Oleh : Kelompok 13
1. Sofia Putri (2002050038)
2. Nur Fadil Faqih (2002050015)
Segala puji bagi Allah SWT. Karena atas rahmat dan kasih sayang-Nya, atas
anugerah hidup serta kesehatan yang telah saya terima, dan petunjuk-Nya
sehingga saya bisa menyusun makalah ini. Di makalah ini, saya sebagai penyusun
hanya sebatas ilmu yang bisa saya sajikan dengan judul “Jarimah Qishash”.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB I PEMBAHASAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Qishash.......................................................................................2
C. Syarat-syarat Qishash..................................................................................5
a. Kesimpulan..................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila menghadapi suatu persoalan hukum yang tidak terdapat
aturannya, kita harus menetapkannya sebagai kebolehan. Artinya semua perbuatan
atau tidak berbuat atau yang berkaitan denngan suatu barang dianggap sebagai
suatu kebolehan yang asli bukan suatu kebolehan yang berasal dari syariat.
Mengerjakan atau meninggalkan perbuatan seperti itu tidak mempunyai
konsekuensi hukum tertentu, tanpa membedakan siapa pelakunya, anak-anak atau
dewasa, sehat pikirannya atau terganggu. Semua manusia selama tidak ada
ketentuan, diberi kebebasan melakukan perbuatan tersebut atau meninggalkan
perbuatan tersebut. Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah yang tidak ada
atau belum ada aturannya, jangan sekali-kali memberikan status hukum haram.
Kita harus mengembalikanmya pada kebolehan, sebagai suatu kemurahan dari
Yang Maha Kuasa untuk menghilangkan kesulitan bagi manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan qishash?
2. Apa dasar hukum qishash?
3. Apa saja syarat-syarat qishash dan hal-hal yang menggugurkan hukuman
qishash?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qishash
2
sama dengan tindakan yang dilakukan itu, yaitu nyawanya sendiri harus direnggut
persis seperti dia mencabut nyawa korbannya. Kendatipun demikian, tidak harus
berarti bahwa dia juga harus dibunuh dengan senjata yang sama.1
4. Menurut HMK. Bakri, qishash adalah hukum bunuh terhadap barang siapa yang
membunuh dengan sengaja yang mempunyai rencana lebih dahulu.
6. Menurut Haliman, hukum qishash ialah akibat yang sama yang dikenakan
kepada orang yang menghilangkan jiwa atau melukai atau menghilangkan anggota
badan orang lain seperti apa yang telahdiperbuatnya.
7. Menurut Ahmad Hanafi, pengertian qishash ialah agar pembuat jarimah dijatuhi
hukuman (dibalas) setimpal dengan perbuatannya, jadi dibunuh kalau ia
membunuh, atau dianiaya kalau ia menganiaya.3
1
A.Rahman I Doi, Hudud dan Kewarisan, Terj. Zaimuddin dan Rusydi Sulaiman,
(Jakarta: Srigunting, 1996), hlm. 27.
2
HMK. Bakri, Hukum Pidana dalam Islam, (Solo: Romadhani, t.th), hlm. 12
3
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm.
279
3
B. Dasar Hukum Qishash
Artinya : Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai
orang -orang y ang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. Al Baqaarah 179).
Selain itu hukuman ini dijelaskan dalam hadits An-Nas‟i yang berbunyi :
Al Harits bin Miskin berkata dengan membacakan riwayat dan saya mendengar
dari Sufyan dari 'Amru dari Mujahid dari Ibnu Abbas, dia berkata; dahulu pada
Bani Israil terdapat hukum qishas namun tidak ada diyat pada mereka, lalu Allah
Azza wa jalla menurunkan ayat: (Hai orang -orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu qishash berkenaan dengan orang -orang yang dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af)
membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)).
4
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Diterjemahkan Oleh Ahsin
Sakho Muhammad dkk dari “Al tasryi‟ Al-jina‟I Al-Islami”, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2008),
338
4
C. Syarat-syarat Qishas
3. Perbuatan Pembunuhannya
5
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 151
6
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 152
5
4. Wali (Keluarga) dari Korban
Wali dari korban harus jelas diketahui, dan apabila wali korban tidak
diketahui keberadaanya maka Qishash tidak bisa dilaksanakan. Akan tetapi
ulama-ulama yang lain tidak mensyaratkan hal ini.
1. Meninggalnya Pelaku
Menurut Abu Hanifah dan Malik, jika qishash gugur karena matinya
pelaku, maka ia tidak diwajibkan membayar diyat. Alasannya, karena qishash itu
wajib, sedangkan diyat tidak bisa menggantikan qishash, kecuali atas persetujuan
pelaku. Sedangkan asy-Syāfi’ī dan Ahmad bahwa diyat merupakan pengganti
qishash, jika gugur, seperti matinya pelaku, maka korban atau keluarganya tetap
berhak untuk mengambil diyat dari harta pelaku.
Yang dimaksud adalah untuk selain jiwa. Menurut Mālik, tidak wajib
diqishash, karena dengan hilangnya anggota badan yang menjadi objek qishash,
hilang pula atas pelakunya. Menurut asy-Syāfi’ī dan Ahmad, bahwa jika hilang
anggota yang diqishash, maka diyat hukumnya menjadi wajib. Sedangkan
menurut Abū Hanifah, korban masih berhak meminta diyat sebagai pengganti
qishash, karena pelaku masih berkewajiban untuk melaksanakannya.
3. Taubatnya Pelaku
Hal ini hanya berlaku pada jarimah hirabah, jika pelaku sebelum ditangkap
atau dikuasai oleh pejabat, maka hukumannya menjadi gugur, seperti hukuman
mati, salib, potong tangan dan kaki maupun pengasingan yang menjadi hak
publik, tetapi taubat tersebut tidak dapat menggugurkan hak-hak individu yang
6
dilanggar, seperti pengambilan harta. Jika hartanya masih ada wajib dikembalikan
dan jika tidak ada, wajib untuk menggantinya.
4. Perdamaian
5. Pengampunan
7
7. Kedaluwarsa
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara harfiah, kata qishash dalam Kamus Al- Munawwir diartikan pidana
qishash. Pengertian lain menyatakan bahwa qishash dalam arti bahasa adalah
menelusuri jejak. Qishash adalah memberikan perlakuan yang sama kepada
terpidana sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya. Dasar dari hukuman
qishas dalam jarimah pembunuhan yaitu Al-Qur‟an surat Al Baqaarah ayat 178
dan al maaidah ayat 45 yang telah tercantum dalam halaman diatas. Selain dari
dua ayat tersebut dasar hukum dari hukum qishash juga terdapat dalam Al-Qur’an
surat Al Baqaarah ayat 179.
9
DAFTAR PUSTAKA
A.Rahman I Doi, Hudud dan Kewarisan, Terj. Zaimuddin dan Rusydi Sulaiman,
(Jakarta: Srigunting, 1996).
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990).
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005).
10