Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

FIQIH JINAYAH

QISHASH

Dosen Pengampu : H. Rudi Hartono, S.Ag., M.H

Disusun Oleh :

1. Jagad Fadhila Arief ( 202201011)


2. Sabilur Rosyad (2022010091)

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH


(STIT) AL KHAIRIYAH

2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT tuhan seluruh alam karena
atas rahmatnya kita masih diberi kesehatan jasmani Maupun rohani sehingga kita masih bisa
melaksanakan keseharian kita seperti biasanya, shalawat dan salam juga saya sampaikan
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun
langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau lah telah
membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan seperti sekarang ini
dan juga membawa kita dari jalan kesesatan ke jalan kebenaran.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Fiqih Jinayah pada Program Studi
Pendidikan agama islam dengan ini kami mengangkat judul “Qishash” Dalam penulisan
makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara
penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu kami mengucapkan ribuan mohon maaf kepada
dosen pembimbing dan juga kami sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini menjadi lebih baik kedepannya.

Wassalamualaikum,Wr. Wb

Cilegon, 21 April 2024

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 1

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 3

2.1 Pengertian Hukum Qishas .................................................................................... 3

2.2 Syarat- Syarat Qishas ............................................................................................ 5

2.3 Penyebab Gugurnya Qishas .................................................................................. 7

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 11

3.2 Saran ....................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hukum merupakan petunjuk mengenai tingkah laku dan juga sebagai perlengkapan
masyarakat untuk menciptakan ketertiban. Hukum dapat dianggap sebagai perangkat
kerja sistem sosial yang melakukan tugasnya dengan menentukan langkah-langkah yang
harus dilakukan dalam mengatur hubungan antar manusia.
Keadilan harus selalu dilibatkan dalam hubungan satu manusia dengan manusia
lainnya. Sebagai makhluk sosial, interaksi antarmanusia tidak dapat dimungkiri lagi.
Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang dapat menjadi pemangsa bagi orang lain
sehingga masyarakat dengan sistem sosial tertentu harus memberikan aturan pada para
anggotanya yang mengatur tentang hubungan antarsesama. Menurut Herbert Spencer,
setiap orang bebas untuk menentukan apa yang akan dilakukannya, asal ia tidak
melanggar kebebasan yang sama dari lain orang.
Hukuman adalah sebuah cara untuk menjadikan seorang yang melakukan
pelanggaran berhenti dan tidak lagi mengulanginya. Selain itu juga menjadi pelajaran
kepada orang lain untuk tidak mencoba-coba melakukan pelanggaran itu. Setiap
peradaban pasti memiliki bentuk hukum dan jenis hukuman tersendiri. Dan masing-
masing bisa berjalan sesuai dengan apa yang telah digariskan.
Salah satu bentuk hukuman yang diperintahkan oleh Allah yang harus dilaksanakan
oleh ummat Islam adalah Hukum qishash. Hukum ini pada esensinya memberi hak
kepada orang yang dirugikan untuk membalas kepada yang merugikannya dengan kadar
yang seimbang atau setara. Kata qishash dapat berarti pembalasan, pembunuhan dibalas
pembunuhan, melukai dibalas dengan melukai, pemenggalan dibalas pemenggalan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Qishash ?
2. Apa syarat-syarat Qishash ?
3. Bagaimana penyebab gugurnya Qishash ?

1
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Qishash ?
2. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat dari Qishash ?
3. Untuk mengetahui Bagaimana penyebab gugurnya dari Qishash ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Qishash


Secara bahasa, qishash merupakan kata turunan dari qashsha-yaqushshu- qashshan
wa qashashan ً ‫صا و قصصا‬
ً ‫ ق‬- ‫ يقُص‬- ‫ ) فَص‬yang berarti menggunting, mendekati,
menceritakan, mengikuti (jejaknya), dan membalas.
Sedangkan secara istilah, Ibnu Manzur di dalam bukunya Lisan al-Arab
menyebutkan ‫ القصاص القود هو القتل بالقتل‬yang maksudnya suatu hukuman yang ditetapkan
dengan cara mengikuti bentuk tindak pidana yang dilakukan, seperti membunuh dibalas
dengan membunuh. Hukuman mati seperti ini disebut qishash karena hukuman ini sama
dengan tindak pidana yang dilakukan yang mengakibatkan qishash tersebut, seperti
membunuh dibalas dengan membunuh dan memotong kaki dibalas dengan pemotongan
kaki pelaku tindak pidana tersebut.
Menurut Prof. Dr. Shalih bin Fauzan mendefiniskannya dengan, Al- Qishash adalah
perbuatan (pembalasan) korban atau walinya terhadap pelaku kejahatan sama atau seperti
perbuatan pelaku tadi.
Sedangkan menurut Iman Malik wali korban hanya diharuskan mengambil qishash
atau mengambil diyat secara suka rela. Menurut Iman Syafi'i Iman Ahmad, Abu Tsaur
bahwa wali korban boleh memilih mengambil qisas atau diyat, baik orang yang
membunuh rela atau tidak.
Dari kedua pendapat ini menurut Imam Malik harus ada kesepakatan antara kedua
belah pihak pelaku dan keluarga korban, sedangkan Imam Syafi'i dan sebagian ulama
lain, wali korban boleh memilih antara qishash atau diyat dengan pihak pelaku setuju
atau tidak. Bila dilihat dari kedua pendapat ini boleh diselesaikan dengan jalan bila wali
korban memberikan pemaafan dan membayar diyat itu diyat ringan tanpa persetujuan
pelaku. Tapi bila diyat itu berat, harus ada persetujuan pelaku karena dalam ketentuan
diyat harus bisa ditanggung oleh pelaku.
Al-Qur'an sendiri memberikan isyarat bahwa yang dimaksud dengan qishash
adalah sanksi hukum yang ditetapkan dengan semirip mungkin (yang relatif sama)
dengan tindak pidana yang dilakukan sebelumnya. Di dalam al- Qur'an, kata qishash
disebutkan empat kali dan semuanya di dalam bentuk ism (kata benda). Dua di antaranya

3
ism ma'rifah (kata benda defenitif) dengan alif dan lam (‫ ) ال‬dan dua yang lain ism nakirah
kata benda indenfinitif).
Adapun Qishash disyariatkan dalam al-Quran dan as-sunnah, serta ijma. Di antara
dalil dari Al-Quran adalah firman Allah SAW:
‫ِي لَهُ مِ ْن‬ ُ ‫اص فِي ْالقَتْلَى ْال ُحر بِ ْال ُح ِر َو ْالعَ ْبدُ بِ ْالعَ ْب ِد َو ْاْلُنثَى بِ ْاْلُنثَى فَ َم ْن‬
َ ‫عف‬ ُ ‫ص‬ َ ‫علَ ْي ُك ُم ْال ِق‬ َ ‫يَا أَي َها الذِينَ آ َمنُوا ُكت‬
َ ‫ِب‬
‫عذَاب أَلِيم‬ َ ُ‫سان ذَلِكَ تَ ْخفِيف ِمن ر ِب ُك ْم َو َر ْح َمة فَ َم ِن ا ْعتَدَى بَ ْعدَ ذَلِكَ فَلَه‬ َ ‫ش ْيء فَاتبَاع ِب ْال َم ْع ُروفِ َوأَدَاء ِإلَ ْي ِه ِبإِ ْح‬ َ ‫أَخِ ي ِه‬
ِ ‫اص َح َياة َيا أُولِي ْاْل َ ْل َبا‬
. َ‫ب لَ َعل ُك ْم ت َتقُون‬ ِ ‫ص‬ َ ‫َولَ ُك ْم فِي ْال ِق‬
Wahai orang-orang yang beriman, qisas diwajibkan atasmu berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, dan wanita dengan wanita. Maka, barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan
dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah yang diberi maaf, membayar diyat kepada yang memberi maaf dengan cara
yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat
pedih. Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-
orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.(Qs. al-Baqarah: 178-179).
Sedangkan dalil dari As Sunnah di antaranya adalah hadits Abu Hurairah Ra, yaitu
Rasulullah SAW bersabda,

‫ظ َري ِْن إِما أ َ ْن يُ ْفدَى َوإِما أ َ ْن يُ ْقت َ ُل‬


َ ‫َم ْن قُتِ َل لَهُ قَتِيل فَ ُه َو بِ َخي ِْر الن‬
Barangsiapa yang menjadi keluarga korban terbunuh maka ia memilih dua pilihan,
bisa memilih diyat dan bisa juga dibunuh dengan qisas. (HR. al-Jama'ah).
Sedangkan dalam riwayat at-Tirmidzi adalah dengan lafal :

‫ظ َري ِْن إِما أ َ ْن يَ ْعفُ َو َوإِما أ َ ْن يَ ْقت ُ َل‬


َ ‫َم ْن قُتِ َل لَهُ قَتِيل فَ ُه َو بِ َخي ِْر الن‬
Barangsiapa yang menjadi keluarga korban terbunuh maka ia memilih dua pilihan,
bisa memilih memaafkannya dan bisa membunuhnya.
Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa qishash ialah akibat yang sama yang
dikenakan pada seseorang yang menghilangkan nyawa atau melukai atau menghilangkan
anggota badan orang lain seperti apa yang telah diperbuatnya, maka dapat dikatakan
bahwa hukuman qisas itu ada dua macam yatiu qishash jiwa yakni hukuman bunuh untuk
tingkat pembunuhan dan hukuman qishash untuk anggota badan yakni khusus untuk
anggota badan yang terpotong atau dilukai atau dapat dikatakan bahwa hukum qishash

4
adalah mengambil pembalasan yang sama atau serupa, mirip dengan istilah utang nyawa
dibayar dengan nyawa.
Rukun qishas dalam kasus pembunuhan ada tiga, yaitu: (1) adanya tindakan
pembunuhan dengan sengaja, zhalim; (2) korban pembunuhan; dan (3) pelaku
pembunuhan.
2.2 Syarat-Syarat Qishas
1. Orang Yang Terbunuh Dilindungi Darahnya.
Apabila yang dibunuh adalah orang kafir harbi, orang yang zina muhsan, atau
orang murtad, maka pembunuh bebas dari tanggung jawab, tidak di qishash dan tidak
membayar diyat, sebab mereka adalah orang yang tersia-sia darahnya.
2. Balig
Hukum qishash tidak dikenakan terhadap anak kecil, karena anak kecil tidak
layak dikenai hukuman, sampai anak kecil itu dewasa atau balig, dikarenakan
menurut Syari'at Islam, pertanggung jawaban pidana didasarkan atas dua perkara,
yaitu kekuatan berpikir dan pilihan ikhtiar. Dengan demikian, seorang anak yang
belum tamyiz, karena belum mencapai usia tujuh tahun, apabila ia melakukan
sesuatu jarimah tidak dijatuhi hukuman.
3. Berakal
Begitu juga bagi orang gila dan orang yang perkembangan akalnya terganggu
atau idiot, karena mereka bukan orang-orang yang terkena taklif syar'i dan mereka
juga tidak mempunyai tujuan yang benar atau keinginan yang bebas. Adapun orang
yang mabuk karena minum-minuman keras dan dilakukan dengan sengaja harus
dikenakan hukuman qishash apabila ia membunuh pada saat membunuhnya itu. Hal
ini dimaksudkan untuk menutup jalan dilakukannya tindak pidana, sebab apabila ia
tidak dihukum qishash, seolah-olah terbuka peluang untuk melakukan tindak pidana
pembunuhan atau lainnya dengan menggunakan alasan mabuk, kemudian
dibebaskan dari hukuman.
4. Pembunuh Dalam Kondisi Bebas Memilih.
Sebab seandainya ia dipaksa berarti hak miliknya tercabut, tanggung jawab
tidak dibebankan terhadap orang yang hilang hak memilihnya. Syarat ini
dikemukakan oleh kelompok Hanafiah, kecuali Imam Zufar. Dengan demkian,
menurut mereka tidak ada hukuman qishash bagi orang yang dipaksa melakukan

5
pembunuhan. Menurut jumhur ulama' termasuk Zufar, orang yang dipaksa untuk
melakukan pembunuhan tetap harus dikenakan hukuman.
5. Pembunuh Bukan Orang Tua Dari Si Terbunuh.
Orang tua tidak di qishash sebab membunuh anaknya atau cucunya sekalipun
disengaja. Berbeda bila mana anak membunuh salah satu dari orang tuanya, maka
secara konsensus ia wajib dihukum mati, sebab orang tua penyebab dari kehidupan
anak, oleh karena itu sang anak tidak boleh membunuh atau merenggut nyawa orang
tuanya. Rasulullah SAW bersabda
‫ال يُ ْقت َ ُل ْال َوا ِلدُ بِ َولَ ِد ِه‬
Orangtua tidak di-qisas dengan sebab (membunuh) anaknya.
6. Pembunuh Dan Terbunuh Sederajat.
Kesamaan derajat ini terletak pada bidang agama dan kemerdekaan. Orang
Islam yang membunuh orang kafir atau orang merdeka membunuh hamba sahaya
tidak di qishash karena dalam hal ini tidak ada kesamaan derajat antara yang
membunuh dan yang dibunuh. Lain halnya dengan orang kafir membunuh orang
Islam atau hamba sahaya membunuh orang merdeka, keduanya di qishash
karenanya.
Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :

‫َال يُ ْقت َ ُل ُم ْسلِم ِبكَافِر‬

Tidaklah seorang muslim dibunuh di qishash dengan sebab membunuh orang


kafir.
7. Tidak Ada Orang Lain Yang Ikut Membantu Pembunuh Di Antara Orang-
Orang Yang Tidak Wajib Hukum Qishash Atasnya.
Bila mana ada orang lain membantunya dalam pembunuhan, di antara orang-
orang yang tidak wajib terkena hukum qishash. Apabila dalam suatu pembunuhan
terjadi kerja sama antara orang yang membunuh kesengajaan dan orang yang
membunuh kesalahan, atau orang mukallaf dengan binatang buas, atau orang
mukallaf dengan orang bukan mukallaf seperti anak kecil dan orang gila. Maka tidak
wajib dilasanakan hukum qishash terhadap salah satu diantara keduanya.
Sebagai gantinya mereka membayar diyat, karena adanya keraguan yang
dengannya hukum had bisa terhapus. Alasanya ialah bahwa pembunuhan itu tidak
bisa dibedakan, yang ada kemungkinan terjadinya dari akibat perbuatan orang yang
tidak wajib atasnya hukum qishash. Sebagai mana pembunuhan.

6
Itu mungkin pula diakibatkan oleh perbuatan orang yang memenuhi
persyaratan hukum qishash. Dan apabila hukum qishash gugur maka yang wajib
adalah penggantinya, yaitu diyat.
8. Pembunuhan Olah Massa Atau Kelompok Orang
Sekelompok orang yang membunuh seorang harus diqishash, dibunuh semua.
2.3 Penyebab Gugurnya Hukum Qishas
1. Hilangnya Objek Qishash.
Objek qishash dalam tindak pidana pembunuhan adalah jiwa atau nyawa
pelaku pembunuh. Apabila objek qishash tidak ada, karena pelaku meninggal dunia,
dengan sendirinya hukuman qishash menjadi gugur.
2. Pengampunan
Pengampunan terhadap qishash diperbolehkan menurut kesepakatan para
Fuqaha, bahkan lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaannya. Pernyataan
untuk memberikan pengampunan tersebut dapat dilakukan dengan secara lisan atau
secara tertulis. Redaksinya bisa dengan lafadz atau kata memaafkan, membebaskan,
menggugurkan, melepaskan, memberikan dan lain sebagainya.
3. Perdamaian
Melalui perdamaian pihak pembunuh bisa membayar tanggungan yang lebih
kecil, sama atau lebih besar dari diyat. Dan orang yang berhak mengadakan
perdamaian adalah, orang yang berhak atas qishash dan pemaafan. Perdamaian ini
statusnya sama dengan pemaafan, baik
dalam hak pemiliknya maupun dalam pengaruh atau hakikat hukumnya, yaitu
dapat menggugurkan qishash. Perbedaan dengan pengampunan adalah
pengampunan itu pembebasan qishash tanpa imbalan, sedangkan pendamaian adalah
pembebasan dengan imbalan.
4. Diwarisnya Hak Qishas
Qishash juga dapat hapus karena diwariskan kepada keluarga, karena adanya
wali korban yang menjadi pewaris hak qishash, seperti pembunuh yang meninggal
dunia terus pengqishashannya digantikan oleh ahli waris seperti anaknya.
Sedangkan menurut Imam Malik wali tidak berhak menuntut diyat karena hak
mereka hanya jiwa.

7
Dari kedua pendapat ini karena perbedaan atas jiwa dan tanggung jawab
sehingga mereka disuruh memilih di antara jiwa atau tanggung jawab. Jadi bila salah
satunya tidak dapat dipenuhi maka wajib yang lainnya terpenuhi.
Secara garis besar orang-orang yang memberikan pemaafan adalah mereka
yang menanggung jiwa, menurut Imam Malik adalah golongan ashabah, sedangkan
fuqaha lainnya adalah setiap orang yang mewaris karena fuqaha telah sepakat bahwa
apabila korban mempunyai anak-anak yang telah dewasa kemudian salah seorang
dari mereka memberikan pemaafan, maka qisas menjadi batal dan yang ditetapkan
adalah diyat.
Para ulama juga berselisih pendapat tentang orang yang dibunuh dengan
sengaja yakni apabila ia memaafkan sebelum meninggal, bisakah ia diputuskan para
walinya, begitu pula orang yang dibunuh dengan tidak sengaja manakala korban
memaafkan dari dia.
Untuk menjawab perbedaan pendapat ini dapat kita lihat pada firman Allah
dalam QS. al-Nisa' (4): 92,
‫سلَّ َمة إِلَى أَه ِل ِه‬
َ ‫طأ ً َفتَح ِري ُر َر َقبَة ُمؤمِ نَة َو ِديَة ُم‬
َ ‫َو َمن َقتَ َل ُمؤمِ نًا َخ‬
Barang siapa membunuh seorang mu'min karena kesalahan, hendaklah
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang
diserahkan kepada walinya siterbunuh kecuali jika keluarga terbunuh bersedekah.
Diyat itu ada dua macam yaitu diyat berat dan diyat ringan. Dari pemabgian
diyat ini menurut Imam Syafi'i diyat ringan diberikan kepada pembunuhan tidak
sengaja dan diyat berat diberikan kepada pembunuhan sengaja. Menurut Imam
Malik dalam pembayaran diyat itu tidak boleh utang dan cicil tetapi harus tunai dan
ia pertegas lagi jangan ditunda. Menurut Imam Malik jika diyat itu ditetapkan damai
itu tidak ada artinya, jika pembunuhan itu pembunuhan sengaja maka diyatnya 25
ekor unta betina bin Makhadh, 25 ekor unta betina labun, 25 ekor unta siqaq dan 25
ekor unta jadza'ah.
Mengenai pembayaran diyat, di antara sebagian pendapat ulama diyat itu bisa
dibayar oleh sipelaku dan juga boleh keluarga pelaku. Bagi pendapat yang
menyatakan diyat tidak boleh dibayar oleh keluarga pelaku berdasarkan firman Allah
surat Fathir ayat 18, artinya" orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain. Alasan yang lain dengan pelaku membayar diyat sendiri memberikan pelajaran
baginya agar ia merasakan beratnya diyat dan habisnya harta. Karena membayar
diyat demikian memberikan kesadaran baginya untuk tidak lagi melakukan
8
kejahatan yang sama. Bagi pendapat yang menyatakan boleh kelaurga pelaku bisa
membauar diyat bila pelaku sudah meninggal lebih dahulu dan kalau keluarga
korban bisa menuntut diyat maka kelaurga pelaku juga bisa membayar diyat.
Jarimah yang menimbulkan qishash dalam pelaksanaan qisas berpangkal pada
pembicaraan tentang sifat-sifat beserta korban maka haruslah terjadi qishash, begitu
pula tidak semua pembunuhan atau jarimah yang terjadi dan tidak pula karena semua
orang membunuh melainkan dari orang yang membunuh tertentu, karena yang dicari
dalam soal ini adalah keadilan
Para ulama sepakat bahwa tindak pidana pembunuhan adalah salah satu dari
tujuh macam dosa besar baik pembunuhan oleh orang lain maupun oleh keluarganya,
begitu pentingnyajarimah-jarimah ini sehingga mencegah setiap orang muslim
menumpahkan darah sesama muslim
Jarimah qishash itu para ulama membagi pada tiga bagian yaitu pembunuhan
sengaja yakni pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu dengan mempersiapkan
alat yang biasa digunakan untuk membunuh. Pembunuhan tidak sengaja yaitu
pembunuhan yang tidak direncanakan lebih dahulu untuk membunuh. Pembunuhan
semi sengaja yaitu pembunuhan yang tidak direncanakan dan akibatnya tidak
dikehendaki oleh pelaku.
Pembunuhan sengaja ialah pembunuhan yang dengan sengaja dilakukan.
Perbuatannya sedang ia tahu bahwa perbuatan itu dilarang, kesengajaan pada
pembunuhan mempunyai arti khusus yaitu sengaja mengerjakan perbuatan yang
dilarang dan akibatnya dikehendaki pula.
Sedangkan jarimah tidak sengaja yaitu melakukan perbuatan yang dilarang
akan tetapi perbuatan tersebut jarimah sebagai akibat kekeliruannya. Kekeliruan itu
ada terbagi dua.
1. Pembuat dengan sengaja melakukan perbuatan yang dibuat jarimah tetapi
jarimah ini sama sekali tidak diniatkan. Kekeliruan ini adakalanya terdapat pada
perbuatan itu sendiri, seperti orang yang melemparkan batu ke jalan, akan tetapi
mengena orang lain yang secara kebetulan lewat di jalan dan mengenanya.
2. Pembuat tidak sengaja yaitu pembuat dan jarimah yang terjadi sebagai akibat
kelalaiannya, misalnya orang yang sedang tidur di atas ranjang tingkat
kemudian ia jatuh dan kena orang yang ada di bawahnya dan mati.

9
Pembunuhan semi sengaja yaitu pembunuhan yang sama sekali tidak disengaja
terjadi kematian atas suatu perbuatan yang pada dasarnya tidak dikehendaki
kematian atas suatu perbuatan jarimah
Memang untuk menentukan jarimah-jarimah yang dikenakan qishash itu amat
terbatas, namun bila kita lihat cara pembunuhannya maka kita akan menemukan
banyak cara pembunuhan yang dikenakan qishash.
Pembunuhan dengan sengaja dan berencana membunuh dan dilakukan dengan
alat yang biasa mematikan seperti parang, senjata api, pisau dan alat-alat yang
menurut ukuran umum dapat mematikan seseorang. Dalam pembunuhan seperti ini
sepenuhnya diberikan hukuman qisas. Namun pembunuhan karena tersalah, yaitu
pembunuh melakukan suatu perbuatan yang tidak dimaksudkan untuk membunuh,
malainkan hanya kekeliruan atau dengan tidak sengajanya perbuatan tersebut
mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Seperti seorang pemburu yang
bermaksud menembak binatang buruannya tetapi tanpa disengaja tembakannya
mengena seseorang yang sedang lewat dan orang tersebut meninggal. Hal ini sama
dengan seorang ibu mungkin tidak hati-hati ia melempar dengan benda keras dengan
maksud mengusir seekor binatan tiba-tiba benda itu ken anaknya sendiri dan mati.
Maka fuqaha sepakat bahwa pembunuhan yang semacam adalah tidak sengaja.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Menurut istilah syara', qhisash ialah ‫ مجازاة الجانى بمثل فعله‬yang artinya memberikan
balasan padaku, sesuai dengan perbuatannya.
Ibrahim Unais juga memberikan definisi qhisash sebagai berikut: ‫القصاص هو ان‬
‫ يوقع على الجاني مثل ما جنى‬Qhisash adalah menjatuhkan hukuman kepada pelaku persis
seperti apa yang dilakukannya.
Hukuman qishash dapat dilaksanakan apabila syarat-syaratnya terpenuhi, yaitu;
1. Pelaku pembunuhan harus mukallaf, yaitu baligh dan berakal
2. Korban harus orang yang yang dilindungi keselamatannya
3. Pelaku dalam kondisi bebas memilih
4. Korban bukan bagian dari pelaku
5. Pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja
6. Jumhur ulama selain Hanafiyah mensyaratkan, hendaknya korban seimbang
dengan pelaku.
2. Hal-hal yang dapat mengggurkan hukum qishash, karena :
1. Hilangnya objek qishash.
2. Pengampunan
3. Perdamaian

Firman Allah dalam QS. An-Nisa': 92, yang artinya sebagai berikut :

"Dan tidak layak bagi seorang mukmin, membunuh mukmin lainnya, kecuali karena
slah (tdak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena salah,
hendaklah mereka memerdekakan hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat
yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali jika mereka (keluarga
terbunuh)bersedekah".

11
3.1 Saran
Dalam makalah penulis sadar masih banyak kekurangan terhadap makalah tersebut,
Namun dengan makalah ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Djazuli H. Ahmad Prof. Drs1996Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam,


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hanafi, Ahmad MA, 1990, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT Midas
Surya Grafindo.

Rusyd, Ibnu, 1990, Terjemah Bidayatul Mujtahid, Semarang: Asy-Syifa.

Sabiq, Sayyid, 1983, Fiqih Sunnah Jilid II, Beirut: Darul Fikri.

13

Anda mungkin juga menyukai