Disusun Oleh :
1. Muhammad Abdul Haq Zaini (S20184044)
2. Putri Dwi Lailatul Muarrifah (212102040031)
3. Syaifal Abdul Rohman (214102040001)
4. Syafa’atul Mazida Fitriani (214102040009)
Ada pula tujuan dari penulisann makalah ini yaitu untuk memenuhi syarat nilai dari dosen
pada mata kuliah tafsir hukum pidana. Selain itu makalah ini juga memiliki tujuan untuk lebih
menambah pengetahuan terkait tafsir hukum pidana bagi para pembaca dan juga kami selaku
penulis.
Tak lupa juga kami ucapkan banyak terima kasih kepada bapak Mohamad Ikrom, S.H.I.,
M.Si. selaku dosen pembimbing mata kuliah tafsir hukum pidana yang dengan senang hati
memberikan tugas makalah ini sehingga kami lebih bisa menambah wawasan. Kami juga ucapkan
banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah bersedia membagi ilmu serta
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kejahatan yang semakin meningkat dan sering terjadi dalam masyarakat
merupakan permasalahan yang perlu diperhatikan, sehingga mengundang pemerintah
(negara) sebagai pelayan, pelindung masyarakat untuk menanggulangi meluasnya dan
bertambahnya kejahatan yang melanggar nilai-nilai maupun norma-norma yang hidup dan
berlaku di dalam suatu masyarakat sehingga kejahatan tersebut oleh negara dijadikan
sebagai perbuatan pidana untuk tindak. Pembunuhan merupakan kejahatan yang sangat
berat dan cukup mendapat perhatian di dalam kalangan masyarakat. baik di dalam berita,
majalah dan surat kabar online sudah memberitakan terjadinya kejahatan pembunuhan.
Tindak kejahatan pembunuhan di kenal dari zaman ke zaman dan bermacam-macam
faktornya. Zaman modern ini tindak kejahatan pembunuhan malah makin marak terjadi.
Tindak kejahatan pembunuhan berdasarkan sejarah sudah ada sejak dulu, atau bisa
dikatakan tindak kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti perkembanga kebudayaan
manusia itu sendiri.
1
Marzuki, P. M. (2016). Penelitian hukum. Jakarta: Prenada Medea Group.
1
tiga bentuk, yang kalau kita teliti merupakan bentuk kompromistis dari kedua bentuk
sebelumnya. Walaupun bentuk ini diperselisihkan keberadaannya setidaknya tidak diakui
oleh kelompok
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Tindak Pidana Pembunuhan Dan Sanksinya?
2. Apa Isi Teks Ayat Al-Baqarah Ayat 178-179?
3. Bagaimana Hadist Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dan Sanksinya?
4. Apa Sebab Turun Ayat Al-Baqarah Ayat 178-179?
5. Bagaimana Pandangan Mufasir Tentang Ayat Al-Baqarah Ayat 178-179?
6. Bagaimana Hikmah Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan?
3. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan Definisi Tindak Pidana Pembunuhan Dan Sanksinya
2. Menjabarkan Teks Ayat Al-Baqarah Ayat 178-179
3. Menjelaskan Hadist Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Dan Sanksinya
4. Menjelaskan Sebab Turun Ayat Al-Baqarah Ayat 178-179
5. Menjelaskan Pandangan Mufasir Tentang Ayat Al-Baqarah Ayat 178-179
6. Menjelaskan Hikmah Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan
2
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, ( Bandung: Pustaka Setia, 2010 ), hlm. 113
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jaraim qisas (tindak
pidana yang bersanksi hukum qisas), yaitu tindakan kejahatan yang membuat jiwa atau bukan
jiwa menderita musibah dalam bentuk hilangnya nyawa, atau terpotong organ tubuhnya. Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap
orang lain yang mengakibatkan hilangna nyawa, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan
sengaja maupan tidak sengaja. Jinayat terhadap jiwa atau pelanggaran terhadap seseorang
dengan menghilangkan nyawa merupakan hal yang sangat dilarang oleh Allah SWT3.
Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses, perbuatan atau cara
membunuh. Sedangkan pengertian membunuh adalah mematikan, menghilangkan
(menghabisi, mencabut) nyawa. Pembunuhan secara terminologi sebagaimana yang
dinyatakan oleh Abdul Qadir Audah yang dikutip dari buku Ahmad Wardi Muclich yaitu
perbuatan seseorang yang menghilangkan jiwa anak adam oleh perbuatan anak adam yang lain.
Dalam bahasa Arab, pembunuhan disebut ال م تلberasal dari kata ل تلyang sinonimnya امات
artinya mematikan. Dalam istilah pembunuhan didefinisikan oleh Wahbah Zuhaili yang
mengutip pendapat Syarbini Khatib, sebagai berikut:
ال ن فس ت ل ال ما اي هك ال مز ال ف عل هو ال م تل
3
Leri Mahendra, Opcit, hlm. 10
3
b. Pembunuhan yang dibenarkan, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan tidak melawan
hukum, seperti membunuh orang murtad, atau pembunuhan oleh algojo yang diberi tugas
melaksanakan hukuman mati atau qisas.
Menurut pendapat Jumhur Ulama, pembunuhan yang dilarang dibagi menjadi tiga
macam, yaitu:
4
Yanri, F. B. (2017, Maret). Pembunuhan berencana. Hukum dan Keadilan, 4(1), 36-48.
4
Adapun unsur-unsur dalam pembunuhan sengaja yaitu:
Dan unsur yang terpenting diantara ketiganya ialah pada unsur yang ketiga, yaitu
adanya niat si pelaku. Hal ini sangat penting karena niat pelaku itu merupakan syarat
utama dalam pembunuhan sengaja. Dan masalah tersebut menjadi perbincangan para
ulama karena niat itu terletak dalam hati, sehingga tidak dapat diketahui. Dengan
demikian akan ada kesulitan dalam membuktikan bahwa seseorang melakukan
pembunuhan itu apakah dengan sengaja atau tidak. Oleh karena itu para fuqaha mencoba
mengatasi kesulitan ini dengan cara melihat alat yang digunakan dalam pembunuhan
itu. Sedangkan menurut as-Sayyid Sabiq. Yang dimaksud pembunuhan sengaja adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang mukallaf kepada orang lain yang darahnya
terlindungi, dengan memakai alat yang pada umumnya dapat menyebabkan mati.
Sedangkan menurut Abdul Qadir Audah, pembunuhan sengaja adalah perbuatan
menghilangkan nyawa orang lain yang disertai dengan niat membunuh, artinya bahwa
seseorang dapat dikatakan sebagai pembunuh jika orang itu mempunyai kesempurnaan
untuk melakukan pembunuhan.
Yaitu menyengaja suatu perbuatan aniaya terhadap orang lain, dengan alat yang
pada umumnya tidak mematikan, seperti memukul dengan batu kecil, tangan ,pensil,
atau tongkat yang ringan, dan antara pukulan yang satu dengan yang lainnya tidak saling
membantu, pukulanya bukan pada tempat yang vital (mematikan), yang dipukul bukan
5
anak kecil atau orang yang lemah, cuacanya tidak terlalu panas/dingin yang dapat
mempercepat kematian, sakitnya tidak berat dan menahun seningga membawa pada
kematian, jika tidak terjadi kematian, maka tidak dinamakan qatl al-amd, karena
umumnya keadaan seperti itu dapat mematikan. Atau perbuatan yang sengaja dilakukan
oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik, misalnya: seseorang guru
memukulkan penggaris kepada kaki seorang muridnya, tiba-tiba murid yang dipukul
meninggal, maka perbuatan tersebut dinamakan syibhu al-amdi.
Dalam pembunuhan semi sengaja ini, ada 2 (dua) unsur yang berlainan, yaitu
kesengajaan di suatu sisi dan kesalahan disisi lain. Perbuatan si pelaku untuk memukul
si korban adalah disengaja, namun akibat yang dihasilkan dari perbuatan tersebut sama
sekali tidak diinginkan pelaku. Adapun unsur-unsur dari pembunuhan menyerupai
sengaja adalah sebagai berikut:
6
2. Teks Ayat Al-Baqarah Ayat 178-179
Ayat 178-179 berbunyi :
َٰٓ ت نت َنسق ذَت ت ْۡ ذتْمَ نْه َْا
َ َُْ ذِ قي قل قَُت
َ ۡ و ق َ ُت ذ َُ ذُ نْف ْتف ت ذ ت ۡم ت ذ قَ ام
َْ َن ذم تِّۗ ذلق ذه ناف نف َا ذتلق ذها َ تِّۗ ذ نَ ذۡ تق َات ذ َن ذۡق ق تِّۗ ذ قَ ت ل
ف َ ُ تف س َْ تا لَۡ َتَ ٌ ذَف َى ت َ ته ذِ تو تن ذم َوِ قف اا تت َ ذِ تو تَءَته َى َا تِّۗ ذ َننذ قم ذا ت َ َخ نَ تلَ تِّۗ ذت َ َِا َن ذَ َنرَ ْن تِّۗل قي ذل ت لن ذم ا ذَف تف ذ َْ َن تم
َُۡتذَ ََْْوِ نَ تلَ َِّۗنذ قَ ذ
تُُ َ نقا َ ﴾ ت َ ت ذِ َ َل2:178﴿ ۡ ْتف َۡ قي ذل َا َ ُذ هْهۡ قا ت ذف ََ نَِي َ ت ذ ت
و ت َ َنْْ قل ذل ذتلَ ذ َۡ ت
َ﴾ اَُُْق ذَا2:179﴿
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas
berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba
sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barangsiapa
memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan
membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah
keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia
akan mendapat azab yang sangat pedih.178”
“Dan dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal,
agar kamu bertakwa.179”
7
berhak untuk disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah, kecuali satu dari tiga
orang berikut ini; seorang janda yang berzina, seseorang yang membunuh orang lain dan
orang yang keluar dari agamanya, memisahkan diri dari Jama'ah (murtad)." (Matan lain:
Bukhari 6370, Muslim 3176, Abu Daud 3788, Tirmidhi 1322, Nasai 3951, Ibnu Majah
2524, Ahmad 23169, Darimi 2195).
Sebab turunnya ayat ini diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam
Abu Muhammad bin Abi Hatim, dari Sa’id bin Jubair, mengenai firman Allah Ta’ala: yaa
ayyuHal ladziina aamanuu kutiba ‘alaikumul qishaasu fil qatlaa (“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kalian qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.”)
Yaitu, jika pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja, maka orang merdeka diqishash
dengan orang merdeka. Hal itu dikarenakan pada masa Jahiliyah sebelum Islam datang,
terjadi peperangan antara dua kelompok masyarakat Arab5.
Dalam peperangan itu ada di antara mereka yang terbunuh dan luka-luka. Bahkan
mereka sampai membunuh para budak dan kaum wanita dan sebagian mereka belum
sempat menuntut sebagian lainnya, sampai mereka memeluk Islam. Ada salah satu
kelompok yang melampaui batas terhadap kelompok lain dalam perbekalan dan harta
benda mereka. Lalu mereka bersumpah untuk tidak rela sehingga seorang budak dari
kalangan kami dibalas dengan seorang merdeka dari mereka, seorang perempuan kami
dibalas dengan seorang laki-laki dari mereka. Maka turunlah firman Allah: alhurru bil hurri
wal ‘abdu bil abdi wal untsaa bil untsaa (“Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba
sahaya dengan hamba sahaya, wanita dengan wanita.”)
Mengenai firman-Nya: wal untsaa bil untsaa (“Wanita dengan wanita.”) Ali bin Abi
Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, “Yang demikian itu karena mereka tidak
membunuh laki-laki sebagai balasan atas seorang wanita dengan wanita. Kemudian Allah
menurunkan firman-Nya: wan nafsa bin nafsi, wal ‘aina bil ‘aini (“Bahwa jiwa dengan jiwa
5
Mertokusumo, S. (2009). Penemuan hukum. Yogyakarta: Liberty.
8
dan mata dengan mata.”). Orang-orang merdeka diperlakukan sama dalam qishash yang
dilakukan secara sengaja, baik laki-laki maupun wanita, dalam hal jiwa ataupun yang lebih
ringan. Hal yang sama juga berlaku pada hamba sahaya, budak laki-laki maupun wanita.”
Pada Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 178-179 ini diberikan penjelasan tentang
hikmah hukuman qisas, yaitu untuk mencapai keamanan dan ketenteraman. Juga umat
manusia tidak akan sewenang-wenang melakukan pembunuhan dengan menuruti hawa
nafsu.
Ayat 178
Ayat ini menetapkan suatu hukuman kisas yang wajib dilaksanakan dengan
ketentuan-ketentuan:
1. Apabila orang merdeka membunuh orang merdeka, maka kisas berlaku bagi pembunuh
yang merdeka tersebut.
2. Apabila seorang budak membunuh budak (hamba sahaya), maka kisas berlaku bagi
budak pembunuh.
3. Apabila yang membunuh seorang perempuan, maka yang terkena hukuman mati adalah
perempuan tersebut.
Demikianlah menurut bunyi ayat ini, tetapi bagaimana hukumannya kalau terjadi
hal-hal seperti berikut:
9
Para ulama memberikan hasil ijtihadnya masing-masing sebagai berikut: Menurut
mazhab Hanafi, pada masalah no. 1 dan no. 2 hukumnya ialah bahwa si pembunuh itu harus
dihukum mati, walaupun derajat yang dibunuh dianggap lebih rendah dari yang
membunuhnya, dengan alasan antara lain:
1. Dari permulaan ayat 178 ini sampai kepada kata-kata al-qatl sudah dianggap satu
kalimat yang sempurna. Jadi, tidak dibedakan antara derajat manusia yang
membunuh dan yang dibunuh. Sedang kata-kata berikutnya yaitu orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya dan perempuan
dengan perempuan, hanyalah sekadar memperkuat hukum, agar jangan berbuat
seperti pada masa jahiliah.
2. Ayat ini dinasakhkan (tidak berlaku lagi hukumannya) dengan ayat 45 surah al
Ma′idah/5 yang tidak membedakan derajat dan agama manusia. ; Menurut mazhab
Maliki dan Syafi’i, pada masalah No. 1 dan No. 2 ini, pembunuh tidak dibunuh,
karena persamaan itu adalah menjadi syarat bagi mereka dengan alasan bahwa:
Kalimat dalam ayat tersebut belum dianggap sempurna kalau belum sampai kepada
kata-kata: ٰىاألْ ن ألُ َْاو ىٰاألْ ن ألُ َْاو
perempuan dengan perempuan). Jadi merdeka dengan yang merdeka, hamba
sahaya dengan hamba sahaya dan perempuan dengan perempuan. Persamaan itu
menjadi syarat, sedang ayat 45 al Māaidah sifatnya umum ditakhsiskan dengan ayat
ini.
Selanjutnya Allah swt menerangkan adanya kemungkinan lain yang lebih ringan
dari kisas, yaitu Barang siapa mendapat suatu pemaafan dari saudara yang terbunuh, maka
hendaklah orang yang diberi maaf itu membayar diat kepada saudara (ahli waris) yang
memberi maaf dengan cara yang baik. Artinya gugurlah hukuman wajib kisas dan diganti
10
dengan hukuman diat yang wajib dibayar dengan baik oleh yang membunuh. Kemudian
dalam penutup ayat ini Allah memperingatkan kepada ahli waris yang telah memberi maaf,
agar jangan berbuat yang tidak wajar kepada pihak yang telah diberi maaf, karena apabila
ia berbuat hal-hal yang tidak wajar, maka artinya perbuatan itu melampaui batas dan akan
mendapat azab yang pedih di hari kiamat.
Ayat 179
Pada ayat tersebut diberikan penjelasan tentang hikmah hukuman kisas, yaitu untuk
mencapai keamanan dan ketenteraman. Karena dengan pelaksanaan hukum kisas, umat
manusia tidak akan sewenang-wenang melakukan pembunuhan dengan memperturutkan
hawa nafsunya saja, dan mendasarkan pembunuhan itu kepada perasaan bahwa dirinya
lebih kuat, lebih kaya, lebih berkuasa dan sebagainya.
Tafsir al-Manar telah memberikan uraian panjang lebar tentang kebaikan hukuman
kisas dan hukuman diat yang dibawa oleh Alquran; dengan memberikan bermacam-macam
perbandingan tentang perundang-undangan, serta tingkah laku umat manusia, baik di timur
maupun di barat, dan memberikan analisis beberapa pendapat para sarjana hukum. Tafsir
al-Manar mengatakan: apabila kita memperhatikan syariat umat yang terdahulu, dan yang
sekarang tentang hukuman yang ditetapkan dalam pembunuhan, maka kita melihat bahwa
Alquran benar-benar berada digaris tengah yang sangat wajar. Karena hukuman yang
diberikan kepada pembunuh pada periode jahiliah adalah selalu berdasarkan kepada kuat
dan lemahnya suku. Seorang yang terbunuh dari suku yang kuat, sebagai balasan biasanya
membunuh 10 orang dari pihak suku pembunuh yang lemah.
Bagi orang seperti ini, tentulah yang paling baik hukumannya ialah kisas, dibunuh
apabila ia membunuh orang lain. Tetapi kalau ahli waris yang terbunuh memberikan maaf,
maka gugurlah hukuman kisas diganti dengan hukuman lain yaitu membayar diat (denda).”
Demikian beberapa uraian ringkasan dari Tafsir al-Manar6.
6
Anwar, M. (1986). Hukum pidana bagian khusus (KUHP Buku II). Bandung: Alumni.
11
6. Hikmah Dari Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan
Islam menerapkan hukuman yang berat bagi pelaku tindak pidana, baik tindak
pidana pembunuhan maupun penganiayaan semata mata demi menjaga kehormatan dan
keselamatan jiwa manusia. Hal ini akan memberikan dampak positif, diantaranya adalah :
1. Dapat dijadikan suatu pelajaran bahwa keadilan harus ditegakkan. Dan salah satu bentuk
keadilan itu adalah jiwa dibalas dengan jiwa, anggota badan juga dibalas dengan anggota
badan.
2. Memelihara keamanan dan ketertiban. karena dengan adanya qisas, seseorang akan
berpikir lebih jauh jika akan melakukan tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.
Di sinilah qisas memiliki peran penting dalam menjauhkan manusia dari nafsu membunuh
ataupun menganiaya orang lain, yang pada akhirnya akan tercipta lingkungan masyarakat
yang tertib, damai, aman dan tentram.
3. Dapat mencegah pertentangan dan permusuhan yang mengundang terjadinya pertumpahan
darah7.
7
Ali, M. (2011). Dasar-dasar hukum pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
12
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jaraim qisas (tindak
pidana yang bersanksi hukum qisas), yaitu tindakan kejahatan yang membuat jiwa atau
bukan jiwa menderita musibah dalam bentuk hilangnya nyawa, atau terpotong organ
tubuhnya. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembunuhan adalah perbuatan
seseorang terhadap orang lain yang mengakibatkan hilangna nyawa, baik perbuatan
tersebut dilakukan dengan sengaja maupan tidak sengaja. Jinayat terhadap jiwa atau
pelanggaran terhadap seseorang dengan menghilangkan nyawa merupakan hal yang sangat
dilarang oleh Allah SWT. Menurut pendapat Jumhur Ulama, pembunuhan yang dilarang
dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
Pembunuhan juga dijelaskan dalam al-quran surah Al-Baqarah ayat 178-179 yang
mana ayat-ayat ini juga memiliki sebab turun yakni, diterangkan dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan Imam Abu Muhammad bin Abi Hatim, dari Sa’id bin Jubair, mengenai
firman Allah Ta’ala: yaa ayyuHal ladziina aamanuu kutiba ‘alaikumul qishaasu fil qatlaa
(“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishash berkenaan dengan orang-
orang yang dibunuh.”) Yaitu, jika pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja, maka orang
merdeka diqishash dengan orang merdeka. Hal itu dikarenakan pada masa Jahiliyah
sebelum Islam datang, terjadi peperangan antara dua kelompok masyarakat Arab.
13
DAFTAR PUSTAKA
- Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, ( Bandung: Pustaka Setia, 2010 ), hlm. 113
- Leri Mahendra, Opcit, hlm. 10
- Ali, M. (2011). Dasar-dasar hukum pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
- Mertokusumo, S. (2009). Penemuan hukum. Yogyakarta: Liberty.
- Yanri, F. B. (2017, Maret). Pembunuhan berencana. Hukum dan Keadilan, 4(1), 36-48.
- Marzuki, P. M. (2016). Penelitian hukum. Jakarta: Prenada Medea Group.
- Anwar, M. (1986). Hukum pidana bagian khusus (KUHP Buku II). Bandung: Alumni.
14