengenai dasar-dasar aqidah, kaidah-kaidah syariat, asas-asas perilaku,
menuntun manusia ke jalan yang lurus dalam berpikir dan beramal. Namun, Allah
tidak menjamin perincian-perincian dalam masalah-masalah itu sehingga banyak
lafal Al-Qur'an yang membutuhkan tafsir, apalagi sering digunakan susunan kalimat
yang singkat namun luas pengertiannya. Dalam lafazh yang sedikit saja dapat
terhimpun sekian banyak makna. Untuk itulah diperlukan penjelasan yang berupa
tafsir Al-Qur'an.

Tujuan pewahyuan Al-Qur'an adalah tadabbur. Tadabbur adalah merenungi lafal-


lafal Al-Qur'an untuk memahami maknanya. Allah berfirman, "Kitab (Alquran) yang
Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya
dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran."[Qur'an Sad:29] Jika
tidak ada tadabbur, maka manusia akan kehilangan hikmah tersebut dan lafal-lafal
Al-Qur'an tidak akan memberi pengaruh. Firman Allah yang lain, "Maka apakah
mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci?"[Qur'an
Muhammad:24] Allah mencela orang-orang yang tidak men-tadabbur-i Al-Qur'an
serta menyebutkan tentang terkuncinya dan tidak adanya kebaikan pada hati
mereka.

Ulama-ulama terdahulu berpendapat atas wajibnya mempelajari tafsir Al-Qur'an.


Mereka mempelajari lafal dan makna Al-Qur'an sehingga mereka bisa
melaksanakan amal yang Allah maksudkan dalam Al-Qur'an. Tidak mungkin
melakukan suatu amal yang tidak diketahui hakikat maknanya.

Abu Abdirrahman as-Sulamiy berkata, "Orang-orang yang mengajari kami Al-


Qur'an, seperti Utsman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud, ketika belajar sepuluh
ayat dari Al-Qur'an kepada Nabi, mereka tidak meminta tambah sampai mereka
memahami ilmu dan amal yang terkandung di dalamnya. Mereka berkata, 'Oleh
sebab itu, kami mempelajari Al-Qur'an sekaligus ilmu dan amal.

7
H. Sejarah tafsir Al-Qur'an

Sejarah ini diawali dengan masa Rasulullah ‫ ﷺ‬masih hidup sering kali timbul
beberapa perbedaan pemahaman tentang makna sebuah ayat. Untuk itu mereka
dapat langsung menanyakan pada Rasulullah ‫ﷺ‬.

Para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan Al-Qur'an antara lain empat
khalifah, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-
Asy’ari, Abdullah bin Zubair. Pada masa ini belum terdapat satupun pembukuan
tafsir dan masih bercampur dengan hadis.

Sesudah generasi sahabat, datanglah generasi tabi’in yang belajar Islam melalui
para sahabat di wilayah masing-masing. Ada tiga kota utama dalam pengajaran Al-
Qur'an yang masing-masing melahirkan madrasah atau madzhab tersendiri, yaitu

- Mekkah dengan madrasah Ibnu Abbas dengan murid-murid antara lain Mujahid
ibn Jabir, Atha bin Abi Rabah, Ikrimah Maula Ibn Abbas, Thaus ibn Kisan al-Yamani
dan Said ibn Jabir

- Madinah dengan madrasah Ubay ibn Ka'ab dengan murid-murid Muhammad bin
Ka'ab al-Qurazhi, Abu al-Aliyah ar-Riyahi dan Zaid bin Aslam, dan

- Irak dengan madrasah Ibnu Mas'ud dengan murid-murid Hasan al-Bashri, Masruq
ibn al-Ajda, Qatadah bin Da'amah, Atah ibn Abi Muslim al-Khurasani dan Marah al-
Hamdani.

Pada masa ini tafsir masih merupakan bagian dari hadis namun masing-masing
madrasah meriwayatkan dari guru mereka sendiri-sendiri. Ketika datang masa
kodifikasi hadis, riwayat yang berisi tafsir sudah menjadi bab tersendiri namun
belum sistematis sampai masa sesudahnya ketika pertama kali dipisahkan antara
kandungan hadits dan tafsir sehingga menjadi kitab tersendiri. Usaha ini dilakukan
oleh para ulama sesudahnya seperti Ibnu Majah, Ibnu Jarir ath-Thabari, Abu Bakr
ibn al-Munzir an-Naisaburi dan lainnya. Metode pengumpulan inilah yang disebut
tafsir bil Ma`tsur.

8
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah menuntut
pengembangan metodologi tafsir dengan memasukan unsur ijtihad yang lebih
besar. Meskipun begitu mereka tetap berpegangan pada tafsir bi al-Ma`tsur dan
metode lama dengan pengembangan ijtihad berdasarkan perkembangan masa
tersebut. Hal ini melahirkan apa yang disebut sebagai tafsir bi ar-ra'yi yang
memperluas ijtihad dibandingkan masa sebelumnya. Lebih lanjut perkembangan
ajaran tasawuf melahirkan pula sebuah tafsir yang biasa disebut sebagai tafsir
isyari.

I. Rujukan dalam Tafsir Al-Qur'an

Al-Utsaimin menjelaskan bahwa tafsir Al-Qur'an merujuk pada sumber-sumber


berikut.

Pertama: Kalamullah (Al-Qur'an ditafsirkan dengan Al-Qur'an), maksudnya


ditafsirkan dengan ayat lain, karena Allah adalah Yang menurunkan Al-Qur'an
sehingga lebih mengetahui apa yang dikehendaki ayat. Contoh:
firman Allah

ٌ ْ‫أَاَل إِ َّن أَوْ لِيَا َء هَّللا ِ اَل خَ و‬


َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزنُون‬

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap


mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

9
—QS Yunus: 62

Lafal "ِ ‫( "أَوْ لِيَا َء هَّللا‬awliyâ` Allah, wali-wali Allah) ditafsirkan dengan firman-Nya
pada ayat berikutnya:

َ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َكانُوا يَتَّقُون‬

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.


—QS Yunus : 63
firman Allah SWT

ِ َّ‫ك َما الط‬


ُ ‫ار‬
‫ق‬ َ ‫َو َما أَ ْد َرا‬

tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?


—QS At-Tariq : 2

Lafal "‫( "الطارق‬ath-thâriq, yang datang pada malam hari) ditafsirkan dengan
firman-Nya pada ayat berikutnya:

ُ‫النَّجْ ُم الثَّاقِب‬

(yaitu) bintang yang cahayanya menembus,


—QS At-Tariq : 3
firman Allah

َ ْ‫َواألَر‬
‫ض بَ ْع َد َذلِكَ َد َحاهَا‬

10
Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya

—QS An-Nazi'at : 30

Lafal "‫( " َد َحاهَا‬daḥâhâ, dihamparkan-Nya) ditafsirkan dengan firman-Nya pada


ayat berikutnya:

‫أَ ْخ َر َج ِم ْنهَا َما َءهَا َو َمرْ عَاهَا‬


‫َو ْال ِجبَا َل أَرْ َساهَا‬

Ia memancarkan daripadanya mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-


tumbuhannya.
Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh,
—QS An-Nazi'at : 30
Kedua: perkataan Rasulullah (maksudnya Al-Qur'an ditafsirkan dengan as-
sunnah), karena Rasulullah adalah pembawa kabar dari Allah sehingga Rasulullah
adalah manusia yang paling mengetahui maksud Allah pada firman-Nya. Contoh:

ٌ‫لِلَّ ِذينَ أَحْ َسنُوا ْال ُح ْسنَى َو ِزيَا َدة‬

11
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan
tambahannya.
—QS Yunus : 26
Nabi menafsirkan lafal " ٌ‫"زيَا َدة‬
ِ (ziyâdah, tambahannya) dengan 'melihat wajah
Allah', berdasarkan riwayat dari Ibnu Jarir ath-Thabari dan Ibnu Abi Hatim tanpa
adanya kesamaran dari Abu Musa dan Ubay bin Ka'ab.
Ketiga: perkataan sahabat, terutama ulama mereka dan yang memiliki perhatian
terhadap tafsir, karena Al-Qur'an turun dengan bahasa mereka, pada masa
mereka. Mereka adalah orang-orang yang paling jujur dalam mencari kebenaran,
lebih selamat dari hawa nafsu, dan lebih bersih dari perselisihan yang memecah
belah mereka. Contoh:

‫ضى أَوْ َعلَى َسفَ ٍر أَوْ َجا َء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائِ ِط أَوْ ال َم ْستُ ُم النِّ َسا َء‬
َ ْ‫َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬

Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan
—QS An-Nisa': 43
Telah sahih kabar dari Ibnu Abbas RA bahwa dia menafsirkan 'menyentuh
perempuan' dengan 'hubungan badan'.
Keempat: perkataan tabi'in yang perhatian untuk mengambil tafsir dari para
sahabat, karena mereka adalah generasi terbaik setelah sahabat, lebih selamat dari
hawa nafsu daripada generasi setelahnya, dan bahasa Arab belum banyak berubah
pada masa mereka. Oleh karena itu, mereka lebih dekat kepada kebenaran dalam
menafsirkan Al-Qur'an daripada generasi setelahnya. Ibnu Taimiyah berkata dalam
Majmu' al Fatawa, "Apabila terdapat konsensus di antara para tabi'in, maka
argumen mereka tidak dapat diragukan. Jika terdapat perbedaan, maka argumen-
argumen mereka tidak bisa dipertentangkan dan tidak pula menentang argumen
orang dari masa setelah mereka. Perbedaan itu dikembalikan kepada bahasa Al-
Qur'an, sunnah, atau keumuman bahasa Arab atau perkataan sahabat atas hal itu."
Kelima: konsekuensi makna syar'i atau bahasa berdasarkan konteks terhadap
suatu kalimat berdasarkan firman Allah yang artinya, "Sesungguhnya Kami telah
menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu
mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu,"[10]
(QS An-Nisa' : 105), "Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur'an dalam bahasa Arab
supaya kamu memahami(nya)," (QS Az-Zukhruf : 3) dan "Kami tidak mengutus

12
seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, suapay ia dapat memberi
penjelasan dengan terang kepada mereka." (QS Ibrahim : 4) Jika makna syar'i
bertentangan dengan makna bahasa, maka diambil konsekuensi makna syar'i,
kecuali terdapat dalil yang menguatkan makna bahasa sehingga diambil
konsekuensi makna bahasa. Hal itu dikarenakan Al-Qur'an turun untuk
menjelaskan syariat, bukan untuk menjelaskan bahasa. Contoh terjadinya
perselisihan makna bahasa dan syar'i, kemudian diambil makna syar'i, firman Allah
tentang orang-orang munafik:

ً‫صلِّ َعلَى أَ َح ٍد ِم ْنهُ ْم َماتَ أَبَدا‬


َ ُ‫َوال ت‬

Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati


di antara mereka,

—QS At-Taubah : 84

(Dalam ayat terdapat kata yang bermakna as-shalah, kemudian diterjemahkan


'menyembahyangkan.') Salat secara bahasa artinya doa, sedangkan secara syar'i
dalam ayat ini adalah berdiri di samping jenazah untuk mendoakannya dengan
cara-cara khusus. Dengan demikian makna syar'i didahulukan, karena memang hal
itulah yang dimaksud oleh Yang berbicara dan yang dipahami oleh yang
mendengar. Adapun larangan berdoa untuk mereka secara mutlak diambil dari
dalil lain.

13
Contoh terjadinya perselisihan makna bahasa dan syar'i, kemudian diambil
makna bahasa dengan dukungan dalil, firman Allah SWT

َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم‬


َ ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُزَ ِّكي ِه ْم بِهَا َو‬
‫ص ِّل َعلَ ْي ِه ْم‬

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka.
—QS At-Taubah : 103
(Dalam ayat terdapat kata yang bermakna as-shalah, kemudian diterjemahkan
'mendoalah.') Maksud salat di sini adalah doa berdasarkan dalil HR Muslim dari
Abdullah bin Abi Aufa bahwa Nabi pernah ketika menerima zakat orang-orang,
berdoa (bersalawat) untuk mereka. Kemudian datang Abi Aufa menyerahkan
zakatnya, kemudian Nabi berdoa, "Allâhumma shalli 'alâ âli Abî Awfa (Ya Allah,
semoga salawat tercurahkan kepada keluarga Abi Aufa).

J. Bentuk Tafsir Al-Qur'an

Adapun bentuk-bentuk tafsir Al-Qur'an yang dihasilkan secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga:

-Tafsir bi al-Ma`tsur

Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar yang berarti sunnah, hadits, jejak,
peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran seorang mufassir menelusuri
jejak atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai kepada
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang
berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur'an
dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas
Kitabullah, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap paling

14
mengetahui Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi'in karena
mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat.

Tafsir-tafsir bil ma'tsur yang terkenal antara lain: Tafsir Ibnu Jarir, Tafsir Abu Laits
As Samarkandy, Tafsir Ad Dararul Ma'tsur fit Tafsiri bil Ma'tsur (karya Jalaluddin As
Sayuthi), Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al Baghawy dan Tafsir Baqy ibn Makhlad,
Asbabun Nuzul (karya Al Wahidy) dan An Nasikh wal Mansukh (karya Abu Ja'far An
Nahhas).
Tafsir bi ar-Ra'yi

Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metode tafsir karena


tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah maka tafsir ini
memperbesar peranan ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-
Matsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur'an,
hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan
menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan
mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang
ada.

Contoh Tafsir bir ra'yi dalam Tafsir Jalalain:

“khalaqal insaana min 'alaq” (Surat Al Alaq: 2)

Kata 'alaq disini diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz 'alaqah yang berarti
segumpal darah yang kental.

Beberapa tafsir bir ra'yi yang terkenal antara lain: Tafsir Al Jalalain (karya Jalaluddin
Muhammad Al Mahally dan disempurnakan oleh Jalaluddin Abdur Rahman As
Sayuthi),Tafsir Al Baidhawi, Tafsir Al Fakhrur Razy, Tafsir Abu Suud, Tafsir An
Nasafy, Tafsir Al Khatib, Tafsir Al Khazin.
Tafsir Isyari

Menurut kaum sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir
adalah yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah
yang isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh
ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur'an

15
inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang
dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari. tafsyir berdasarkan intuisi,
atau bisikan batin

Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara lain adalah pada ayat:

'“.......Innallaha ya`murukum an tadzbahuu baqarah.....” (Surat Al Baqarah: 67)

Yang mempunyai makna zhahir adalah “......Sesungguhnya Allah menyuruh kamu


menyembelih seekor sapi betina...” tetapi dalam tafsir Isyari diberi makna dengan
“....Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah...”.

Beberapa karya tafsir Isyari yang terkenal antara lain: Tafsir An Naisabury, Tafsir Al
Alusy, Tafsir At Tastary, Tafsir Ibnu Araby.
Metodologi Tafsir Al-Qur'an

Metodologi Tafsir dibagi menjadi empat macam, yaitu metode tahlili, metode
ijmali, metode muqarin, dan metode maudlu’i.

-Metode Tahlili (Analitik)

Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan. Menurut
Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini, yang ia sebut sebagai metode tajzi'i,
adalah metode yang mufasir-nya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-

16
Qur'an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat Al-Qur'an
sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an.

Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat
dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur'an. Dia menjelaskan kosakata
dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan
ayat, yaitu unsur-unsur i’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat,
menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’i, arti
secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain sebagainya.

Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur'an dengan
metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan
kemukjizatan Al-Qur'an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak
bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran
karena metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-
pisah .

Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoretis,
tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami
dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang
merupakan pandangan Al-Qur'an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa
terlalu “mengikat” generasi berikutnya.
Metode Ijmali (Global)

Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur'an secara singkat dan global,
dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang
ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili
namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang
lebar.

Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh
lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya
ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna
ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.
Metode Muqarin

17
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat
dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan
menonjolkan perbedaan tertentu dari objek yang diperbandingkan itu.

-Metode Maudhu’i (Tematik)

Tafsir berdasarkan tema, yaitu memilih satu tema dalam Al-Qur'an untuk
kemudian menghimpun seluruh ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan tema
tersebut baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut.
Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur'an dengan
cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mempunyai tujuan satu, yang
bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai
dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian
memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-
keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian
mengambil hukum-hukum darinya.

K.Macam tafsir Al-Qur'an

Setiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang berbeda tergantung dari latar
belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam, mahzab fiqih, kecenderungan sufisme

18
dari ahli tafsir itu sendiri sehingga tafsir yang dihasilkan akan mempunyai berbagai
corak. Abdullah Darraz mengatakan dalam an-Naba’ al-Azhim sebagai berikut:
“ Ayat-ayat Al-Qur'an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya
yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya, dan tidak
mustahil jika kita mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan
melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat. ”

Di antara berbagai corak itu antara lain adalah:

- Corak Sastra Bahasa: munculnya corak ini diakibatkan banyaknya orang non-
Arab yang memeluk Islam serta akibat kelemahan orang-orang Arab sendiri di
bidang sastra sehingga dirasakan perlu untuk menjelaskan kepada mereka tentang
keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Al-Qur'an di bidang ini.
- Corak Filsafat dan Teologi : corak ini muncul karena adanya penerjemahan
kitab-kitab filsafat yang memengaruhi beberapa pihak serta masuknya penganut
agama-agama lain ke dalam Islam yang pada akhirnya menimbulkan pendapat
yang dikemukakan dalam tafsir mereka.
- Corak Penafsiran Ilmiah: akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
maka muncul usaha-usaha penafsiran Al-Qur'an sejalan dengan perkembangan
ilmu yang terjadi.
- Corak Fikih: akibat perkembangan ilmu fiqih dan terbentuknya madzhab-
mahzab fikih maka masing-masing golongan berusaha membuktikan kebenaran
pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat
hukum.
- Corak Tasawuf : akibat munculnya gerakan-gerakan sufi maka muncul pula
tafsir-tafsir yang dilakukan oleh para sufi yang bercorak tasawuf.
- Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan: corak ini dimulai pada masa Syaikh
Muhammad Abduh yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-Qur'an yang
berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, usaha-usaha untuk
menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan
mengemukakan petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti dan enak
didengar.

L.Perkembangan

19
Ilmu tafsir Al-Qur'an terus mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan
zaman. Perkembangan ini merupakan suatu keharusan agar Al-Qur'an dapat
bermakna bagi umat Islam. Pada perkembangan terbaru mulai diadopsi metode-
metode baru guna memenuhi tujuan tersebut. Dengan mengambil beberapa
metode dalam ilmu filsafat yang digunakan untuk membaca teks Al-Qur'an maka
dihasilkanlah cara-cara baru dalam memaknai Al-Qur'an. Di antara metode-metode
tersebut yang cukup populer antara lain adalah Metode Tafsir Hermeneutika dan
Metode Tafsir Semiotika.

M.Tafsir terkenal antara lain

- 'Abdullah bin Abbas, dilahirkan di Syi’bi tiga tahun sebelum hijrah, ada yang
mengatakan lima tahun sebelum hijrah, dan wafat di kota Thoif pada tahun 65 H,
dan ada yang mengatakan tahun 67 H, dan ‘Ulama’ Jumhur mengatakan wafat
pada tahun 68 H., banyak melahirkan beberapa tafsir yang tidak terhitung
jumlahnya, dan tafsiran dia dikumpulkan dalam sebuah kitab yang diberi nama
Tafsir ibnu Abbas. Di dalam kitab ini terdapat beberapa riwayat dan metode yang
berbeda-beda, namun yang paling bagus adalah tafsir yang diriwayatkan oleh Ali
bin Abi Thalhah Al Hasyimi.
- Mujahid bin Jabr, dilahirkan pada tahun 21 H, pada masa ke pemimpinan Umar
bin Khattob, dan wafat pada tahun 102/103 H. sedangkan menurut Yahya bin
Qhatton, dia wafat pada tahun 104 H., termasuk tokoh tafsir pada masa tabi’in
sehingga dia dikatakan tokoh paling ‘alim dalam bidang tafsir pada masa tabi’in,
dan pernah belajar tafsir kepada Ibnu Abbas sebanyak 30 kali.
- Atthobari, bernama lengkap Muhammad bin Jarir, di lahirkan di Baghdad pada
tahun 224 H, dan wafat pada tahun 310 H. karangan-karangannya adalah Jami’ul
Bayan Fi Tafsiril Qur’an, Tarikhul Umam Al muluk dan masih banyak lagi yang
belum disebutkan.
- Ibnu Katsir, bernama lengkap Isma’il bin Umar Al Qorsyi ibnu Katsir Al Bashri. Di
lahirkan pada tahun 705 H. dan wafat pada tahun 774 H. termasuk ahli dalam
bidang fiqih, hadist, sejarah, dan tafsir, karangan-karangannya adalah Al Bidayah
Wan Nihayah Fi Tarikhi, Al Ijtihad Fi Tholabil jihad, Tafsirul Qur’an, dan lain-lainnya.
- Fakhruddin Ar Rozi, bernama lengkap Muhammad bin Umar bin Al Hasan
Attamimi Al Bakri Atthobaristani Ar Rozi Fakhruddin yang terkenal dengan sebutan
Ibnul Khotib As Syafi’i, lahir di Royyi pada tahun 543 H. dan wafat pada tahun 606
H. di harrot, mengajarkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pasti, dan juga

20
mendalami ilmu filsafat dan mantiq, karangannya adalah mafatihul Ghoib fi Tafsirul
Qur’an, Al Muhasshol fi Ushulil Fiqh, Ta’jizul Falasifah dan lain-lainya.

N. Ilmu terkait

-Lughat (filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui setiap arti kata Al-Qur'an.
Mujahid rah.a., berkata, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, ia
tidak layak berkomentar tentang ayat-ayat Al-Qur'an tanpa mengetahui ilmu
lughat. Sedikit pengetahuan tentang ilmu lughat tidak cukup karena kadang kala
satu kata mengandung berbagai arti. Jadi hanya mengetahui satu atau dua arti,
tidaklah cukup. Dapat terjadi, yang dimaksud kata tersebut adalah arti yang
berbeda.
- Nahwu (tata bahasa). Sangat penting mengetahui ilmu nahwu, karena sedikit
saja i'rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti kata tersebut.
Sedangkan pengetahuan tentang i'rab hanya di dapat dalam ilmu nahwu.
- Sharaf (morfologi)
- Isytiqaq (akar kata)
- Ma'ani (susunan kata)
- Bayaan
- Badi'
- Qira'at
- Aqa'id

- Ushul Fiqih
- Asbabun Nuzul. Asbabunnuzul adalah sebuah ilmu yang menerangkan tentang
latar belakang turunnya suatu ayat. Atau bisa juga keterangan yang menjelaskan
tentang keadaan atau kejadian pada saat suatu ayat diturunkan, meski tidak ada
kaitan langsung dengan turunnya ayat. Tetapi ada konsideran dan benang merah
antara keduanya. Seringkali peristiwa yang terkait dengan turunnya suatu ayat
bukan hanya satu, bisa saja ada beberapa peristiwa sekaligus yang menyertai
turunnya suatu ayat. Atau bisa juga ada ayat-ayat tertentu yang turun beberapa
kali, dengan motivasi kejadian yang berbeda.

21
- Nasikh Mansukh
- 'Fiqih
- Hadits
- Wahbi

O. Pengertian Tafsir

Tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul
Allah SAW, penjelasan mengenai makna-makna Kitab Allah, serta mengesensikan
hukum-hakam dan hikmah-hikmahnya. Artikel ini membahas tafsir sebagai sebuah
proses penjelasan yang dilakukan oleh penafsir dalam hubungannya yang langsung
dengan ayat-ayat al-Qur’an, sehingga terjadilah penyingkapan makna-makna al-
Qur’an dan penjelasan maksudnya; sejarah tafsir yang membahas tentang
pergerakan tafsir dan kehidupan para mufassir; beserta sumbangannya (tabaqat
al-mufassirin); dan metode-metode para mufassir untuk mengetahui pendapat
pemikiran yang menjadi kecenderungan dan fahaman mereka yang beragam yang
mempengaruhi karakteristik tafsir mereka.

22
23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Memahami Tafsir adalah dasar-dasar pokok ajaran Islam yang


Membekali setiap orang untuk bisa mempelajari Islam yang lebih luas dan
mendalam. Memahami dan mengamalkan Tafsir bagi setiap Muslim yang
menginginkan untuk menjadi seorang Muslim yang kaffah. memahami Kitab Allah
yang diturunkan kepada Rasul Allah SAW, penjelasan mengenai makna-makna
Kitab Allah, serta mengesensikan hukum-hakam dan hikmah-hikmahnya

Artikel ini membahas tafsir sebagai sebuah proses penjelasan yang dilakukan oleh
penafsir dalam hubungannya yang langsung dengan ayat-ayat al-Qur’an, sehingga
terjadilah penyingkapan makna-makna al-Qur’an dan penjelasan maksudnya;
sejarah tafsir yang membahas tentang pergerakan tafsir dan kehidupan para
mufassir; beserta sumbangannya (tabaqat al-mufassirin); dan metode-metode para
mufassir untuk mengetahui pendapat pemikiran yang menjadi kecenderungan dan
fahaman mereka yang beragam yang mempengaruhi karakteristik tafsir mereka.

B.Saran
Ketika melakukan kajian muqaran haruslah berhati-hati menganalisisnya
untuk mengambil suatu kesimpulan, haruslah melihat semua bagian dari
penafsiran masing-masing mufasir ketika memahami ayat-ayat yang dikaji.
Dalam menentukan persamaan dan perbedaan pemahaman dalam
penafsiran ayat, hendaknya memperhatikan munasabah ayat dan suratnya,
melihat seluruh ayat yang berbicara tentang topik yang dikaji, melihat riwayat
yang digunakan untuk menjelaskan ayat, melihat cerita Israiliyyat karena
sangat berpengaruhnya kepada pengambilan suatu hukum, dan melihat

24
penafsiran dari kitab-kitab tafsir lain untuk keberhati-hatian supaya
mendapatkan hasil yang benar.
Penulis menyadari sekali bahwasannya tulisan yang sederhana ini masih
banyak terdapat kekurangan, semuanya itu dikarenakan keterbatasan ilmu yang
penulis miliki. Oleh karena itu saran beserta kritikan yang bersipat membangun

demi kesempurnaan tulisan ini sangat penulis butuhkan .

DAFTARPUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir
https://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir_Al-Qur%27an

25

Anda mungkin juga menyukai