RINGANNYA HUKUMAN
MAKALAH
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Fiqih Jinayah
Disusun Oleh :
Kelompok II
Abdul Mukisan (1222045)
Ridwan Ramadhan (1222058)
Zarkani (1222067)
Dosen Pengampu :
Hamdani, Lc., M.A
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah singkat tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ilmiah ini adalah “Klasifikasi Pidana Islam dari Segi
Berat Ringannya Hukuman”. Tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah Fiqih Jinayah dan ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan bagi
pembaca serta bagi penulis sendiri.
Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Hamdani, Lc., M.A selaku dosen pengampu pada mata kuliah Fiqih
Jinayah yang telah membimbing penulis untuk menyelesaikan makalah ilmiah ini.
Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah singkat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menulis makalah singkat ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan
dapat membuat makalah ilmiah ini menjadi lebih baik serta bermanfaat bagi
penulis dan pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 4
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebutan kata jarimah lebih khusus dari pada jinayah, sering para Ulama
menyebut jarimah pada tiga bagian saja, yakni jarimah Hudud, jarimah qisas
diyat dan jarimah ta’zir. Dengan penyebutan jarimah oleh Ulama ini, sehingga
dipahami bahwa jarimah-jarimah inilah yang akan dibicarakan dalam Fiqih
Jinayah. Ketiga jarimah ini mempunyai kelompok masing-maing. Jarimah
Hudud, meliputi perzinahan, menuduh zina, pencurian, khamar, hirabah, murtad.
Jarimah Qisasa/diyat, meliputi qisas atas jiwa dan qisas atas badan, sedangkan
jarimah ta’zir merupakan delik aduan yang dimungkinkan untuk pembaruan
jarimah dalam fiqih jinayah terutama ketika jarimah ta’zir sebagai hukuman
pengganti hukum pokok atau sebagai pengembangan jarimah-jarimah baru.
Jarimah itu sebenarnya sangat banyak macam dan ragamnya, akan tetapi,
secara garis besar dapat dibagi dengan meninjaunya dari berbagai segi. Ditinjau
dari segi berat ringanya hukuman, jarimah dapat dibagi kepada tiga bagian antara
lain: jarimah qishash / diyat, jarimah hudud, dan jarimah ta’zir. Maka inilah yang
akan menjadi pembahasan makalah ini.
3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembahasan jarimah qishash ?
2. Bagaimana pembahasan jarimah hudud ?
3. Bagaimana pembahasan jarimah ta’zir ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan pembahasan jarimah qishash
2. Untuk menjelaskan pembahasan jarimah hudud
3. Untuk menjelaskan pembahasan jarimah ta’zir
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jarimah Qishash
Para Ulama dalam menyebut qisas ini menggunakan kata-kata jarimah qisas,
namun sesungguhnya qisas ini adalah sanksi atas pembunuhan sengaja, namun
karena sudah populer oleh Ulama Fiqih menyebutnya dengan jarimah qisas maka
tidak salah juga kita sebut jarimah qisas. Haliman (1971:275), Qisas berasal dari
kata Qashsah, yang berarti memotong, ataupun berasal dari kata Aqtasha yang
berarti mengikuti, yakni mengikuti perbuatan penjahat untuk pembalasan yang
sama dari pada perbuatannya itu, Qalyubi, memahamkan qisas sebagai hukum
bunuh atau qawad, hukum qisas ialah akibat yang sama yang dikenakan kepada
oang yag menghilangkan jiwa atau melukai atau menghilangkan anggota badan
orang lain seperti apa yag telah diperbuatnya.1
Jarimah qishas dan diyat adalah jarimah yang diancam dengan hukuman
qishas atau diyat. Baik qishash maupun diyat keduanya adalah hukuman yang
sudah ditentukan oleh syara'. Perbedaannya dengan hukuman had adalah bahwa
had merupakan hak Allah (hak masyarakat), sedangkan qishash dan diyat adalah
hak manusia (individu).2
Dalam hubungannya dengan hukuman qishash dan diyat maka pengertian hak
manusia di sini adalah bahwa hukuman tersebut bisa dihapuskan atau dimaafkan
oleh korban atau keluarganya. Dengan demikian maka ciri khas dari jarimah
qishash dan diyat itu adalah:
1
Ismail Rumadan, Pembaruan Jarimah dalam Fiqih Jinayah, (Surabaya: Nariz Bakti Mulia,
2021), hlm. 47.
2
Marsaid, Al-Fiqh Al-Jinayah, (Palembang: Amanah, 2020), hlm. 58.
5
b. Hukuman tersebut merupakan hak perseorangan (individu), dalam arti
bahwa korban atau keluarganya berhak memberikan pengampunan
terhadap pelaku. Jarimah qishash dan diyat ini hanya ada dua macam,
yaitu pembunuhan dan penganiayaan. Namun apabila diperluas maka ada
lima macam, yaitu:
1) Pembunuhan Sengaja
2) Pembunuhan Menyerupai Sengaja
3) Penganiayaan Sengaja
4) Penganiayaan Tidak Sengaja3
a. Pembunuhan sengaja
b. Pembunuhan semi sengaja
c. Pembunuhan tersalah
3
Ibid., hlm. 58-59.
4
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 6.
6
اص ِِف الْ أقْت لأى ِ ِ ِ َّ
ُ صب أعلأْي ُك ُم الْق أ
ين ءأ أامنُوا ُكت أ
أَيأيُّ أها الذ أ
Ayat ini berisi tentang hukuman qishash bagi pembunuh yang melakukan
kejahatannya secara sengaja dan pihak keluarga korban tidak memaafkan pelaku.
Kalau keluarga korban ternyata memaafkan pelaku, maka sanksi qishash tidak
berlaku dan beralih menjadi hukuman diyat.5
وح
اْلُُر أ
ِ الس َّن ِِب
ْ لس أن أو ِ أنف و ْاْلُذُ أن ِِبْْلُذُ ِن و
أ
ِ ِ ْي و ْاْل أ
أنف ِبْْل أ
ِ ِ س والْ أع ْ أ
ْي ِبلْ أع ْ أ س ِبلنَّ ْف ِ أ َّ أوأكتأ ْب نأا أعلأْي ِه ْم فِ أيها أ
ِ أن النَّ ْف
أ
اص ِ
ُ صقأ
Dalam kajian ushul fiqh, ayat ini termasuk salah satu syariat umat sebelum
Islam yang diperselisihkan oleh ulama. Di satu sisi ayat ini merupakan salah satu
bentuk hukum yang tidak secara tegas dinyatakan berlaku bagi umat Islam, tetapi
di sisi lain tidak terdapat keterangan yang menyatakan sudah terhapus dan tidak
berlaku lagi.
5
Ibid., hlm. 5.
7
a. Menurut jumhur ulama, Hanafiyah, Malikiyah, sebagian Syafi'iyah, dan
sebuah riwayat Ahmad-di mana pendapat ini dinilai sebagai yang paling
tepat, ayat-ayat tentang qishash terhadap anggota badan tetap berlaku bagi
umat Islam.
b. Menurut ulama-ulama kalangan Asy'ariyah, Mu'tazilah, sebagian pengikut
Syafi'iyah, dan dalam riwayat Imam Ahmad yang lain; bahwa syariat
yang seperti ini tidak berlaku bagi orang Islam. Pendapat ini menurut Al-
Zuhaili didukung oleh Al-Ghazali, Al-Amidi, Al-Razi, dan Ibnu Hazm.
c. Menurut Ibnu Al-Qusyairi dan Ibnu Burhan, terhadap ayat-ayat semacam
ini sebaiknya tawaqquf (bersikap diam) sampai terdapat dalil shahih yang
menegaskannya.6
a. Korban bagian dari pelaku, jika korban termasuk bagian dari pelaku,
hukuman qisas menjadi terhalang, jika korban adalah ank pelaku,bila
seorang Ayah melukai anaknya, memotong anggota badannya, atau
melukai kepalnya ia tidak berhak qisas, ini sesuai sabda Rasul: Tidak
diqisas Ayah karena membunuh anaknya. Adapun anak harus diqisas
karena membunuh Ayahnya, hal ini berdasarkan Nash-Nash yang bersifat
umum, termasuk dalam katagori Ayah dan Anak, setiap Ayah sampai ke
6
Ibid., hlm. 9.
7
Ibid., hlm. 10.
8
atas dan setiap anak smpai kebawah, kedudukan Ibu dan Ayah sama
dalam status hukum.
Atas dasar ini, tidak ada perbedaan diantara empat imam Mazhab, tentang
terhalangnya qisas dari seorang Ayah yang melakukan tindak pidana
terhadap anaknya, pda tindak pidana selain jiwa.
b. Tidak ada kesetaraan
Jika kesetaran antara korban dan pelaku tidak ada, hukuman qisas tidak
ada kesetaraan hanya dilihat dari sisi korban,bukan dari sisi pelaku. Asas
kesetaran menurut Imam Malik Syafi,i dan Ahmad bin hambal adalah
kemerdekaan dan Islam. Menurut Imam Abu hanifa, adalah kemerdekaan
dan jenis, maka dapat disimpulkan, Kemerdekaan, Jenis dan Islam.
c. Islam
Imam Malik, Asyafi, dan Ahmad bin hanbal. Bahwa orang kafis tidak
setara dengan orang Muslim, menurut mereka orang Muslim yang
membunuh Kafir Zimmi tidak ada qisas. Adapun Menurut Imam Abu
hanifa bahwa Orang kafir stara dengan orang Muslim selama ia maksum
darahnya, dan ismahnya tidak tercamur dengan kesamaran, misalnya
orang kafir mustakmin, dengan demikian, tindak pidana mewajibakan
qisas bagi orang yang melakukan tindak pidana atas mereka.
d. Jenis
Menurut Kaedh Imam Mazhab yang Empat, perempuan harus diqisas
karena membunuh laki-laki dan laki-laki wajib diqisas karena membunuh
perempuan, Imam Malik, Asyafi dan Ahmad bin Hanbal, menetapkan
kaedah ini dengan tindak pidana penganiayaan, menurut mereka orang
yang berlaku qisas atas jiwanya, berlaku qisas juga atas anggota
badannya. Menurut Imam Abu Hanif, dalam masaah ini tidak
mensederajatkan laki sama dengan perempuan, karena ia menggunakn
kaedah lain, karena diyat perempuan separoh dari diyat laki-laki dan diyat
anggota badannya juga tidak sama dengan diyat anggota badan laki-laki,
9
jika tidak ada persamaan antara keduanya, qisas juga terhalang bagi
anggota badan keduanya, baik pelakunya laki-laki maupun perempuan.8
Sedangkan Imam Syafi‟i dan Ahmad bin Hanbal, kasus di atas qisas dan
segala aspeknya menjadi hapus, akan tetapi menjadi wajib diyat, karena qisas dan
diyat itu keduanya wajib, bila salah satunya tidak dapat dilaksanakan maka
diganti dengn hukuman lainnya.
Orang yang berhak mengadakan perdamain adalah orang yang berhak atas
qisas dan pemaafan, qisas juga dapat hapus karena diwariskan kepada keluarga
korban, pemaafan yang melakukan pembunuhan dan atau pelukaan dari sikorban
8
Ismail Rumadan, Op. Cit., hlm. 59-60.
9
Ibid., hlm. 60.
10
atau keluarganya sangat didorong dan terpuji, walaupun demikian tidak berarti
pelaku tidak dikenai hukuman, maka sanksi diserahkan kepada Ulil Amri.
B. Jarimah Hudud
Jarimah hudud yaitu perbuatan melanggar hukum yang jenis dan ancaman
hukumannya ditentukan oleh nas yaitu hukuman had (hak Allah). Hukuman had
yang dimaksud tidak mempunyai batas terendah dan tertinggi dan tidak bisa
dihapuskan oleh perorangan (si korban atau walinya) atau masyarakat yang
mewakili (ulil amri).10
a. Jarimah zina
b. Jarimah qazaf (menuduh zina)
c. Jarimah syurbul khamr (minum-minuman keras)
d. Jarimah pencurian (sariqah)
e. Jarimah hirabah (perampokan)
f. Jarimah riddah (keluar dari Islam)
g. Jarimah Al Bagyu (pemberontakan)11
Di antara ayat al-Qur’an yang berbicara masalah hudud adalah firman Allah
surat al-Talaq ayat 1:
10
Khairul Hamim, Fikih Jinayah, (Mataram: Sanabil, 2020), hlm. 12.
11
Ibid.
11
Ayat tersebut di atas berbicara tentang masalah hitungan waktu ‘iddah cerai.
Meskipun ayat tersebut tidak berkaitan secara langsung dengan hudud yang
dimaksudkan dalam konteks jarimah, akan tetapi dapat dipahami hudud adalah
batas-batas hukum Allah yang telah ditetapkan-Nya.12
Pengertian hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara'
dan menjadi hak Allah (hak masyarakat). Dengan demikian ciri khas jarimah
hudud itu sebagai berikut.
12
Reni Surya, “Klasifikasi Tindak Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Perspektif Hukum
Islam”, Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, Volume 2 No. 2. Juli-Desember 2018, hlm.
533.
13
Marsaid, Op. Cit., hlm. 60.
14
Ibid., hlm. 61.
12
C. Jarimah Ta’zir
Sedangkan menurut Abu Zahrah bahwa jarīmah ta’zir adalah tindak pidana
(jarimah) yang bentuk hukuman dan kadarnya tidak dijelaskan oleh pembuat
undang-undang ( )الشارعdalam teks, tetapi kadar bentuk hukumannya diserahkan
kepada penguasa (pemerintah dan lembaga peradilan).16
“Ta'zir itu adalah hukuman atas tindakan pelanggaran dan kriminalitas yang
tidak diatur secara pasti dalam hukum had. Hukuman ini berbeda-beda, sesuai
dengan perbedaan kasus dan pelakunya. Dari satu segi, ta'zir ini sejalan dengan
hukum had; yakni ia adalah tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki perilaku
manusia, dan untuk mencegah orang lain agar tidak melakukan tindakan yang
sama seperti itu.”17
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hukuman ta'zir itu adalah hukuman
yang belum ditetapkan oleh syara', melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik
penentuannya maupun pelaksanaannya. Dalam menentukan hukuman tersebut,
penguasa hanya menetapkan hukuman secara global saja. Artinya pembuat
undang-undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing jarimah ta'zir,
melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-
ringannya sampai yang seberat-beratnya.
15
Rokhmadi, Hukum Pidana Islam, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015), hlm. 185.
16
Ibid.
17
Marsaid, Op. Cit., hlm. 62.
13
Menurut penulis penguasa (pemerintah) berwenang untuk membuat undang-
undang atau peraturan ketika kehidupan meng alami perubahan dan pembaruan,
maka pemerintah harus memper baharui apa yang terkait dengan stempel dosa
(bersalah) pada setiap perubahan dan pembaruan, artinya pada satu saat penguasa
bisa memperberat hukuman dan pada saat yang lain bisa meringankan hukuman.
Oleh karena itu, semua jarimah ḥudud dan qishash-diyat yang tidak terpenuhi
persyaratannya, maka masuk ke dalam kategori jarīmah ta’zir.18
Dengan demikian ciri khas dari jarimah ta'zir itu adalah sebagai berikut.
18
Rokhmadi, Op. Cit., hlm. 186.
14
Jarimah ta'zir di samping ada yang diserahkan penentuannya
sepenuhnya kepada ulil amri, juga ada yang memang sudah ditetapkan
oleh syara', seperti riba dan suap. Di samping itu juga termasuk ke dalam
kelompok ini jarimah-jarimah yang sebenarnya sudah ditetapkan
hukumannya oleh syara' (hudud) akan tetapi syarat-syarat untuk
dilaksanakannya hukuman tersebut belum terpenuhi. Misalnya, pencurian
yang tidak sampai selesai atau barang yang dicuri kurang dari nishab
pencurian, yang seperempat dinar.19
Yang dimaksud maksiat adalah semua perbuatan yang tidak boleh dilakukan
atau wajib untuk tidak melakukannya. Para ulama’ telah sepakat bahwa ta’zir
adalah setiap perbuatan maksiat yang tidak dijatuhi hukuman (hadd) maupun
kaffarat, baik maksiat yang menyinggung hak Allah maupun hak adami.
Adapun ta’zir yang menyinggung hak Allah adalah semua perbuatan yang
berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan umum. Sedangkan ta’zir yang
menyinggung hak adami adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian
kepada orang tertentu, bukan orang banyak.20
ال جيلد فوق عشر جلدات إال ِف:كان النيب صلى اهللا عليه وسلم يقول: :عن أيب بردة رضي اهللا عنه قال
19
Marsaid, Op. Cit., hlm. 62-64.
20
Rokhmadi, Op. Cit., hlm. 189.
15
Dari Abi Burdah ra. berkata: bahwasannya Nabi Saw. ber sabda: “Tidak
boleh dijilid di atas 10 (sepuluh) jilidan, kecuali di dalam hukuman yang telah
ditentukan oleh Allah.”
21
Ibid., hlm. 193-197.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ditinjau dari segi berat ringanya hukuman, jarimah dapat dibagi kepada tiga
bagian antara lain: jarimah qishash / diyat, jarimah hudud, dan jarimah ta’zir.
1. Jarimah Qishash
2. Jarimah Hudud
3. Jarimah Ta’zir
Jarimah Ta’zir ialah Jarimah yang diancam satu atau beberapa hukuman
ta’zir, yaitu hukuman yang bersifat pengajaran ( )التأديبdan semacamnya yang
tidak ditentukan hukumannya dan hukumannya diserahkan kepada
kebijaksanaan penguasa (hakim).
17
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Surya, Reni. 2018. “Klasifikasi Tindak Pidana Hudud dan Sanksinya dalam
Perspektif Hukum Islam”. Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam.
Volume 2 No. 2.
19