Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Hukum Hudud; Mencuri, Merampok, dan Bughat


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih MA
Dosen Pengampu
Drs. H. Sokhibi, M.Pd.I

Disusun oleh:

Nama: Wahyu Budi Satria

Semester: V B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BREBES
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah
dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Hukum Hudud; Mencuri, Merampok, dan Bughat”. Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “Fiqih MA”. Disamping itu penulis berharap
semoga isi dari makalah yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya para
pembaca serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang yang kami kaji di
dalamnya.

Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak
yang tidak dapat disebut satu persatu. Untuk itu kami ucapakan terimakasih kepada Bapak
Drs. H. Sokhibi, M.Pd.I, selaku dosen pengampu mata kuliah ini. Serta pihak-pihak lain yang
ikut memberikan kontribusinya dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini, karena keterbatasan
kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mohon kritik dan saran yang
bersifat membangun agar dapat memperbaiki makalah-makalah selanjutnya.

Penyusun,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum hudud dan agama Islam sangat erat hubungannya, bahkan tidak bisa
dipisahkan satu dari keduanya. Hudud adalah hukuman-hukuman yang telah di tetapkan oleh
syara' (Al-Quran dan hadis) dan ditujukan kepada pelaku jinayah atau kejahatan, guna
mencegah seseorang terjerumus kepada kejahatan yang sama sebagai kafarah atau pensucian
pelaku kejahatan dari dosa. Konsep hukum hudud Islam selalu berlandaskan pada dua kitab
besar Islam yaitu Al-Quran dan hadis. Bukan hanya dalam perkara ibadah, Islam juga
mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk mengatur hukuman bagi pelaku
kejahatan. Jadi, suatu hal yang sangat aneh jika konsep hukum hudud justru di abaikan dan
tidak di implementasikan oleh orang-orang yang mengatakan dirinya sebagai seorang muslim.
Namun, dalam perjalanan sejarah Islam yang sangat panjang, dari masa-masa kaum muslimin
yang masih taat dengan semua isi ajaran Islam hingga sampai di zaman modern seperti
sekarang ini, perlu dimaklumi jika ketaatan tersebut sedikit demi sedikit mulai hilang karena
telah terjadinya percampuran isme-isme di luar ajaran Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari hukum hudud?
2. Apa sajakah sanksi yang di jatuhkan kepada pelaku kejahatan mencuri,
merampok, dan bughat dalam hukum hudud?

C. Tujuan Makalah
1. Mendeskripsikan tentang hukum hudud.
2. Mengetahui tentang layak atau tidaknya hukum hudud untuk diterapkan di era modern.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Hudud
Kata hudud merupakan bentuk plural dari kata hadd, yang secara bahasa berarti;
mencegah. Pemisah antara dua benda dinamakan dengan Hadd karena mencegah
keduanya saling bercampur. Adapun hadd menurut istilah adalah sanksi-sanksi atas
kemaksiatan kepada Allah subhanahu wa taala yang telah dipastikan bentuk dan
ukurannya menurut syariat.

B. Konsep Hukum Hudud


1. Adapun sanksi yang telah ditetapkan oleh syariat yaitu;
a. Had zina
b. Had homoseksual
c. Qodzaf (menuduh orang lain berzina tanpa bukti)
d. Pencurian
e. Meminum khamar (arak dan apa saja yang memabukkan)
f. Had hirabah (begal atau merampok).
Sanksi-sanksi ini dinamakan hudud dikarenakan sanksi-sanksi tersebut
dibatasi, artinya ditentukan kadar hukumannya tidak boleh lebih atau kurang.
Atau juga karena untuk mencegah pelakunya kembali melakukan tindakan-
tindakan tersebut, atau mencegah orang lain (melakukan tindakan yang sama).

2. Hikmah Diterapkannya Hudud


Tidak boleh ada seorangpun yang menyangka bahwa Allah subhanahu wa
taala telah mensyariatkan hudud lalu membiarkan kita memilih antara menerapkannya
atau meninggalkannya. Namun yang harus kita ketahui adalah bahwa Allah
subhanahu wa taala telah mewajibkan hudud dan memerintahkan untuk
mengamalkannya.
Oleh karena itulah, siapa saja yang meninggalkan aturan hukum ilahi lalu
berhukum dengan undang-undang positif (hukum buatan manusia) maka
sesungguhnya dia telah berdosa.

Tidak diragukan lagi bahwa Allah subhanahu wa taala sang hakim yang maha
adil tidaklah mewajibkan penerapan hudud melainkan karena adanya hikmah yang
agung dan manfaat yang banyak.
Dengan diterapkannya hudud maka terjagalah wilayah Islam dan terwujudlah
rasa aman dan tentram (bagi individu maupun kelompok).
Umat telah sepakat bahwa hanyasanya syariat ini diterapkan untuk menjaga
lima perkara primer (perkara penting) yaitu;
(a). Perkara agama,
(b). Jiwa,
(c). Kehormatan,
(d). Harta benda,
(e). Akal.
Dan hudud syar’i inilah yang akan menjaga seluruh perkara-perkara primer
(penting) tersebut. Dengan diterapkannya had hirabah maka terpeliharalah jiwa,
dengan diterapkannya had pencurian harta benda akan terpelihara, dan dengan
menerapkan seluruh hukum had tersebut maka terjagalah agama ini (Islam).
Yang demikian itu karena sesungguhnya hudud mencegah orang untuk
berbuat jahat dan mencegah bagi yang lainnya (untuk melakukan perbuatan yang
sama).
Dalam penerapan hudud juga terdapat penawar kemarahan bagi korban
kejahatan.
Penerapan hudud juga merupakan bentuk penyucian dosa-dosa pelaku
kejahatan yang bertaubat.
Dalam penerapan hudud juga ada berkah sebagaimana sabda Rasulullah ‫ ﷺ‬:

ِ >ِ‫ار َح َّدثَنَا ْال َولِي ُد بْنُ ُم ْسلِ ٍم َح َّدثَنَا َس ِعي ُد بْنُ ِس>نَا ٍن ع َْن َأبِي ال َّزا ِه ِريَّ ِة ع َْن َأبِي َش> َج َرةَ َكث‬
‫>ير‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا ِه َشا ُم بْنُ َع َّم‬
ُ ْ
‫ْب ِن ُم َّرةَ عَن اب ِْن ع َم َر‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل ِإقَا َمةُ َح ٍّد ِم ْن ُحدُو ِد هَّللا ِ َخ ْي ٌر ِم ْن َمطَ ِر َأرْ بَ ِعينَ لَ ْيلَةً فِي بِاَل ِد هَّللا ِ َع> َّز‬َ ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
‫َو َج َّل‬

Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar, telah menceritakan


kepada kami Walid bin Muslim, telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Sinan dari
Abu Zahiriyyah dari Abu Syajarah Katsir bin Murrah dari Ibnu Umar, Rasulullah ‫ﷺ‬
bersabda, "Melaksanakan salah satu dari hukum hudud lebih baik daripada hujan
empat puluh malam di negeri-negeri Allah 'Azza wa Jalla." (HR. Ibnu Majah 2528)

3. Kondisi-Kondisi Diterapkannya Hudud


Hukum Had diterapkan di salah satu keadaan berikut:

a. Ikrar (pengakuan); seluruh hukum had ditetapkan dengan adanya pengakuan


dan ikrar pelaku kejahatan.

b. Persaksian; had zina dan homoseksual ditetapkan dengan adanya empat


orang saksi yang adil sedangkan sisanya seperti had pencurian, khamr,
qodzaf ditetapkan dengan adanya dua orang saksi yang adil, dan persaksian
seorang wanita dalam penetapan hudud tidak dapat diterima.
c. Had zina ditetapkan dengan hamilnya seorang wanita merdeka yang tidak
memiliki suami dan budak wanita yang tidak memiliki majikan.

d. Bau Khamr di mulut dan Muntahnya dianggap sebagai praduga dalam


penetapan had meminum khamr (peminum arak).

4. Syarat-Syarat Ditegakkannya Hudud


a. Taklif atau pembebanan (pelaku kejahatan harus seorang mukallaf),
mukallaf yaitu baligh (dewasa), berakal.
Maka hukum had tidak dapat ditegakkan kepada anak-anak balita dan orang
gila.

b. Adanya pilihan; had tidak diterapkan pada orang yang dipaksa.


c. Tidak adanya syubhat; karena hudud dalam syariat islam akan dibatalkan
dengan adanya syubhat.
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi maka gugurlah (penegakkan)
hukum had dan boleh bagi seorang hakim menta’zir (menghukum dengan maksud
mendidik) pelaku pelanggaran.
Ta’zir yaitu Mendidik, dikenakan pada setiap maksiat yang tidak ada had dan
kafarahnya, maksudnya yaitu hukuman atas maksiat yang syariat tidak menentukan
had tertentu bagi pelakunya.

Berikut ini merupakan tata cara diberlakukannya hukuman hudud yang berkaitan
dengan kejahatan mencuri, merampok, dan bughat.

1. Had Sariqah (mencuri)


Sanksi bagi pencuri, Allah subhanahu wa taala berfirman :
‫هّٰللا هّٰللا‬ ۤ
ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَع ُْٓوا اَ ْي ِديَهُ َما َج َزا ۢ ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِّمنَ ِ ۗ َو ُ ع‬
‫َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬

Adapun orang laki-laki yang mencuri maupun perempuan yang mencuri,


potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan
dan (sebagai) siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS. Al
Maidah: 38)

Ada Empat Syarat Agar Had Ini Dapat Diterapkan:


a. Harta benda yang dicuri harus yang tersimpan (dipelihara), Tempat
penyimpanan ini itu sesuai dengan kebiasaan yang berlaku pada masing-masing
daerah yang bisa jadi berbeda-beda, misalnya, rumah adalah tempat penyimpanan
perabotannya, toko adalah tempat penyimpanan barang dagangannya, dan manusia
adalah tempat penyimpanan bagi pakaiannya

b. Harta yang dicuri harus berupa benda terhormat, dan tidak ada had potong
tangan dalam pencurian alat musik, daging babi, khamr dan lain sebagainya.

c. Barang yang dicuri harus sampai batas nishab, yaitu seperempat dinar
sebagaimana sabda Nabi ‫ ﷺ‬:

َ‫ب ع َْن َع ْم َرةَ ع َْن عَاِئ َشة‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ َم ْسلَ َمةَ َح َّدثَنَا ِإ ْب َرا ِهي ُم بْنُ َس ْع ٍد ع َْن اب ِْن ِشهَا‬
‫صا ِعدًا‬ ٍ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم تُ ْقطَ ُع ْاليَ ُد فِي ُرب ُِع ِدين‬
َ َ‫َار ف‬ َ ‫قَا َل النَّبِ ُّي‬
ُّ ‫ي َو َم ْع َم ٌر ع َْن‬
ِّ‫الز ْه ِري‬ ‫َأ‬
ُّ ‫تَابَ َعهُ َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن بْنُ خَالِ ٍد َوابْنُ ِخي‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, telah menceritakan


kepada kami Ibrahim bin Sa'd dari Ibnu Syihab dari 'Amrah dari 'Aisyah mengatakan;
Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, "Tangan pencuri dipotong jika senilai seperempat dinar keatas."
Hadis ini diperkuat oleh Abdurrahman bin Khalid dan Ibnu Akhi Az Zuhri dan
Ma'mar dari Az Zuhri. (HR. Bukhari 6291, 6292, 6293, HR. Muslim 3189, 3190, HR.
Abu Dawud 3811, HR. Nasai 4841, HR. Ahmad 22949, 22950, 24141, HR. Darimi
2198)

Seperempat dinar yang disebutkan di sini setara dengan seperempat mitsqal


emas, dan untuk mengetahui jumlah nishab potong tangan maka dikembalikan pada
harga mitsqal emas ketika terjadi pencurian.
d. Tidak adanya syubhat, diantara syubhat yang dapat menghalangi hukum
potong tangan adalah:
Seorang istri yang mencuri barang milik suaminya.
Mengambil sesuatu (karena) mirip dengan miliknya, seperti mengambil
sebuah tas yang mirip dengan tas miliknya.
Salah seorang mitra perusahaan yang mencuri harta yang bercampur bersama
mitra lainnya dan lain-lain.

2. Had Hirabah (begal atau merampok)


Hirabah (begal atau merampok) merupakan tindakan merampas harta,
membunuh, atau menakut-nakuti dengan kekuatan tanpa ada kemungkinan meminta
tolong (bagi korban). Begal merupakan perbuatan yang tercela dalam Islam dan di
hukumi sebagai dosa besar, sebagaimana sabda Rasulullah ‫ﷺ‬:

َ ‫َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ آ َد َم َح َّدثَنَا ُزهَ ْي ٌر ع َْن حُ َم ْي ٍد الطَّ ِوي ِل َع ِن ْال َح َس ِن ع َْن ِع ْم َرانَ ْب ِن ُح‬
َ َ‫صي ٍْن ق‬
‫ال‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن ا ْنتَه‬
َ ‫ب نُ ْهبَةً فَلَي‬
‫ْس ِمنَّا‬ َ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Adam, telah menceritakan kepada
kami Zuhair dari Humaid Ath Thawil dari Al Hasan dari 'Imran bin Hushain dia
berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, "Barang siapa merampok, maka ia bukan dari
golongan kami." (HR. Ahmad 19082)

Adapun sanksi yang dijatuhkan kepada para pembegal atau merampok jalan,
sebagaimana kalam Allah subhanahu wa taala:
‫هّٰللا‬ ۤ
‫ُص >لَّب ُْٓوا اَوْ تُقَطَّ َع اَ ْي> ِد ْي ِه ْم‬
َ ‫ض فَ َس >ادًا اَ ْن يُّقَتَّلُ> ْٓ>وا اَوْ ي‬ ِ ْ‫اربُوْ نَ َ َو َرسُوْ لَهٗ َويَ ْس َعوْ نَ فِى ااْل َر‬ ِ ‫اِنَّ َما َج ٰزُؤا الَّ ِذ ْينَ يُ َح‬
ِ ‫ي فِى ال ُّد ْنيَا َولَهُ ْم فِى ااْل ٰ ِخ َر ِة َع َذابٌ ع‬
‫َظ ْي ٌم‬ ٌ ‫ض ٰذلِكَ لَهُ ْم ِخ ْز‬ ٍ ‫َواَرْ ُجلُهُ ْم ِّم ْن ِخاَل‬
ِ ۗ ْ‫ف اَوْ يُ ْنفَوْ ا ِمنَ ااْل َر‬

Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki
mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu
kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar. (QS.
Al-Maidah: 33)

Al-Quran menamakan para pembegal sebagai orang-orang yang memerangi


Allah subhanahu wa taala dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, dan
menetepkan sanksi untuk mereka yaitu dibunuh atau disalib, atau dipotong kaki dan
tangannya, dan pilihan jenis hukuman kembali kepada pendapat imam atau ketetapan
hakim tergantung kondisinya.

3. Had Pemberontakan (bughat)


Menentang amirul mukminin atau khalifah yang memimpin rakyatnya dengan
kitabullah (Al-Quran) merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan dalam Islam,
sebagimana hadis yang diucapkan oleh Rasulullah ‫ﷺ‬:

َ ‫ب َح َّدثَنَا ْال َح َسنُ بْنُ َأ ْعيَنَ َح َّدثَنَا َم ْعقِ ٌل ع َْن َز ْي ِد ْب ِن َأبِي ُأنَ ْي َسةَ ع َْن يَحْ يَى ْب ِن ُح‬
‫صي ٍْن ع َْن َج َّدتِ>> ِه‬ ٍ ‫و َح َّدثَنِي َسلَ َمةُ بْنُ َشبِي‬
ُ
‫ُص ْي ِن قَا َل َس ِم ْعتُهَا تَقو ُل‬ ْ
َ ‫ِّم الح‬‫ُأ‬
‫>و َعلَى‬ َ >ُ‫ص> َرفَ َوه‬ َ ‫>رةَ ْال َعقَبَ> ِة َوا ْن‬ َ >‫َاع فَ َرَأ ْيتُ>هُ ِحينَ َر َمى َج ْم‬
ِ ‫ص>لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي> ِه َو َس>لَّ َم َح َّجةَ ْال> َود‬ َ ِ ‫ت َم َع َر ُس>و ِل هَّللا‬ ُ ْ‫َح َجج‬
َّ‫ص>لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي> ِه َو َس>ل َم‬ ‫هَّللا‬ ‫ْأ‬ َ َ ‫آْل‬ َ ُ ‫َأ‬ ُ ‫ُأ‬
ِ ‫احلَتِ ِه َو َم َعهُ بِاَل ٌل َو َسا َمة َح ُدهُ َما يَقو ُد بِ ِه َر‬
َ ِ ‫س َر ُس>و ِل‬ ِ ‫احلتَهُ َوا خَ ُر َرافِ ٌع ثوْ بَ>هُ َعلى َر‬ ِ ‫َر‬
‫ع َح ِس> ْبتُهَا‬ ‫ُأ‬
ٌ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَوْ اًل َكثِيرًا ثُ َّم َس ِم ْعتُهُ يَقُو ُل ِإ ْن ِّم َر َعلَ ْي ُك ْم َع ْب ٌد ُم َج> َّد‬
َ ِ ‫ت فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ ْ َ‫س قَال‬ ‫م‬
ْ َّ
‫ش‬ ‫ال‬ ‫ِم ْن‬
ِ
‫َأ‬ َ
‫ب ِ تَ َعالى فا ْس َمعُوا لهُ َو ِطيعُوا‬َ َ ‫هَّللا‬ ُ ُ ‫َأ‬ ْ
ِ ‫قالت ْس َو ُد يَقو ُدك ْم بِ ِكتَا‬َ َ

Dan telah menceritakan kepadaku Salamah bin Syabib[1] Telah menceritakan kepada


kami Al Hasan bin A'yan[2] Telah menceritakan kepada kami Ma'qil[3] dari Zaid bin
Abu Unaisah[4] dari Yahya bin Hushain[5] dari kakeknya[6] Ummul Hushain, ia
berkata, saya mendengar mendengarnya berkata; Aku ikut menunaikan haji bersama-
sama dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika haji wada'. Aku melihat
ketika beliau melempar Jamrah Aqabah. Sesudah itu, beliau pergi dengan
kendaraannya bersama Bilal dan Usamah; yang satu memegang tali Unta, dan yang
satu lagi memayungi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan bajunya dari terik
matahari. Kata Ummul Hushain; Ketika itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
banyak bicara. Yang aku dapat mendengarnya, beliau bersabda: "Sekalipun yang
memegang kekuasaan adalah seorang budak hitam, tetapi dia memerintah dengan
Kitabullah, maka dengarkan dan patuhilah dia." (HR. Muslim: nomor 2287, 3422,
HR. Ibnu Majah: 2852, HR. Ahmad: 16052, 22150, 25999, 26001, 26005, 26007,
26009)

Derajat hadis: shahih.


Sanad hadis:
[1] Salamah bin Syabib, An Naisaburiy As Sam'iy, Abu 'Abdur Rahman, Tabi'ul Atba'
kalangan pertengahan, wafat tahun 247 H, hidup di Marur Rawdz, wafat di Marur
Rawdz.
[2] Al Hasan bin Muhammad bin A'yan, Abu 'Ali, Tabi'ul Atba' kalangan biasa, wafat
tahun 210 H, hidup di Jazirah.
[3] Ma'qil bin 'Ubaidillah, Al Harraniy Al 'Abasiy, Abu 'Abdullah , Shahabat, wafat
tahun 166 H, hidup di Jazirah.
[4] Zaid bin Abi Unaisah, Al Jazariy, Abu Usamah, Tabi'in (tdk jumpa Shahabat),
wafat tahun 125 H, hidup di Jazirah, wafat di Ruha.
[5] Yahya bin Al Hushain, Al Ahmasiy Al Bajaliy, Tabi'in kalangan biasa.
[6] Ummu Al Hushain binti Ishaq, Al Ahmasiyyah, Ummu Al Hushain, Shahabat.

Para penentang seorang khalifah akan mendapat perundingan terlebih dahulu. Jika
masih menentang maka diperbolehkan untuk melawan dan membunuh pemberontak.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Air yang dapat digunakan secara sah atau benar dalam bersuci ada 7 macam,
yaitu: air hujan, air laut atau air  asin, air sungai, air sumur, air sumber, air es atau
salju, dan air embun. Tetapi, air-air tersebut dibagi menjadi 4 macam:
1. Air mutlak, yaitu air yang keberadaannya suci (eksistensinya) dan dapat dipakai untuk
bersuci, serta dapat menyucikan benda-benda lainnya.
2. Air suci yang menyucikan, tetapi makruh pemakaiannya jika digunakan untuk
menyucikan badan dan tidak makruh untuk menyucikan pakaian, air itu adalah air
panas akibat sinar matahari.
3. Air suci, yang tidak menyucikan disebut air musta’mal.
4. Air najis (mutanajis) yaitu: air yang terkena najis.

B. Saran
Sudah seharusnya kita sebagai seorang muslim mempelajari dan mengetahui
semua isi ajaran Islam serta mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari,
agar kita menjadi termasuk orang-orang yang sempurna imannya di sisi Allah
subhanahu wa taala.
DAFTAR PUSTAKA

Mokhtar, Sofyan. 2013. Pendidikan Agama Islam Xl. Surakarta: Pustaka Firdaus Utama.


Rasjid, Sulaiman. 2001. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Sabiq, Sayyid. 2001. Fikih Sunnah. Jakarta: Grafindo Persada.
Sarwat, Ahmad. 2009. Fiqh Thaharah. Bandung: DU CENTER.
Al-Qhozi, Syaikh Muhammad bin Qosim. 2006. Fathul Qorib. Surabaya: Nurul Huda.
Al Husni, Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad Al Husaini. 2001. Kifayatul Akhyar Fi Halli
Ghoyati Ikhtishor. Damaskus: Darul Basya'ir.
Sumber: https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/bangkai-serangga-di-pakaian-atau-sajadah-apakah-
membatalkan-shalat-hjJYM

Anda mungkin juga menyukai