Anda di halaman 1dari 29

KUMPULAN ARTIKEL

1. PENGERTIAN, KONSEP, SERTA DALIL-DALIL TENTANG ISTIDROJ


2. DALIL-DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG DISEGERAKAN
SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG ALLAH TERHADAP HAMBANYA.,
(DALIL, TERJEMAHAN, PENJELASAN, SERTA CONTOH KASUS).
3. DOSA DAN KRITERIA RIBA BESERTA DALIL-DALILNYA
4. KEUTAMAAN SHADAQOH BESERTA DALIL-DALILNYA
5. SIFAT TAKDIR KEMATIAN BESERTA DALIL-DALILNYA
6. KEWAJIBAN AMAR MAKRUF – NAHI MUNKAR BESERTA DALIL-DALILNYA

Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Pendidikan
Agama Islam

Dosen Pengampu:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : RAMADHANI
NIM : D1A021064
Prodi/Kelas : Hukum/A1

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2021
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................................. i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................... ii

BAB I PENGERTIAN, KONSEP, SERTA DALIL-DALIL TENTANG ISTIDRAJ............... 1

A. Pengertian Istidraj.................................................................................................................... 1
B. Konsep Istidraj.......................................................................................................................... 3
C. Dalil-dalil tentang Istidraj....................................................................................................... 4

BAB II DALIL-DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG


DISEGERAKAN SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG ALLAH TERHADAP
HAMBANYA................................................................................................................................... 8

A. Dalil, Terjemahan dan Penjelasannya.................................................................................... 8

B. Contoh Kasus............................................................................................................................ 9

BAB III DOSA DAN KRITERIA RIBA BESERTA DALIL-DALILNYA................................ 11

A. Pengertian Riba........................................................................................................................11
B. Macam-macam Riba................................................................................................................11
C. Dasar huklum Riba...................................................................................................................12
BAB IV KEUTAMAAN SHADAQOH BESERTA DALIL-DALILNYA.................................. 15
A. Bentuk-bentuk sedekah............................................................................................................ 15

BAB V SIFAT TAKDIR KEMATIAN BERSERTA DALIL-DALILNYA............................... 18

BAB VI KEWAJIBAN AMAR MKARUF – NAHI MUNKAR BERSERTA DALIL-DALINYA


........................................................................................................................................................... 21

ii
BAB I
PENGERTIAN, KONSEP, SERTA DALIL-DALIL TENTANG ISTIDRAJ

A. Pengertian Istidraj
Kepada Allah Swt dan juga mengasah semangat agar terus meningkat sehingga
menyadari hakikat nikmat dan siksaan. Di dalam Al-Qur’an ditemukan beberapa ayat yang
mengandung pembahasantidraj. Dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-
Karim dapat ditemukan beberapa ayat tentang istidraj. Ada yang tertulis secara langsung
dalam bentuk kata istidraj dan ada yang bintangi secara makna saja. Diantara ayat yang
ditemukakan tentang istidraj antara lain:
Pertama, langsung tertulis kalimat istidraj dalam bentuk fiil mudari, ada dua tempat
yaitu di dalam surah al-Araf ayat 182, dan surah al-Qalam ayat 44.
Kedua, dalam ayat-ayat yang bintang makna istidraj. Dalam hal ini, ayat-ayat tersebut
dalam surah Ali Imran ayat 178, surah al-An’am ayat 44, surah alMu’minun ayat 55.
Hampir setiap mufassir memaparkan pandangannya tentang istidraj, seperti Quraish
Shihab misalnya, ia mengemukakan bahwa makna istidraj adalah memindahkan dari satu
tahap ke tahap lain mencapai satu tujuan. Menurutnya kata tersebut populer dalam arti
perlakuan yang baik, tetapi bertujuan memberi sanksi terhadap yang melanggar. Semuanya
terjadi tahap demi tahap sehingga mencapai puncaknya dengan jatuhnya siksa. Muhammad
Hasbi Ash-Shiddieqy menjelaskan bahwa makna istidraj adalah pemanjaan agar lebih
terjerumus kepada kehinaan. Begitu juga memaknai istidraj dengan mengambil dari mereka
secara berasngsur-angsur, Setapak demi Setapak dan didekatkan dengan adzab, dan mereka
tidak menyadarinya.
Penjelasan para mufassir mengenai istidraj hampir sama, yaitu mempersembahkan
nikmat untuk manusia dan menjadikan mereka lalai dan celaka. Ia mengemukakan bahwa
makna istidraj adalah memindahkan dari satu tahap ke tahap lain untuk mencapai satu
tujuan. Menurutnya kata tersebut populer dalam arti perlakuan yang baik, tetapi bertujuan
memberi sanksi terhadap yang melanggar. Semuanya terjadi tahap demi tahap sehingga
mencapai puncaknya dengan jatuhnya siksa. Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy menjelaskan
bahwa makna istidraj adalah pemanjaan agar lebih terjerumus kepada kehinaan. Begitu juga
memaknai istidraj dengan mengambil dari mereka secara berasngsur-angsur, Setapak demi
Setapak dan didekatkan dengan adzab, dan mereka tidak menyadarinya. Penjelasan para

iii
mufassir mengenai istidraj hampir sama, yaitu mempersembahkan nikmat untuk manusia
dan menjadikan mereka lalai dan celaka. Ia mengemukakan bahwa makna istidraj adalah
memindahkan dari satu tahap ke tahap lain untuk mencapai satu tujuan. Menurutnya kata
tersebut populer dalam arti perlakuan yang baik, tetapi bertujuan memberi sanksi terhadap
yang melanggar. Semuanya terjadi tahap demi tahap sehingga mencapai puncaknya dengan
jatuhnya siksa. Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy menjelaskan bahwa makna istidraj adalah
pemanjaan agar lebih terjerumus kepada kehinaan. Begitu juga memaknai istidraj dengan
mengambil dari mereka secara berasngsur-angsur, Setapak demi Setapak dan didekatkan
dengan adzab, dan mereka tidak menyadarinya. Penjelasan para mufassir mengenai istidraj
hampir sama, yaitu mempersembahkan nikmat untuk manusia dan menjadikan mereka lalai
dan celaka. Menurutnya kata tersebut populer dalam arti perlakuan yang baik, tetapi
bertujuan memberi sanksi terhadap yang melanggar. Semuanya terjadi tahap demi tahap
sehingga mencapai puncaknya dengan jatuhnya siksa. Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy
menjelaskan bahwa makna istidraj adalah pemanjaan agar lebih terjerumus kepada
kehinaan. Begitu juga memaknai istidraj dengan mengambil dari mereka secara berasngsur-
angsur, Setapak demi Setapak dan didekatkan dengan adzab, dan mereka tidak
menyadarinya. Penjelasan para mufassir mengenai istidraj hampir sama, yaitu
mempersembahkan nikmat untuk manusia dan menjadikan mereka lalai dan celaka.
Menurutnya kata tersebut populer dalam arti perlakuan yang baik, tetapi bertujuan memberi
sanksi terhadap yang melanggar. Semuanya terjadi tahap demi tahap sehingga mencapai
puncaknya dengan jatuhnya siksa. Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy menjelaskan bahwa
makna istidraj adalah pemanjaan agar lebih terjerumus kepada kehinaan. Begitu juga
memaknai istidraj dengan mengambil dari mereka secara berasngsur-angsur, Setapak demi
Setapak dan didekatkan dengan adzab, dan mereka tidak menyadarinya. Penjelasan para
mufassir mengenai istidraj hampir sama, yaitu mempersembahkan nikmat untuk manusia
dan menjadikan mereka lalai dan celaka. Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy menjelaskan
bahwa makna istidraj adalah pemanjaan agar lebih terjerumus kepada kehinaan. Begitu juga
memaknai istidraj dengan mengambil dari mereka secara berasngsur-angsur, Setapak demi
Setapak dan didekatkan dengan adzab, dan mereka tidak menyadarinya. Penjelasan para
mufassir mengenai istidraj hampir sama, yaitu mempersembahkan nikmat untuk manusia
dan menjadikan mereka lalai dan celaka. Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy menjelaskan
bahwa makna istidraj adalah pemanjaan agar lebih terjerumus kepada kehinaan. Begitu juga
memaknai istidraj dengan mengambil dari mereka secara berasngsur-angsur, Setapak demi
Setapak dan didekatkan dengan adzab, dan mereka tidak menyadarinya. Penjelasan para

iv
mufassir mengenai istidraj hampir sama, yaitu mempersembahkan nikmat untuk manusia
dan menjadikan mereka lalai dan celaka.
B. Konsep Istidraj
Al-Munawi dalam Faidh Al-Qadir Syarh Al-Jami Al-Shaghir mengatakan, perkara
dunia yang diinginkan hamba dalam Hadits ini berupa harta, anak, dan 4 kedudukan.
Dengan kenikmatan itu justru hamba tersebut semakin gencar dalam berbuat maksiat.
Akhirnya Allah berikan hamba tersebut istidraj (jebakan) berupa dibukanya pintu
kenikmatan lain dan hamba tersebut merasa senang dan nyaman dengan kemaksiatannya
disertai dengan hilangnya keinginan bertaubat, apalagi menyesali perbuatannya. Ibnu Katsir
dalam tafsirnya menggambarkan bentuk kehidupan hamba dalam istidraj ini adalah
dibukanya berbagai pintu rezeki dan sumber penghidupan (kedudukan, jabatan, kehormatan)
hingga terperdaya dan beranggapan diri mereka diatas segala-galanya.
Terdapat lima tahapan yang akan dialami oleh hamba yang tidak mengindahkan ajaran
Islam sebagai sebuah istidraj.
Pertama, Falamma nasuu maadzukkiru (ketika hamba melupakan peringatan-
peringatan agama). Al Thabari dalam tafsirnya berkomentar melupakan perintah agama
adalah meninggalkan perintah Allah yang disampaikan Rasulnya. Al Raghibal-Asfahani
menjelaskan, melupakan itu timbul ada kalanya disebabkan oleh hati yang lemah disertai
dengan kelalaian yang disengaja. Artinya, melupakan itu bukan berarti tidak tahu,tidak ingat
atau tidak sadar,tapi juga dalam bentuk kesengajaan,mungkin karena dianggap ajaran Islam
itu tidak sesuai dengan konteks masyarakat modern atau alasan-alasan sejenisnya.
Kedua, Fatahna ‘alaihi mabwaba kullisyai’ (Kamipun membuka semua pintu
kesenangan untuk mereka hamba). Diantara bentuk-bentuk kesenangan duniawi yang hamba
dapatkan adalah dimudahkan mendapatkan rezeki melimpah didunia. Hamba tersebut akan
dimudahkan mendapatkan kesenangan duniawi apa saja yang diinginkannya. Dengan
kesenangan-kesenanga tersebut, si hamba selalu berbuat maksiat, tidak memiliki keinginan
bertaubat dan kembali kejalan yang benar.
Ketiga, Hatta idza farihu bima utu (Hingga bila mereka gembira dengan apa yang
diberikan). Ketika hamba sedang dalam puncak kebahagiaan menikmati kesenangan
duniawinya berupa harta benda, anak banyak, dan kedudukan tinggi dikalangan manusia,
namun hidupnya masih jauh dari 5 ketaatan, jauh dari rasa empati pada orang lain, jauh dari
masjid dan jauh dari majelis ilmu.
Keempat, Akhadznahum baghtatan (Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong).
Artinya Allah akan menyiksa hamba tersebut disaat lalai. Qatadah berkomentar, bahwa

v
siksaan yang menimpa suatu kaum secara tiba-tiba adalah urusan Allah. Dan tidak sekali-
kali Allah menyiksa suatu kaum, melainkan disaat mereka tidak menyadarinya dan dalam
keadaan lalai serta tenggelam dalam kesenangan.
Kelima, Faidzahum mublisun (ketika itu mereka terdiam putus asa). Maksudnya,
mereka akan putus harapan dari semua kebaikan. Hamba tersebut telah terperdaya dengan
kesenangan duniawi dimana Hasan al-Basri mengatakan, siapa yang diberi keluasan oleh
Allah, lalu ia tidak menyadari hal itu merupakan ujian baginya, maka dia terperdaya. Sama
halnya seorang yang disempitkan oleh Allah, lalu ia tidak menyadari dirinya sedang
diperhatikan oleh Allah, maka dia juga terperdaya. Ketika Allah membiarkan seorang
hamba sengaja meninggalkan shalat, meninggalkan puasa, tidak ada perasaan berdosa ketika
bermaksiat seperti saat membuka aurat, berat untuk bersedekah, merasa bangga dengan apa
yang dimiliki dan mengabaikan semua atau mungkin sebagian perintah Allah, benci
terhadap aturan Allah, merasa umurnya panjang dan menunda-nunda taubat, enggan
menuntut dan menambah pengetahuan (khususnya agama) sertalupa akan kematian, tapi
Allah tetap memberikan hamba tersebut rezeki melimpah, kesenangan terus-menerus,
dikagumi dan dipuja puji banyak orang, tidak pernah diberikan sakit, tidak pernah diberikan
musibah, prestasi akademiknya tambah sukses, hidupnya aman-aman saja, maka hamba
tersebut harus berhati-hati karena semuanya itu adalah istidraj. Keadaan tersebut adalah
bentuk kesengajaan dan pembiaran oleh Allah pada hamba yang sengaja berpaling dari
perintah-Nya dan Allah menunda segala bentuk azab-Nya. Allah membiarkan hamba
tersebut semakin lalai dan diperbudak dunia. Semoga kita dihindarkan dari jenis hamba
seperti ini dan digolongkan oleh Allah sebagai hamba yang 6 bisa menggunakan kenikmatan
duniawi dalam ketaatan.

C. Dalil-dalil tentang Istidraj


1. Peringatan untuk Orang Kafir

‫يح َسب َّنَ َّال ِذ ْينَ َكفَر ُْٓواا َّنَ َمان ُُْ^ْملِ ْيلَهُ ْم َخ ْي ٌراِل ّ ْنَف ُُِ^ِس ِه ْم ۗا َّ ِنِ َمان ُُْ^ْملِ ْيلَهُ ْم ِلي َْزدَاد ُْٓوااِ ْث ًما ۚ َولَهُ ْم َعَذاَبٌ ُّم ِهي ٌْن‬
َْ َ‫َوال‬

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami
kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada
mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang
menghinakan.” (QS.Ali‘Imran:178)

2. Siksaan Setelah Kesenangan

vi
َ‫اب ُ ُك ِّل َ َش ْي ۗ ٍء اخ َْذ ٰنهُ ْمبَ ْغتَةً^ًَفَِاِذاَهُ ْم ُّم ْبلِسُوْ ن‬ َ ‫فر ُُِ^ِحوْ ابِ َمآااو ُْْتُ^ ُُْٓ^ْٓوا‬
َ ‫فل َّمانَسُوْ ا َماذ ُّ^ ُِِّكرُوْ ابِ ٖهفتَ ََْ^ْحنا َ َ َعلَ ْي ِه ْما َْْبَ^ َو‬ َ َ‫َح ّٰٰتّ^ ٓىاِذا‬

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun
membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka
bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan
sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS.AlAn’am:44).

3. Harta dan Kesenangan Tidak Selalu Berarti Kebaikan

ِ ۗ ‫ارعُلُهَ^َُ ْمفىِ ْال َخي ْٰر‬


‫ت‬ ِ ‫ايحسبونا َّنمانمدهمبهمن^ َّمال َّوبنَ ْيِنَ ب َْل َّ ال ْيَ ْشعرُوْ نَ ن َُس‬

“Apa kah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami 7 berikan kepada mereka itu
(berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan kebaikan kepada mereka tidak,
sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. AlMu’minun:55-56)

4. Ayat Tentang Istidraj Ditimpakan kepada Kaum Nabi yang Ingkar

ۤ ‫ث َّ ُمب َّد ْلنَا َم َكانَ َّالسيئِّ َِِةَ^ ْال َح َسنَة َح ّٰٰتّ^ى َ َعفَوْ ا َّوقَال ُُْ^ْواقَ ْد َم َّ س ٰاب ۤا َ َءنا َ َّالض‬n َّ ‫فاَخ َْذ ٰنهُ ْم بَ ْغتَةً^ًَ َّوهُ ْم الَ ْيَ ْشعرُوْ نَ َول ََْ^ْوا‬
ۤ ‫َّرا ُء َو َّالس‬
‫َّرا ُء‬
ُٓ
ِ ‫اواَّق ََْ^ْوالَفتَ ََْ^ْحنَا َعَل َْْيَ^ ِه ْمب َر ٰكتٍ ِّم َ^ن َّ الس َم ۤا ِء َوااْل ََْ^ْر‬
‫ض َو ٰل ِك ْن َك َّذب ُُْ^ْوافَاخ َْذ ٰنهُ ْمبِ َما َكان ُُْ^ْوايَ ْك ِسب ُُْ^ْو َ^ن‬ َ ‫نَا َْْهَ^اَل ْلق ُٰ^ٰٓر ٰىا َمن ُُْ^ْو‬

“Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka
bertambah banyak,dan mereka berkata: “Sesungguhnya nenek moyang kamipun telah merasai
penderitaan dan kesenangan“, maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-
konyong sedang mereka tidak menyadarinya.” “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan
bertakwa, pasti Kami akan mElimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa
yang telah mereka kerjakan.” (QS.AlA’raf:95-96).

5. Istidraj Mengantarkan pada Kebinasaan

ُ ‫َو َّال ِذ ْينَ َك َّذب ُُْ^ْوابِ ٰا ٰيتِنََِ^ا َسنَسْت ََْ^ْد ِر ُجهُ ْم ِّم ْن َحي‬
‫ْث الَيَ ْعلَ ُموْ نَ َوا ُُْ^ْملِ ْيلَهُ ْم ۗاِ َّ ِن َك ْي ِد ْي َمتيِ ٌْن‬

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka
dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan
Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Kuamat teguh.”
(QS.AlA’raf:182-183).

6. Setan Membuai Manusia, Lalu Berlepas Tangan

vii
‫ْبِر ۤيْ ٌء ِّم ْن‬ ٰ َ ‫َوا ِ ِْذزَ َّينَلَهُ ُم ال َّشي ْٰطنُا َْعَالَهُ ْم َوقَا َ الَغَالِبَلَُ ُك ُم ْاليَوْ َم ِم نَ َّ النا ِس َواِنِّ ْي َجا ٌَّرل ُ ُك ۚ ْمفَ َل َّمات َر ۤا َءتِ ْالفِئ ٰتَ ِن نَ َك‬
َِ ^َ ‫ص َعَلى َ َعقِب ْيَ ِه َوقَا َ اِنِّي‬
ِ ‫ُ ُك ْماِنِّ ْٓيا ََٰ^ٰرى َماالَت َروْ نَاِنِّ ْٓيا َخافُ ّٰٰ ّ^ َ ۗ َو ٰ ّ ُ َ َش ِد ْيد ُْال ِعقَا‬
‫ب‬

“Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan:
“Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadapmu pada hari ini,dan
sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu“. Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling
melihat (berhadapan),setan itu balik kebelakang seraya berkata: “Sesungguhnya saya berlepas
diri daripada kamu, sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat
melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah“. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.”
(QS.AlAnfal:48).

7. Ayat Tentang Istidraj Ditimpakan pada Orang yang Tidak Beriman

ۗ َ‫اِ َّ ِن َّال ِذيْن الي ُؤ ِمنوْ نباال ِخ َر ِةز َّي َّنالَهماَْعَالهمفهميَ ْع َمهُوْ ن‬

“Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami jadikan mereka
memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, maka mereka bergelimang (dalam
kesesatan).”(QS.An Naml:4)

8. Allah Memberikan Kuasa pada Orang yang Mendustakan AlQuran, untuk Kemudian
Membinasakan Mereka

ِ ۗ ‫ْث الَيَ ْعلَ ُموْ ۙنَ ف َذ ََْ^ْرنِ ْي َو َم ْن ُّي َك ِذبُّبِ ٰهذاَ ْال َح ِد ْي‬
‫ث‬ ُ ‫َسنَسْت ََْ^ْد ِر ُجهُ ْم ِّم ْن َحي‬

“Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan


Perkataan ini (Al-Quran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (kearah
kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui,” (QS.Al Qalam:44).

9. Sesungguhnya Nikmat adalah Ujian

َ ‫ك َّنا ََْ^ْك‬
َ‫ثرهُ ْم الَيَ ْعلَ ُموْ ن‬ ٰ ٌ ‫َّول ٰنه ُنِ ْع َمةً ِّم َّۙنا قَااَل ِ َّ ِن َمآاا ُُْ^ْوتِيْت ٗهُ َع َٰلى ِع ْل ٍم ۗبَ ْل ِه يَفِت َْْنَ^ة‬
ِ ‫َّول‬ ْ ‫فَِاِذاَ َم َّ سااْل ِ ْن َسانَ ضُ ٌّر َدعَان َۖاث َّ ُماِذاَ َخ‬

“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan
kepadanya nikmat dari Kami ia berkata, “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena
kepintaranku”. Sebenarnya itu adalah ujian,tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.”
(QS.AzZumar:49).

viii
BAB II
DALIL-DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG
DISEGERAKAN SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG ALLAH
TERHADAP HAMBANYA

A. Dalil, Terjemahan dan Penjelasannya

Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


‫ال‬ ‫بِع ْبَ ِد ِه‬ ُ َّ ‫فى ال ُّد ْنيا َ إذ َو اَ أ َرا َد‬ ِ َ‫إ ِذاَ أ َرا َد َّ ُ بِع ْبَ ِد ِه ا ْل َخ ْي َر َّ َعَج َل لَه ُ ا ْلعقُ ُوبَة‬
ِ ‫س َك َ َع ْنه ُ ب ِذ َْْن_َبِ ِه َحتَّ ى ي َُو َّ فى‬
‫ب ِه ي ََْ_ْو َم‬ َ ‫ش ر أ ََْ_ْم‬ َّ َّ
‫ا ْلقِيا َم ِة‬
َ

“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di
dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan
atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.”
(HR.Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani).

Juga dari hadits Anas bin Malik, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َّ ُ ‫ط فَلَه‬
َ ‫خ‬
ِ ‫س‬ ِ ‫أح َّ ب قَ ْو ًما ا ْبتاَل َ ُه ْم فَ َمنْ َر‬
َ ‫ض ىَفَ َل هُ ال ِّر‬
َ ْ‫ضا َو َمن‬ َ َ‫إ َّ ِن ِعظَ َم ا ْل َج َزا ِء َم َع ِعظَ ِم ا ْلباَل َ ِء َوإ َّ ِن َّ َ إ ِذا‬
ُ‫السخط‬
َ

“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika
Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka.
Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa
yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata
Syaikh Al Albani).

Faedah dari dua hadits di atas:

1. Musibah yang berat (dari segi kualitas dan kuantitas) akan mendapat balasan pahala yang
besar.
2. Tanda Allah cinta, Allah akan menguji hamba-Nya. Dan Allah yang lebih mengetahui
keadaan hamba-Nya. Kata Lukman -seorang sholih- pada anaknya,

‫يا بني الذهب والفضة يختبران بالنار والمؤمن يختبر‬


‫بالبالء‬

“Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas dan perak diuji keampuhannya dengan api
sedangkan seorang mukmin diuji dengan ditimpakan musibah.”

ix
3. Siapa yang ridho dengan ketetapan Allah, ia akan meraih ridho Allah dengan mendapat
pahala yang besar.
4. Siapa yang tidak suka dengan ketetapan Allah, ia akan mendapat siksa yang pedih.
5. Cobaan dan musibah dinilai sebagai ujian bagi wali Allah yang beriman.
6. Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia
dengan diberikan musibah yang ia tidak suka sehingga ia keluar dari dunia dalam keadaan
bersih dari dosa.
7. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa
yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak. Ath Thibiy berkata,
“Hamba yang tidak dikehendaki baik, maka kelak dosanya akan dibalas hingga ia datang di
akhirat penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa karenanya.”
(Lihat Faidhul Qodir, 2: 583, Mirqotul Mafatih, 5: 287, Tuhfatul Ahwadzi, 7: 65)
8. Dalam Tuhfatul Ahwadzi disebutkan, “Hadits di atas adalah dorongan untuk bersikap sabar
dalam menghadapi musibah setelah terjadi dan bukan maksudnya untuk meminta musibah
datang karena ada larangan meminta semacam ini.” Jika telah mengetahui faedah-faedah di
atas, maka mengapa mesti bersedih? Sabar dan terus bersabar, itu solusinya.

B. Contoh Kasus

Bersandar kepada Hadits shahih riwayat At-Tirmizi, Rasulullah SAW bersabda,


“Dua kejahatan yang disegerakan balasannya di dunia adalah zina dan durhaka kepada dua
ibu bapak”.

Pertama, Zina, bisa zina mata, zina hati apalagi sampai melakukan hubungan suami
istri, maka azab Allah biasanya kontan. Akan dicabut barokah hidup kita. Bahkan dalam
kesempatan yang lain dikisahkan, Allah akan memberikan balasan orang zina dengan enam
perkara, tiga di dunia dan tiga lagi di akhirat. Yang di dunia adalah hilang keceriaan wajah,
pendek umur dan senantiasa dalam keadaan susah. Sedangkan tiga ditangguhkan di akherat
adalah kemurkaan Allah, balasan yang buruk dan azab di neraka. Islam tidak mengenal
konsep abu-abu dalam beriman. Artinya, ketika seseorang sedang berzina, di manapun dan
dengan siapapun, maka saat itu ia sedang tidak beriman. Laksana kepala tanpa penutup.
Islam dia, namun pada saat kejadian itu, imannya sedang runtuh. Itulah sebabnya kadang
antara Islam dan iman seseorang tidak sejalan.

Zina hanya akan menghasilkan penyesalan yang panjang. Kenikmatan yang


diperoleh sesaat, tidak sebanding dengan derita yang dialami. Baik dirinya maupun
pasangan korban. Maraknya kasus pelecehan seksual di kalangan anak-anak yang
dilakukan oleh orang-orang terdekat (keluarga, teman) menjadi pertanda bagaimana
pelampiasan nafsu syahwat yang bertabrakan dengan koridor agama apapun. Ditambah
dengan lemahnya pengawasan orang tua dan lingkungan membuat praktekpraktek
semacam itu marak.

x
Untuk mengatasi masalah tersebut, tidak ada jalan lain kecuali membentengi diri dan
keluarga dengan agama. Dalam Al-quran bahkan sangat jelas, larangan jangan dekati zina.
Mendekati saja dilarang apalagi melakukannya. Maka, usaha usaha ekonomi yang
dibumbui dengan unsur zina, yakinlah lambat laun akan gulung tikar. Mungkin awalnya
terlihat jaya, banyak pelanggan dan sebagainya. Namun karena jauh dari ridha Allah,
usaha ekonomi itupun akan jatuh. Apapun bentuk usaha itu. Bagi kita yang tanpa sadar
terperangkap dalam situasi semacam, maka tidak ada kata lain, kecuali taubat dan segera
mengejar ampunan-Nya.

Kedua, durhaka kepada ibu bapak. Banyak di antara kita yang menyepelekan orang
tua. Abai dan tidak menaruh hormat. Bahkan tidak sedikit yang mengingkari nasab.
Menyesal mengapa dirinya dilahirkan oleh orang tua yang jelek, miskin, tidak
berpendidikan dan sebagainya. Kalau itu yang terjadi pada kita, maka marilah segera raih
ridha orang tua dengan berbuat baik kepada-nya. Berlaku sopan, berkata lembut dan
menuruti perintahnya sepanjang tidak untuk menyekutukan Allah SWT.

Dalam surat Luqman ayat 12-19 sangat jelas dan rigit, bagaimana kita harus bersikap
kepada keduanya. Bahkan sampai ketika mereka berbeda keyakinan sekalipun, kita tetap
harus berbuat baik kepadanya dengan tetap mendoakannya. Apalagi orang tua kita
seiman-seagama.

Rasul bersabda, Ridha Allah adalah ridha orang tua dan murka Allah adalah juga
karena murka orang tua kita. Maka sudah selayaknya kita buat orang tua kita tersenyum
dengan sikap kita. Pengorbanannya tidak dapat ditukar dengan harta benda dan perbuatan
baik kita kepada mereka. Dalam surat Al-Ahqaf ayat 15, “Kami perintahkan kepada
manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya, “ Dalam surat An-Nisa ayat 36,
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatupun. Dan
berbuat baiklah kepada kedua ibu bapakmu, kaum kerabat, anak yatim, orang miskin,
tetangan dekat danjauh, rekan karib dan ibnu sabil serta hamba sahaya.”

Barangkali selama ini kita berusaha, bekerja di rumah atau di kantor/instansi, rasanya
selalu mendapatkan batu sandungan tidak henti, maka tidak ada salahnya kita koreksi diri,
jangan-jangan selama ini kita sering menyakiti hati orang tua, hingga membuat mereka
tidak ridha dengan langkah hidup kita. Yuk, kita cium tangan mereka, kita gapai ridhanya
dengan semangat membahagiakannya, baik di dunia, apalagi di akhirat.

xi
BAB III
DOSA DAN KRITERIA RIBA BESERTA DALIL-DALILNYA

A. Pengertian Riba

Pengertian riba Merujuk laman islam.nu.or.id, secara bahasa (etimologi), riba


dalam bahasa Arab bermakna kelebihan atau tambahan (az-ziyadah). Kelebihan atau
tambahan ini konteksnya umum, yaitu semua tambahan terhadap pokok utang dan
harta. Untuk membedakan riba dengan tambahan keuntungan dari jual beli, pokok
utang dan harta (ra’sul mal) ini sendiri lantas dibagi menjadi dua yaitu: ribhun (laba)
dan riba. Ribhun (laba) didapatkan dari muamalah jual beli yang hukumnya halal.
Sedangkan riba adalah hasil dari adanya syarat tambahan pada kegiatan utang piutang
barang (kredit) yang waktu akhir pelunasannya tidak tentu. Secara makna istilah
(terminologi) riba adalah kelebihan/tambahan dalam pembayaran utang piutang/jual
beli yang disyaratkan sebelumnya oleh salah satu pihak.

Riba adalah suatu kegiatan pengambilan nilai tambah yang memberatkan dari akad
perekonomian, seperti jual beli atau utang piutang, dari penjual terhadap pembeli atau
dari pemilik dana kepada peminjam dana, baik diketahui bahkan tidak diketahui, oleh
pihak kedua.

Riba dapat pula dipahami hanya sebatas pada nilai tambah dari nilai pokok dalam
suatu akad perekonomian.Setelah mengetahui definisi riba, maka penting untuk
mengetahui macam-macam riba dan pengertiannya.

B. Macam-macam Riba
Secara garis besar macam-macam riba dibagi menjadi dua, yaitu riba tentang piutang
dan riba jual beli. Riba hutang piutang terbagi lagi menjadi riba Qard dan riba Jahiliyah.
Sedangkan riba jual beli terbagi menjadi riba Fadhl dan riba Nasi'ah.
1. Riba Hutang Piutang
Riba hutang piutang terbagi menjadi 2 macam, yaitu riba Qard dan riba Jahiliyah.
- Riba Qard
Riba Qard yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap
yang berhutang.
- Riba Jahiliyah
Riba Jahiliyah yaitu hutang yang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak
mampu bayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

xii
2. Riba Jual Beli
Riba jual beli terbagi juga menjadi 2, yaitu riba Fadhl dan riba Nasi'ah.
- Riba Fadhl
Riba Fadhl yaitu pertukaran antara barang-barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda dan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis 'barang ribawi'.
- Riba Nasi'ah
Riba Nasi'ah yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi dengan
jenis barang ribawi lainnya.
C. Dasar Hukum Riba
Dalam surat Al Baqarah ayat 276 dan 278, Allah SWT menyatakan memusnahkan riba
dan memerintahkan untuk meninggalkan segala bentuk riba yang masih ada. Yang menjadi
tinjauan dalam ayat ini ialah periba itu hanya mencari keuntungan dengan jalan riba, dan
pembangkang sedekah mencari keuntungan dengan jalan tidak mau membayar sedekah.
Oleh karena itu Allah menyatakan riba itu menyebabkan kurangnya harta dan tidak
berkembangnya harta. Sedang sedekah sebaliknya, yakni dapat menyebabkan bertambah
dan berkembangnya harta.Yang perlu digarisbawahi ialah bahwa jual beli tidak sama
dengan riba, oleh karenanya menjadi sangat penting untuk dapat membedakan antara riba
dan perdagangan biasa. Bisa jadi bahwa riba yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut adalah
sebagaimana yang dipahami saat Alquran diturunkan. Salah satunya adalah 'riba Al-
Jahilliya', yaitu penambahan jumlah hutang bagi peminjaman yang tidak dapat membayar
pada saat jatuh tempo.Semoga bermanfaat dan bisa menjadi referensi ilmu pengetahuan
dalam memahami apa macam-macam riba dan pengertiannya. Semoga dengan kita
memahami macam-macam riba dan pengertiannya bisa menjadi referensi.Dalam surat Ali
Imron ayat 130 yang berarti 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah, supaya kamu mendapat
keberuntungan'.
Dalam ayat ini terlihat jelas tentang pengharaman riba, namun masih bersifat belum
secara menyeluruh. Sebab pengharaman riba dalam ayat tersebut baru pada riba yang
berlipat ganda dan sangat memberatkan bagi si peminjam. Dalam surat Al Baqarah ayat
276, yang berarti 'Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa'.
Begitu pula dengan surat Al Baqarah ayat 278, yang berarti 'Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman'.

xiii
Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, berikut
ini sejumlah dalil haramnya riba:
1. Allah SWT mengharamkan secara tegar praktik riba. Allah SWT berfirman:

‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ۡالبَ ۡي َع َو َح َّر َم الر ِّٰبوا‬

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Al Baqarah: 275).

2. Kemudian Allah juga memerintahkan orang-orang beriman untuk menghentikan praktik


riba. Allah berfirman:

َ‫ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َو َذر ُۡوا َما بَقِ َى ِمنَ الر ِّٰبٓوا اِ ۡن ُك ۡنتُمۡ ُّم ۡؤ ِمنِ ۡين‬

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
beIum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman" (Al Baqarah 278).

3. Allah SWT mengancam akan memerangi orang-orang yang tidak menuruti perintah-Nya
untuk meninggalkan riba. Allah berfirman:

‌‫ب ِّمنَ هّٰللا ِ َو َرس ُۡولِ ٖ ۚه‬


ٍ ‫فَا ِ ۡن لَّمۡ ت َۡف َعلُ ۡوا فَ ۡا َذنُ ۡوا بِ َح ۡر‬

"Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa
Allah dan RasulNya akan memerangimu." (QS Al Baqarah 279).

Atas ayat ini, Imam Al Qurthubi menjelaskan, ketika Imam Malik ditanya seseorang
yang mengatakan, "Istri saya tertalak jika ada yang masuk ke dalam rongga anak Adam
lebih buruk daripada khamr." Dia berkata," Pulanglah, aku cari dulu jawaban pertanyaanmu!
Keesokan harinya orang tersebut datang dan Imam Malik mengatakan hal serupa. Setelah
beberapa hari orang itu datang kembali dan imam Malik berkata, "Istrimu tertalak. Aku
telah mencari dalam seluruh ayat Alquran dan hadits Nabi tidak aku temukan yang paling
buruk yang masuk ke rongga anak Adam selain riba, karena Allah memberikan sanksi
pelakunya dengan berperang melawanNya." (Lihat Tafsir Al Qurthubi).

4. Dan Allah berjanji akan memasukkan pelaku riba ke dalam neraka kekal selamanya. Allah
berfirman:

َ ^ِ‫ولٓ ِٕٕٮ‬
ۡ َ‫ك ا‬
ُ‫ص ٰحب‬ ٰ ُ ‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ۡالبَ ۡي َع َو َح َّر َم الر ِّٰبوا‌ ؕ فَ َم ۡن َجٓا َء ٗه َم ۡو ِعظَةٌ ِّم ۡن َّرب ِّٖه فَ ۡانتَ ٰهى فَلَهٗ َما َسلَفَ ؕ َواَمۡ ر ُٗۤه اِلَى هّٰللا ِ‌ؕ َو َم ۡن عَا َد فَا‬
َ‫ار هُمۡ فِ ۡيهَا ٰخلِد ُۡون‬ ‌ِۚ َّ‫الن‬

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya Iarangan dari Tuhannya, laIu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang Iarangan) dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka mereka kekaI di dalamnya (QS Al Baqarah 275).

xiv
Dalam hadits, Nabi ‫ ﷺ‬juga memerintahkan agar seorang muslim menjauhi riba.

1. Riba termasuk salah satu dari tujuh dosa besar. Nabi SAW bersabda:

َّ‫س الَّتِي َح َّر َم هَّللا ُ إِال‬


ِ ‫ َوقَ ْت ُل النَّ ْف‬،ُ‫ َوالسِّحْ ر‬،ِ ‫ك بِاهَّلل‬
ُ ْ‫ َو َما ه َُّن قَا َل " ال ِّشر‬،ِ ‫ قَالُوا يَا َرسُو َل هَّللا‬." ‫ت‬ ِ ‫اجْ تَنِبُوا ال َّس ْب َع ْال ُموبِقَا‬
"‫ت‬ ِ َ‫ت ْالغَافِال‬ ِ ‫ت ْال ُم ْؤ ِمنَا‬ َ ْ‫ َوقَ ْذفُ ْال ُمح‬،‫ف‬
ِ ‫صنَا‬ ِ ْ‫ َوالتَّ َولِّي يَوْ َم ال َّزح‬،‫ َوأَ ْك ُل َما ِل ْاليَتِ ِيم‬،‫ َوأَ ْك ُل ال ِّربَا‬،ِّ‫بِ ْال َحق‬

"Jauhi tujuh hal yang membinasakan! Para sahabat berkata, "Wahai, Rasulullah! apakah itu?
Beliau bersabda, "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa
haq, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh
wanita beriman yang Ialai berzina" (Muttafaq 'alaih).

2. Dosa riba setara dengan perbuatan dosa seseorang menzinahi ibundanya. Diriwayatkan dari
Baraa' bin 'Azib RA bersabda:

‫إتيان الرَّج ِل أ َّمه‬


ِ ‫الرِّبا اثنان وسبعون بابًا أدناها مث ُل‬

"Dosa riba terdiri dari 72 pintu. Dosa riba yang paling ringan adalah bagaikan seorang Iaki-
Iaki yang menzinai ibu kandungnya." (HR Thabrani).

Salah seorang perawi hadits ini bernama Umar bin Rashid. Dia dhukumi lemah oleh
mayoritas ulama hadits.

3. Lebih besar dari zina. Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi ‫ﷺ‬
bersabda:

‫إن الدرهم يصيبه الرجل من الربا أعظم عند اللهفي الخطيئة من ست وثالثين زنية يزنيها الرجل‬

"Sesungguhnya satu dirham yang didapatkan seorang Iaki-laki dari hasil riba Iebih besar
dosanya di sisi Allah daripada berzina 36 kali." (HR Ibnu Abi Dunya).

4. Laknat untuk para pelaku riba. Begitu besarnya dosa riba, pantas Rasulullah melaknat
pelakunya sebagaimana diriwayatkan Jabir RA,

‫لَ َعنَ َرسُو ُل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم آ ِك َل ال ِّربَا َو ُمو ِكلَهُ َو َكاتِبَهُ َو َشا ِه َد ْي ِه َوقَا َل هُ ْم َس َوا ٌء‬

"Rasulullah ‫ ﷺ‬mengutuk orang yang makan harta riba, yang memberikan riba,
penulis transaksi riba dan kedua saksi transaksi riba. Mereka semuanya sama (berdosa)."
(HR Muslim).

Riba dalil larangan riba haramnya riba alquran melarang riba al baqarah 275 al baqarah 278
al baqarah 279.

xv
BAB IV
KEUTAMAAN SHADAQOH BESERTA DALIL-DALILNYA

Dikutip dari Keutamaan bersedekah bagi umat Islam beserta dalil-dalilnya © 2020 brilio.net

Bersedekah adalah suatu ibadah yang dapat kita lakukan kapan saja. Bersedekah
sangat dianjurkan dalam Islam.Dengan bersedekah, hubungan bersosial bisa menjadi
lebih baik. Bersedekah juga menjauhkan diri dari sikap sombong dan angkuh.
Memberikan sesuatu dengan ikhlas kepada oang lain dapat meringankan beban
mereka.Sedekah berasal dari bahasa Arab "shadaqoh" yang artinya adalah suatu
pemberian dari seorang muslim kepada orang lain secara sukarela tanpa adanya batasan
waktu dan jumlah tertentu.Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 114 yang
menyuruh umat muslim untuk senantiasa berbuat kebaikan salah satunya dengan
bersedekah.

Laa khaira fii kasiirim min najwaahum illaa man amara bisadaqatin au ma'rufin
au islaahim bainan-naas, wa may yaf'al zaalikabtigaa'a mardaatillaahi fa saufa nu'tiihi
ajran 'aziimaaArtinya:

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari
orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari
keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar."

A. Bentuk-bentuk sedekah

Bersedekah tak hanya berupa harta, tapi bisa dengan apapun seperti menolong
orang lain dengan tenaga dan pikirannya, senyum, memberi nafkah keluarga,
mengajarkan ilmu, berdzikir, dan lain sebagainya.Cakupan bersedekah dalam Islam itu
sangat luas. Namun, agar lebih utama, harta benda yang kita miliki juga harus
disedekahkan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Ayat-ayat tentang bersedekah

Allah telah menjelaskan dalam beberapa ayat mengenai sedekah. Di antaranya sebagai berikut:

xvi
1. Surat Al Baqarah ayat 177.

Laisal-birra an tuwallu wujuhakum qibalal-masyriqi wal magribi wa laakinnal


birra man aamana billaahi wal yaumil aakhiri wal malaa'ikati wal kitaabi wan
nabiyyiin, wa aatal maala 'alaa hubbihii zawil qurbaa wal yataamaa wal masaakiina
wabnas sabiili was saa'iliina wa fir riqaab, wa aqaamas-salaata wa aatazczakaah, wal-
mufuna bi'ahdihim izaa 'aahadu, was-saabiriina fil ba'saa'i wad-darraa'i wa hiinal-ba's,
ulaa'ikallaziina sadaqu, wa ulaa'ika humul muttaqunArtinya:

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan
zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar
dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."2. Surat Al Baqarah ayat 254.

Yaa ayyuhallaziina aamanuu anfiqu mimmaa razaqnaakum ming qabli ay ya'tiya yaumul laa
bai'un fiihi wa laa khullatuw wa laa syafaa'ah, wal-kaafiruna humuz-zaalimunArtinya:

"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah
Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan
tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim."3. Surat Al
Baqarah ayat 274.

Allaziina yunfiquna amwaalahum bil-laili wan-nahaari sirraw wa 'alaaniyatan fa lahum


ajruhum 'inda rabbihim, wa laa khaufun 'alaihim wa laa hum yahzanunArtinya:

"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan
terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."

Keutamaan sedekah.

1. Bersedekah tidak akan mengurangi rezeki.Jika kita melakukan sedekah, hal tersebut tidak
akan mengurangi harta atau rezeki kita. Justru Allah akan menggantinya dengan rezeki yang
sebaik-baiknya.Seperti dalam firman Allah pada Alquran surat Saba ayat 39 yang berbunyi:

xvii
“Qul inna rabbii yabsutur-rizqa limay yasyaa'u min 'ibaadihii wa yaqdiru lah, wa maa
anfaqtum min syai'in fa huwa yukhlifuh, wa huwa khairur raaziqiin: Artinya:

Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya


di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi
rezeki yang sebaik-baiknya."
2. Membuka pintu rezeki.Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanny Rosulullah
Shallallahu’ alaihi wasallam bersabda :
"Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun dua
malaikat.” Lalu salah satunya berkata,
"Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya", sedangkan yang
satunya lagi berkata, "Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang
menahan hartanya (bakhil)." (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Dari hadits tersebut dijelaskan
bahwa bersedekah justru akan membuka pintu rezeki yang baru.
3. Dapat menghapus dosa-dosa.Rasulullah bersabda, "Sedekah dapat menghapus dosa
sebagaimana air memadamkan api." (HR. Tirmidzi)Allah hanya akan mengampuni dosa-
dosa seseorang yang telah bersedekah dengan syarat orang tersebut mengikutinya dengan
taubat. Dan jika seseorang melakukan sedekah dengan niat agar dosa-dosanya dianggap
impas, maka sesungguhnya hal ini tidaklah dibenarkan.
4. Dijauhkan dari api neraka.Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda, "Jauhilah
neraka walupun hanya dengan (sedekah) sebiji kurma, kalau kamu tidak menemukan
sesuatu, maka dengan omongan yang baik." (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).
5. Merupakan amal jariyah.Sedekah merupakan salah satu amal jariyah yang pahalanya tidak
akan pernah putus, bahkan saat kita sudah meninggal. Rasulullah bersabda, "Jauhilah neraka
walupun hanya dengan (sedekah) sebiji kurma, kalau kamu tidak menemukan sesuatu, maka
dengan omongan yang baik." (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim.)

xviii
BAB V
SIFAT TAKDIR KEMATIAN BERSERTA DALIL-DALILNYA

Dalam Islam, orang yang banyak mengingat kematian disebutkan oleh Rasulullah
SAW sebagai orang yang cerdas. Hikmahnya, hati semakin tenteram dan tidak terlalu
banyak angan-angan. Karena sebenarnya, sumber dari kesusahan dan masalah adalah
banyaknya keinginan. Saat memiliki banyak keinginan, otak akan berputar mencari cara
untuk memenuhinya, sehingga menjadi lalai dari kehidupan setelah kematian.

Ada banyak sekali ayat Alquran tentang kematian. Ini bisa digunakan sebagai
pengingat untuk memperbanyak amalan shaleh. Beberapa di antaranya yakni:

1. Ayat Alquran tentang Kematian yang Pasti

َ‫ت فَهُ ُم ْٱل ٰ َخلِ ُدون‬


َّ ‫ك ْٱل ُخ ْل َد ۖ أَفَإ ِ ۟ين ِّم‬
َ ِ‫َو َما َج َع ْلنَا لِبَ َش ٍر ِّمن قَ ْبل‬

Artinya: “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu
(Muhammad); maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? (QS Al-Anbiya: 34).

2. Ayat Alquran tentang Kematian Sebagai Takdir Manusia

َ‫ت ۗ َونَ ْبلُو ُكم بِٱل َّش ِّر َو ْٱل َخي ِْر فِ ْتنَةً ۖ َوإِلَ ْينَا تُرْ َجعُون‬
ِ ْ‫س َذٓائِقَةُ ْٱل َمو‬
ٍ ‫ُكلُّ نَ ْف‬

Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada
Kamilah kamu dikembalikan,” (QS Al-Anbiya: 35)

3. Ayat Alquran tentang Kematian dan Amal

‫ق ْٱل َموْ تَ َو ْٱل َحيَ ٰوةَ لِيَ ْبلُ َو ُك ْم أَيُّ ُك ْم أَحْ َسنُ َع َماًل ۚ َوهُ َو ْٱل َع ِزي ُز ْٱل َغفُو ُر‬
َ َ‫ٱلَّ ِذى خَ ل‬

Artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (QS Al-Mulk: 2)

xix
4. Ayat Alquran tentang Kematian yang Tidak Bisa Ditunda

َ‫َولِ ُكلِّ أُ َّم ٍة أَ َج ٌل ۖ فَإ ِ َذا َجٓا َء أَ َجلُهُ ْم اَل يَ ْستَأْ ِخرُونَ َسا َعةً ۖ َواَل يَ ْستَ ْق ِد ُمون‬

Artinya: “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya
mereka tidak dapat mengundurkan-nya barang sesaat-pun dan tidak dapat (pula)
memajukan-nya,” (QS Al A’raf: 34)

5. Ayat Alquran tentang Kematian Sebagai Musibah

َّ ٰ ‫ت ۗ َوبَ ِّش ِر ٱل‬


َ‫صبِ ِرين‬ ِ ُ‫ص ِّمنَ ٱأْل َ ْم ٰ َو ِل َوٱأْل َنف‬
ِ ‫س َوٱلثَّ َم ٰ َر‬ ِ ‫ف َو ْٱلج‬
ٍ ‫ُوع َونَ ْق‬ ِ ْ‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُكم بِ َش ْى ٍء ِّمنَ ْٱل َخو‬

Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa (kematian) dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar,” (QS Al-Baqarah: 155).

6. Ayat Alquran tentang Kematian Syuhada

َ‫وا فِى َسبِي ِل ٱهَّلل ِ أَ ْم ٰ َو ۢتًا ۚ بَلْ أَحْ يَٓا ٌء ِعن َد َربِّ ِه ْم يُرْ َزقُون‬
۟ ُ‫َواَل تَحْ َسبَ َّن ٱلَّ ِذينَ قُتِل‬

Artinya: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati;
bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki,” (Q.S Ali Imran: 169).

7. Ayat Alquran tentang Kematian Atas Izin Allah

ۚ ‫اب ٱلْ َءا ِخ َر ِة نُ ْؤتِ ِهۦ ِم ْنهَا‬ َ ‫س أَن تَ ُموتَ إِاَّل بِإ ِ ْذ ِن ٱهَّلل ِ ِك ٰتَبًا ُّم َؤ َّجاًل ۗ َو َمن ي ُِر ْد ثَ َو‬
َ ‫اب ٱل ُّد ْنيَا نُ ْؤتِ ِهۦ ِم ْنهَا َو َمن ي ُِر ْد ثَ َو‬ ٍ ‫َو َما َكانَ لِنَ ْف‬
َ‫َو َسنَجْ ِزى ٱل ٰ َّش ِك ِرين‬

Artinya: “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai
ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya

xx
Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat,
Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan dan
kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur,” (QS Ali Imran: 145)

8. Ayat Alquran tentang Kematian Orang Zalim

ٓ ٰ ‫نز ُل ِم ْث َل َمٓا أَنزَ َل ٱهَّلل ُ ۗ َولَوْ ت ََر‬


‫ى إِ ِذ‬ ُ َ َ‫ى َولَ ْم يُو َح إِلَ ْي ِه َش ْى ٌء َو َمن ق‬ َّ َ‫وح َى إِل‬ِ ُ‫ال أ‬ ْ َ‫َو َم ْن أ‬
َ َ‫ظلَ ُم ِم َّم ِن ٱ ْفتَ َر ٰى َعلَى ٱهَّلل ِ َك ِذبًا أَوْ ق‬
ِ ‫ال َسأ‬
ٓ ٰ
‫اب ْٱلهُو ِن بِ َما ُكنتُ ْم تَقُولُونَ َعلَى ٱهَّلل ِ َغي َْر‬ َ ‫ت َو ْٱل َم ٰلَئِ َكةُ بَا ِسطُ ٓو ۟ا أَ ْي ِدي ِه ْم أَ ْخ ِرج ُٓو ۟ا أَنفُ َس ُك ُم ۖ ْٱليَوْ َم تُجْ َزوْ نَ َع َذ‬
ِ ْ‫ت ْٱل َمو‬
ِ ‫ٱلظَّلِ ُمونَ فِى َغ َم ٰ َر‬
ِّ ‫ْٱل َح‬
َ‫ق َو ُكنتُ ْم ع َْن َءا ٰيَتِِۦه تَ ْستَ ْكبِرُون‬

Artinya: “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang berdusta terhadap Allah atau
yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatu-pun
kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan
Allah”.

xxi
BAB VI
KEWAJIBAN AMAR MKARUF – NAHI MUNKAR
BERSERTA DALIL-DALINYA

Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Menurut Hukum Islam AMAR MA’RUF NAHI
MUNGKAR MENURUT HUKUM ISLAM Oleh Ustadz Kholid Syamhudi Amar
ma’ruf nahi mungkar merupakan kekhususan dan keistimewaan umat Islam yang akan
mempengaruhi kemulian umat Islam. Sehingga Allah kedepankan penyebutannya dari
iman dalam firman-Nya,

ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬


ِ ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهللِ َولَوْ َءا َمنَ أَ ْه ُل ْال ِكتَا‬
‫ب لَ َكانَ َخ ْيرًا لَّهُ ْم ِّم ْنهُ ُم‬ ِ َّ‫ت لِلن‬ ْ ‫ُكنتُ ْم خَ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
َ‫ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َوأَ ْكثَ َرهُ ُم ْالفَا ِسقُون‬

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.“ [Ali Imron :110] Demikian pula, Allah
membedakan kaum mukminin dari kaum munafikin dengan hal ini. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,

َ‫صالَةَ َوي ُْؤتُونَ ال َّز َكاةَ َوي ُِطيعُون‬ ِ ‫ْض يَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َّ ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َويُقِي ُمونَ ال‬ ٍ ‫ضهُ ْم أَوْ لِيَآ ُء بَع‬ ُ ‫َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َو ْال ُم ْؤ ِمن‬
ُ ‫َات بَ ْع‬
‫َزي ٌز َح ِكي ُُم‬ َ ِ‫هللاَ َو َرسُولَهُ أُوْ الَئ‬
ِ ‫ك َسيَرْ َح ُمهُ ُم هللاُ إِ َّن هللاَ ع‬

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi
penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari
yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-
Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” [At-Taubah:71]

Ketika membawakan kedua ayat diatas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
”Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan, umat Islam adalah umat
terbaik bagi segenap umat manusia. Umat yang paling memberi manfaat dan baik
kepada manusia. Karena mereka telah menyempurnakan seluruh urusan kebaikan dan
kemanfaatan dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Mereka tegakkan hal itu dengan jihad
di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka. Inilah anugerah yang sempurna bagi
manusia. Umat lain tidak memerintahkan setiap orang kepada semua perkara yang

xxii
ma’ruf (kebaikan) dan melarang semua kemungkaran. Merekapun tidak berjihad untuk
itu. Bahkan sebagian mereka sama sekali tidak berjihad.

Adapun yang berjihad seperti Bani Israil, kebanyakan jihad mereka untuk
mengusir musuh dari negerinya. Sebagaimana orang yang jahat dan dzalim berperang
bukan karena menyeru kepada petunjuk dan kebaikan, tidak pula untuk amar ma’ruf
nahi mungkar. Hal ini digambarkan dalam ucapan Nabi Musa Alaihissallam.

َ‫َّارين‬ِ ‫ار ُك ْم فَتَنقَلِبُوا خَا ِس ِرينَ قَالُوا يَا ُمو َسى إِ َّن فِيهَا قَوْ ًما َجب‬ ِ َ‫َب هللاُ لَ ُك ْم َوالَ تَرْ تَ ُّدوا َعلَى أَ ْدب‬
َ ‫ض ْال ُمقَ َّد َسةَ الَّتِي َكت‬
َ ْ‫يَاقَوْ ِم ا ْد ُخلُوا ْاألَر‬
‫َوإِنَّا لَن نَّ ْد ُخلَهَا َحتَّى يَ ْخ ُرجُوا ِم ْنهَا فَإِن يَ ْخ ُرجُوا ِم ْنهَا فَإِنَّا دَا ِخلُونَ قَا َل َر ُجالَ ِن ِمنَ الَّ ِذينَ يَ َخافُونَ أَ ْن َع َم هللاُ َعلَ ْي ِه َما ا ْد ُخلُوا َعلَ ْي ِه ُم‬
َ‫اب فَإِذاَ َد َخ ْلتُ ُموهُ فَإِنَّ ُك ْم غَالِبُونَ َو َعلَى هللاِ فَتَ َو َّكلُوا إِن ُكنتُم ُّم ْؤ ِمنِينَ قَالُوا يَا ُمو َسى إِنَّا لَن نَّ ْد ُخلَهَآ أَبَدًا َما دَا ُموا فِيهَا فَ ْاذهَبْ أَنت‬
َ َ‫ْالب‬
َ‫ك فَقَاتِآلَ إِنَّا هَاهُنَا قَا ِع ُدون‬ َ ‫َو َر ُّب‬

”Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan
janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi
orang-orang yang merugi. Mereka berkata,”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada
orang-orang yang gagah perkasa. Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya
sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan
memasukinya”. Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang
Allah telah memberi nikmat atas keduanya,”Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang
(kota) itu. Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah
hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. Mereka
berkata,”Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka
ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. [Al-Maidah : 21-24]

Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

ْ‫ال هَل‬َ َ‫يل هللاِ ق‬ ِ ِ‫ث لَنَا َملِ ًكا نُّقَاتِلْ فِي َسب‬ْ ‫إل ِمن بَنِى إِ ْس َرا ِءي َل ِمن بَ ْع ِد ُمو َسى إِ ْذ قَالُوا لِنَبِ ٍّي لَّهُ ُم ا ْب َع‬ ِ ‫أَلَ ْم تَ َر إِلَى ْال َم‬
َ ِ‫ارنَا َوأَ ْبنَآئِنَا فَلَ َّما ُكت‬ ُ
‫ب‬ ِ َ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْالقِتَا ُل أَالَّ تُقَاتِلُوا قَالُوا َو َمالَنَآ أَالَّ نُقَاتِ َل فِي َسبِي ِل هللاِ َوقَ ْد أ ْخ ِرجْ نَا ِمن ِدي‬ َ ِ‫َع َس ْيتُ ْم إِن ُكت‬
َ‫َعلَ ْي ِه ُم ْالقِتَا ُل ت ََولَّوْ ا إِالَّ قَلِيالً ِّم ْنهُ ْم َوهللاُ َعلِي ُُم بِالظَّالِ ِمين‬

“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil (sesudah Nabi Musa wafat)
ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka, “Angkatlah untuk kami seorang raja
supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka menjawab,
”Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang.” Mereka
menjawab, ”Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami

xxiii
telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami.” Maka tatkala perang itu
diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa orang saja diantara mereka.
Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang dzalim“. [Al-Baqarah:246]

Mereka berperang lantaran diusir dari tanah air beserta anak-anak mereka. Sudah
demikian ini, mereka pun masih melanggar perintah. Sehingga tidak dihalalkan begi
mereka harta rampasan perang. Demikan juga tidak boleh mengambil budak-budak
tawanan perang. Demikianlah anugerah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat
Islam. Dia menjadikan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai salah satu tugas penting
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan beliau diutus untuk itu, sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

‫ف‬ِ ْ‫ي األُ ِّمي ال ِذيْ يَ ِج ُدوْ نَهُ َم ْكتُوْ بًا ِع ْن َدهُ ْم فِ ْي التَّوْ َرا ِة َو ْا ِإل ْن ِج ْي ِل يَأْ ُم ُرهُ ْم بِ ْال َم ْعرُو‬ َّ ِ‫ال ِذ ْينَ يَتَّبِعُوْ َ^ن ال َّرسُوْ َل النَّب‬
ْ ‫ض ُع َع ْنهُ ْم إِصْ َرهُ ْم َو ْاألَ ْغالَ َل الَّتِي َكان‬
‫َت َعلَ ْي ِه ْم‬ َ َ‫ث َوي‬ َ ِ‫ت َويُ َح ِّر ُم َعلَ ْي ِه ُم ْالخَ بَائ‬
ِ ‫َويَ ْنهَاهُ ْم َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َويُ ِحلُّ لَهُ ُم الطَّيِّبَا‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن‬ َ ِ‫َصرُوْ هُ َواتَّبَعُوْ ا ال ُّنوْ َر الَّ ِذيْ أَ ْن َز َل َم َعهُ أُوْ لَئ‬
َ ‫فَالَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوْ ا َو َع َزرُوْ هُ َون‬

“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan
yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi
mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang
dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang
yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang
yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung“. [Al-
A’raaf : 157).

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan orang-orang yang selalu


mewarisi tugas utama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, bahkan
memerintahkan umat ini untuk menegakkannya, dalam firman-Nya.

ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئِكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang
yang beruntung“. [Al-Imron:104]

Problematika Paling Krusial Yang Harus Direnungkan Kaum Muslimin Dewasa


Ini Tugas penting ini sangat luas jangkauannya, baik zaman atau tempat. Meliputi

xxiv
seluruh umat dan bangsa dan terus bergerak dengan jihad dan penyampaian ke seluruh
belahan dunia. Tugas ini telah diemban umat Islam sejak masa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam sampai sekarang hingga hari kiamat nanti.

Dalam HUKUM AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR, Amar ma’ruf nahi


mungkar merupakan kewajiban yang dibebankan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
umat Islam sesuai kemampuannya. Ditegaskan oleh dalil Al Qur’an dan As-Sunnah
serta Ijma’ para Ulama. Dalil Al Qur’an Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئِكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang
yang beruntung“.[Al-Imran:104].

Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini,”Maksud dari ayat ini, hendaklah
ada sebagian umat ini yang menegakkan perkata ini”. Dan firman-Nya.

ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬


ِ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهلل‬ ْ ‫ُكنتُ ْم خَ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت لِلن‬

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah“. [Al-Imran :110].

Umar bin Khathab berkata ketika memahami ayat ini,”Wahai sekalian manusia,
barang siapa yang ingin termasuk umat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah
darinya”. Dalil Sunnah Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

ِ ‫ك أَضْ َعفُ ا ِإلي َم‬


‫ان‬ َ ِ‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذل‬

“Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak
mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-
lemahnya iman“. [HR Muslim].

Sedangkan Ijma’ kaum muslimin, telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
Ibnu Hazm Adz Dzahiriy, beliau berkata, “Seluruh umat telah bersepakat mengenai
kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar, tidak ada perselisihan diantara mereka
sedikitpun”.

xxv
Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata,”Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menegaskan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar melalui beberapa ayat dalam Al
Qur’an, lalu dijelaskan Rasulullah n dalam hadits yang mutawatir. Dan para salaf serta
ahli fiqih Islam telah berkonsensus atas kewajibannya”.

An-Nawawi berkata,”telah banyak dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah serta Ijma


yang menunjukkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar”. Asy-Syaukaniy berkata,
”Amar ma’ruf nahi mungkar termasuk kewajiban, pokok serta rukun syari’at terbesar
dalam syariat. Dengannya sempurna aturan Islam dan tegak kejayaannya”.

Jelaslah kewajiban umat ini untuk beramar ma’ruf nahi mungkar. Amar ma’ruf
nahi mungkar sebagai satu kewajiban atas umat Islam, bagaimanakah derajat
kewajibannya? Apakah fardhu ‘ain ataukah fardhu kifayah? Para ulama berselisih
tentang hal ini. Pendapat pertama memandang kewajiban tersebut adalah fardhu ‘Ain.
Ini merupakan pendapat sejumlah ulama, diantaranya Ibnu Katsir, Az Zujaaj, Ibnu
Hazm. Mereka berhujjah dengan dalil-dalil syar’i, diantaranya:

1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.


ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئِكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-
orang yang beruntung“. [Ali Imran:104] Mereka mengatakan bahwa kata ‫ ِم ْن‬dalam ayat ‫ِم ْن ُك ْم‬
untuk penjelas dan bukan untuk menunjukkan sebagian. Sehingga makna ayat, jadilah
kalian semua umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
َ ِ‫ َوأُوْ الَئ‬Menegaskan
mencegah dari yang munkar. Demikian juga akhir ayat yaitu: َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
bahwa keberuntungan khusus bagi mereka yang melakukan amalan tersebut. Sedangkan
mencapai keberuntungan tersebut hukumnya fardhu ‘ain. Oleh karena itu memiliki sifat-
sifat tersebut hukumnya wajib ‘ain juga. Karena dalam kaedah disebutkan: ‫َما الَ يَتِ ُّّم ْال َوا ِجبُ إِالَّ بِ ِه‬
َ ^ُ‫ فَه‬Satu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu
ٌ‫^و َوا ِجب‬
hukumnya wajib.
2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
ِ ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهللِ َولَوْ َءا َمنَ أَ ْه ُل ْال ِكتَا‬
‫ب لَ َكانَ َخ ْيرًا لَّهُ ْم‬ ِ َّ‫ت لِلن‬ ْ ‫ُكنتُ ْم خَ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
َ‫ِّم ْنهُ ُم ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َوأَ ْكثَ َرهُ ُم ْالفَا ِسقُون‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab

xxvi
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik“. [Ali Imran:110] Dalam ayat ini, Allah
Subhanahu wa Ta’ala menjadikan syarat bergabung dengan umat Islam yang terbaik, yaitu
dengan amar ma’ruf nahi mungkar dan iman. Padahal bergabung kepada umat ini,
hukumnya fardu ‘ain. Sebagaimana firman-Nya: ‫صالِحًا َوقَ^^ا َل‬ َ ‫َو َم ْن أَحْ َسنُ قَوْ الً ِّم َّمن َدعَآ إِلَى هللاِ َو َع ِم َل‬
َ‫“ إِنَّنِى ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِمين‬Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-
orang yang berserah diri.” [Fushilat :33] Sehingga memiliki sifat-sifat tersebut menjadi
fardhu ‘ain. Sebagaimana Umar bin Al Khathab menganggapnya sebagai syarat Allah bagi
orang yang bergabung ke dalam barisan umat Islam. Beliau berkata setelah membaca surat
Ali Imran:110,”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang ingin termasuk umat tersebut,
hendaklah menunaikan syarat Allah darinya” Sedangkan pendapat kedua memandang amar
ma’ruf nahi mungkar fardhu kifayah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama. Diantara
mereka yang menyatakan secara tegas adalah Abu Bakr Al-Jashash [12], Al-Mawardiy, Abu
Ya’la Al-Hambaliy, Al Ghozaliy, Ibnul Arabi, Al Qurthubiy [13], Ibnu Qudamah [14], An-
Nawawiy [15], Ibnu Taimiyah [16] , Asy-Syathibiy [17] dan Asy-Syaukaniy [18]. Mereka
berhujjah dengan dalil-dalil berikut ini:
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئِكَ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang
yang beruntung“. [Ali Imran:104] Mereka mengatakan bahwa kata ‫ ِم ْن‬dalam ayat ‫ ِم ْن ُك ْم‬untuk
menunjukkan sebagian. Sehingga menunjukkan hukumnya fardhu kifayah. Imam Al Jashash
menyatakan,”Ayat ini mengandung dua makna. Pertama, kewajiban amar ma’ruf nahi
mungkar. Kedua, yaitu fardu kifayah. Jika telah dilaksanakan oleh sebagian, maka yang lain
tidak terkena kewajiban”.[19] Ibnu Qudamah berkata,”Dalam ayat ini terdapat penjelasan
hukum amar ma’ruf nahi mungkar yaitu fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain”.[20]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
َ ‫َو َما َكانَ ْال ُم ْؤ ِمنُونَ لِيَ ْنفِرُوا َكآفَةً فَلَوْ الَ نَفَ َر ِمن ُك ِّل فِرْ قَ ٍة ِمنهُ ْم‬
‫طآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّي ِن َولِيُن ِذرُوا قَوْ َمهُ ْم ِإ َذا َر َجعُوا إِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم‬
َ‫يَحْ َذرُون‬
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga

xxvii
dirinya“. [At-Taubah : 122] Hukum tafaquh fiddin (memperdalam ilmu agama) adalah
fardhu kifayah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan sekelompok kaum
mukminin dan tidak semuanya untuk menuntut ilmu.
Oleh karena itu orang yang belajar dan menuntut ilmu tersebut yang bertanggung jawab
memberi peringatan, bukan seluruh kaum muslimin. Demikian juga jihad, hukumnya fardhu
kifayah. Syeikh Abdurrahman As Sa’diy menyatakan,”Sepatutnya kaum muslimin
mempersiapkan orang yang menegakkan setiap kemaslahatan umum mereka. Orang yang
meluangkan seluruh waktunya dan bersungguh-sungguh serta tidak bercabang, untuk
mewujudkan kemaslahatan dan kemanfatan mereka. Hendaklah arah dan tujuan mereka
semuanya satu, yaitu menegakkan kemaslahatan agama dan dunianya”[21]
Tidak semua orang dapat menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Karena orang yang
menegakkannya harus memiliki syarat-syarat tertentu. Seperti mengetahui hukum-hukum
syari’at, tingkatan amar makruf nahi mungkar, cara menegakkannya, kemampuan
melaksanakannya. Demikian juga dikhawatirkan bagi orang yang beramar ma’ruf nahi
mungkar bila tanpa ilmu akan berbuat salah. Mereka memerintahkan kemungkaran dan
mencegah kema’rufan atau berbuat keras pada saat harus lembut dan sebaliknya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
‫ف َونَهَوْ ا َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوهلِل ِ عَاقِبَةُ ْاألُ ُموْ ِر‬
ِ ْ‫صالَةَ َو َءاتَ ُوا ال َّز َكاةَ َوأَ َمرُوْ ا بِ ْال َم ْعرُو‬
َّ ‫ض أَقَا ُموْ ا ال‬
ِ ْ‫ال ِّذ ْينَ إِ ْن َم َّكنَّاهُ ْم فِ ْي ْاألَر‬
“(yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya
mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah
dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah lah kembali segala urusan“. [QS. 22:41]
Imam Al Qurthubiy berkata,”Tidak semua orang diteguhkan kedudukannya dimuka
bumi, sehingga hal tersebut diwajibkan secara kifayah kepada mereka yang diberi
kemampuan untuknya”[22] Oleh karena itu Syeikh Islam Ibnu Taimiyah
menyatakan,”Demikian kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini tidak diwajibkan
kepada setiap orang, akan tetapi merupakan fardhu kifayah” [23] Akan tetapi hukum ini
bukan berarti menunjukkan bolehnya seseorang untuk tidak berdakwah, atau beramar
makruf nahi mungkar. Karena terlaksananya fardhu kifayah ini dengan terwujudnya
pelaksanaan kewajiban tersebut. Sehingga apabila kewajiban tersebut belum terwujud
pelaksanaannya oleh sebagian orang, maka seluruh kaum muslimin terbebani kewajiban
tersebut. Pelaku amar makruf nahi mungkar adalah orang yang menunaikan dan
melaksanakan fardhu kifayah.
Mereka memiliki keistimewaan lebih dari orang yang melaksanakan fardhu ‘ain.
Karena pelaku fardhu ‘ain hanya menghilangkan dosa dari dirinya sendiri, sedangkan pelaku

xxviii
fardhu kifayah menghilangkan dosa dari dirinya dan kaum muslimin seluruhnya. Demikian
juga fardhu ‘ain jika ditinggalkan, maka hanya dia saja yang berdosa, sedangkan fardhu
kifayah jika ditinggalkan akan berdosa seluruhnya. Pendapat ini Insya Allah pendapat yang
rajih. Wallahu a’lam.
Amar makruf nahi mungkar dapat menjadi fardhu ‘ain, menurut kedua pendapat diatas,
apabila :
Pertama : Ditugaskan oleh pemerintah. Al Mawardi menyatakan,”Sesungguhnya hukum
amar makruf nahi mungkar fardhu ‘ain dengan perintah penguasa”.[24]
Kedua : Hanya dia yang mengetahui kema’rufan dan kemungkaran yang terjadi. An
Nawawiy berkata,”Sesungguhnya amar makruf nahi mungkar fardhu kifayah.
Kemudian menjadi fardhu ‘ain, jika dia berada ditempat yang tidak
mengetahuinya kecuali dia”.[25]
Ketiga : Kemampuan amar makruf nahi mungkar hanya dimiliki orang tertentu. Jika
kemampuan menegakkan amar makruf nahi mungkar terbatas pada sejumlah
orang tertentu saja, maka amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain bagi
mereka. An Nawawi berkata,”Terkadang amar makruf nahi mungkar menjadi
fardhu ‘ain, jika berada di tempat yang tidak mungkin menghilangkannya
kecuali dia. Seperti seorang yang melihat istri atau anak atau budaknya berbuat
kemungkaran atau tidak berbuat kema’rufan”.[26]
Keempat : Perubahan keadaan dan kondisi. Syeikh Abdul Aziz bin Baaz memandang amar
makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain dengan sebab perubahan kondisi dan
keadaan, ketika beliau berkata, “Ketika sedikitnya para da’i. Banyaknya
kemungkaran dan kebodohan yang merata, seperti keadaan kita sekarang ini,
maka dakwah menjadi fardhu ‘ain atas setiap orang sesuai dengan
kemampuannya”.[27]
Demikianlah amar makruf nahi mungkar dalam tinjauan hukum Islam, mudah mudahan
hal ini mendorong kita untuk melaksanakan dan menegakkannya dalam kehidupan.

xxix

Anda mungkin juga menyukai