DISUSUN OLEH
nim : 112018047
puji syukur kami ucapakan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat
dan karunia- Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Saya juga bersyukur atas
berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada Saya, sehingga dapat mengumpulkan
bahan-bahan materi makalah ini dari internet. Kami telah berusaha semampu kami untuk
mengumpulkan berbagai macam bahan tentang hukum cambuk di aceh
Saya sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini
menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu saya mohon bantuan dari para pembaca.
Nurfitri Zy
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PEMBAHASAN...................................................................................................................................1
A. Latar belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan masalah......................................................................................................................1
C. Tujuan penulisan........................................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
A. Pengertian hukum cambuk.........................................................................................................2
B. Hukum pelaksanaan cambuk dalam al-quran.............................................................................2
C. Tata cara pelaksanaan hukum cambuk di aceh...........................................................................3
D. Problematika hukum pelaksanaan cambuk di aceh....................................................................4
E. Ketentuan hukum cambuk yang diterapkan di aceh...................................................................5
BAB III.................................................................................................................................................7
PENUTUP............................................................................................................................................7
A. Kesimpulan................................................................................................................................7
DAFTAR ISI........................................................................................................................................8
ii
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar belakang
Sebagai sebuah provinsi, Aceh merupakan daerah yang menerapkan syari’at
Islam dalam pelaksanaan tatanan kehidupan bermasyarakat. Pelaksanaan syari’at
Islam diatur secara legal dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh (bidang agama, adat, pendidikan dan peran
ulama dalam penetapan kebijakan daerah), yang juga diperkuat dengan UU No. 18
tahun 2001 tentang Otonomi Khusus dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh. Proses pelaksanaan syari’at Islam juga dituangkan dalam Qanun
Jinayat No. 6 Tahun 2014. Dalam proses implementasi syari’at Islam di Aceh, ada
beragam pandangan dan penilaian dari masyarakat.
Pandangan masyarakat sangat dipengaruhi oleh informasi yang diterima,
pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki serta pengalaman terhadap hukuman
cambuk tersebut. Pengaruh yang signifikan terhadap munculnya sebuah perilaku
terkait hukuman cambuk sebagai sebuah bentuk penerapan qanun jinayah adalah
berawal dari beragam pandangan yang dimiliki oleh masyarakat.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hukum cambuk?
2. Bagaimana hukum cambuk menurut al-quran?
3. Apa tujuan dari hukum cambuk tersebut?
4. Bagaimana tata cara pelaksanaan cambuk di aceh?
5. Bagaimana tanggapan masyarakat aceh terhadap problematika cambuk tersebut?
6. apa saja qanun yang mengatur tentang pelaksanaan syariat yang ada di aceh?
C. Tujuan penulisan
Dengan hadirnya makalah ini penulis berharap dapat membantu para pembaca
dalam memahami hukum syariat yang diterapkan di aceh, semoga dapat menjadi ibrah
(hikmah) kepada kita agar kita senantiasa di jauhkan dari segala perbuatan yang
melanggar ketentuan hukum syariat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian hukum cambuk
Hukuman cambuk merupakan salah satu dari bentuk dan jenis sanksi dalam
hukum pidana Islam. Hukuman cambuk bahkan sering disebut sebagai uqubat
(sanksi) khas yang menjadi pembeda antara hukum pidana Islam dan hukum pidana
konvensional.
Hukuman ini hadir dalam dua kategori, yakni hudud dan takzir.
1. Cambuk sebagai hudud lumrah dipahami sebagai sanksi yang ditetapkan oleh
Allah dan Rasul secara jelas melalui nash. Itu sebabnya, berbicara hukuman
cambuk sebagai hudud kerap disamakan dengan pelaksanaan ibadah; tidak ada
logika di dalamnya.
2. Berbeda dengan hukuman cambuk yang diklasifikasikan sebagai takzir. Hukuman
cambuk dalam kategori kedua ini boleh diinterpretasi baik jenis, jumlah, dan tata
laksananya. Pada bagian inilah hukuman cambuk cenderung diterima sebagai
hasil ijtihad yang mungkin berubah-ubah.
Untuk konteks Aceh, kedua konsep cambuk di atas diterima dan diadopsi
DPRA melalui qanun hukum jinayat dan tatalaksananya diatur oleh qanun hukum
acara jinayat. Jika dicermati, hukuman cambuk dalam qanun hukum jinayat memang
terbagi menjadi dua jenis, yakni hudud dan takzir. Hanya saja, pelaksanaan kedua
jenis cambuk tersebut tidak dibedakan sama sekali. Perbedaannya hanya terletak pada
jumlah dan rumusan sanksi semata. Takzir cambuk memiliki batas maksimum khusus
dan umum tapi tanpa minimum khusus. Sedangkan hudud tidak mengenal kedua
istilah itu. Hudud cambuk merupakan sanksi tunggal; tidak ada maksimum-
minimumnya, juga tidak pula mengenal sanksi alternatif maupun kumulatif.
ِ ُوا ُك َّل ٰ َو ِح ٍد ِّم ْنهُ َما ِم ۟اَئةَ َج ْل َد ٍة ۖ َواَل تَْأ ُخ ْذ ُكم بِ ِه َما َرْأفَةٌ فِى ِدي ِن ٱهَّلل ِ ِإن ُكنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِٱهَّلل ِ َو ْٱليَوْ ِم ٱلْ َء
ۖ اخ ِر ۟ ٱل َّزانِيَةُ َوٱل َّزانِى فَٱجْ لِد
ََو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما طَٓاِئفَةٌ ِّمنَ ْٱل ُمْؤ ِمنِين
Terjemah Arti: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
2
Ayat itu menjelaskan bahwa pelaksanaan hukuman cambuk (dalam kasus
zina) harus disaksikan oleh sekumpulan orang-orang beriman. Ayat ini menjadi dasar
bahwa tata laksana hukuman cambuk harus di depan umum atau tempat terbuka.
Hanya saja, apakah dalam kasus lain tata laksana pencambukkan dapat disamakan? Di
sini, esensi dari pelaksanaan cambuk disebut agar dapat dipersaksikan oleh
sekumpulan orang beriman. Artinya, tata laksana demikian tidak lain agar unsur
tujuan dari suatu pemidanaan dapat tercapai. Tujuannya adalah agar menjadi
pembelajaran bagi mereka yang menyaksikan dan bagi terhukum itu sendiri.
3
Di era Umar (misalnya), seorang pencuri yang sampai hisabnya bahkan tidak
dipotong tangannya oleh Umar (khalifah) saat itu karena alasan paceklik dan honor
yang tidak dibayar kepada pencuri. Ini bukan sekadar soal tata laksana, bahkan
hukuman itu sendiri ditiadakan oleh Umar karena aspek-aspek tertentu. Al-Naim
bahkan mengusulkan perombakan terhadap definisi hudud yang selama ini dipegang
oleh banyak orang. Ia mengatakan bahwa hudud bukanlah perkara yang mutlak
menjadi haknya Allah dan Rasul (Abdullah al-Naim, Dekonstruksi Syariah, 2004).
Alasannya adalah, tidak semua yang termasuk dalam nash disepakati hukumnya.
Seperti kasus mabuk (syurbu al-khamr) dan riddah (murtad).
Para ahli berbeda pendapat mengenai hukuman syurb al-khamr dan riddah.
Anehnya, mereka malah sepakat menyebutnya kedua jarimah itu sebagai hudud.
Semestinya, kata al-Naim, jika terjadi perbedaan pendapat, bukankah itu berararti
masih belum cukup jelas dan karenanya meminum khamar dan riddah tidak pantas
dimasukkan sebagai perbuatan yang terklasifikasi sebagai hudud
Alasan kedua karena tidak semua yang disebut, bahkan oleh Alquran
sekalipun mengandung kepastian. Misalnya masalah pemberontakan (hirabah) yang
sanksinya sangat beragam: dibunuh, disalib, potong tangan dan kaki selang seling,
atau di buang dari negeri tempat tinggalnya. Bukankah dalam hal ini penguasa pula
yang menentukan mana sanksi yang tepat bagi pelaku hirabah
Persoalan pencambukan di atas masih sebatas kajian teori. Dalam praktiknya,
pencambukan bahkan lebih banyak lagi modelnya. Di Kelantan, Malaysia, eksekusi
cambuk diserahkan kepada kebijakan hakim, apakah dilakukan di Penjara atau di
tempat umum. Pangeran Arab Saudi bahkan dikabarkan dicambuk di penjara Jeddah
(CNN Indonesia, 3/11/16). Artinya, tata laksana hukuman cambuk bukanlah persoalan
yang seragam baik konsep maupun pelaksanaannya.1
4
bukan hanya bagi pelaku yang terpidana hukuman cambuk, tapi juga bagi masyarakat
lainnya. Efek ini akan menimbulkan adanya rasa malu dan sedih ketika melihat
hukum cambuk sehingga orang tua sering mengingatkan anak dan anggota keluarga
lainnya agar tidak melakukan hal yang bisa kemudian dihukum dengan hukuman
cambuk. Artinya peran keluarga menjadi sangat penting dalam pencegahan terjadinya
pelanggaran syari’at Islam.
Hal lainnya yang juga memerlukan perhatian para pihak dalam proses
penerapan qanun jinayah adalah pemulihan psikologis, yang diharapkan memberikan
bantuan kepada para terpidana untuk memulihkan kondisi psikologisnya setelah
peristiwa yang dialami. Pemulihan psikologis ini juga diharapkan dapat membantu
terpidana untuk tetap melanjutkan dan termotivasi dalam menjalani kehidupan
berikutnya, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dalam kehidupan.2
Salah satu bentuk hukuman yang disebutkan di dalam qanun tersebut yakni
hukuman cambuk. Hal ini sebagaimana tercantum di dalam Qanun provinsi Aceh
No.11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan
Syiar Islam pada pasal 20 ayat 1:
2
https://habadaily.com/opini/13018/hasil-penelitian-tentang-hukuman-cambuk-di-aceh.html#pills-trending di
akses pada hari rabu, 15 april 2020, pukul 23:50 WIB
5
“Barang siapa yang menyebarkan paham atau aliran sesat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) dihukum dengan ta’zir berupa hukuman penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau hukuman cambuk di depan umum paling banyak 12
(dua belas) kali.”3
3
https://peunebah.blogspot.com/2011/11/eksistensi-hukuman-cambuk-di-aceh.html di akses pada hari rabu,
15 april 2020, pukul 23:53 WIB
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukuman cambuk merupakan salah satu dari bentuk dan jenis sanksi dalam
hukum pidana Islam. Menurut al-quran pelaksanaan hukuman cambuk (dalam kasus
zina) harus disaksikan oleh sekumpulan orang-orang beriman, tata laksana hukuman
cambuk harus di depan umum atau tempat terbuka. esensi dari pelaksanaan cambuk
disebut agar dapat dipersaksikan oleh sekumpulan orang beriman. Tujuannya adalah
agar menjadi pembelajaran bagi mereka yang menyaksikan dan bagi terhukum itu
sendiri
di depan umum atau di tempat terbuka yang dapat disaksikan oleh orang banyak
dengan dihadiri oleh jaksa dan dokter
di atas panggung yang besarnya minimal 3 x 3 meter dengan jarak antara
terhukum dan masyarakat yang menyaksikan adalah 12 meter
prosesi itu tidak boleh dihadiri oleh anak-anak, yakni mereka yang usianya di
bawah 18 tahun.
Qanun Provinsi Aceh No.11 tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam
Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam.
Qanun Provinsi Aceh No.12 tahun 2003 tentang Khamar.
Qanun Provinsi Aceh No.13 tahun 2003 tentang Maisir.
Qanun Provinsi Aceh No.14 tahun 2003 tentang Khalwat.
7
DAFTAR ISI
https://www.acehtrend.com/2018/04/22/tata-laksana-hukuman-cambuk-dalam-islam/ di akses
pada hari rabu 15 april 2020, pukul 23:45 WIB
https://habadaily.com/opini/13018/hasil-penelitian-tentang-hukuman-cambuk-di-
aceh.html#pills-trending di akses pada hari rabu, 15 april 2020, pukul 23:50 WIB
https://peunebah.blogspot.com/2011/11/eksistensi-hukuman-cambuk-di-aceh.html di akses
pada hari rabu, 15 april 2020, pukul 23:53 WIB