Anda di halaman 1dari 13

JARIMAH QISHASH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Jinayah


Dosen pembimbing: Drs.H. Sofyan Karim, Lc, M.A

Oleh : Kelompok 13
1. Sofia Putri (2002050038)
2. Nur Fadil Faqih (2002050015)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DAAR
AL ULUUM ASAHAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Karena atas rahmat dan kasih sayang-Nya, atas
anugerah hidup serta kesehatan yang telah saya terima, dan petunjuk-Nya
sehingga saya bisa menyusun makalah ini. Di makalah ini, saya sebagai penyusun
hanya sebatas ilmu yang bisa saya sajikan dengan judul “Jarimah Qishash”.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Asahan, 1 Oktober 2022

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................i

Daftar Isi..................................................................................................................ii

BAB I PEMBAHASAN

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Qishash.......................................................................................2

B. Dasar Hukum Qishash..................................................................................4

C. Syarat-syarat Qishash..................................................................................5

D. Hal-hal yang Menggugurkan .....................................................................6

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan..................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apabila menghadapi suatu persoalan hukum yang tidak terdapat
aturannya, kita harus menetapkannya sebagai kebolehan. Artinya semua perbuatan
atau tidak berbuat atau yang berkaitan denngan suatu barang dianggap sebagai
suatu kebolehan yang asli bukan suatu kebolehan yang berasal dari syariat.
Mengerjakan atau meninggalkan perbuatan seperti itu tidak mempunyai
konsekuensi hukum tertentu, tanpa membedakan siapa pelakunya, anak-anak atau
dewasa, sehat pikirannya atau terganggu. Semua manusia selama tidak ada
ketentuan, diberi kebebasan melakukan perbuatan tersebut atau meninggalkan
perbuatan tersebut. Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah yang tidak ada
atau belum ada aturannya, jangan sekali-kali memberikan status hukum haram.
Kita harus mengembalikanmya pada kebolehan, sebagai suatu kemurahan dari
Yang Maha Kuasa untuk menghilangkan kesulitan bagi manusia.

Jadi, semua perbuatan tidak dipandang sebagai suatu pelanggaran atau


jarimah sebelum nyata ada aturannya (nash atau lainnya) yang berkaitan dengan
masalah tersebut. Halini karena hukuman atau sanksi hukum harus berkaitan
dengan aturan atau nash

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan qishash?
2. Apa dasar hukum qishash?
3. Apa saja syarat-syarat qishash dan hal-hal yang menggugurkan hukuman
qishash?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qishash

Qishash dalam bahasa Arab adalah ‫ع األثر‬DD‫ تتب‬,artinya, menelusuri jejak,1


atau ‫ مقتص األثر‬artinya, pencari jejak. Pengertian tersebut digunakan untuk arti
hukuman, karena orang yang berhak atas qishash mengikuti dan menelusuri
tindak pidana terhadap pelaku. Qishash juga diartikan: ‫ المماثلة‬artinya,
keseimbangan dan kesepadanan. Dalam al-Mu'jam al-Mufahras li Alfâz Al-Qur'ân
alKarîm, kata qishash disebutkan dalam dua surat sebanyak empat ayat yaitu al-
Baqarah ayat 178, 179, 194; dan dalam surat alMa'idah ayat 45. Secara harfiah,
kata qishash dalam Kamus Al- Munawwir diartikan pidana qishash. Pengertian
lain menyatakan bahwa qishash dalam arti bahasa adalah menelusuri jejak.
Pengertian tersebut digunakan untuk arti hukuman, karena orang yang berhak atas
qishash mengikuti dan menelusuri jejak tindak pidana dari pelaku. Qishash juga
diartikan yaitu keseimbangan dan kesepadanan. Dari pengertian yang kedua inilah
kemudian diambil pengertian menurut istilah adalah qishash yang artinya syara',
istilah Menurut memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya.
Dalam redaksi yang berbeda, Ibrahim Unais memberikan definisi qishash sebagai
berikut. Qishash adalah menjatuhkan hukuman kepada pelaku persis seperti apa
yang dilakukannya.

Secara terminologis masih banyak pengertian dari kata qishash di


antaranya sebagai berikut: Menurut Abd al-Qadir Audah, qishash adalah sebagai
keseimbangan atau pembalasan terhadap si pelaku tindak pidana dengan sesuatu
yang seimbang dari apa yang telah diperbuatnya.

1. Menurut Wahbah Zuhaili, qishash adalah menjatuhkan hukuman kepada pelaku


persis seperti apa yang dilakukannya.

2. Menurut Abdur Rahman Qishash merupakan hukum balas dengan hukuman


yang setimpal bagi pembunuhan yang dilakukan. Hukuman pada si pembunuh

2
sama dengan tindakan yang dilakukan itu, yaitu nyawanya sendiri harus direnggut
persis seperti dia mencabut nyawa korbannya. Kendatipun demikian, tidak harus
berarti bahwa dia juga harus dibunuh dengan senjata yang sama.1

3. Menurut Abdul Malik, qishash berarti memberlakukan seseorang sebagaimana


orang itu memperlakukan orang lain.

4. Menurut HMK. Bakri, qishash adalah hukum bunuh terhadap barang siapa yang
membunuh dengan sengaja yang mempunyai rencana lebih dahulu.

5. Dengan perkataan yang lebih umum, dinyatakan pembalasan yang serupa


dengan pelanggaran.2

6. Menurut Haliman, hukum qishash ialah akibat yang sama yang dikenakan
kepada orang yang menghilangkan jiwa atau melukai atau menghilangkan anggota
badan orang lain seperti apa yang telahdiperbuatnya.

7. Menurut Ahmad Hanafi, pengertian qishash ialah agar pembuat jarimah dijatuhi
hukuman (dibalas) setimpal dengan perbuatannya, jadi dibunuh kalau ia
membunuh, atau dianiaya kalau ia menganiaya.3

Berdasarkan beberapa rumusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa qishash


adalah memberikan perlakuan yang sama kepada terpidana sesuai dengan tindak
pidana yang dilakukannya.

Al-Qur'an telah banyak menjelaskan tentang hukumhukum pidana


berkenaan dengan masalah-masalah kejahatan. Secara umum hukum pidana atas
kejahatan yang menimpa seseorang adalah dalam bentuk qishash yang didasarkan
atas persamaan antara kejahatan dan hukuman. Di antara jenis- jenis hukum
qishash yang disebutkan dalam al-Qur'an ialah; qishash pembunuh, qishash
anggota badan dan qishash dari luka. Semua kejahatan yang menimpa seseorang,
hukumannya dianalogikan dengan qishash yakni didasarkan atas persamaan antara
hukuman dengan kejahatan, karena hal itu adalah tujuan pokok dari pelaksanaan
hukum qishash.

1
A.Rahman I Doi, Hudud dan Kewarisan, Terj. Zaimuddin dan Rusydi Sulaiman,
(Jakarta: Srigunting, 1996), hlm. 27.
2
HMK. Bakri, Hukum Pidana dalam Islam, (Solo: Romadhani, t.th), hlm. 12
3
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm.
279

3
B. Dasar Hukum Qishash

Dasar dari hukuman qishas dalam jarimah pembunuhan yaitu Al-Qur‟an


surat Al Baqaarah ayat 178 dan al maaidah ayat 45 yang telah tercantum dalam
halaman diatas. Selain dari dua ayat tersebut dasar hukum dari hukum qishash
juga terdapat dalam Al-Qur’an surat Al Baqaarah ayat 179 yang berbunyi:4

ِ ‫اص َح ٰيوةٌ ٰيّٓاُولِى ااْل َ ْلبَا‬


َ‫ب لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُوْ ن‬ ِ ‫ص‬َ ِ‫َولَ ُك ْم فِى ْالق‬

Artinya : Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai
orang -orang y ang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. Al Baqaarah 179).

Selain itu hukuman ini dijelaskan dalam hadits An-Nas‟i yang berbunyi :
Al Harits bin Miskin berkata dengan membacakan riwayat dan saya mendengar
dari Sufyan dari 'Amru dari Mujahid dari Ibnu Abbas, dia berkata; dahulu pada
Bani Israil terdapat hukum qishas namun tidak ada diyat pada mereka, lalu Allah
Azza wa jalla menurunkan ayat: (Hai orang -orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu qishash berkenaan dengan orang -orang yang dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af)
membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)).

Pemberian maaf itu adalah menerima diyat pada pembunuhan dengan


sengaja, dan hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af
dengan cara yang baik (pula)), serta melaksanakan ini dengan kebaikan. Yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat dari apa
yang diwajibkan atas kaum sebelum kalian, sesungguhnya hal tersebut adalah
qishas bukan diyat.

4
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Diterjemahkan Oleh Ahsin
Sakho Muhammad dkk dari “Al tasryi‟ Al-jina‟I Al-Islami”, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2008),
338

4
C. Syarat-syarat Qishas

Untuk melaksanakan hukuman qishas perlu adanya syarat-syarat yang


harus terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi syarat-syarat untuk pelaku
( pembunuh), korban ( yang dibunuh ), perbuatan pembunuhannya dan wali dari
korban.5 Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Syarat-Syarat Pelaku (Pembunuh)

Menurut Ahmad Wardi Muslich yang mengutip dari Wahbah Zuhaily


mengatakan ada syarat yang harus terpenuhi oleh pelaku (pembunuh) untuk
diterapkannya hukuman Qishash , syarat tersebut adalah pelaku harus mukallaf,
yaitu baligh dan berakal, pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja, pelaku
(pembunuh) harus orang yang mempunyai kebebasan.6

2. Korban (yang dibunuh)

Untuk dapat diterapkannya hukuman qishas kepada pelaku harus


memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan korban, syarat-syarat tersebut
adalah korban harus orang orang yang ma‟shum ad-dam artinya korban adalah
orang yang dijamin keselamatannya oleh negara Islam, korban bukan bagian dari
pelaku, artinya bahwa keduanya tidak ada hubungan bapak dan anak, adanya
keseimbangan antara pelaku dengan korban (tetapi para jumhur ulama saling
berbeda pendapat dalam keseimbangan ini).

3. Perbuatan Pembunuhannya

Dalam hal perbuatan menurut hanafiyah pelaku diisyaratkan harus


perbuatan langsung (mubasyaroh), bukan perbuatn tidak langsung (tasabbub).
Apabila tassabub maka hukumannya bukan qishas melainkan diyat. Akan tetapi,
ulama-ulama selain hanafiyah tidak mensyaratkan hal ini, mereka berpendapat
bahwa pembunuhan tidak langsung juga dapat dikenakan hukuman Qishash.

5
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 151
6
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 152

5
4. Wali (Keluarga) dari Korban

Wali dari korban harus jelas diketahui, dan apabila wali korban tidak
diketahui keberadaanya maka Qishash tidak bisa dilaksanakan. Akan tetapi
ulama-ulama yang lain tidak mensyaratkan hal ini.

D. Hal-hal yang Menggugurkan Hukuman Qishash

1. Meninggalnya Pelaku

Menurut Abu Hanifah dan Malik, jika qishash gugur karena matinya
pelaku, maka ia tidak diwajibkan membayar diyat. Alasannya, karena qishash itu
wajib, sedangkan diyat tidak bisa menggantikan qishash, kecuali atas persetujuan
pelaku. Sedangkan asy-Syāfi’ī dan Ahmad bahwa diyat merupakan pengganti
qishash, jika gugur, seperti matinya pelaku, maka korban atau keluarganya tetap
berhak untuk mengambil diyat dari harta pelaku.

2. Hilangnya Anggota Badan (Objek) yang di Qishash

Yang dimaksud adalah untuk selain jiwa. Menurut Mālik, tidak wajib
diqishash, karena dengan hilangnya anggota badan yang menjadi objek qishash,
hilang pula atas pelakunya. Menurut asy-Syāfi’ī dan Ahmad, bahwa jika hilang
anggota yang diqishash, maka diyat hukumnya menjadi wajib. Sedangkan
menurut Abū Hanifah, korban masih berhak meminta diyat sebagai pengganti
qishash, karena pelaku masih berkewajiban untuk melaksanakannya.

3. Taubatnya Pelaku

Hal ini hanya berlaku pada jarimah hirabah, jika pelaku sebelum ditangkap
atau dikuasai oleh pejabat, maka hukumannya menjadi gugur, seperti hukuman
mati, salib, potong tangan dan kaki maupun pengasingan yang menjadi hak
publik, tetapi taubat tersebut tidak dapat menggugurkan hak-hak individu yang

6
dilanggar, seperti pengambilan harta. Jika hartanya masih ada wajib dikembalikan
dan jika tidak ada, wajib untuk menggantinya.

4. Perdamaian

Para ulama sepakat dibolehkannya perdamaian, berdasarkan hadits riwayat


at-Tirmizi yang artinya: Barangsiapa yang dibunuh dengan sengaja, maka
urusannya diserahkan kepada walinya, jika ia menghendaki, ia dapatmengqishash
nya, dan jika ia menghendaki, maka boleh mengambil diyat: 30 hiqqah (unta
betina umur 3-4 tahun), 30 jasa’ah (unta umur 4-5 tahun), dan 40 khalifah (unta
yang sedang bunting), jika mereka mengadakan perdamaian, maka itu hak
mereka.

5. Pengampunan

Pengampunan terhadap qishash diperbolehkan menurut kesepakatan


fuqaha, bahkan lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaannya. Pengampunan
menurut Abu Ḥanifah dan Malik adalah pembebasan dari qishash dan diyat secara
mutlak, jika ingin tetap hukuman diyat, maka harus dengan cara perdamaian
bukan pengampunan, sehingga harus ada persetujuan dari kedua belah pihak.
Tetapi, menurut asy-Syafi’i dan Aḥmad, pengampunan itu menggugurkan
qishash, secara otomatis mengakibatkan hukuman diyat sebagai hukuman
penggantinya dan tanpa menunggu persetujuan pelaku.

6. Diwariskan Hak Qishash

Maksudnya adalah hukuman qiṣhaṣh menjadi gugur, jika wali korban


menjadi pewaris hak qishash. Contohnya, sesorang divonis qishash, lalu mati dan
pembunuh mewarisi hak qishash, baik semuanya maupun sebagiannya, atau
qishash tersebut diwarisi oleh orang yang tidak mempunyai hak dari pembunuh,
yaitu anaknya. Menurut Imam Malik, ayah yang membunuh anaknya dengan
sengaja harus tetap dihukumi qishash, kecuali tidak ada kesengajaan, karena
melakukan pengajaran. Dengan demikian, tidak semua fuqaha menerima qishash
dapat diwariskan.

7
7. Kedaluwarsa

Menurut mazhab Abu Hanifah dan pengikutnya bersepakat bahwa


kedaluwarsa itu bisa menggugurkan hukuman pada jarimah qishash-diyat, tetapi
berlaku bagi jarimah qazaf yang merupakan jarimah ḥudud. Menurut mazhab
Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad, bahwa kedaluwarsa itu tidak dapat mengugurkan
hukuman, karena masa tanpa manfaatnya. Oleh karena itu, hukuman atau tindak
pidana dapat gugur karena kedaluwarsa, jika menurut ulul amri (pemerintah)
menjadi hak untuk kepentingan umum.

8
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Secara harfiah, kata qishash dalam Kamus Al- Munawwir diartikan pidana
qishash. Pengertian lain menyatakan bahwa qishash dalam arti bahasa adalah
menelusuri jejak. Qishash adalah memberikan perlakuan yang sama kepada
terpidana sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya. Dasar dari hukuman
qishas dalam jarimah pembunuhan yaitu Al-Qur‟an surat Al Baqaarah ayat 178
dan al maaidah ayat 45 yang telah tercantum dalam halaman diatas. Selain dari
dua ayat tersebut dasar hukum dari hukum qishash juga terdapat dalam Al-Qur’an
surat Al Baqaarah ayat 179.

Untuk melaksanakan hukuman qishas perlu adanya syarat-syarat yang


harus terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi syarat-syarat untuk pelaku
( pembunuh), korban ( yang dibunuh ), perbuatan pembunuhannya dan wali dari
korban. Adapun sebab-sebab yang dapat menggugurkan hukuman adalah: a)
Meninggalnya pelaku tindak pidana, b) Hilangnya tempat melakukan qishas c)
Tobatnya pelaku tindak pidana, d) Perdamaian, e) Pengampunan, f) Diwarisnya
qishas, g) Kadaluarsa (al-taqadum).

9
DAFTAR PUSTAKA

A.Rahman I Doi, Hudud dan Kewarisan, Terj. Zaimuddin dan Rusydi Sulaiman,
(Jakarta: Srigunting, 1996).

HMK. Bakri, Hukum Pidana dalam Islam, (Solo: Romadhani, t.th).

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990).

Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Diterjemahkan Oleh


Ahsin Sakho Muhammad dkk dari “Al tasryi‟ Al-jina‟I Al-Islami”, (Jakarta: PT
Kharisma Ilmu, 2008),

Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005).

10

Anda mungkin juga menyukai