Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Pendidian
Agama Islam
Dosen Pengampun:
Disusun Oleh:
NIM : F1B021014
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kami karunia
nikmat dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan artikel ini, dan terus dapat
menimba ilmu di Universitas Mataram.
Artikel ini merupakan sebuah tugas dari dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Adapun
tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan pada mata
kuliah yang sedang dipelajari, agar kami semua menjadi mahasiswa yang berguna bagi
agama, bangsa dan negara.
Dengan tersusunnya artikel ini kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan, demi kesempurnaan makalah ini kami sangat berharap perbaikan, kritik dan saran
yang sifatnya membangun apabila terdapat kesalahan.
Demikian, semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi saya sendiri
dan para pembaca artikel ini.
Muh.Fakhrul Afif
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................45
BAB 1
PENDAHULUAN
Agama merupakan sarana yang menjamin kelapangan dada dalam individu dan
menumbuhkan ketenangan hati pemeluknya. agama akan memelihara manusia dari segala
bentuk perilaku menyimpang, dan menjauhkanya dari tingkah laku yang negatif. Bahkan
agama akan membuat hati manusia menjadi jernih, halus, dan suci. Di samping itu, agama
merupakan benteng pertahanan bagi generasi muda dalam menghadapi berbagai macam
perilaku yang tidak sesuai dengan norma- norma yang berlaku di masyarakat.
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw, diyakini dapat menjamin
terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat
berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan
kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya.
Islam merupakan agama yang membawa kedamaian, rasa persaudaraan, cinta kasih,
dan tolong menolong. Agama yang telah di ridhai oleh Allah swt. kepada hambanya. dalam
Al Quran, semua Nabi memilih islam sebagai agama mereka untuk mencapai tujuan akhir
dari kehidupan mereka, yaitu kehidupan akhirat.
Sebagai ummat islam kita tentunya harus memahami makna dari agama yang kita
anut. Karena dengan mengerti makna dan maksud dari ajaran islam, maka di harapkan kita
akan senatiasa melaksanakan kewajiban kita sebagai umat islam dengan penuh keikhlasan
dan kekhusyuan.
BAB 2
PEMBAHASAN
Istidraj
Cukup banyak yang mendefisinisikan istidraj dalam laman-laman referensi terkait ini.
Tetapi yang tampak lebih menarik adalah definisi istidraj yang disampaikan oleh Ibnu
Athaillah lewat Kitab Hikam karangannya. Definisi tersebut adalah:
االستدراج هو كمون المحنة في عين المنة وهو مأخوذ من درج الصبي أى أخذ فى المشى شيئا بعد شىء
Di sana, istidraj didefinisikan dengan cobaan di balik sebuah anugerah yang diberikan. Itu
saja. Istilah istidraj diumpamakan seperti anak balita yang belajar berjalan sedikit demi
sedikit. Alasannya, istidraj berasal dari kata daroja yang salah satu maknanya adalah
berangsur atau bertahap.
Pengertian Istidraj
Mengutip dari jurnal berjudul Istidraj dalam Alquran Perspektif Imam Al-Qurthubi karya
Diana Fitri Febriani, Istidraj adalah nikmat yang diberikan Allah kepada orang-orang yang
membangkang terhadap-Nya. Ini merupakan hukuman dari Allah agar orang tersebut terus
terjerumus dalam kesesatan.
Nikmat yang diberikan bukanlah bentuk kasih sayang Allah, melainkan murka Allah
terhadap mereka. Nikmat tersebut hanyalah alat untuk menghukum mereka, baik di dunia
maupun di akhirat kelak.
Banyak ayat Alquran yang menyebutkan istilah istidraj. Istilah tersebut diterjemahkan oleh
ahli tafsir dengan beberapa pengertian. Salah satunya Surat Al-A’raf ayat 182.
Artinya: Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka
dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui.
Ayat ini ditafsirkan oleh Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Jami’ Li’ Ahkami sebagai pesan
tersirat bahwa Allah akan menghukum hamba-Nya yang durhaka dan maksiat dengan cara
istidraj.
Ia mengatakan bahwa saat orang melakukan kemaksiatan, seketika itu pula Allah memberikan
mereka nikmat sebagai hukuman. Allah SWT berfirman bahwa orang yang mendustakan ayat-
ayat-Nya akan dibinasakan, yaitu dibinasakan dengan cara istidraj.
Ciri Istidraj
Istidraj adalah hal yang sebenarnya harus diteliti sendiri oleh seseorang. Sebab, yang
paling bisa merasakan hal itu adalah diri si orang yang mendapat nikmat tersebut. Dengan
demikian, orang lain tidak bisa seenaknya menunjuk bahwa yang terjadi pada seseorang
adalah istidraj.
Berikut ini adalah beberapa patokan ciri yang mungkin bisa membantu untuk mengenali
istidraj. Tapi begitu, sekali lagi, ciri ini bukan untuk menunjuk hal yang terjadi pada orang
lain, sebaliknya hanya untuk introspeksi diri.
Banyaknya nikmat sebenarnya bisa menjadi pemicu dari tambahnya keimanan. Sebab, orang
yang diberi sesuatu, tentu akan tambah rasa cintanya kepada orang yang memberi. Tapi, jika
kenikmatan yang diberikan justru menjauhkan, tentu hal itu patut dipertanyakan.
Sudah menjadi hal lumrah, rizki yang diberikan adalah hal yang digunakan untuk beribadah.
Sebab, pada dasarnya perintah Allah adalah perintah beribadah, bukan perintah
mengumpulkan atau mengais rizki. Maka titik poinnya adalah ibadah itu.
Sehingga apa-apa yang didapat dalam hidup haruslah dilarikan pada ibadah. Jika hal yang
terjadi adalah sebaliknya, tentu inilah yang dimaksud dengan istidraj.
Kesuksesan yang sesungguhnya adalah kesuksesan bila seorang hamba bisa melawan hawa
nafsunya. Dengan demikian, kesuksesan yang dipahami orang kebanyakan, bisa jadi adalah
kesuksesan yang menjadi tipuan atas kesuksesan yang sesungguhnya. Sebab, orang
cenderung berhenti berbuat sesuatu dan merasa benar ketika dia sudah merasa sukses.
Konsep
Allah SWT melimpahkan rezeki, kebahagiaan, dan kenikmatan dunia lainnya kepada
setiap orang yang Dia kehendaki. Kenikmatan tersebut bisa menjadi peringatan akan azab
Allah apabila diberikan kepada orang yang sering melalaikan ibadah dan merasa tenang
dalam maksiatnya.
Peringatan istidraj termaktub dalam QS. Al An'am ayat 44 sebagai berikut:
ٓ
اب ُكلِّ َش ْي ۗ ٍء َح ٰتّى اِ َذا فَ ِرحُوْ ا بِ َمٓا اُوْ تُ ْٓوا اَ َخ ْذ ٰنهُ ْم بَ ْغتَةً فَاِ َذا هُ ْم ُّم ْبلِسُوْ ن
َ فَلَ َّما نَسُوْ ا َما ُذ ِّكرُوْ ا بِ ٖه فَتَحْ نَا َعلَ ْي ِه ْم اَ ْب َو
Artinya: "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka,
Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila
mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka
dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa." (QS. Al An'am:
44)
Dalam tafsir Al Ahzar jilid 3, istidraj menurut ayat di atas artinya dikeluarkan dari garis lurus
kebenaran tanpa disadari. Allah SWT memperlakukan apa yang dia kehendaki, dibukakan
segala pintu, hingga orang tersebut lupa diri. Ibaratnya tidak ingat bahwa sesudah panas pasti
ada hujan, sesudah lautan tenang gelombang pasti datang. Mereka dibiarkan berbuat maksiat
dengan hawa nafsunya hingga tersesat jauh. Lalu, siksaan Allah datang sekonyong-konyong.
Dalam Ensiklopedia Tasawuf Imam Al Ghazali, istidraj artinya pembiaran. Yaitu pembiaran
karena tidak mau berhenti melakukan hal-hal yang memalukan (maksiat). Istidraj merupakan
peringatan keras dari Allah SWT.
Malik Al-Mughis dalam bukunya yang berjudul Demi Masa menjelaskan, istidraj adalah
pemberian kesenangan untuk orang-orang yang dimurkai Allah agar mereka terus menerus
lalai. Hingga pada suatu ketika semua kesenangan itu dicabut oleh Allah, mereka akan
termangu dalam penyesalan yang terlambat.
Dalil Istidraj
Allah SWT telah menurunkan beberapa ayat di dalam Al-Qur'an yang menjelaskan
tentang istidraj. Salah satunya adalah
fa lammaa nasuu maa zukkiruu bihii fatahnaa 'alaihim abwaaba kulli syaii, hattaaa izaa
farihuu bimaaa uutuuu akhoznaahum baghtatang fa izaa hum mublisuun
"Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun
membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira
dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka
ketika itu mereka terdiam putus asa."
ٌ َواَل يَحْ َسبَ َّن ٱلَّ ِذينَ َكفَر ُٓو ۟ا أَنَّ َما نُ ْملِى لَهُ ْم خَ ْي ٌر أِّل َنفُ ِس ِه ْم ۚ إِنَّ َما نُ ْملِى لَهُ ْم لِيَ ْزدَاد ُٓو ۟ا إِ ْث ًما ۚ َولَهُ ْم َع َذابٌ ُّم ِه
ين
wa laa yahsabannallaziina kafaruuu annamaa numlii lahum khoirul li-angfusihim, innamaa
numlii lahum liyazdaaduuu ismaa, wa lahum 'azaabum muhiin
"Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami
berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami
berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan
mendapat azab yang menghinakan."(QS. Ali 'Imran 3: 178)
Tidak hanya ayat Al-Qur'an, bahaya istidraj juga diterangkan dalam sebuah hadist yang
berbunyi : Rasullulah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
"Bila kamu melihat Allah memberi hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal
dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah
istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah."(HR. Ahmad 4:145).
Ayat Tentang Istidraj
Di Al Quran, Allah memberikan penjelasan tentang istidraj. Berikut ini ayat tentang
istidraj yang perlu kita pahami.
1. Peringatan untuk Orang Kafir
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh
Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh
kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang
menghinakan.” (QS.Ali ‘Imran: 178)
Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela mencela. Mereka berkata:
“Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas.”
Mudah-mudahan Rabb kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik
daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Rabb kita.
Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka
mengetahui. (QS.Al Qalam: 17-33).
9. Allah Memberikan Kuasa pada Orang yang Mendustakan Al Quran, untuk Kemudian
Membinasakan Mereka “Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan)
orang-orang yang mendustakan Perkataan ini (Al Quran). Nanti Kami akan menarik mereka
dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui,” (QS.Al
Qalam: 44)
11.“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami
pun membukakan semua pintu (kesenangan) bagi mereka. Sehingga ketika mereka
bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-
tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.”Surat Al An’am ayat 44
12.“Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami
berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami
berikan kepada mereka hanyalah agar dosa semakin bertambah, dan mereka akan mendapat
azab yang menghinakan.”Surat Ali Imran ayat 178.
menghendaki kebaikan baginya. Dalam hadis lain disebutkan bahwa sesungguhnya diantara
dosa itu terdapat suatu dosa yang tidak dapat dihapuskan kecuali hanya dengan musibah yang
menimpa pelakunya. Musinah ini merupakan hukuman yang disegerakan untuknya di dunia
sehingga kelak apabila ia mati, maka dirinya bersih dari dosa dan dimasukkan ke dalam
surga. Dan begitu pula sebaliknya, bilamana Allah menghendaki keburukan bagi seorang
hamba-Nya, maka Dia memberikannya selamat dari siksa-Nya di dunia ini. Makin lama ia
hidup di dunia semakin banyak dosa-dosa yang dikerjakannya sehingga kelak di akhirat ia
akan menerima pembalasannya yang setimpal. Maka kala itu tidak ada jalan selamat baginya,
dan tempat kembalinya adalah neraka Jahannam. Allah SWT telah berfirman:
Pertama, dosa orang yang berbuat zalim balasannya akan disegerakan. zalim adalah
perbuatan melampaui batas dalam melakukan keburukan.
Perbuatan zalim dapat mengotori hati, seperti sombong, dengki, ghibah, fitnah, dusta, dan
lain sebagainya. Karena itu zalim termasuk dari dosa besar.
Manusia yang zalim akan mendapatkan balasan di dunia dan siksa pedih di akhirat.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Alquran:
Sesungguhnya dosa itu atas orang- orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui
batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” (QS Asy-Syura: 42)
Kedua, orang yang durhaka kepada orang tua. Sikap buruk dan tidak menghormati
serta tidak menyayangi kedua orang tua, adalah sikap yang sangat tercela, karena merekalah
penyebab keberadaan kita di dunia ini.
Jika sikap ini dilakukan, maka akan mengundang kemurkaan dari Allah SWT di dunia ini,
antara lain dalam bentuk pembangkangan sikap yang dilakukan anak-anak mereka.
Karena itu, sikap ihsan baik dalam ucapan maupun perbuatan merupakan suatu kewajiban
agama sekaligus merupakan suatu kebutuhan. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah
SWT:
ك اَاَّل تَ ْعبُد ُْٓوا آِاَّل اِيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ { َد ْي ِن اِحْ ٰس {نً ۗا اِ َّما
َ ُّضى َرب َ ك اَاَّل تَ ْعبُد ُْٓوا آِاَّل اِيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ َدي ِْن اِحْ ٰسنً ۗا اِ َّما يَ ْبلُغ ََّن ِع ْن َد
ٰ َ َوق ك ٰ ََوق
َ ُّضى َرب
يَ ْبلُغ ََّن ِع ْندَكَ قَوْ اًل َك ِر ْي ًما
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
‘hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeriharaanmu , maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka ucapan yang mulia.” (QS Al-Isra: 23).
Ketiga, dosa orang yang memutuskan silaturahim. Islam tidak menyukai orang-orang
yang memutuskan tali persaudaraan.
Islam mengancam dan mengecam secara tegas orang-orang yang memutuskan tali
persaudaraan. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda dari Abu Muhammad Jubiar bin
Muth’im RA:
ُص ْلتُه
َ صلَهَا َو ُ َوأَنَا خَ لَ ْق، ُ أَنَا الرَّحْ َمن:َّقَا َل هَّللا ُ َع َّز َو َجل
ُ َوا ْشتَقَ ْق،ت ال َّر ِح َم
َ فَ َم ْن َو،ت لَهَا ِمنَ ا ْس ِمي
َو َم ْن قَطَ َعهَا بَتَتُّه
Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan (silaturahmi) . (HR Bukhari dan
Muslim).
Islam begitu tegas terhadap hubungan baik sesama manusia. Oleh karena itu, orang yang
tidak mau berbuat baik dan justru memutus persaudaraan, Islam pun memberikan
ancaman yang keras, yakni tidak akan masuk surga sebagai balasannya. Sungguh
mengerikan.
“Dan Rabb-mu menyuruh manusia untuk beribadah kepada-Nya dan selali berbuat
baik keada orang tua. Jika salah satu atau keduanya berusia lanjut. Maka jangan
mengatakan ‘ah’ dan membentaknya.” (Al-Isra’ : 23)
DALAM Islam, durhaka kepada orang tua termasuk ke dalam kategori dosa besar. Hal
ini sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: Ada seorang Arab Badui yang datang kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, apakah dosa
besar itu?”
Tidak heran jika dosa kepada orangtua akan disegerakan balasannya di dunia ini.
Contoh kasus
Kita lihat dari kasus sederhana yang dialami seorang famous di Indonesia Mantan
juara Abang None ini mantap berhijrah pada 2012, usai mengalami kejadian nahas yang
dianggapnya sebagai teguran dari Allah. Ia harus kehilangan harta benda yang selama
ini dikumpulkannya dengan susah payah.“Harta yang saya kumpulkan selama bertahun-
tahun, hilang dalam hitungan 30 menit saja. Uang, emas, koleksi jam tangan, hingga
peninggalan orangtua saya lenyap dalam waktu yang sangat singkat,” ujarnya saat
ditemui di Jakarta Selatan belum lama ini.
Setelah kejadian itu, Adrian mulai merenungkan apa kesalahan yang telah dia perbuat,
sehingga hal itu terjadi padanya. “Jawabannya, mungkin karena saat itu saya masih
sangat mencintai dunia dan harta. Sehingga, Allah memberikan saya ujian atas sesuatu
yang saya cintai tersebut,” ungkapnya.
Sebagai karier, kini Adrian Maulana memilih bekerja di sebuah perusahaan manajemen
investasi syariah. “Kejadian itu membuat saya sadar bahwa motivasi hidup saya bukan lagi
mengejar dunia.”
C. DOSA DAN KRITERIA RIBA BESERTA DALIL-DALILNYA
Pengertian Riba
Riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan
presentase dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam.
Riba secara bahasa memiliki arti ziyadah atau tambahan. Adapun pengertian riba menurut Syekh
Abu Yahya Al-Anshary didefinisikan sebagai berikut, yang artinya:
“Riba adalah suatu akad pertukaran barang tertentu yang tidak diketahui padanannya menurut
timbangan syara’ yang terjadi saat akad berlangsung atau akibat adanya penundaan serah terima
barang baik terhadap kedua barang yang dipertukarkan atau salah satunya saja.” (Syekh Abu
Yahya Zakaria Al-Anshary, Fathul Wahâb bi Syarhi Manhaji al-Thullâb).
Pada kegiatan jual beli, riba menjadi salah satu perkara yang dilarang dalam syariat Islam. Riba
adalah tambahan dari harta pokok atau modal secara batil, baik dalam transaksi jual beli maupun
pinjam-meminjam yang bertentangan dengan prinsip muamalah Islam. Hukum riba adalah haram,
artinya seorang Muslim dilarang untuk melakukannya. Larangan ini disebutkan oleh Allah SWT
dalam beberapa ayat Alquran, salah satunya Surat Ali Imran ayat 130:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda]
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan."
Karena larangan tersebut, seorang Muslim hendaknya menjauhi riba. Sebab, riba akan membawa
pada kemudharatan dan dosa bagi pelakunya. Apa saja bahaya dan dosa riba?
Riba secara bahasa bermakna ziyadah atau tambahan. Secara istilah, riba berarti pengambilan
tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
Riba dilarang dalam Islam. Mengutip buku Ada Apa Dengan Riba? karya Ammi Nur Baits, ada
banyak hadist Rasulullah SAW yang memberi peringatan keras tentang bahasa serta dosa riba,
yaitu
16
1. Mendatangkan Laknat Rasulullah SAW
Rasulullah melaknat semua orang yang terlibat dalam transaksi riba. Dari Jabir bin Abdillah ra,
beliau mengatakan,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, yang memberi makan riba, yang
menulis transaksi, dan dua transaksi riba. Beliau mengatakan, "Mereka semua sama." (HR. Muslim
4177, Abu Daud 3335 dan yang lainnya).
Riba Fadhl
Riba Fadhl adalah salah satu macam-macam riba dalam Islam yang dilakukan dengan pertukaran
antara barang-barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda. Begitu pun barang yang
dipertukarkan termasuk dalam jenis “barang ribawi.”
Contoh dari macam-macam riba dalam Islam ini adalah 3 kg gandum dengan kualitas baik ditukar
dengan 4 kg gandum berkualitas buruk atau yang sudah berkutu.
17
Riba Nasi'ah
Riba Nasi'ah adalah salah satu macam-macam riba dalam Islam dengan penangguhan, penyerahan,
atau penerimaan barang ribawi dengan jenis barang ribawi lainnya.
Contoh macam-macam riba dalam Islam ini adalah Fahri meminjam dana kepada Juki sebesar Rp
300.000 dengan jangka waktu atau tenor selama 1 bulan, apabila pengembalian dilakukan lebih
dari satu bulan, maka cicilan pembayaran ditambah sebesar Rp 3.000.
Riba Qard
Riba Qard adalah salah satu dari macam-macam riba dalam Islam dengan suatu manfaat atau
tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang.
Contoh macam-macam riba dalam Islam ini adalah Putra memberikan pinjaman dana tunai pada
Faozan sebasar Rp 1.000.000 dan wajib mengembalikan pokok pinjaman dengan bunga sebesar Rp
1.500.000 pada saat jatuh tempo dan kelebihan dana pengembalian ini tidak dijelaskan tujuannya
untuk apa.
18
Riba Jahiliyah
Riba Jahiliyah adalah salah satu dari macam-macam riba dalam Islam dengan hutang yang dibayar
lebih dari pokoknya. Kondisi ini terjadi karena si peminjam tidak mampu bayar hutangnya pada
waktu yang ditetapkan.
Contoh macam-macam riba dalam Islam ini adalah Fulan meminjam Rp 700.000 pada Fulana
dengan tempo dua bulan. Pada waktu yang ditentukan, Fulan belum bisa membayar dan meminta
keringanan. Fulana menyetujuinya, tapi dengan syarat Fulan harus membayar Rp 770.000.
ٓ
َ ُِوا ِعن َد ٱهَّلل ِ ۖ َو َمٓا َءاتَ ْيتُم ِّمن زَ َك ٰو ٍة تُ ِري ُدونَ َوجْ هَ ٱهَّلل ِ فَأ ُ ۟و ٰلَئ
َك هُ ُم ْٱل ُمضْ ِعفُون ۟ َومٓا َءاتَ ْيتُم ِّمن رِّ بًا لِّيَرْ بُ َو ۟ا فِ ٓى أَ ْم ٰ َو ِل ٱلنَّاس فَاَل يَرْ ب
ِ َ
Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-
orang yang melipat gandakan (pahalanya).
ٍ ْيَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو َذرُوا َما بَقِ َي ِمنَ ال ِّربَاإِن ُكنتُم ُّم ْؤ ِمنِينَفَإِن لَّ ْم تَ ْف َعلُوا فَأْ َذنُوا بِ َحر
ُب ِّمنَ هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه ۖ َوإِن تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم رُ ُءوس
َ َظلَ ُمونَ َوإِن َكانَ ُذو ُعس َْر ٍة فَن َِظ َرةٌ إِلَ ٰى َم ْي َس َر ٍة ۚ َوأَن ت
َص َّدقُوا َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم ۖ إِن ُكنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون ْ َُظلِ ُمونَ َواَل ت ْ أَ ْم َوالِ ُك ْم اَل ت
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka
berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu,
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
ِ َّال الن
اس َ ًاوأَ ْخ ِذ ِه ُم ال ِّربَا َوقَ ْد نُهُوا َع ْنهُ َوأَ ْكلِ ِه ْم أَ ْم َو
َ ص ِّد ِه ْم عَن َسبِي ِل هَّللا ِ َكثِير ْ َّت أُ ِحل
َ ِت لَهُ ْم َوب ٍ فَبِظُ ْل ٍم ِّمنَ الَّ ِذينَ هَادُوا َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِه ْم طَيِّبَا
اط ِل ۚ َوأَ ْعتَ ْدنَا لِ ْل َكافِ ِرينَ ِم ْنهُ ْم َع َذابًا أَلِي ًما
ِ َبِ ْالب
Artinya: Maka disebabkan kedhaliman orang Yahudi, maka kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka. Dan karena mereka banyak
menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan disebabkan mereka memakan riba, padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan
jalan yang batil. Dan Kami telah menjadikan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa
yang pedih.
20
Keutamaan Sedekah
Ada banyak sekali manfaat yang bisa dihasilkan dari sedekah, baik itu bagi penerima maupun
pemberi. Terlebih jika aktivitas berbagi dilakukan di bulan Ramadhan. Sedekah menjadi amal yang
mampu menambah dari kekurangan yang dimiliki seseorang. Kekurangan itu bisa terisi dan
menjadi tercukupi. Dengan sedekah, kita bisameringankan beban yang dimiliki seseorang hingga
membuatnya tersenyum.
Sedekah tidak hanya berpatok pada harta benda saja, sehingga membuat sebagian dari kita berpikir
ulang melakukan amal baik ini. Hal-hal non materi pun bisa saja dikatakan sebagai sedekah.
Seperti, menolong orang lain baik dengan tenaga maupun pikiran, memberi nafkah keluarga atau
istri, menyingkirkan batu, duri dan tulang dari tengah jalan pun masuk ke dalam sedekah.
Sampai dengan hal yang paling sederhana sepertimurah senyum kepada orang lainpun, adalah
sedekah. Seperti yang Rasulullah sampaikan, “Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah”.
(HR. At-Tirmidzi).
Melihat ada banyaknya cara untuk berbuat baik dengan sedekah ini. Rasanya, tidak ada lagi alasan
untuk berkata tidak melakukannya. Apalagi, jika mengetahui banyaknya manfaat dan keutamaan
dari bersedekah yaitu:
21
“Perumpaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan tujuh tangkai. Pada tiap tangkai ada seratu biji. Allah melipatgandakan bagi siapa
yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 261).
22
5.Mendapatkan Naungan di Hari Kiamat Karena Sedekah
Dijelaskan oleh Allah dalam ayat-ayat Al-Quran, pada hari kiamat nanti manusia akan
dibangkitkan dan dikumpulkan di Padang Mahsyar. Disebutkanjuga, pada saat itu jarak matahari
akan sangat dekat dengan kepala setiap orang sehingga akan terasa sangat panas.
Untuk melindungi diri dari panasnya sinar matahari inilah, Rasulullah SAWtelah memberitahukan
kabar baik kepada umatnya mengenaiamalan apa yang dapat menjadikan naungan dari panasnya
matahari kelak.
Nantinya, saatdi Padang Mahsyar setiap manusia akan menunggu giliran untuk diadili dari
timbangan amal baik dan buruknya. Bisa dibayangkan berapa lama manusia akan menunggu dan
merasakan panasnya terik matahari yang sangat dekat dengan kepala.
Maka, dijelaskanlah oleh dari hadits Rasulullah SAW bahwasannya yang menjadikan naungan
umat manusia di hari kiamat nanti adalah amalan sedekahnya.
“Setiap orang berada di bawah naungan sedekahnya (pada hari kiamat) hingga diputuskan di antara
manusia atau ia berkata: “Ditetapkan hukuman di antara manusia.” Yazid berkata: “Abul Khair
tidak pernah melewati satu haripun melainkan ia bersedekah padanya dengan sesuatu, walaupun
hanya sepotong kue atau bawang merah atau seperti ini.” (HR. Al-Baihqi, Al-Hakim dan Ibnu
Khuzaimah).
Dan dijelaskan pula dalam riwayat lainnya, bahwasannya Rasulullah Saw bersabda:
“Naungan orang beriman di hari Kiamat adalah sedekahnya.”(HR Ahmad).
Itulah lima keutamaan sedekah yang tentunya akan menyelamatkan kita kelak di akhirat. Semoga
kita semua termasuk orang-orang yang mendapatkan keutamaan ini. Selain bersedekah langsung,
kita juga bisa dengan mudah sedekah online. Mari kita bersedekah, dan klik banner di bawah untuk
sedekah yang membawa berkah bersama Dompet Dhuafa.
6.Menyucikan Diri
Dengan menyedekahkan harta yang dimiliki, dosa-dosa orang yang bersedekah akan dihapuskan.
Hal ini tentu saja dapat dituai jika dilakukan bersamaan dengan taubat atas dosa yang pernah
diperbuat dan melakukan kebaikan-kebaikan lainnya.
Lakukan kewajiban yang harus diikuti dan hindari larangan-Nya, maka kamu akan terhindar dari
dosa dan mendapatkan pahala.
23
7.Terhindar dari Marabahaya
Berhubungan dengan poin sebelumnya, terhindarkan dari marabahaya merupakan salah satu jenis
rezeki yang tidak dapat dihitung dengan materi.
Terdapat dua sabda dari Rasulullah SAW, yaitu sedekah dapat menutup 70 pintu kejahatan dan
bencana atau musibah tidak dapat mendahului sedekah.
24
11.Menyembuhkan Orang Sakit
Terdapat banyak orang yang sakit, namun hidup dalam ketidakcukupan atau bahkan kemiskinan.
Dengan bersedekah ke orang yang membutuhkan, kamu bisa mengangkat beban mereka yang ingin
berobat namun tidak memiliki uang.
1. Dalam Alquran surat Al-Talaq ayat 7, Allah SWT telah memerintahkan umat-Nya untuk
bersedekah dan berjanji akan membalas kebaikan tersebut. Allah SWT berfirman yang
artinya:
“Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang
yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.
Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (QS. Al-Talaq: 7)
{ُُۜ ض ِعفَهۥُ لَ ٓۥهُ أَضْ َعافًا َكثِي َرةً ۚ َوٱهَّلل ُ يَ ْقبِضُ َويَ ْب
َۜصطُ َوإِلَ ْي ِه تُرْ َجعُون َ ٰ َُّمن َذا ٱلَّ ِذى يُ ْق ِرضُ ٱهَّلل َ قَرْ ضًا َح َسنًا فَي
Arab-Latin: Man żallażī yuqriḍullāha qarḍan ḥasanan fa yuḍā'ifahụ lahū aḍ'āfang kaṡīrah, wallāhu
yaqbiḍu wa yabṣuṭu wa ilaihi turja'ụn
Terjemah Arti: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki)
dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Banyak sebagain para ulama yang menjelaskan tentang kematian dalam Islam yang
akan dijelaskan di bawah ini. Seringkali manusia melalaikan dari mengingat mati, karna
tergoda oleh gemerlap dan kenikmatan dunia. Sehingga hidupnya hanya untuk menuruti
hawa nafsunya.
Setiap manusia yang hidup di dunia pada hakikatnya sedang mengantri giliran, menunggu
kapan datangnya ajal. Tapi manusia banyak yang lupa terhadap itu.
Allah telah menjelaskan di dalam Al-Qur’an bahwa apa itu kematian? Kematian adalah hak yang
terjadi dan bukan sebuah akhir, namun awal dari fase kehidupan yang baru.
Dalam menjalani kehidupan ini manusia selalu berfikir apa yang akan dilakukan hari
esok, entah bekerja, berbelanja, bermain, berekreasi, dan lain-lain, tetapi pernahkah
terbesit dalam pikiran kita bahwa besok kita akan mati?
Kematian adalah suatu hal yang pasti akan terjadi tetapi sering kita lupakan. Kematian menjadi hal
yang sangat menakutkan bagi sebagian orang. Tetapi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan agar kita senantiasa mengingat kematian. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
َت يَ ْعنِي ْال َموْ ت
ِ أَ ْكثِرُوا ِذ ْك َر هَا ِذ ِم اللَّ َّذا
Artinya: “Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan, yaitu: KEMATIAN’ (Hadits Shahih
riwayat At-Tirmidzi dan yang lainnya).
Dengan banyak mengingat kamatian manusia bisa lebih bersemangat dalam beribadah, dan
melaksanakan amal-amal shalih. Dengan demikian agar lebih waspada menghadapi kematian mari
kita bahas tentang sifat-sifat kematian.
27
1. Pasti
Kematian adalah akhir dari kehidupan dunia seorang makhluk hidup. Dan setiap yang bernyawa
maka akan merasakan mati. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya
ayat 35
ِ ْس َذآئِقَةُ ْال َمو
ت ٍ ُكلُّ نَ ْف
Artinya, “ Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS. Al-Anbiya: 35)
2. Tiba-tiba
Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan dan dimana dia akan mati. Kematian datang secara
tiba-tiba dan tidak ada yang dapat menduganya. Kematian itu pasti tetapi tidak banyak diantara kita
yang benar-benar siap dalam meghadapinya.
Memaksa
Kematian itu bersifat memaksa sehingga apabila telah datang kepada seseorang maka tidak akan
ada yang mampu menolaknya. Dalam Al-Qur’an disebutkan.
3. Mengejar
Kematian akan mengejar siapapun meskipun berlindung di balik benteng yang kokoh atau
teknologi kedokteran yang canggih. Allah Ta’ala berfirman,
ِ قُلْ إِ َّن ْال َموْ تَ الَّ ِذي تَفِرُّ ونَ ِم ْنهُ فَإِنَّهُ ُمالَقِي ُك ْم ثُ َّم تُ َر ُّدونَ إِلَى عَالِ ِم ْال َغ ْي
َب َوال َّشهَا َد ِة فَيُنَبِّئُ ُكم بِ َما ُكنتُ ْم تَ ْع َملُون
Artinya: “Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kalian lari daripadanya, maka sesungguhnya
kematian itu akan menemui kalian, kemudian kalian kan kembali kepada (Allah), yang mengetahui
yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.” (QS.
Al-Jumu’ah: 8).
28
4. Ghaib
Kematian adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari. Waktu terjadinya adalah perkara yang ghaib,
namun kejadiaannya adalah kenyataan yang bisa dilihat. Allah ta’ala berfirman,
ََولَن يُؤَ ِّخ َر هللاُ نَ ْفسًا إِ َذا َجآ َء أَ َجلُهَا َوهللاُ خَ بِي ٌر بِ َما تَ ْع َملُون
Artinya, “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang
waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. (QS. Al-
Munafiqun:11)
Dalam ayat yang lain,
ََولِ ُك ِّل أُ َّم ٍة أَ َج ٌل فَإ ِ َذا َجاء أَ َجلُهُ ْم الَ يَ ْستَأْ ِخرُونَ َسا َعةً َوالَ يَ ْستَ ْق ِد ُمون
Artinya, “Apabila sampai ajal maut mereka itu, mereka tidak dapat menunda atau
mempercepat(nya) walau sesaat pun.” (QS. Al-A’raf: 34)
29
Di waktu kecil kita pasti pernah mendengar dongeng tentang orang orang yang hidup
kekal di dunia ini dengan keadaan berbahagia selamanya, sesungguhnya itu adalah sesuatu
yang batil. Tidak ada sesuatu yang kekal di dunia ini. Kematian merupakan sebuah hakikat
yang akan menghampiri semua manusia dan seluruh umat-Nya, tidak ada yang mampu
menolak atau menunda nya.
Kematian menurut islam merupakan hal yang pasti, namun hanya Allah yang
mengetahui waktu dan cara nya. Oleh karena itu manusia diwajibkan bertaqwa dengan
berbuat kebaikan sepanjang waktu dan mengingat serta menyebut asma Allah setiap detik
kehidupannya, sebab kematian bisa datang kapan saja tanpa mengenal usia, status sosial,
ataupun kondisinya, baik sehat maupun sakit jika sudah takdir maka manusia tak memiliki
kemampuan apapun untuk menghindari.
Salah satu cara meningkatkan iman dan taqwa paling mudah ialah dengan
senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Allah telah berfirman bahwa kematian adalah hal yang nyata, bukan sebuah akhir namun awal dari
fase kehidupan yang baru, simak ayat Al Qur’an tentang kematian berikut:
, َق تُقَاتِ ِهۦ َواَل تَ ُموتُ َّن إِاَّل َوأَنتُم ُّم ْسلِ ُمون
َّ وا ٱهَّلل َ َح ۟ ُٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن
۟ ُوا ٱتَّق
َ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya
dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. (QS. 3: 102)
Firman ini merupakan peringatan dari Allah untuk senantiasa beribadah dan mengingat Nya sebab
merupakan kerugian terbesar ketika seorang hamba meninggal dalam keadaan selain islam.
30
2. QS. Ali Imran Ayat 145
. اب ٱلْ َءا ِخ َر ِة نُ ْؤتِِۦه ِم ْنهَا ۚ َو َسنَجْ ِزى َ س أَن تَ ُموتَ إِاَّل بِإ ِ ْذ ِن ٱهَّلل ِ ِك ٰتَ ۭبًا ُّم َؤ َّجاًۭل ۗ َو َمن ي ُِر ْد ثَ َو
َ اب ٱل ُّد ْنيَا نُ ْؤتِِۦه ِم ْنهَا َو َمن ي ُِر ْد ثَ َو ٍ َو َما َكانَ لِنَ ْف
َٱل ٰ َّش ِك ِرين
Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah
ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya
pahala (dunia) itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya
pahala (akhirat) itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. 3:
145)
Setiap hamba Allah akan meninggal dunia adalah dengan sepengetahuan dan atas izin-Nya, tidak
ada yang mampu menentukan kapan dan cara kematiannya sendiri, Sebab kematian merupakan
sebuah ketetapan yang hanya diketahui oleh Allah.
. ار َوأُ ْد ِخ َل ْٱل َجنَّةَ فَقَ ْد فَا َز ۗ َو َما ْٱل َحيَ ٰوةُ ٱل ُّد ْنيَٓا إِاَّل َم ٰتَ ُع ُ
ِ َّت ۗ َوإِنَّ َما تُ َوفَّوْ نَ أجُو َر ُك ْم يَوْ َم ْٱلقِ ٰيَ َم ِة ۖ فَ َمن ُزحْ ِز َح َع ِن ٱلن
ِ ْس َذٓائِقَةُ ْٱل َمو
ٍ ۢ ُكلُّ نَ ْف
ِ ْٱل ُغر
ُور
Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan
sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga,
sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang
memperdaya. (QS. 3: 185)
Tidak ada satu pun ciptaan Allah yang tidak merasakan mati, bahkan malaikat pencabut nyawa pun
nantinya juga akan merasakannya dan hanya Allah yang hidup sebelum semua dibangkitkan di hari
akhir atau hari pembalasan nanti, dan kematian bukan akhir dari perjalanan seseorang, melainkan
sebuah jalan untuk mencapai kehidupan baru yang lebih yaitu kehidupan di alam kubur dan di
akhirat yang kekal nanti.
Meskipun demikian, jika kematian tersebut dilakukan dengan disengaja atau bunuh diri bukan
merupakan perbuatan yang dibenarkan dalam Islam, karena sudah jelas bahwa hukum bunuh diri
dalam islam diharamkan,
31
4. QS. Al An’aam Ayat 61
ُ ْق ِعبَا ِد ِهۦ ۖ َويُرْ ِس ُل َعلَ ْي ُك ْم َحفَظَةً َحتَّ ٰ ٓى إِ َذا َجٓا َء أَ َح َد ُك ُم ْٱل َمو
. َت تَ َوفَّ ْتهُ ُر ُسلُنَا َوهُ ْم اَل يُفَرِّ طُون َ َْوهُ َو ْٱلقَا ِه ُر فَو
Dan Dialah Penguasa mutlak atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat
penjaga, sehingga apabila kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, malaikat-malaikat
Kami mencabut nyawanya, dan mereka tidak melalaikan tugasnya. (QS. Al An’aam: 61)
Malaikat pencabut nyawa senantiasa menjalankan perintah Allah untuk mencabut nyawa siapa saja
yang dikehendaki-Nya, bagaimana malaikat tersebut mencabut nyawa tentu berdasar dari segala
amal perbuatan yang dilakukan di dunia.
32
7. QS. An Nahl Ayat 61
. ك َعلَ ْيهَا ِمن دَٓابَّ ۢ ٍة َو ٰلَ ِكن يُؤَ ِّخ ُرهُ ْم ِإلَ ٰ ٓى أَ َج ۢ ٍل ُّم َس ۭ ًّمى ۖ فَإ ِ َذا َجٓا َء أَ َجلُهُ ْم اَل يَ ْستَْٔٔـْ{ ِخرُونَ َسا َع ۭةً ۖ َواَل
َ اس بِظُ ْل ِم ِهم َّما تَ َر
َ ََّولَوْ يُ َؤا ِخ ُذ ٱهَّلل ُ ٱلن
َيَ ْستَ ْق ِد ُمون
Dan kalau Allah menghukum manusia karena kezhalimannya, niscaya tidak akan ada yang
ditinggalkan-Nya (di bumi) dari makhluk yang melata sekalipun, tetapi Allah menangguhkan
mereka sampai waktu yang sudah ditentukan. Maka apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat
meminta penundaan atau percepatan sesaat pun. (QS. 16:61)
ِ َت ْٱلق
.َاضيَة ِ َٰيَلَ ْيتَهَا َكان
Wahai, kiranya (kematian) itulah yang menyudahi segala sesuatu. (QS. 69:27)
Firman ini menjelaskan bahwa kematian bukanlah akhir dari segala sesuatu atau terlepasnya
tanggung jawab seorang hamba, kematian justru menjadi awal dimana setiap hamba akan diminta
pertanggungjawaban atas segala urusan yang telah dilakukannya selama hidup di dunia.
ِ قُلْ ِإ َّن ْٱل َموْ تَ ٱلَّ ِذى تَفِرُّ ونَ ِم ْنهُ فَإِنَّهۥُ ُم ٰلَقِي ُك ْم ۖ ثُ َّم تُ َر ُّدونَ ِإلَ ٰى ٰ َعلِ ِم ْٱل َغ ْي
. َب َوٱل َّش ٰهَ َد ِة فَيُنَبِّئُ ُكم بِ َما ُكنتُ ْم تَ ْع َملُون
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu,
kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata,
lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. 62:8)
Pada kehidupan setelah mati nanti akan ditunjukkan kepada setiap insan segala yang diperbuatnya
selama di dunia, dan hanya kepada Allah hamba-Nya kembali.
33
11. QS. Al Sajdah Ayat 11
34
14. QS Al Munafiqun Ayat 11
. ََولَن يُ َؤ ِّخ َر ٱهَّلل ُ نَ ْفسًا إِ َذا َجٓا َء أَ َجلُهَا ۚ َوٱهَّلل ُ خَ بِي ۢ ٌر بِ َما تَ ْع َملُون
Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan
Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (QS. 63:11)
Jangan berharap Allah akan menunda kematian seseorang di waktu yang sudah ditentukan, dan
bagi seseorang yang sudah diambil nyawanya tidak akan mendapat kesempatan lagi untuk
memperbaiki diri, Allah akan memberi balasan padanya sesusai dengan segala sesuatu yang
dikerjakannya. “
. َض ٰ ٓى أَ َجاًۭل ۖ َوأَ َج ۭ ٌل ُّم َس ّمًى ِعن َدهۥُ ۖ ثُ َّم أَنتُ ْم تَ ْمتَرُون
َ َه َُو ٱلَّ ِذى خَ لَقَ ُكم ِّمن ِطي ۢ ٍن ثُ َّم ق
Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal (kematianmu), dan
batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya. Namun demikian kamu masih
meragukannya. (QS. 6:2)
Terjemahan dari ayat ini merupakan kisah tentang kehidupan manusia yang pada awalnya
diciptakan dari tanah dan kemudian tumbuh dan berkembang di dalam rahim menjadi bayi yang
lemah, pada saat itu pula Allah telah menentukan kapan ajal akan menjemputnya. Kematian akan
datang pada waktu yang telah ditentukan tersebut, dan nanti pada masa setelah meninggal dunia
juga akan ada hari kebangkitan yaitu hari dimana ketika semua makhluk di dunia ini dikumpulkan
dan dihitung amal perbuatannya.
Demikian artikel mengenai 15 ayat Al Qur’an tentang kematian beserta penjelasannya, dari
berbagai ayat tersebut tentu kita menjad lebih menyadari bahwa hidup hanya sementara, kita semua
akan mengalami kematian, apa yang telah kita perbuat selama umur yang telah berjalan ini, apa
saja dosa dosa baik kepada Allah ataupun sesama makhluk-Nya, tindakan dan ucapan apa saja
yang selama ini yang menyakiti orang tua, orang lain, atau orang orang terdekat kita, semua itu
nantinya akan dipertanggungjawabkan, semoga artikel ini membuat kita semua menyadari dan
memperbaiki diri.
Segala sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah titipan semata, kita atau setiap orang di sekitar kita
bisa kapan saja diambil oleh Nya dengan jalan kematian, karena itu lakukan lah yang terbaik
selama masih diberi kesempatan hidup dengan beribadah kepada Nya dan menyayangi orang orang
terdekat kita serta berbuat baik pada sesama.
35
F. KEWAJIBAN AMAR MAKRUF – NAHI MUNKAR BESERTA DALIL-DALILNYA
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf,
dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik“. [Ali Imron :110] Demikian pula, Allah membedakan kaum
mukminin dari kaum munafikin dengan hal ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
َصالَةَ َوي ُْؤتُونَ ال َّز َكاةَ َويُ ِطيعُونَ هللا ِ ْض يَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
َّ ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َويُقِي ُمونَ ال ٍ ضهُ ْم أَوْ لِيَآ ُء بَع ُ َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َو ْال ُم ْؤ ِمن
ُ َات بَ ْع
َزي ٌز َح ِكي ُُم
ِ ك َسيَرْ َح ُمهُ ُم هللاُ ِإ َّن هللاَ ع َ َِو َرسُولَهُ أُوْ الَئ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi
penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang
mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana“.[At-Taubah:71]
Ketika membawakan kedua ayat diatas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,”Dalam ayat ini
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan, umat Islam adalah umat terbaik bagi segenap umat
manusia. Umat yang paling memberi manfaat dan baik kepada manusia. Karena mereka telah
menyempurnakan seluruh urusan kebaikan dan kemanfaatan dengan amar ma’ruf nahi mungkar.
Mereka tegakkan hal itu dengan jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka. Inilah anugerah
yang sempurna bagi manusia. Umat lain tidak memerintahkan setiap orang kepada semua perkara
36
yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang semua kemungkaran. Merekapun tidak berjihad untuk itu.
Bahkan sebagian mereka sama sekali tidak berjihad. Adapun yang berjihad -seperti Bani Israil-
kebanyakan jihad mereka untuk mengusir musuh dari negerinya. Sebagaimana orang yang jahat
dan dzalim berperang bukan karena menyeru kepada petunjuk dan kebaikan, tidak pula untuk amar
ma’ruf nahi mungkar. Hal ini digambarkan dalam ucapan Nabi Musa Alaihissallam
ِ اس ِرينَ قَالُوا يَا ُمو َسى ِإ َّن فِيهَا قَوْ ًما َجب
. َّارينَ َوإِنَّا ِ ََب هللاُ لَ ُك ْم َوالَ تَرْ تَ ُّدوا َعلَى أَ ْدب
ِ َار ُك ْم فَتَنقَلِبُوا خ َ ض ْال ُمقَ َّد َسةَ الَّتِي َكت
َ ْيَاقَوْ ِم ا ْد ُخلُوا ْاألَر
َ َال َر ُجالَ ِن ِمنَ الَّ ِذينَ يَخَافُونَ أَ ْن َع َم هللاُ َعلَ ْي ِه َما ا ْد ُخلُوا َعلَ ْي ِه ُم ْالب
َاب فَإِذا َ ََاخلُونَ ق
ِ لَن نَّ ْد ُخلَهَا َحتَّى يَ ْخ ُرجُوا ِم ْنهَا فَإِن يَ ْخ ُرجُوا ِم ْنهَا فَإِنَّا د
َدخَ ْلتُ ُموهُ فَإِنَّ ُك ْم غَالِبُونَ َو َعلَى هللاِ فَتَ َو َّكلُوا إِن ُكنتُم ُّم ْؤ ِمنِينَ قَالُوا يَا ُمو َسى ِإنَّا لَن نَّ ْد ُخلَهَآ أَبَدًا َما دَا ُموا فِيهَا فَ ْاذهَبْ أَنتَ َو َربُّكَ فَقَاتِآلَ إِنَّا
ِ َهَاهُنَا ق
َاع ُدون
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan
janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-
orang yang merugi. Mereka berkata,”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang
yang gagah perkasa. Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka
keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan memasukinya”. Berkatalah
dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas
keduanya,”Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu. Maka bila kamu
memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal,
jika kamu benar-benar orang yang beriman”. Mereka berkata,”Hai Musa, kami sekali-kali tidak
akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu
bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini
saja”. [Al-Maidah : 21-24]
Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ب َعلَ ْي ُك ُم
َ ِث لَنَا َملِ ًكا ُّنقَاتِلْ فِي َسبِي ِل هللاِ قَا َل هَلْ َع َس ْيتُ ْم إِن ُكت ْ إل ِمن بَنِى إِ ْس َرا ِءي َل ِمن بَ ْع ِد ُمو َسى إِ ْذ قَالُوا ِلنَبِ ٍّي لَّهُ ُم ا ْب َع
ِ أَلَ ْم ت ََر إِلَى ْال َم
ُب َعلَ ْي ِه ُم ْالقِتَا ُل تَ َولَّوْ ا إِالَّ قَلِيالً ِّم ْنهُ ْم َوهللا
َ ِارنَا َوأَ ْبنَآئِنَا فَلَ َّما ُكت ُ
ِ َْالقِتَا ُل أَالَّ تُقَاتِلُوا قَالُوا َو َمالَنَآ أَالَّ نُقَاتِ َل فِي َسبِي ِل هللاِ َوقَ ْد أ ْخ ِرجْ نَا ِمن ِدي
ََعلِي ُُم بِالظَّالِ ِمين
“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil (sesudah Nabi Musa wafat)
ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka, “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya
kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka menjawab,”Mungkin sekali
jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang”. Mereka menjawab,”Mengapa
kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung
halaman kami dan dari anak-anak kami”. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka,
37
merekapun berpaling, kecuali beberapa orang saja diantara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui
orang-orang yang dzalim“. [Al-Baqarah:246]
Mereka berperang lantaran diusir dari tanah air beserta anak-anak mereka. Sudah demikian ini,
mereka pun masih melanggar perintah. Sehingga tidak dihalalkan begi mereka harta rampasan
perang.
ِ ْي األُ ِّمي ال ِذيْ يَ ِج ُدوْ نَهُ َم ْكتُوْ بًا ِع ْن َدهُ ْم فِ ْي التَّوْ َرا ِة َو ْا ِإل ْن ِج ْي ِل يَأْ ُم ُرهُ ْم بِ ْال َم ْعرُو
ُّف َويَ ْنهَاهُ ْم َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوي ُِحل َّ ِال ِذ ْينَ يَتَّبِعُوْ َ{ن ال َّرسُوْ َل النَّب
َصرُوْ هُ َواتَّبَعُوْ ا النُّوْ َرَ َت َعلَ ْي ِه ْم فَالَّ ِذ ْينَ َءا َمنُوْ ا َو َع َزرُوْ هُ َون ْ ض ُع َع ْنهُ ْم إِصْ َرهُ ْم َو ْاألَ ْغالَ َل الَّتِي َكان َ ِت َويُ َح ِّر ُم َعلَ ْي ِه ُم ْال َخبَائ
َ َث َوي ِ لَهُ ُم الطَّيِّبَا
َ ِالَّ ِذيْ أَ ْنزَ َل َم َعهُ أُوْ لَئ
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati
tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan
yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka
segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung“. [Al- A’raaf : 157).
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan orang-orang yang selalu mewarisi tugas utama
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, bahkan memerintahkan umat ini untuk
menegakkannya, dalam firman-Nya.
ِ َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر
َ َِوأُوْ الَئ
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang
beruntung“. [Al-Imron:104]
38
Tugas penting ini sangat luas jangkauannya, baik zaman atau tempat. Meliputi seluruh umat dan
bangsa dan terus bergerak dengan jihad dan penyampaian ke seluruh belahan dunia. Tugas ini telah
diemban umat Islam sejak masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai sekarang hingga
hari kiamat nanti.
Dalil Al Qur’an
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ِ َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
َ ُِوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئ
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang
beruntung“.[Al-Imran:104].
Umar bin Khathab berkata ketika memahami ayat ini,”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang
ingin termasuk umat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya”.
39
Dalil Sunnah
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan Ijma’ kaum muslimin, telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Ibnu Hazm Adz Dzahiriy, beliau berkata, “Seluruh umat telah bersepakat mengenai
kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar, tidak ada perselisihan diantara mereka sedikitpun”.
2. Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata,”Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan
kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar melalui beberapa ayat dalam Al Qur’an, lalu
dijelaskan Rasulullah n dalam hadits yang mutawatir. Dan para salaf serta ahli fiqih Islam
telah berkonsensus atas kewajibannya”.
3. An-Nawawi berkata,”telah banyak dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah serta Ijma yang
menunjukkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar”
40
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
ِ َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
َ ُِوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئ
ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang
beruntung“. [Ali Imran:104]
Mereka mengatakan bahwa kata ِم ْنdalam ayat ِم ْن ُك ْمuntuk penjelas dan bukan untuk menunjukkan
sebagian. Sehingga makna ayat, jadilah kalian semua umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Demikian juga akhir ayat yaitu:
َ ِ َوأُوْ الَئMenegaskan bahwa keberuntungan khusus bagi mereka yang melakukan amalan
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون
tersebut. Sedangkan mencapai keberuntungan tersebut hukumnya fardhu ‘ain. Oleh karena itu
memiliki sifat-sifat tersebut hukumnya wajib ‘ain juga. Karena dalam kaedah disebutkan:
ِ َما الَ يَتِ ُّّم ْال َوا ِجبُ إِالَّ بِ ِه فَه َُو َو
ٌاجب
Satu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.
َال إِنَّنِى ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِمين َ َو َم ْن أَحْ َسنُ قَوْ الً ِّم َّمن َدعَآ إِلَى هللاِ َو َع ِم َل
َ َصالِ ًح َوق
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan
amal yang shaleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
41
[Fushilat :33]
Sehingga memiliki sifat-sifat tersebut menjadi fardhu ‘ain. Sebagaimana Umar bin Al Khathab
menganggapnya sebagai syarat Allah bagi orang yang bergabung ke dalam barisan umat Islam.
Beliau berkata setelah membaca surat Ali Imran:110,”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang
ingin termasuk umat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya”
Sedangkan pendapat kedua memandang amar ma’ruf nahi mungkar fardhu kifayah. Ini merupakan
pendapat jumhur ulama. Diantara mereka yang menyatakan secara tegas adalah Abu Bakr Al-
Jashash , Al-Mawardiy, Abu Ya’la Al-Hambaliy, Al Ghozaliy, Ibnul Arabi, Al Qurthubiy , Ibnu
Qudamah , An-Nawawiy , Ibnu Taimiyah, Asy-Syathibiy dan Asy-Syaukaniy.
ِ َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
َ ُِوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئ
ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang
beruntung“. [Ali Imran:104]
Mereka mengatakan bahwa kata ِم ْنdalam ayat ِم ْن ُك ْمuntuk menunjukkan sebagian. Sehingga
menunjukkan hukumnya fardhu kifayah.
Imam Al Jashash menyatakan,”Ayat ini mengandung dua makna. Pertama, kewajiban amar ma’ruf
nahi mungkar. Kedua, yaitu fardu kifayah. Jika telah dilaksanakan oleh sebagian, maka yang lain
tidak terkena kewajiban”.
Ibnu Qudamah berkata,”Dalam ayat ini terdapat penjelasan hukum amar ma’ruf nahi mungkar
yaitu fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain”.
َ َو َما َكانَ ْال ُم ْؤ ِمنُونَ لِيَ ْنفِرُوا َكآفَةً فَلَوْ الَ نَفَ َر ِمن ُكلِّ فِرْ قَ ٍة ِمنهُ ْم
ٌطآئِفَة
َلِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّي ِن َولِيُن ِذرُوا قَوْ َمهُ ْم إِ َذا َر َجعُوا إِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُون
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
42
tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya“. [At-Taubah : 122]
Hukum tafaquh fiddin (memperdalam ilmu agama) adalah fardhu kifayah. Karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan sekelompok kaum mukminin dan tidak semuanya untuk
menuntut ilmu. Oleh karena itu orang yang belajar dan menuntut ilmu tersebut yang bertanggung
jawab memberi peringatan, bukan seluruh kaum muslimin. Demikian juga jihad, hukumnya fardhu
kifayah.
Syeikh Abdurrahman As Sa’diy menyatakan,”Sepatutnya kaum muslimin mempersiapkan orang
yang menegakkan setiap kemaslahatan umum mereka. Orang yang meluangkan seluruh waktunya
dan bersungguh-sungguh serta tidak bercabang, untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemanfatan
mereka. Hendaklah arah dan tujuan mereka semuanya satu, yaitu menegakkan kemaslahatan agama
dan dunianya”
3. Tidak semua orang dapat menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Karena orang yang
menegakkannya harus memiliki syarat-syarat tertentu. Seperti mengetahui hukum-hukum syari’at,
tingkatan amar makruf nahi mungkar, cara menegakkannya, kemampuan melaksanakannya.
Demikian juga dikhawatirkan bagi orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar bila tanpa ilmu akan
berbuat salah. Mereka memerintahkan kemungkaran dan mencegah kema’rufan atau berbuat keras
pada saat harus lembut dan sebaliknya.
Pelaku amar makruf nahi mungkar adalah orang yang menunaikan dan melaksanakan fardhu
kifayah. Mereka memiliki keistimewaan lebih dari orang yang melaksanakan fardhu ‘ain. Karena
pelaku fardhu ‘ain hanya menghilangkan dosa dari dirinya sendiri, sedangkan pelaku fardhu
kifayah menghilangkan dosa dari dirinya dan kaum muslimin seluruhnya. Demikian juga fardhu
‘ain jika ditinggalkan, maka hanya dia saja yang berdosa, sedangkan fardhu kifayah jika
ditinggalkan akan berdosa seluruhnya.
44
DAFTAR PUSTAKA
https://duniapesantren.com/pengertian-istidraj/
https://news.detik.com/berita/d-5599775/ini-arti-istidraj-dalam-islam-hati-hati-dengan-
nikmat-dunia
https://www.suaramerdeka.com/religi/pr-041558909/enam-tanda-orang-disayang-allah-cek-
apa-kamu-termasuk?page=all
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210219103203-284-608252/mengenal-5-macam-
riba-menurut-islam-beserta-dalilnya
https://www.brilio.net/wow/keutamaan-bersedekah-beserta-jenis-dan-dalilnya-sesuai-ajaran-
islam-200604i.html
https://www.popmama.com/big-kid/10-12-years-old/devi-ari-rahmadhani/kumpulan-ayat-
dalam-alquran-tentang-kematian-yang-harus-diketahui-anak/6
https://news.detik.com/berita/d-5201638/amar-makruf-nahi-mungkar-perilaku-yang-
diperintahkan-allah-swt