Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

JARIMAH QISAS-DIYAT DAN TA’ZIR

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Fiqih Muamalah dan Jinayah
Dosen pengampu : Nur Ali, M.H.I

Disusun Oleh:

1. Dian Septiana Putri (2120319)


2. Muhammad Haidar Majid (2120321)
3. Handry Romadhon Farisa (2120341)

Fiqih Muamalah Jinayah H

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN

2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas izin-Nya makalah ini dapat diselesaikan,
shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi agung Muhammad SAW,
sahabat, keluarga dan umatnya hingga akhir zaman. Adapun tujuan dari makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah bahasa indonesia. Makalah ini menjelaskan fenomena
Radikalisme di kalangan mahasiswa.hal ini di maksudkan untuk memberi wawasan yang
lebih jelas kepada pembaca.

Dengan akhir kata, saya ucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila dalam
makalah ini masih banyak kekeliruan baik dalam penulisan, susunan, dan penjelasan yang
kurang dapat dipahami bagi para pembaca.

Wassalamualaikum wr.wb

Pekalongan, 11 Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................1

C. Tujuan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

I Qishas...............................................................................................................3

A. Pengertian Jarimah Qishas...........................................................................3

B. Dasar Hukum Qishas....................................................................................3

C. Macam-Macam Qishas.................................................................................4

D. Penerapan Hukuman Qishas........................................................................5

E. Hapusnya Hukuman Qishas..........................................................................7

II Diyat................................................................................................................8

A. Pengertian Diyat...........................................................................................8

B. Macam-Macam Diyat...................................................................................8

C. Dasar Hukum Diyat......................................................................................9

D. Hal-Hal Kejahatan Yang Dapat Berakibat Pada Munculnya Diyat...........10

E. Diyat Dilihat Dari Hukum Nasional...........................................................12

III Ta’zir...........................................................................................................12

iii
A Pengertian jarimah Ta’zir............................................................................12

B. Dasar Hukum Jarimah Ta’zir.....................................................................14

C. Tujuan dan Syarat-Syarat Jarimah Ta’zir...................................................15

D. Unsur-Unsur Jarimah Ta’zir......................................................................16

E. Macam-Macam Jarimah Ta’zir...................................................................16

F. Macam-Macam Sanksi Ta’zir ....................................................................17

BAB III PENUTUP..............................................................................................18

A. Kesimpulan...................................................................................................18

B. Saran.............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam adalah suatu agama yang disampaikan oleh nabi-nabi berdasarkan
wahyu Allah yang disempurnakan dan diakhiri dengan wahyu Allah pada nabi
Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. Syari’at secara harfiah adalah jalan ke
sumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus di ikuti oleh setiap Muslim. Dilihat
dari segi ilmu hukum, syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah,
yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak,
baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda
dalam masyarakat. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi
bagian dari agama islam.
Secara umum sering dirumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah
kebahagiaan hidup manusia didunia ini dan akhirat kelak,dengan jalan mengambil
(segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudharat, yaitu yang
tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hukum Islam
adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan
sosial. Menurut Abu Ishq al Shatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni
memelihara: (1) agama, (2) jiwa, (3) akal, (4) keturunan, dan (5) harta, yang
kemudian disepakati oleh ilmuwan lainnya. Kelima tujuan hukum Islam itu didalam
kepustakaan disebut al-maqasid al-khamsah atau al-maqasid al- syari’ah.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Jarimah Qishas ?
2. Dasar Hukum Qishas ?
3. Macam-Macam Qishas ?
4. Penerapan Hukuman Qishas ?
5. Hapusnya Hukuman Qishas ?
6. Pengertian Diyat ?
7. Macam-Macam Diyat ?
8. Dasar Hukum Diyat ?

1
9. Hal-Hal Kejahatan Yang Dapat Berakibat Pada Munculnya Diyat ?
10. Diyat Dilihat Dari Hukum Nasional ?
11. Pengertian jarimah Ta’zir ?
12. Dasar Hukum Jarimah Ta’zir ?
13. Tujuan dan Syarat-Syarat Jarimah Ta’zir ?
14. Unsur-Unsur Jarimah Ta’zir ?
15. Macam-Macam Jarimah Ta’zir ?
16. Macam-Macam Sanksi Ta’zir ?
C. Tujuan
Untuk menjelaskan lebih luas tentang Qashas, Diyat, dan Ta’zir sekaligus untuk
memenuhi tugas dari dosen.

2
BAB II

PEMBAHASAN

I. Qishas
A. Pengertian Jarimah Qishash
Secara etimologis ‫ قصاص‬dari kata Qashoshon- Yaqushu- Qoshan yang berarti
‫( تتبعته‬mengikuti), menelusuri jejak atau langkah ( ‫ ) تتبع األثر‬seperti ‫ قصصت األثر‬berarti:
“aku mengikuti jejaknya”. Hal ini sebagaimana firman Allah :

ِ َ‫قَا َل َذلِكَ َما ُكنَّا نَب ِْغ فَارْ تَ َّدا َعلَى آث‬
َ َ‫ار ِه َما ق‬
ً‫صص‬

Artinya : Musa berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula. (QS. Al- Kahfi (18) : 64)
Adapun arti qishash secara terminologi yang dikemukakan oleh Al- Jurnani
adalah yang mengenakan sebuah tindakan (sanki hukum) kepada pelaku persis seperti
tindakan yang dilakukan oleh pelaku tersebut (terhadap korban).1
Sementara itu dalam Al- Mu’jam Al- Wasit, qishash diartikan dengan
menjatuhkan sanki hukum kepada pelaku tindak pidana sama persis dengan tindak
pidana yang dilakukan, nyawa dengan nyawa dan anggota tubuh dibalas dengan
anggota tubuh2. Dengan demikian, nyawa pelaku pembunuhan dapat dihilangkan
karena ia pernah menghilangkan nyawa korban atau pelaku penganiyaan boleh
dianiaya karena ia pernah menganiaaya korban.
B. Dasar Hukum Qishash

‫صاصُ فِي ْالقَ ْتلَى ْالحُرُّ بِ ْال ُح ِّر َو ْال َع ْب ُد بِ ْال َع ْب ِد َواأْل ُ ْنثَى بِاأْل ُ ْنثَى فَ َم ْن ُعفِ َي لَهُ ِم ْن أَ ِخي ِه َش ْي ٌء‬ َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْالق‬ َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا ُكت‬
‫ك فَلَهُ َع َذابٌ أَلِي ٌم‬
َ ِ‫يف ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َرحْ َمةٌ فَ َم ِن ا ْعتَدَى بَ ْع َ†د َذل‬ ٌ ِ‫ك ت َْخف‬ ٍ ‫ُوف َوأَدَا ٌء إِلَ ْي ِه بِإِحْ َس‬
َ ِ‫ان َذل‬ ِ ‫ع بِ ْال َم ْعر‬ ٌ ‫فَاتِّبَا‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba
dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu
pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara
yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi
1
Ali bin Abu Zahrah Al- Jurjani, Kitab Al- Ta’rifat, (Jakarta: Dar Al- Hikmah) hal, 176
2
Ibrahim Anis, dkk,Al-Mu’jam al-Wasit,(Mesir: Majma’Al-Lughoh al-arabiyah,1972), cet.Ke-2,hal 740

3
ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka
baginya siksa yang sangat pedih”. (Q.s. Al Baqarah (2) : 178)3

C. Macam-macam Qishash
Dalam fiqih jinayah, sanksi qishash ada dua macam, yaitu sebagai berikut :
1. Qishash karena melakukan jarimah pembunuhan.
2. Qishash karena melakukan jarimah penganiyaan.
Maksud dari macam-macam qishash adalah jenis-jenis dari kejahatan yang
dihukum dengan cara qishash. Syaikh ‘Abdul Qadir ‘Awdah menjelaskan secara
global ada 5 jenis kejahatan yang masuk di dalam akibat hukum qishash, yaitu :
a. Pembunuhan sengaja (‫)القتل العمد‬
b. Pembunuhan seperti sengaja (‫)القتل شبه العمد‬
c. Pembunuhan tersalah ( ‫) القتل الخطأ‬
d. Pencederaan sengaja (‫)الجرح العمد‬
e. Pencederaan tersalah ( ‫) الجرح الخطأ‬
Sanksi hukum qishash yang diberlakukan terhadap pelaku pembunuhan
sengaja (terencana) terdapat dalam firman Allah berikut :

‫صاصُ فِي ْالقَ ْتلَى‬


َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْالق‬
َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬

Artinya : Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan


dengan orang-orang yang dibunuh. (QS. Al- Baqarah (2): 178)
Ayat ini berisi tentang hukuman qishash bagi pembunuh yang melakukan
kejahatannya secara sengaja dan pihak keluarga korban tidak memaafkan pelaku.
Kalau keluarga korban tidak memaafkan pelaku, maka sanksi qishash tidak berlaku
dan beralih menjadi hukuman diyat.4 Dengan demikian, tidak setiap pelaku tindak
pidana pembunuhan pasti diancam sanki qishash. Segala sesuatunya harus diteliti
secara mendalam mengenai motivasi, cara, faktor pendorong, dan teknis ketika
melakukan jarimah pembunuhan ini. Ulama fiqh membedakan jarimah pembunuhan
menjadi tiga katagori, yaitu sebagai berikut:
1. Pembunuhan Sengaja
2. Pembunuhan semi sengaja

3
QS. Al-Baqarah(20):178
4
Dr. H.M Nurul Irfan,M.Ag,dan Masyrofah,S,Ag,M.Si,Fiqh Jinayah (Jakarta:Paragonatama Suhardi maret 2013)
Hal,5

4
3. Pembunuhan tersalah.5
Ketiga macam pembunuhan di atas disepakati oleh jumhur ulama, kecuali
Imam Malik. Mengenal hal ini, Abdul Qadir Audah mengatakan, perbedaan pendapat
yang mendasar bahwa Imam Malik tidak mengenal jenis pembunuhan semi sengaja,
karena menurutnya di dalam Al-quran hanya ada jenis pembunuhan sengaja dan
tersalah. Barang siapa menambah satu macam lagi, berarti ia menambah ketentuan
nash.6 Dari tiga jenis tindak pidana pembunuhan tersebut, sanksi hukuman qishash
hanya berlaku pada pembunuhan jenis pertama, yaitu jenis pembunuhan sengaja.
Nash yang mewajibkan hukuman qishsh ini tidak hanya berdasarkan Alquran, tetapi
juga hadis Nabi dan tindakan para sahabat.
Pernyataan diatas mewajibkan hukuman qishash terhadap pelaku jarimah
pembunuhan secara sengaja. Adapun dua jenis pembunuhan lainnya, sanksi
hukumannya berupa diyat. Demikian juga pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh
pihak keluarga korban, sanksi hukumannya berupa diyat.
Adapun sebuah jarimah dikategorikan sengaja, diantaranya dijelaskan oleh
Abu Ya’la sebagai berikut : Jika pelaku sengaja membubuh jiwa dengan benda tajam,
seperti besi, atau sesuatu yang dapat melukai daging, seperti melukainya dengan besi
atau dengan benda keras yang biasanya dapat dipakai membunuh itu disebut sebagai
pembunuhan sengaja yang pelakunya harus di qishash.7
Selain itu, pendapat lain yang dikemukakan oleh Abdul Qadir ‘Awdah
sebagai berikut : Jika pelaku tidak sengaja membunuh tetapi ia sekedar bermaksud
menganiaya, maka tindakannya tidak termasuk pembunuhan sengaja, walaupun
tindakannya itu mengakibatkan kematian korban. Dalam kondisi demikian,
pembunuhan itu termasuk kedalam katagori pembunuhan sengaja sebagaimana
dikemukakan oleh ulam fiqh.8
D. Penerapan Hukuman Qishash
1. Bagi pembunuhan sengaja (‫ )القتل العمد‬maka sanksinya ada 3 yaitu :
a. Hukuman Pokok (al-‘uqubat al-ashliyah )
b. Hukuman Pengganti (al-‘uqubat al-badaliyah)
c. Hukuman Tambahan (al-‘uqubat al-thaba’iyah)

5
Abdul Qadir audah,Al-Tasyri Al-Jina’I al-Islami,Hal. 10;Abu Ya’la,Al-Ahkam al-Sultaniyyah,(Beirut: Dar Al-Kutub
Al-Ilmiyah,1983) Hal 272-275
6
Abdul Qadir Audah,Al-Tasyri’Aljina’I Al-Islami,hlm,30-31
7
Abu Ya’la,Al-Ahkam Al-Sulthaniyah,hlm,272
8
Abdul Qadir Audah,Al-Tasyri’ Al-Jina’I Al-Islami,hlm,10

5
Secara global pembunuh dengan sengaja wajib terkena 3 perkara :

1. Dosa besar.
2. Diqishash karena ada ayat qishash.
3. Terhalang menerima warisan karena ada hadis “orang yang membunuh tidak
mendapat waris apapun”.9

Hukuman pokok (uqubat ashliyah) untuk pembunuhan sengaja adalah


Qishash. Qishash di sini adalah hukum bunuh. Ketika mustahiq al-qishâsh memaafkan
dengan tanpa meminta diyat, maka menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’I
dalam sebuah pendapat; maka tidak wajib bagi pembunuh tadi membayar diyat secara
paksa. Hanya saja baginya ia boleh memberinya sebagai gantian dari pemaafan dari
mustahiq al-qishâsh tadi. Secara hukum si mustahiq al-qishâsh berhak untuk
memaafkan secara gratis tanpa ada tuntutan diyat.10

Mustahiq al-qishâsh juga berhak untuk memberi kemaafan dengan tuntutan


diyat, banyak dan sedikitnya sesuai dengan kesepakatan pembunuh. Diyat di sini
dianggap sebagai gantian dari Qishash. Dalam hal ini, hakim tidak boleh menetapkan
hukuman pokok dengan gantiannya secara bersamaan bagi sebuah pekerjaan. Dalam
arti, ia tidak boleh diqishash dan sekaligus membayar diyat.11

Sedangkan cara qishash pula terjadi khilaf. Menurut madzhab Hanafi, Qishash
hanya boleh dilaksanakan menggunakan senjata seperti pedang. Maksudnya,
hukuman qishash dilaksanakan hanya dengan senjata, tidak dengan membalas seperti
cara pembunuh tersebut membunuh atau lainnya.12 Hukum ini juga ditetapkan
menurut sebuah riwayat yang paling shahih menurut madzhab hambali.

Hukuman Pengganti (al-uqubat badaliyah) adalah membayar diyat


mughalladzah. Menurut Imam al-Syafi’I sebagai qaul jadîd diyat tersebut adalah 100
unta bagi pembunuh lelaki yang merdeka. Jumlah 100 itu dibagi 3: 30 berupa unta
hiqqah, 30 unta jadza’ah, dan 40 unta khalifah. Ketika tidak dapat ditemukan maka
berpindah pada harga unta-unta tersebut. Sedangkan menurut qaul qadîm jika tidak
ada maka boleh membayar 100 dinar atau 12000 dirham.13
9
Wahbah al-zuhayli,al-Fiqh al-Islami,vol. 7,5660
10
Wahbah al-Zuhayli,Al-Fiqh al-Islami, vol. 7,5677
11
ibid
12
Ibn’Abidin,Radd al-Muhtar’ala al-Durr al-Mukhtar
13
Ibrahim Al-Barmawi,Hasyiah ‘ala Syarh Al-Ghayah’Ibn Qasim al-Ghozi,(t.t:t,p.,t.t),302-3

6
Seumpama pembunuhnya perempuan merdeka maka ia adalah separuhnya
diyat lelaki; yaitu 50 unta. 15 berupa unta hiqqah, 15 unta jadza’ah, dan 20 unta
khalifah.14 Hukuman Tambahan (al-‘uqubat al-thaba’iyah) kejahatan pembunuhan
adalah terhalang untuk menerima waris dan wasiat. Dalam hal waris ulama sepakat,
sedangkan untuk wasiat masih terjadi perbedaan pendapat.15

2. Bagi Pembunuhan yang seperti sengaja (‫ )القتل شبه العمد‬maka sanksinya ada 3 yaitu :
a. Hukuman Pokok (al-‘uqubat ashliyah)
b. Hukuman Pengganti (al-‘uqubat badaliyah)
c. Hukuman Tambahan (al-‘uqubat al Thaba’iyah)

Hukuman Pokok (uqubat ashliyah) bagi pembunuhan yang seperti sengaja


adalah membayar diyat mughalladzah. Diyat ini sama dengan membunuh dengan
sengaja. Hanya saja bedanya berada pada penangung jawab dan waktu membayarnya.

Hukuman pengganti (uqubat badaliyah) bagi pembunuhan seperti sengaja ini


adalah ta’zir. dan hukuman tambahan (uqubat al-thaba’iyah) pembunuhan yang
menyamai sengaja adalah terhalang untuk menerima waris dan wasiat seperti yang
telah lewat.16

E. Hapusnya Hukuman Qisas


Hukuman qishash dapat dihapus karena hal-hal berikut :
1. Hilangnya tempat/bagian yang diqishash.
2. Permaafan / adanya permohonan maaf.
3. Perdamaian.
4. Diwariskan hak qishash
Yang dimaksud dengan hilangnya tempat yang diqishash adalah hilangnya
anggota badan atau jiwa orang yang akan diqishash sebelum dilaksanakan hukuman
qishash. Para ulama berbeda pendapat dalam hal hilangnya tempat utnuk diqishash itu
mewajibkan diyat. Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hilangnya
anggota badan atau jiwa yang akan diqishash itu menyebabkan hapusnya diyat, karena
bila qishash itu tidak meninggal dan tidak hilang anggota badan yang akan diqishash
itu, maka yang wajib hanya qishash bukan diyat.

14
Ibrahim Al-Barmawi,Hasyiah ‘ala Syarh Al-Ghayah’Ibn Qasim al-Ghozi,(t.t:t,p.,t.t),304-3
15
Wahbah al-Zuhayli,al-Fiqh al-Islami,vol. 7,5718-20
16
Ibid Vol.5733

7
Sedang menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam kasus diatas qishash
dan segala aspeknya menjadi hapus, akan tetapi menjadi wajib diyat, karena qishash
dan diyat itu kedua-duanya wajib, bila salah satunya tidak dapt dilaksanakan maka
diganti dengan hukuman lainnya.17Sehubungan dengan dengan pemaafan para ulama
sepakat tentang pemaafan qishash, bahkan lebih utama daripada menuntunya. Hal ini
berdasarkan firman Allah SWT :

‫ فَ َم ْن ُعفِ َي لَهُ ِم ْن أَ ِخي ِه َش ْي ٌء‬...

Artinya : “barang siapa mendapat dari saudara-saudaranya...(QS.Al Baqarah (2) : 178)


Yang dimaksud pemaafan menurut imam syafi’i dan imam ahmad adalah
memaafkan qishash atau diyat tanpa imbalan apa-apa. Sedang menurut imam malik
dan imam abu hanifah terhadap diyat itu bisa dilaksanakan bila ada kerelaan
pelaku/terhukum. Jadi menurut kedua ulama terakhir ini pemaafan adalah pemaafan
qishash tanpa imbalan apa-apa. Adapun memaafkan diyat itu, bukan pemaafan,
melainkan perdamaian. Orang yang berhak memaafkan qishash adalah orang yang
berhak menuntunya.
II. DIYAT
A. Pengertian Diyat
Diyat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku, karena terjadi
tindak pidana (pembunuhan atau penganiayaan) dan diberikan kepada korban atau
walinya. Dalam definisi lain disebutkan bahwa diat adalah denda / suatu harta yang
wajib di berikan pada ahli waris dengan sebab melukai jiwa atau anggota badan yang
lain pada diri manusia.18 Dari definisi diatas jelaslah bahwa diat merupakan uqubah
maliyah (hukuman yang bersifat harta), yang diserahkan kepada korban atau kepada
wali (keluarganya) apabila ia sudah meninggal, bukan kepada pemerintahan.
B. Macam-macam Diat
Diat terbagi kedalam dua macam, yaitu :
1. Diyat Mughaladhah.
2. Diyat Mukhafafah.
Diyat Mughaladhah adalah denda disebabkan karena membunuh seorang yang
merdeka islam secara sengaja (‘amdin). dan Diat Mukhafafah yaitu denda

17
Ibid,Hal 151
18
Abu amar,imron.1983.terjemahan fat-hul qarib.kudus.menarakudus.hal.120

8
disebabkan karena pembunuhan seseorang islam tanpa disengaja (syibhul
‘amdin).19
Perbedaan mendasar antara diyat ringan dan diyat berat terletak pada jenis dan
umur unta. Dari segi jumlah unta, antara diyat ringan dan diyat berat sama-sama
berjumlah 100 ekor. Akan tetapi, klo diyat ringan hanya terdiri dari 20 ekor unta
umur 0-1 tahun, 20 ekor yang lain umur 1-2 tahun, 20 ekor yang lain 2-3 tahun, 20
ekor yang lain umur 3-4 tahun, dan 20 ekor yang lain berumur 4-5 tahun.
Sedangkan diyat berat terdiri dari tiga katagori terakhir diatas ditambah 40
ekor unta yang disebut dengan khalifah, yaitu unta yang sedang mengandung atau
bunting. Kasus aktual tentang uang diyat ini terkait kasus Darsem (tahun 2011),
seorang TKW asal Subang, Jawa Barat yang dituntut membayar diyat sebesar 4,7
miliar rupiah. Sungguh besar apabila dibandingkan dengan harga 100 ekor unta,
walaupun 40 ekor di antaranya berupa unta bunting.20
C. Dasar Hukum Diyat
Dasar hukum atau dalil disyariatkannya diat, terdapat dalam firman Allah pada surat
An Nisa ayat 92 yang berbunyi :

َّ َ‫َو َم ْن قَتَ َل ُم ْؤ ِمنًا َخطَأ ً فَتَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ُم ْؤ ِمنَ ٍة َو ِديَةٌ ُم َسلَّ َمةٌ إِلَى أَ ْهلِ ِه إِال أَ ْن ي‬
‫ص َّدقُوا‬

Artinya : “Barang siapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah)
dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga
terbunuh) bersedekah.

Menurut ayat ini, hukuman diat dikenakan kepada pelaku pembunuhan tersalah (qatlu
al-khatha), namun disini kedudukannya sebagai hukuman pokok (al-‘uqubat
ashliyah). Sabda Nabi SAW :

‫َب إِلَى أَ ْه ِل‬َ ‫ي صلى هللا عليه وسلم َكت‬ َّ ِ‫ ع َْن َج ِّد ِه رضي هللا عنه أَ َّن اَلنَّب‬,‫ ع َْن أَبِي ِه‬,‫ع َْن أَبِي بَ ْك ٍر ْب ِن ُم َح َّم ٍد ْب ِن َع ْم ِر ِو ب ِْن َح ْز ٍم‬
َ‫س اَل ِّديَة‬ ِ ‫ َوإِ َّن فِي اَلنَّ ْف‬,‫ضى أَوْ لِيَا ُء اَ ْل َم ْقتُو ِل‬َ ْ‫ إِاَّل أَ ْن يَر‬,‫ فَإِنَّهُ قَ َو ٌد‬,‫ ( أَ َّن َم ْن اِ ْعتَبَطَ ُم ْؤ ِمنًا قَ ْتالً ع َْن بَيِّنَ ٍة‬:‫ َوفِي ِه‬,‫يث‬ َ ‫اَ ْليَ َم ِن فَ َذ َك َر اَ ْل َح ِد‬
َ ‫ َوفِي اَ ْلبَي‬,ُ‫ َوفِي اَل ِّذ ْك ِر اَل ِّديَة‬,ُ‫ َوفِي اَل َّشفَتَ ْي ِن اَل ِّديَة‬,ُ‫ َوفِي اَللِّ َسا ِن اَل ِّديَة‬,ُ‫ب َج ْد ُعهُ اَل ِّديَة‬
‫ْضتَي ِْن‬ َ ‫ف إِ َذا أُو ِع‬ِ ‫ َوفِي اَأْل َ ْن‬,‫ِمائَةً ِم ْن اَإْل ِ بِ ِل‬
‫ث‬ ُ ُ‫ َوفِي ْال َمأْ ُمو َم ِة ثُل‬,‫ َوفِي اَلرِّجْ ِل اَ ْل َوا ِح َد ِة نِصْ فُ اَل ِّديَ ِة‬,ُ‫ َوفِي اَ ْل َع ْينَ ْي ِن اَل ِّديَة‬,ُ‫ب اَل ِّديَة‬
ُ ُ‫ َوفِي اَ ْل َجائِفَ ِة ثُل‬,‫ث اَل ِّديَ ِة‬ ِ ‫ َوفِي اَلصُّ ْل‬,ُ‫اَل ِّديَة‬
‫ َوفِي اَل ِّسنِّ خَ ْمسٌ ِم ْن‬,‫صابِ ِع اَ ْليَ ِد َوالرِّ جْ ِل َع ْش ٌر ِم ْن اَإْل ِ بِ ِل‬
َ َ‫ َوفِي ُك ِّل إِصْ بَ ٍع ِم ْن أ‬,‫س َع ْش َرةَ ِم ْن اَإْل ِ بِ ِل‬
َ ‫ َوفِي اَ ْل ُمنَقِّلَ ِة َخ ْم‬,‫اَل ِّديَ ِة‬

19
Bin Husain,Rahman.terjemahan ghoyatu wa taqrib.surabaya.al-muftah.hal 52
20
Dr. H.M Nurul Irfan,M.ag,dan Masyrofah,S.Ag,M.Si.,Fiqh Jinayah(Jakarta:Paragonatama Suhardi maret 2003)
Hal,7

9
‫َار ) أَ ْخ َر َجهُ أَبُو دَا ُو َد فِي‬
ٍ ‫ب أَ ْلفُ ِدين‬
ِ َ‫ َو َعلَى أَ ْه ِل اَل َّذه‬,‫ َوإِ َّن اَل َّر ُج َل يُ ْقتَ ُل بِ ْال َمرْ أَ ِة‬,‫ض َح ِة خَ ْمسٌ ِم ْن اَإْل ِ بِ ِل‬
ِ ‫اَإْل ِ بِ ِل َوفِي اَ ْل ُمو‬
ِ ‫اختَلَفُوا فِي‬
‫ص َّحتِ ِه‬ ْ ‫ َو‬,ُ‫ َوأَحْ َمد‬, َ‫ َوابْنُ ِحبَّان‬,‫ َوابْنُ اَ ْل َجارُو ِد‬,َ‫ َوابْنُ ُخزَ ْي َمة‬,‫اَ ْل َم َرا ِسي ِل َوالنَّ َسائِ ُّي‬

Artinya : “Dari Abu Bakar Ibnu Muhammad Ibnu Amar Ibnu Hazem, dari ayahnya,
dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah
mengirim surat kepada penduduk Yaman -dan dalam hadits itu disebutkan- "Bahwa
barangsiapa yang secara nyata membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka ia
harus dibunuh, kecuali ahli waris yang terbunuh rela; diyat (denda) membunuh jiwa
ialah seratus unta; hidung yang dipotong habis ada diyatnya; dua buah mata ada
diyatnya; lidah ada diyatnya; dua buah bibir ada diyatnya; kemaluan ada diyatnya;
dua biji penis ada diyatnya; tulang belakang ada diyatnya; kaki sebelah diyatnya
setengah; ubun-ubun diyatnya sepertiga; luka yang mendalam diyatnya sepertiga;
pukulan yang menggeser tulang diyatnya lima belas unta; setiap jari-jari tangan dan
kaki diyatnya sepuluh unta; gigi diyatnya lima unta; luka hingga tulangnya tampak
diyatnya lima unta; laki-laki yang dibunuh karena membunuh seorang perempuan,
bagi orang yang biasa menggunakan emas dapat membayar seribu dinar." Riwayat
Abu Dawud dalam hadits-hadits mursal, Nasa'i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu al-Jarud, Ibnu
Hibban, dan Ahmad. Mereka berselisih tentang shahih tidaknya hadits tersebut

D. Hal-Hal Kejahatan Yang Dapat Berakibat Pada Munculnya Diyat


Hal kejahatan yang dapat dapat dikenakan sanksi diat, adalah :
1. Pembunuhan terhadap muslim
Pembunuhan ada tiga yaitu :
a. Pembunuhan yang benar-benar di sengaja.
Adapun diyat yang harus di tanggung bagi pelaku pidana jika ahli waris
memaafkan yaitu :100 ekor unta yang berbeda dalam masing-masing dan hal
tersebut dapat di kelompokan sebagai berikut dalam hadist.
Artinya: Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan dari jalan Amar dan Ibnu
Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu dalam hadits marfu':
"Diriwayatkan 30 ekor hiqqah, 30 ekor jadz'ah, dan 40 ekor unta bunting yang
diperutnya ada anaknya.21
30 ekor unta hiqqah (yang telah berumur 3 tahun
30 ekor unta jadza’ah (yang telah berumur 4 tahun)

21
Ibnu hajar al,ashqoilani.op.cit.hal.493

10
40 ekor unta khalifah (unta yang telah positif bunting) yang dinyatakan oleh
ahli dan disaksikan oleh dua orang yang adil.22
b. Pembunuhan seperti di sengaja
Adapun diyat bagi si pelaku pidana yaitu sama dengan pembunuhan dengan
sengaja,yaitu dangan 100 ekor unta dengan pengelompokan yang sama. Dan
pembunuhan yang tidak di sengaja atau kekliruan(khata’) adapun diyatnya
dalam tertera hadis sebagai berikut yang
Artinya : Dari Ibnu Mas'ud bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Denda bagi yang membunuh karena kekeliruannya seperlima-
seperlima dari 20 ekor hiqqah (unta yang memasuki tahun keempat), 20 ekor
jadz'ah (unta yang memasuki tahun kelima), 20 ekor bintu labun (unta betina
yang memasuki tahun ketiga), dan 20 ekor ibnu labun (unta jantan yang
memasuki tahun ketiga). Riwayat Daruquthni. Imam Empat juga meriwayatkan
hadits tersebut dengan lafadz: 20 ibnu makhodl menggantikan lafadz labun.
Sanad hadits pertama lebih kuat. Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan dari jalan
lain secara mauquf. Ia lebih shahih daripada marfu'.
Diyat yang harus di tanggung oleh pelaku jani terhadap ahliwaris dari korban
pembunuhan yang khata’ ialah,100 ekor unta yang di tentukan dalam 5
kelompok jenisnya yaitu:
20 ekor unta hiqqah
20 ekor unta jadza’ah
20 ekor unta makhadh
20 ekor unta bintu labun
20 ekor unta ibnu labun.23
c. Adapun diyat pembunuhan orang wanita, maka adalah separoh dari diyat
pembunuhan orang laki-laki,jika pelaku jinayat belum baligh atau dewasa
maka wajib di tahan kecuali ada jaminan yang setara dengan diyat yang di
tanggung pelaku jina hal ini berlaku pada selain pembegal,jika pelaku jani
tidak dapat membayar diyat seketika maka diyat dapat di angsur selama tiga
tahun dengan ansuran setiap akhir tahun.24 Adapun diyat bagi orang yahudi,
nasrani kafir mustakam, maka diyatnya yaitu sepertiga diyat orang islam,baik

22
As’ad,aliy.op.cit.hal.492
23
Ibn hajar al ashqoilani.op.cit.Hal489
24
As’ad,aliy.op.cit.hal.270-274

11
membunuh atau melukai. Sedangkan untuk kafir dzimmi yaitu setengah dari
diyat kaum muslimin dan kafir mu’ahad setengah diyat orang merdeka,
2. Penganiayaan terhadap muslim
Sedangkan diyat dalam hal penganiayaan atau mencederai jika yang di cederai
adalah anggota badan yang tunggal yang membawa banyak kemanfaatan dan
kebaikan seperti lidah,maka diyatnya sama dengan diyat dari pembunuhan secara
di sengaja atau diyat mugholadloh,namun jika yang di cederai salah satu dari
anggota yang ganda seperti kedua kaki dan tangan maka maka separoh dari
diyat,namun jika keduanya berlaku hukum diyat penuh.
E. Diyat Dilihat Dari Hukum Nasional
Dalam hukum nasional juga terdapat peraturan yang mengatur tentang
berbagai kejahatan yang dimana kejahatan-kejahatan tersebut mendatangkan diyat
atau denda untuk pelaku kejahatan hal ini di bahas dalam perundang-undangan
mengenai kejahatan, khususnya pembunuhan dan penganiayaan, hal tersebut di atur
dalam undang-undang KUHP, seperti contoh undang-undang tentang penganiayaan di
bawah ini:

Pasal 351

1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ratus ribu lima ratus rupiah.
2. Jika perbuataan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
III. Ta’zir
A. Pengertian Jarimah Ta’zir
Menurut bahasa, lafaz ta’zir berasal dari kata azzara yang berarti menolak dan
mencegah, dan juga bisa berarti mendidik, mengagungkan dan menghormati,
membantunya, menguatkan, dan menolong.25 Dari pengertian tersebut yang paling
relevan adalah pengertian pertama yaitu mencegah dan menolak. Karena ia dapat
mencegah pelaku agar tidak mengulangi lagi perbuatannya. Dan pengertian kedua
yaitu mendidik, ta’zir diartikan mendidik karena ta’zir dimaksudkan untuk mendidik
25
Ahmad Wardi Muslich,Hukum pidana islam,(Jakarta:sinar Grafika,2005),248.

12
dan memperbaiki perbuatan pelaku agar ia menyadari perbuatan jarimahnya, kemudian
meninggalkan dan menghentikannya. Dari beberapa pengertian ini sesuai dengan apa
yang di kemukakan oleh Abdul Qadir Audah dan Wahbah Zuhaili dalam bukunya
Ahmad Wardi muslich.
Sedangkan secara terminologis ta’zir adalah bentuk hukuman yang tidak
disebutkan ketentusan kadar hukumnya oleh syara’ dan menjadi kekuasaan waliyyul
amri atau hakim.26 Menurut Al-Mawardi, ta’zir didefinisikan sebagai berikut:
“Ta’zir adalah hukuman yanh bersifat Pendidikan atas perbuatan dosa yang
hukumannya belum ditetapkan oleh syara”
Sebagian ulama mengartikan ta’zir sebagai hukuman yang berkaitan dengan
pelanggaran terhadap hak Allah dan hak hamba yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an
dan Hadis. Ta’zir berfungsi memberikan pengajaran kepada pelaku dan sekaligus
mencegah untuk tidak mengulangi perbuatannya.27
Beberapa yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa ta’zir adalah suatu istilah
untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’.
Dikalangan fuqaha, jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’
dinamakan jarimah ta’zir.
Jadi istilah ta’zir bisa digunakan untuk hukuman dan bisa juga untuk jarimah
atau tindak pidana. Ta’zir sering juga dapat dipahami bahwa jarimah ta’zir terdiri atas
perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had atau
kaffarat28.Ketika menetapkan hukuman ta’zir, penguasa memiliki wewenang untuk
memberikan ketentuan hukuman tersebut dengan ketentuan maksimal dan minimal,
dan memberikan wewenang pada pengadilan untuk menentukan batasan hukuman
antara maksimal dan minimal.
Dengan demikian, syari'ah mendelegasikan kepada hakim untuk menentukan
bentuk-bentuk dan hukuman kepada pelaku jarimah. Dan agar mereka (hakim) dapat
mengatur masyarakat dan memelihara kepentingan-kepentingannya, serta bisa
menghadapi sebaik-baiknya terhadap keadaan yang mendadak.
Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ta’zir yaitu sebuah
sanksi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana atau jarimah yang melakukan
perbuatan melanggar atas hak Allah ataupun hak individu, dan diluar kategori jarimah
26
Sayyid Sabiq,Fiqh Sunnah 10,( Bandung: Alma’arif,1987),151.
27
Rahmad Hakim,Hukum Pidana Islam ( fiqh jinayah ),( Bandung:CV Pustaka setia,2000),141
28
Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2000), 165.

13
hudud atau kafarat. Ini menjadikan kompetensi bagi penguasa setempat dalam
memutuskan jenis dan ukuran sanksi ta’zir, harus tetap memperhatikan petunjuk nas
secara teliti karena menyangkut kepentingan umum.
B. Dasar Hukum Jarimah Ta’zir
Dasar hukum disyariatkannya ta’zir terdapat dalam beberapa hadis Nabi dan
tindakan sahabat. Hadis-hadis tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Sa'id Al Kindi,
telahmenceritakan kepada kami Ibnu Al Mubrarak dari Ma'mar dari Bahz bin
Hakim dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
menahan seseorang karena suatu tuduhan lalu melepasnya. Ia mengatakan; Dalam
hal ini ada hadits serupa dari Abu Hurairah. Abu Isa berkata; Hadits Bahz dari
ayahnya dari kakeknya adalah hadits hasan, Isma'il bin Ibrahim telah
meriwayatkan hadits ini dari Bahz bin Hakim dengan redaksi yang lebih lengkap
dan lebih panjang. (Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud, Turmudzi, Nasa’i, dan
Baihaqi, serta dishahihkan oleh Hakim).29
Hadis ini menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan seseorang yang diduga
melakukan tindak pidana dengan tujuan untukmemudahkan penyelidikan.30
Apabila tidak dilakukan penahanan,dikhawatirkan orang tersebut melarikan diri
dan menghilangkan barangbukti yang sudah ada, atau mengulangi perbuatan
melanggar tindak pidanan.
2. Hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ja'far bin Musafir dan Muhammadbin
Sulaiman Al Anbari keduanya berkata; telah mengabarkankepada kami Ibnu Abu
Fudaik dari Abdul Malik bin Zaid. Ja'farmenyandarkannya kepada Sa'id bin Zaid
bin Amru bin Nufail dariMuhammad bin Abu Bakr dari Amrah dari 'Aisyah
radliallahu'anha ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Maafkanlah kekeliruan (tergelincirnya) orang-orang yang baik, kecuali dalam
masalah hukum had." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, An-Nasai, dan Baihakki).31
Maksudnya, bahwa orang-orang baik, orang-orang besar, orangorang ternama
kalua tergelincir di dalam sesuatu hal, ampunkanlah, karena mereka tidak sengaja
29
Teuku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, Juz IX, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2001), 202
30
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,... 253.
31
Al-Asqalany Ibnu Hajar, Terjemah Bulughul Maram, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro 2002),576-577

14
kecuali jika mereka telah berbuat sesuatuyang mesti didera maka janganlah di
ampunkan mereka. Pada hadis ketigaini mengatur tentang teknis pelaksanaan
hukuman ta’zir yang bisa berbeda antara satu pelaku dengan pelaku
lainnya,tergantung pada status mereka dan kondisi-kondisi yang lainnya.
C. Tujuan dan Syarat-syarat Jarimah Ta’zir
Tujuan dari diberlakukannya sanksi ta’zir yaitu sebagai preventif danrepresif
serta kuratif dan edukatif.
1. Preventif (pencegahan) adalah bahwa sanksi ta’zir harus memberikan dampak
positif bagi orang lain, sehingga orang lain tidak melakukan perbuatan melanggar
hukum yang sama.19 Fungsi ini ditujukan kepada orang yang belum melakukan
jarimah.
2. Represif (membuat pelaku jera) adalah bahwa sanksi ta’zir harusmemberikan
dampak positif bagi pelaku, sehingga pelaku terpidana tidaklagi melakukan
perbuatan yang menyebabkan dirinya dijatuhi hukumanta’zir.32Fungsi ini
dimaksudkan agar pelaku tidak mengulangi perbuatan jarimah dikemudian hari.
3. Kuratif (islah) adalah bahwa sanksi ta’zir itu harus mampu membawa perbaikan
sikap dan perilaku terpidana dikemudian hari. Fungsi inidimaksudkan agar
hukuman ta’zir dapat merubah terpidana untuk bisa berubah lebih baik dikemudian
harinya
4. Edukatif (pendidikan) adalah sanksi ta’zir harus mampu menumbuhkan hasrat
terhukum untuk mengubah pola hidupnya sehingga pelaku akan menjauhi
perbuatan maksiat bukan karena takut hukuman melainkan sematamata karena
tidak senang terhadap kejahatan. Fungsi ini diharapkan dapat mengubah pola
hidupnya kearah yang lebih baik.

Apabila dilihat dari segi penjatuhannya Jarimah Ta’zir terbagi dalam beberapa
tujuan, yaitu:

1. Hukuman ta’zir sebagai hukuman tambahan atau pelengkap hukuman pokok.


2. Hukuman ta’zir sebagai hukuman pengganti hukuman pokok.
3. Hukuman ta’zir sebagai hukuman pokok bagi jarimah ta’zir syarak.

Disamping itu yang perlu diketahui juga bahwa ta’zir berlaku bagi semua
manusia yang melakukan kejahatan di muka bumi. Syaratnya adalah berakal sehat.

32
Ibid,191

15
Tidak ada perbedaan baik laki-laki maupun perempuan, dewasamaupun anak-anak,
muslim maupun kafir. Setiap orang yang melakukankemungkaran atau mengganggu
pihak lain dengan alasan yang tidak dibenarkanbaik dengan perbuatan, ucapan, atau
isyarat perlu dijatuhi sanksi ta’zir agartidak mengulangi perbuatannya tersebut.

D. Unsur-unsur Jarimah Ta’zir


Ulama Fikih mengemukakan beberapa unsur yang harus terdapat dalam suatu
tindak pidana sehingga perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai perbuatanjarimah.
Unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Adanya yang melarang perbuatan tersebut dan ancaman hukuman bagi
pelakunya.
2. Adanya tindakan yang mengarah keperbuatan jarimah
3. Adanya pelaku jarimah
E. Macam-macam Jarimah Ta’zir
Dilihat dari hak yang dilanggar, jarimah ta’zir dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu33
1. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah yang dimaksud dengan jarimah ta’zir
melanggar hak Allah adalah semua perbuatan yang berkaitan dengan kepentingan
dan kemaslahatan umum. Misalnya: penimbunan bahan-bahan pokok, membuat
kerusakan di muka bumi (penebangan liar)
2. Jarimah ta’zir yag menyinggung hak individu. Yang dimaksud dengan jarimah
ta’zir yang menyinggung hak individu adalah setiap perbuatan yang
mengakibatkan kerugian pada orang lain. Misalnya: penghinaan, penipuan, dll

Dilihat dari segi sifatnya, jarimah ta’zir dapat dibagi dalam tiga bagian,
yaitu:34

1. Ta’zir karena melakukan perbuatan maksiat. Yang dimaksud dengan maksiat


adalah meninggalkan perbuatan yang diwajibkan dan melakukan perbuatan yang
diharamkan. Misalnya : tidak membayar utang , memanipulasi hasil wakaf, sumpah
palsu, riba, menolong pelaku kejahatan, memakan barang-barang yang diharamkan
dll
2. Ta’zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan umum
Perbuatan-perbuatan yang masuk dalam jarimah ini tidak bisa ditentukan, karena
33
Ahmad WardiMuslich,Hukum Pidana Islam…255
34
Ibid,255

16
perbuatan ini tidak diharamkan karena zatnya, melainkan karena sifatnya. Sifat
yang menjadi alasan dikenakan hukuman adalah terdapat unsur merugikan
kepentingan umum.
3. Ta’zir karena melakukan pelanggaran. Dalam merumuskan ta’zir karena
pelanggaran terdapat beberapa pandangan, yang pertama berpendapat bahwa orang
yang meninggalkan yang mandub ( sesuatu yang diperintahkan dan dituntut untuk
dikerjakan) atau mengerjakan yang makruh (sesuatu yang dilarang dan dituntut
untuk ditinggalkan) tidak dianggap melakukan maksiat, hanya saja mereka
dianggap menyimpang atau pelanggaran dapat dikenakan ta’zir.
F. Macam-macam sanksi Ta’zir
1. Hukuman Mati
2. Hukuman Jilid (dera)
3. Hukuman kawalan (penjara atau kurungan)
4. Hukuman Salib
5. Hukuman Pegucilan
6. Hukuman Ancaman,teguran dan peringatan
7. Hukuman denda

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Qishash diartikan dengan menjatuhkan sanki hukum kepada pelaku tindak
pidana sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan, nyawa dengan nyawa dan
anggota tubuh dibalas dengan anggota tubuh. Diyat merupakan uqubah maliyah
(hukuman yang bersifat harta), yang diserahkan kepada korban atau kepada wali
(keluarganya) apabila ia sudah meninggal, bukan kepada pemerintahan. Ta’zir adalah
suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum ditetapkan
oleh syara’.
B. SARAN
Untuk kesempurnaan pembuatan makalah ini, pembaca diharapkan
memberikan masukan-masukan yang reel agar makalah ini kedepannya bisa
mendekati kesempurnaan, karena pembuat makalah ini adalah manusia biasa yang tak
luput dari kesalahan dan kekhilafan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abu amar,Drs.h.imron.1983.terjemahan fat-hul qarib.kudus.menara kudus


Al ashqalani, ibnu hajar al hafiz. 2011, bulughul maram min adhilathil ahkam Surabaya.
Bintang usaha jaya

Audah, ‘Abd al-Qâdir. 1992.al-Tasyrî’ al-Janâ`î al-`Islâmî. Beirut: Mu’assasah al-Risâlah,

Abidîn, 1987, Radd al-Muhtâr ‘alâ al-Durr al-Mukhtâr. Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-Arabî,

Al- Jurjani, Ali bin Abu Zahrah, Kitab Al- Ta’rifat, (Jakarta: Dar Al- Hikmah)

As’ad,Drs.h.ali.1979.terjemahan fathul mu’in. Yogyakarta.menara kudus

Djazuli, Prof.Drs.H.A. 1997. Fiqih Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam)
Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Husain,rahman bin.matnu ghoyatu wataqribu.surabaya.al-miftah

Ibrahim Anis, dkk. 1972, Al- Mu’jam Al- Wasit, (Mesir: Majma’ Al- Lughah Al-
Arabiyyah,), Irfan, M. Nurul, dan Masyrofah, 2013 Fiqh Jinayah (Jakarta: Paragonatama
Suhardi Maret)

Ya’la, Abu, Al- Ahkam Al- Sulthaniyah,

Zuhaylî, Wahbah2004.. al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuh. Damaskus: Dâr al-Fikr,.

19

Anda mungkin juga menyukai