Anda di halaman 1dari 20

TINDAK PIDANA HUDUD

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Dosen Pengampu:
Hidayat, S.H, M.H

Oleh
Kelompok 1
Alya Arianti (220510342)
Al-Izzah Raihanna (220510349)
Muhammad Birul Walidain (220510326)
Muhammad Ghazian Aqram (22010179)
Sarivah Aini Rambe (220510196)
Sinta Lubis (220510244)

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
TAHUN 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................4

2.1 Pengertian Hudud............................................................................................4

2.2 Ciri Ciri Tindak Pidana Hudud.......................................................................7

2.3 Khamr.............................................................................................................7

2.4 Zina.................................................................................................................9

2.5 Qadzaf...........................................................................................................10

2.6 Liwath...........................................................................................................11

2.7 Syariqah........................................................................................................12

2.8 Muharibun.....................................................................................................13

2.9 Bughat...........................................................................................................13

2.10 Murtad...........................................................................................................14

BAB III PENUTUP.....................................................................................................16

3.1 Kesimpulan...................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum Islam adalah hukum yang paling sempurna, mencakup semua aspek
kehidupan baik menyangkut hubungan antar manusia maupun hubungan manusia
dengan Tuhan. Hukum Islam juga memberikan perlindungan kepada manusia
dengan memberikan larangan dan perintah yang mengatur dua manusia. Hal ini
dapat dilihat dari maksud diberlakukannya sebuah hukum (al maqasid as syari‟ah)
yang terdapat dalam lima tujuan syari’at yaitu: hifdz al-dien/ memelihara agama,
hifdz al-nafs/ memelihara jiwa, hifdz al-aql/ memelihara akal, hifd
al-nasl/memelihara keturunan dan kehormatan serta hifdz al-mal/memelihara harta
dan benda.1Tindak pidana dalam hukum pidana Islam disebut dengan jarimah.
Macam-macam jarimah antara lain jarimah hudud, qishash/diyat dan ta‟zir. Dalam
jarimah hudud dan jarimah qishash/diyat hukumannya sudah ditetapkan Al-Quran
dan As-Sunnah, dimana hukumannya itu tidak bisa ditambah atau dikurang.
Sementara jarimah ta’zir hukumannya tidak ditentukan dalam Al-Quran dan As-
Sunnah melainkan ditentukan oleh ulil amri, jadi dalam jarimah ta‟zir ulil amri yang
memutuskan hukuman yang seadil-adilnya bagi pelaku.Pelanggaran-pelanggaran
yang terjadi terhadap tujuan syari’at, maka hukum Islam telah menerapkan
hukuman-hukuman yang pantas bagi pelaku.2
Tindak pidana(Jarimah) hudud adalah tindak pidana yang diancam dengan
hukuman had, pengertian hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh
syara' dan menjadi hak Allah (hak masyarakat). 3Tindak pidana qisâs dan diyat

1
Muhammad Ibn Muhammad Abu Syubhah. (1990). Al-Hudud fi al-Islam. Kairo: Amieriyyah,
Kuwait: Daral-Qalam. Hlm. 198.
2
Muhammad Ibn Muhammad Abu Syubhah. (1990). Al-Hudud fi al-Islam. Kairo: Amieriyyah,
Kuwait: Daral-Qalam. Hlm. 199.
3
Jaih Mubarok dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam),Jakarta:
Anggota IKAPI, 2004, hlm. 164.
1
adalah Tindak pidana yang diancam dengan hukuman qisâs atau diyat. Baik qisâs
maupun diyat keduanya adalah hukuman yang sudah ditentukan oleh syara'.
Perbedaannya dengan hukuman had adalah bahwa had merupakan hak Allah (hak
masyarakat), sedangkan qisâs dan diyat adalah hak manusia (individu).4 Tindak
pidana hudud adalah suatu Tindak pidana (tindak pidana) yang diancam padanya
hukuman hadd, yaitu hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlahnya yang
menjadi hak Allah. Tindak pidana hudud ada 7 (tujuh) macam, yaitu :zina, qadzaf
(menuduh berzina), sukr (minum-minuman keras), sariqah (pencurian), hirabah
(perampokan), riddah (keluar dari Islam) dan bughah (pemberontakan). 5
Berdasarkan keterangan tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana zina
merupakan perbuatan yang diancam dengan hukuman hadd.
Kata Hudud dalam al-Qur’an ditemukan sebanyak 14 kali.1Selain kosa kata
yang seakar dengannya, antara lain; surah al-Baqarah (2 : 187), surah al-Nisa’ (4 :
13), surah al-Thalak (65: 1), al-Baqarah (2: 229), surah al-Maidah (4: 13-14). Surah
al-Mujadalah (58: 51, 20), surah al-Taubah (9: 63). Karena al-Qur’an banyak
mengungkapkan kata Hudud dan tidak dijelaskan secara eksplisit tentang
maknanya, sehingga menyebabkan perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam
menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hal tersebut. Oleh sebab itu, Hudud
sebagai salah satu tema pokok dalam al-Qur’an perlu untuk dikaji secara mendalam
agar memperoleh gambaran makna yang lebih komprehenship dan holistik.
Sehingga istilah Hudud dalam al-Qur’an tersebut tidak lagi dipahami sebagai
sebuah konsep hukum yang kejam dan tidak berprikemanusiaan.6

4
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990, hlm . 7.
5
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990, hlm . 9.
6
Hamka haq, 2009. Islam Rahmah Untuk Bangsa. Jakarta: RMBOOKS. Hlm. 27.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan,maka dapat ditentukan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan hudud?
b. Bagaimana ciri ciri tindak pidana hudud?
c. Bagaimana klasifikasi tindak pidana hudud?

1.3 Tujuan Penulisan


Pada makalah ini,penulis menentukan tujuan penulisan berdasarkan rumusan
masalah yang telah diuraikan.Berikut merupakan tujuan penulisan pada makalah ini
yaitu:
a. Untuk mengetahui tentang tindak pidana hudud.
b. Untuk memahami ciri ciri tindak pidana hudud.
c. Untuk memahami macam macam dari tindak pidana hudud.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hudud


Kata Hudud berakar dari huruf-huruf ha ( ‫ ) ح‬dan dal ( ‫ ) د‬yang secara
etimologis bermakna yang dilarang, dan tepi sesuatu, atau pinggiran-pinggiran yang
membuat berbeda dengan lainnya.‫رق المنع‬P‫ الشيء وط‬.7Dalam bahasa Indonesia
kata tersebut diartikan memberi batas, membedakan, memisahkan, mencegah,
menghindarkan dan menjatuhkan hukuman.8 Dari akar kata itu terbentuk kata jadian
yang sangat banyak dan mempunyai arti yang berbeda-beda, tapi substansinya tetap
pada makna dasar kata itu. Misalnya dijumpai dalam al-Qur’an kata \‫ حد‬dan ‫ حاد‬. ‫حاد‬
(fi’il madhi) yang juga fi’il muta’addi (transitif) memerlukan pelengkap
penderita.9Kata kerja tersebut berkonotasi perbuatan atau melakukan suatu
perbuatan yang menentang. Dalam al-Qur’an surah al-Mujadalah (58) ayat 22:

. ‫ح ۤا َّد هّٰللا َ َو َرسُوْ لَهٗ َولَوْ َكانُ ْٓوا ٰابَ ۤا َءهُ ْم اَوْ اَ ْبن َۤا َءهُ ْم‬ ‫هّٰلل‬
َ ‫م ااْل ٰ ِخ ِر ي َُو ۤا ُّدوْ نَ َم ْن‬Pِ ْ‫اَل تَ ِج ُد قَوْ ًما يُّْؤ ِمنُوْ نَ بِا ِ َو ْاليَو‬
ٰۤ ُ ۗ
ْ‫ت تَجْ ِري‬ ٍ ّ‫ح ِّم ْنهُ َۗويُ ْد ِخلُهُ ْم َج ٰن‬
ٍ ْ‫َب فِ ْي قُلُوْ بِ ِه ُم ااْل ِ ْي َمانَ َواَيَّ َدهُ ْم بِرُو‬
َ ‫ك َكت‬َ ‫ول ِٕى‬ ‫ ْم ا‬Pُ‫اَوْ اِ ْخ َوانَهُ ْم اَوْ َع ِشي َْرتَه‬
ٰۤ ُ ۗ
‫ب هّٰللا ِ هُ ُم‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫ول ِٕىكَ ِح ْزبُ ِ ۗ آَاَل اِ َّن ِح ْز‬ ‫ض َي هّٰللا ُ َع ْنهُ ْم َو َرضُوْ ا َع ْنهُ ا‬ ِ ‫ِم ْن تَحْ تِهَا ااْل َ ْن ٰه ُر ٰخلِ ِد ْينَ فِ ْيهَ ۗا َر‬
َ‫ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬
Artinya : “Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang
yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya,
anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam
hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu dimasukkan-Nya mereka ke dalam
7
Abu al-Husain Ahmad Ibn Faris Ibn Jakaria, Mu’jam Maqayis Fi al-Lughah (Cet. I, Beirut : Dar al-
Fikr, 1994), hlm. 239
8
Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir Arab – Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), hlm. 24
9
Mustafa al-Galayaini, Jami’ al-Durus al-Arabiyah (Cet. XXI; Beirut : Maktabah Ashiryah, 1987),
hlm. 34
4
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah
rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-
Nya. Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah
yang beruntung.”
Ayat ini menerangkan bahwa mustahil didapati seorang mukmin sejati suka
kepada orang yang menentang Allah dan RasulNya. Al-Zamaksari dikutip Abu
Hayyan bahwa ayat ‫ ˝ل تج ˚د قوما‬adalah sesuatu hayalan yang tidak mungkin terjadi
terhadap seorang mukmin menyukai orang musyrik yang menentang Allah dan
RasulNya. Artinya sangat tidak pantas dan tidak logis seorang mukmin yang
percaya akan Allah dan hari akhirat untuk suka kepada penentang dan pelanggar
aturan dan batasan Allah swt yang sekaligus merupakan musuh-musuh
Allah.Diperkuat lagi oleh kalimat ‫ م˚ ه˚ َبائ َأ َن كا و˚ و َل‬sekalipun mereka adalah
bapak-bapak mereka. Sebab konsekuensi kewajiban anak terhadap bapaknya
haruslah taat. Tetapi ketika bapak-bapak itu menentang Allah dan RasulNya tidak
boleh untuk ditaati.10Ayat ini mempertegas bahwa seorang mukmin hendaknya
mencintai Allah dan RasulNya melebihi cintanya kepada keluarga, sebab secara
kronologis ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa Abu Ubaidah bi Jarrah seorang
sahabat Rasul yang membunuh bapak dari golongan kafir Quraisy yang menentang
aturan Allah dan RasulNya.11
Kata hadd juga berarti pemisah antara dua hal atau yang membedakan antara
sesuatu dengan yang lainnya.12 Dalam pengertian ini termasuk juga dinding rumah
atau batas-batas tanah disebut juga Hudud. Secara bahasa hadd adalah cegahan.
Hukuman-hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku-pelaku kemaksiatan disebut
Hudud, karena hukuman tersebut dimaksudkan untuk mencegah agar orang yang
dikenai hukuman itu tidak mengulangi perbuatan yang menyebabkan dia dihukum.
10
Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsir al-Badru al-Muluk, juz 8 (Beirut : Dar al-Kitabi al-Ilmiyah, 1993),
hlm.238
11
Qamaruddin Shaleh, dkk., Asbabu al-Nuzul (Bandung : CV. Diponegoro, 1990), hlm. 505-506
12
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, diterjamhkan oleh Mohammad Nabhan Husein dengan judul Fikih
Sunnah (Bandung : Pt. Al-Ma’arif, 1984), hlm. 8
5
Hadd juga berarti kemaksiatan itu. Artinya ketika aturan yang berupa larangan itu
ditaati, maka akan berdampak positif pada individu dan masyarakat, karena setiap
yang dilarang pasti berdampak buruk, meskipun secara lahiriyah tidak nampak.
Definisi yang dikemukakan tersebut di atas menunjukkan bahwa Hudud
adalah hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlahnya, tidak mempunyai
batas minimal dan maksimal dan menjadi otoritas Allah. Otoritas Allah itu
mengandung makna bahwa hukuman tersebut tidak dapat dihapus oleh
perseorangan yang menjadi korban atau oleh masyarakat yang diwakili oleh
penguasa negara. Sehingga ada ulama fikih mengklasifikasi Hudud itu pada jenis-
jenis tindak pidana tertentu, misalnya zina, qadzf, minuman keras, pencurian,
pemberontakan dan lain-lain. Tetapi ada juga ulama yang tidak hanya membatasi
pada perkara tertentu saja, karena di dasarkan ayat-ayat yang berbicara tentang
Hudud. Di antaranya firman Allah swt dalam surah al-Baqarah (2 : 187):

َ‫ث اِ ٰلى نِ َس ۤا ِٕى ُك ْم ۗ ه َُّن لِبَاسٌ لَّ ُك ْم َواَ ْنتُ ْم لِبَاسٌ لَّه َُّن ۗ َعلِ َم هّٰللا ُ اَنَّ ُك ْم ُك ْنتُ ْمت َْختَانُوْ ن‬ ِّ ‫اُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَةَ ال‬
ُ َ‫صيَ ِام ال َّرف‬
‫َب هّٰللا ُ لَ ُك ْم ۗ َو ُكلُوْ ا َوا ْش َربُوْ ا َح ٰتّى‬ َ ‫َاب َعلَ ْي ُك ْم َو َعفَا َع ْن ُك ْم ۚ فَ ْالٰٔـنَ بَا ِشرُوْ ه َُّن َوا ْبتَ ُغوْ ا َما َكت‬ َ ‫اَ ْنفُ َس ُك ْم فَت‬
‫اشرُوْ ه َُّن‬ِ َ‫يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْيطُ ااْل َ ْبيَضُ ِمنَ ْالخَ ي ِْط ااْل َس َْو ِد ِمنَ ْالفَجْ ۖ ِر ثُ َّم اَتِ ُّموا الصِّ يَا َم اِلَى الَّي ۚ ِْل َواَل تُب‬
‫هّٰللا‬ َ ِ‫َواَ ْنتُ ْم عَا ِكفُوْ ۙنَ فِى ْال َم ٰس ِج ِد ۗ تِ ْلكَ ُح ُدوْ ُد هّٰللا ِ فَاَل تَ ْق َربُوْ ه َۗا َك ٰذل‬
ِ َّ‫ك يُبَيِّنُ ُ ٰا ٰيتِ ٖه لِلن‬
َ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَّقُوْ ن‬
Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu.
Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima
tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa
yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu
(perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri
mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada manusia, agar mereka bertakwa.”
6
2.2 Ciri Ciri Tindak Pidana Hudud
Menurut syar’i, istilah hudûd adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah
ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah terjerumusnya seseorang kepada kejahatan
yang sama dan menghapus dosa pelakunya.13
1. Had zina (hukuman Zina) ditegakkan untuk menjaga keturunan dan
nasab.
2. Had al-Qadzf (hukuman orang yang menuduh berzina tanpa bukti)
untuk menjaga kehormatan dan harga diri.
3. Had al-Khamr (hukuman orang minum khamer (minuman
memabukkan) untuk menjaga akal.
4. Had as-Sariqah (hukuman pencuri) untuk menjaga harta.
5. Had al-Hirâbah (hukuman para perampok) untuk menjaga jiwa, harta
dan harga diri kehormatan.
6. Had al-Baghi (hukuman pembangkang) untuk menjaga agama dan jiwa
7. Had ar-Riddah (hukuman orang murtad) untuk menjaga agama.
8. Ta’zîr.

2.3 Khamr
Dalam Hukum Islam melarang perbuatan minum minuman keras (khamar),
baik yang diminum sedikit maupun banyak karena minuman keras (khamar)
dianggap sebagai induk segala kejahatan dan salah satu dosa besar. Jarimah minum
minuman keras (khamar) merupakan jarimah hudud, karena dalam hal ini jarimah
minum minuman keras(khamar) diatur didalam al- Quran dan al-Hadis.Dalam hal
ini ketentuan (hudud) dari Allah untuk orang yang minum khamar, lepas dari
apakah mengakibatkan mabuk atau tidak mabuk adalah dicambuk. Dalilnya tegas
sekali sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

ُ‫ب ال َخ ْم َر فَاجْ لِدُوه‬


َ ‫َم ْن َش ِر‬
13
Ibnu Rusyd. 2002. Bidayatul Mujtahid, diterjemahkan oleh imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun.
Jakarta: Pustaka Amani. Hlm. 663.
7
Artinya : “Orang yang minum khamar maka cambuklah (HR. Muttafaqun
'alaih)”

Namun ketika menetapkan berapa kali cambukan yang harus dilakukan, ada
sedikit perbedaan pendapat dikalangan ulama. Jumhur ulama menetapkan 80 kali
sedangkan As-Syafi'i menetapkan cukup 40 kali saja. Para ulama mengatakan
bahwa untuk memukul peminum khamar, bisa digunakan beberapa alat antara lain :
tangan kosong, sandal, ujung pakaian atau cambuk.Berikut merupakan syarat agar
peminum khamr dapat dijatuhkan hukuman :

1. Muslim
2. Waras dan Berakal Sehat
3. Sudah Baligh
4. Melakukan atas niatnya sendiri
5. Tidak dalam kondisi darurat
6. Tahu bahwa itu minuman khamar
7. Sekedar minum walaupun tidak mabuk
Khamr termasuk seburuk-buruk dosa dan bahaya yang mengancam kehidupan
pribadi dan masyarakat. Karena itu Allah mengharamkan dan menegaskan
berulangkali dengan sejumlah isyarat mengenai hal itu di tengah kebiasaan
masyarakat Arab yang menggandrungi minum keras. Ditegaskan bahwa khamr
adalah keji, kotor dan merusakkan akal, dari khamar akan timbul rentetan perbuatan
lain.14Tidak ada perselisihan diantara ulama fiqih bahwa minuman khamar adalah
haram hukumnya. Demikian juga tidak ada perselisihan diantara ulama fiqh, bahwa
yang dikatakan khamar itu adalah minuman yang memabukkan yang dibuat dari
perasan anggur.15

14
M. Ali Haidar, dalam Problemantika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997),
hal. 123.
15
Fuad M. Fakhrudin, Halal atau Haram Bier, (Bandung: Diponegoro, 1993), hal. 13.
8
Perselisihan yang terdapat di dalam masalah ini ialah tentang minuman yang
memabukkan yang dibuat bukan dari perasan buah anggur. Dalam hal ini imam
Syafi’i berpendapat, bahwa ia menitik beratkan kepada khamar dan bukan
minumannya sekalipun sedikit dalam kadar yang tidak memabukkan tetap haram.
Sedangkan imam Abu Hanifah berpendirian, bahwa minuman yang memabukkan
yang dibuat bukan dari perasan buah anggur tidak dinamakan khamr, tetapi
dinamakan nabidz. Hukum meminum nabidz ini jika sampai kepada kadar yang
memabukkan adalah haram dengan arti kata halal hukumnya pada kadar yang tidak
memabukkan.16
Tentang pengertian mabuk seberapa jauh didefinisikan, terdapat perbedaan
pendapat. Dari pihak Abu Hanifah mabuk diartikan hilangnya akal yaitu yang
bersangkutan tidak memahami pembicaraan dan tidak dapat membedakan lelaki-
perempuan langit dan bumi. Sementara jumhur ulama cukup bila yang bersangkutan
mengomel dan pembicaraanya campur aduk.

2.4 Zina
Zina adalah melakukan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan
yang belum memiliki ikatan nikah, yaitu dengan memasukkan zakar ke dalam faraj
yang haram tanpa ada syubhat dan secara naluri mengundang syahwat. 17 Larangan
zina ditegaskan Allah swt. dalam firman-Nya surat al-Isra’ ayat 32 :

‫َواَل تَ ْق َربُوا ال ِّز ٰن ٓى اِنَّهٗ َكانَ فَا ِح َشةً َۗو َس ۤا َء َسبِ ْياًل‬

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu
perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”

Hukuman terhadap pelaku zina adalah dicambuk seratus kali berdasarkan


firman Allah swt. surat an-Nur ayat 2:

16
Fuad M. Fakhrudin, Halal atau Haram Bier, (Bandung: Diponegoro, 1993), hal. 14.
17
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Islam, Jilid 7, (Jakarta: PT Ichtiar vanHoeve, 2005, hal. 365.
9
‫اح ٍد ِّم ْنهُ َما ِماَئةَ َج ْل َد ٍة ۖ َّواَل تَْأ ُخ ْذ ُك ْم بِ ِه َما َرْأفَةٌ فِ ْي ِدي ِْن هّٰللا ِ اِ ْن‬
ِ ‫ ُك َّل َو‬P‫اَل َّزانِيَةُ َوال َّزانِ ْي فَاجْ لِ ُدوْ ا‬
َ‫ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۚ ِر َو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما طَ ۤا ِٕىفَةٌ ِّمنَ ْال ُمْؤ ِمنِ ْين‬

Artinya : “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing


dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.”

Untuk menentukan seseorang telah melakukan zina harus terlebih dahulu


dibuktikan di hadapan pengadilan. Oleh karena itu hakim mempunyai peran penting
untuk menghadirkan bukti-bukti yang mengarah kepada seseorang telah melakukan
zina. Adapun alat bukti zina adalah keterangan saksi (syahadah) dan pengakuan
(iqrar).18

2.5 Qadzaf
Qadhaf menurut bahasa adalah melempar. Menurut istilah syara‘ adalah
menuduh orang lain telah berzina (baik yang dituduh itu laki-laki atau perempuan),
seperti perkataan; hai penzina, atau dengan perkataan; ‫“ لست ألبيك‬kamu bukan anak
bapakmu”, perkataan seperti ini tuduhan bukan ditujukan kepada yang
mendengarnya (mukhatab) tetapi kepada ibunya.19Qadzaf (penuduh zina) dengan
tidak mendatangkan empat orang saksi dijilid delapan puluh kali berdasarkan surat
an-Nur 4:

‫ت ثُ َّم لَ ْم يَْأتُوْ ا بِاَرْ بَ َع ِة ُشهَد َۤا َء فَاجْ لِ ُدوْ هُ ْم ثَمٰ نِ ْينَ َج ْل َدةً َّواَل تَ ْقبَلُوْ ا لَهُ ْم‬
ِ ‫ص ٰن‬ َ ْ‫َوالَّ ِذ ْينَ يَرْ ُموْ نَ ْال ُمح‬
ٰۤ ُ ۚ
َ‫ك هُ ُم ْال ٰف ِسقُوْ ن‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫َشهَا َدةً اَبَدًا َوا‬

18
Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, Terj. Abdurrahman dan Haris Abdullah, (Semarang: Asy-Syifa’,
1990), hal. 629.
19
Mustafa Ahmad al-Zarqa’, Al-Madkhal al-Fiqhi al-‘Ami, Jilid II, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1967), hal.
605.
10
Artinya : “Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik
(berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka
delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-
lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik,”

2.6 Liwath
Dasar hukum tentang liwaṭ terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu berkaitan dengan
kaum Luṭ.Al-Qur’an telah menceritakan kisah kaum Nabi Luṭ yang suka melakukan
homoseksual dihiraukan oleh mereka. Kemudian Allah mengutus para malaikat
untuk menyiksa mereka. kampung mereka akhirnya dihujani dengan batu besar
yang membara, kemudian dataran tempat mereka tinggal diguncangkan oleh Allah.
Kisah tersebut disebutkan dalam firman Allah SWT, Al-Qur’an Surah al-A’raf ayat
81-82 :

َ‫ْرفُوْ ن‬ ۤ َ ‫اِنَّ ُك ْم لَتَْأتُوْ نَ الر‬


ِ ‫ال َش ْه َوةً ِّم ْن ُدوْ ِن النِّ َسا ۗ ِء بَلْ اَ ْنتُ ْم قَوْ ٌم ُّمس‬
َ ‫ِّج‬

َ‫م ِّم ْن قَرْ يَتِ ُك ۚ ْم اِنَّهُ ْم اُنَاسٌ يَّتَطَهَّرُوْ ن‬Pُْ‫اب قَوْ ِم ٖ ٓه آِاَّل اَ ْن قَالُ ْٓوا اَ ْخ ِرجُوْ ه‬
َ ‫َو َما َكانَ َج َو‬

Artinya : 81.” Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama


lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.”

82.” Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, “Usirlah mereka (Lut
dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang menganggap
dirinya suci.”

Ayat di atas secara jelas mengatakan bahwa, orang yang mengerjakan


fahisyah yakni melakukan pekerjaan yang sangat buruk yaitu homoseksual yang
tidak satu pun mendahului kamu mengerjakannya di alam raya, harus diusir dari
lingkungan kaum muslimin. Sebabnya adalah mereka telah mendatangi lelaki
unutuk melampiaskan syahwat kamu melaui sesama jenis kamu, bukan terhadap
wanita.Perbuatan liwaṭ ini adalah puncak dari pada segala keburukan dan kekejian,

11
hinggan binatang yang menjijikan, sehingga kita hampir tidak mendapatkan seekor
binatang jantan mengawini seekor jantan lainnya. Akan tetapi keganjilan tersebut
justeru terdapat di antara manusia. Oleh karena itu maka dapatlah dikatakan bahwa
keganjilan tersebut merupakan suatu noda yang berhubungan dengan moral, yaitu
suatu penyakit psikis yang berbahaya, yang mencerminkan suatu penyimpangan
dari fitnah insani, yang mengharuskan untuk diambil tindakan yang keras terhadap
pelakunya.20

2.7 Syariqah
Adapun yang dimaksud dengan "perbuatan mencuri" menurut bahasa ialah
mengambil harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi dan dengan cara
penipuan. Dalam pengertian syari‘at didefenisikan oleh para fuqaha’ (ahli hukum
fiqh) yaitu harta yang diambil oleh seorang yang sudah berakal, baligh dan
dilakukan secara diam-diam dari tempat penyimpanan yang biasa tanpa alasan yang
dapat ditolerir.21Hukuman terhadap pelaku pencuri adalah potong tangan
berdasarkan surat al-Maidah ayat 38:

‫هّٰللا هّٰللا‬ ۤ
ِ ‫ اَ ْي ِديَهُ َما َج َزا ۢ ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِّمنَ ِ َۗو ُ ع‬P‫َّارقَةُ فَا ْقطَع ُْٓوا‬
‫َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
Artinya : “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan
dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”

2.8 Muharibun
Al-Muharibun berasal dari kata “haraba-yuharibu-muharabah-muharib”, al-
Harbu berarti musuh, contohnya “Fulan harab Fulan” bermakna Fulan itu
memusuhinya.22 Sedang secara terminologi menurut Ulama Fiqh: “Orang yang
memusuhi atau memerangi kaum Muslimin, baik secara lansung maupun tidak
20
‘Studi Komparatif Terhadap Qanun Aceh Tentang Hukum Jinayat Dan Enakmen Jenayah Syariah
Selangor Malaysia’ [2014] Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum.
21
Muhammad 'Ali Al-Sabuni, Rawā’i‘ al-Bayān Tafsīr Ayāt al-Ahkām minal-Qur’ān, Juz 1, (Suriah,
Damsyik: Maktabah al-Ghajali, 1980), hal. 553.
22
Muhammad bin Mukram, Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, Dar- Shadir, Beirut, 1955 M, jilid 1, hal 303
12
lansung”. Syekh Abdullah bin Ibrahim al-Thuraiqi mengatakan tentang tingkatan
orang Kafir Harbi.23 Beliau membaginya menjadi tiga golongan :

1. Orang Kafir yang memerangi atau memusuhi Ummat Islam dan


melakukan propaganda.

2. Orang Kafir yang menyatakan perang terhadap Islam dan Ummatnya,


perang dalam segala bidang, ekonomi, politik, pemikiran, sosial budaya,
dan lain sebagainya.

3. Orang Kafir yang tidak ada perjanjian dengan ummat Islam, dan tidak
pula menyatakan perang.

2.9 Bughat
Sekiranya perbuatan bughah secara definitif mengarah kepada kejahatan
politik, maka konsekuensi dalam hukum pidana Islam, dengan berbagai kategori
dalil hukum adalah perbuatan dilarang yang pada akhirnya wajib
diperangi.Pengertian kata ‫ بغى‬mengandung arti ‫ طلب الشیئ‬, yang berarti mencari atau
menuntut sesuatu.Menurut Wahbah al-Zuhaili, kata ‫ بغى‬berarti yang dhalim ( ‫الظل م‬
), perbuatan jahat ‫ای ة‬PP‫) )الجن‬, menyimpang kebenaran ( ‫ع دول عن الحق‬PP‫) ال‬, atau
melawan/menentang .(‫ع دي‬PP‫ الت‬Kata-kata ini jika dibandingkan dengan apa yang
terdapat dalam Kamus Lisan al-’Arab akan tampak sesuai dengan makna di atas,
yakni perbuatan zalim, perbutan jahat, menyimpang dari kebenaran, atau
melawan/menentang.24
Atas dasar ini, maka definisi yang dipakai secara khusus dan disepakati ulama
fikih berkaitan dengan penyebutan kata al-baghyu adalah, perbuatan melawan
pemerintah atau pemimpin negara.25Sekiranya perbuatan tersebut belum mengarah
kepada peperangan, yakni sebatas ancaman saja maka konsekuensi yang ditempuh
23
Kitab al-Isti’anah bi Ghairi al-Muslimin fi al-Fiqh al-Islami, Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim
al-Thuraiqi, hal 132.
24
Abi al-Fadl Jamal al-Din Muhammad ibn Mukram ibn Manzur al-Afriqi al-Misri, Lisan al- ’Arab,
jilid 14, (Beirut: Dar al-Sadir, 1990), hal. 78.
13
cukup diberikan peringatan saja dan dianggap sebagai jarimah biasa dalam arti kata
bahwa perbuatan tersebut bukan persoalan politik.Namun jika perbuatan tersebut
sudah mengarah pada tingkat peperangan, maka al- Mawardi menetapkan tanggung
jawab pidana bughah dengan dua cara. Pertama, korban perang tidak perlu
dipertanggungjawabkan. Kedua, harus menanggungnya karena perbuatan itu
sebagai maksiat.Adapun tujuan memerangi pelaku bughah semata-mata untuk
menghilangkan sikap perlawanan mereka. Pilihan penyerangan kepada kelompok
bughah (oleh pemerintah) disesuaikan berdasarkan situasi perang.

2.10 Murtad
Murtad atau riddah adalah kembali dari agama Islam kepada kekafiran, baik
dengan niat, perbuatan yang menyebabkan kekafiran, atau dengan ucapan. 26Adapun
unsur-unsur jarimah riddah ini adalah kembali atau keluar dari Islam dan adanya
niat melawan hukum (kesengajaan). Dasar hukum jarimah riddah adalah surat al-
Baqarah ayat 217:

‫هّٰللا‬
ِ ‫ص ٌّد ع َْن َسبِي ِْل ِ َو ُك ْف ۢ ٌر بِ ٖه َو ْال َمس‬
‫د‬Pِ ‫ْج‬ َ ‫َال فِ ْي ۗ ِه قُلْ قِتَا ٌل فِ ْي ِه َكبِ ْي ٌر ۗ َو‬ ٍ ‫ك ع َِن ال َّشه ِْر ْال َح َر ِام قِت‬ Pَ َ‫يَ ْسـَٔلُوْ ن‬
‫ْال َح َر ِام َواِ ْخ َرا ُج اَ ْهلِ ٖه ِم ْنهُ اَ ْكبَ ُر ِع ْن َد هّٰللا ِ ۚ َو ْالفِ ْتنَةُ اَ ْكبَ ُر ِمنَ ْالقَ ْت ِل ۗ َواَل يَزَ الُوْ نَ يُقَاتِلُوْ نَ ُك ْم َح ٰتّى‬
ٰۤ ُ
‫ت‬ْ َ‫ول ِٕىكَ َحبِط‬ ْ ‫د ِم ْن ُك ْم ع َْن ِد ْينِ ٖه فَيَ ُم‬Pْ ‫يَ ُر ُّدوْ ُك ْم ع َْن ِد ْينِ ُك ْم اِ ِن ا ْستَطَا ُعوْ ا ۗ َو َم ْن يَّرْ تَ ِد‬
‫ر فَا‬Pٌ ِ‫ت َوه َُو َكاف‬
ٰۤ ُ
َ‫ار هُ ْم فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬
ِ ۚ َّ‫ك اَصْ ٰحبُ الن‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫اَ ْع َمالُهُ ْم فِى ال ُّد ْنيَا َوااْل ٰ ِخ َر ِة ۚ َوا‬

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang berperang pada


bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Tetapi
menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang
masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar
(dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada
pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad

25
Abd al-Qadir ’Audah, al-Tasyri’ al-Jinai…, jilid 2, h. 673; Ahmad Fathi Bahnasi, al-Masuliyyah…,
hal. 83-84.
26
Wahbah Zuhayli, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Jilid VI, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1998), hal. 183
14
(keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barangsiapa murtad di antara kamu
dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di
dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya.”

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil analisa objek dan pedoman yang telah penulis paparkan
pada BAB II,secara ringkas simpulan yang penulis dapat rumuskan sebagai berikut.
Tindak pidana dalam hukum pidana Islam disebut dengan istilah jarimah. Jarimah
hudud sebagaimana telah dikemukakan di atas, adalah jarimah yang ketetapan
hukumannya sudah pasti disebutkan kadarnya dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
Tindak pidana yang termasuk kategori hudud yaitu, Zina dihukum bagi yang ghairu
muhsan 100 kali cambuk dan muhsan dihukum rajam, qadhaf (menuduh orang
berbuat Zina) dihukum 80 kali cambuk, pencurian, apabila sudah mencapai nisab
dihukum potong tangan, minum khamar dihukum 40 kali cambuk, pemberontakan
dihukum mati, dan murtad dihukum mati apabila tidak mau diajak untuk
bertaubat.Karena nash telah menetapkan jenis tindak pidana dan ukuran sanksi
pidananya. Pihak yang berwenang atau hakim wajib memutuskan hukuman sesuai
dengan yang telah diatur di dalam nash tersebut,tidak boleh merubah, menambah
dan mengurangi ketentuan tersebut.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abi al-Fadl Jamal al-Din Muhammad ibn Mukram ibn Manzur al-Afriqi al-Misri,
1990 Lisan al- ’Arab, jilid 14,Beirut: Dar al-Sadir
Abd al-Qadir ’Audah, al-Tasyri’ al-Jinai…, jilid 2, h. 673; Ahmad Fathi Bahnasi, al-
Masuliyyah
Abdul Aziz Dahlan, 2005 Ensiklopedi Islam, Jilid 7, Jakarta: PT Ichtiar vanHoeve
Abu al-Husain Ahmad Ibn Faris Ibn Jakaria, 1994 Mu’jam Maqayis Fi al-Lughah
Cet. I, Beirut : Dar al-Fikr
Abu Hayyan al-Andalusi, 1993 Tafsir al-Badru al-Muluk, juz 8 Beirut : Dar al-Kitabi
al-Ilmiyah
Ahmad Hanafi, 1990 Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Ahmad Warson Munawir, 1997 Kamus al-Munawir Arab – Indonesia Terlengkap
Surabaya: Pustaka Progressif
Fuad M. Fakhrudin, 1993 Halal atau Haram Bier, Bandung: Diponegoro
Hamka haq, 2009. Islam Rahmah Untuk Bangsa. Jakarta: RMBOOKS.
Ibnu Rusyd. 2002. Bidayatul Mujtahid, diterjemahkan oleh imam Ghazali Said dan
Achmad Zaidun. Jakarta: Pustaka Amani.
Ibn Rusyd, 1990 Bidayah al-Mujtahid, Terj. Abdurrahman dan Haris Abdullah,
Semarang: Asy-Syifa’
Jaih Mubarok dan Enceng Arif Faizal, 2004 Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum
Pidana Islam),Jakarta: Anggota IKAPI
Kitab al-Isti’anah bi Ghairi al-Muslimin fi al-Fiqh al-Islami, Abdullah bin
Muhammad bin Ibrahim al-Thuraiqi
M. Ali Haidar, 1997 dalam Problemantika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta:
Pustaka Firdaus
Muhammad Ibn Muhammad Abu Syubhah. (1990). Al-Hudud fi al-Islam. Kairo:
Amieriyyah, Kuwait: Daral-Qalam.
Muhammad 'Ali Al-Sabuni, 1980 Rawā’i‘ al-Bayān Tafsīr Ayāt al-Ahkām minal-
Qur’ān, Juz 1,Suriah, Damsyik: Maktabah al-Ghajali
Muhammad bin Mukram, 1955 Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, Dar- Shadir, Beirut, jilid
1
Mustafa al-Galayaini, 1987 Jami’ al-Durus al-Arabiyah Cet. XXI; Beirut : Maktabah
Ashiryah
Mustafa Ahmad al-Zarqa’, 1967 Al-Madkhal al-Fiqhi al-‘Ami, Jilid II, Damaskus:
Dar al-Fikr
Qamaruddin Shaleh, dkk., 1990 Asbabu al-Nuzul Bandung : CV. Diponegoro
Sayid Sabiq, 1984 Fiqh Sunnah, diterjamhkan oleh Mohammad Nabhan Husein
dengan judul Fikih Sunnah Bandung : Pt. Al-Ma’arif
Studi Komparatif Terhadap Qanun Aceh Tentang Hukum Jinayat Dan Enakmen
Jenayah Syariah Selangor Malaysia’2014
Wahbah Zuhayli, 1998 Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Jilid VI, Damaskus: Dar al-
Fikr
Yusuf Qardawi, 1986 al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, Beirut: Dar al-Ma'rifah

Anda mungkin juga menyukai