Di Susun Oleh
ANDI PRAYOGA(1911450008)
T/P 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah Swt. Atas berkah rahmat, karunia dan Hidayah-Nya
akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Selawat serta salam semoga senantiasa tercurah
untuk junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw. Beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman,
dengan diiringi upaya meneladani akhlaknya yang mulia.
Adapun tujuan disusunnya makalah ini ialah sebagai salah satu materi tugas kegiatan yang harus
ditempuh oleh setiap mahasiswa dalam melaksanakan studi di tingkat perkuliahan semester V Adapun
judul yang penyusun buat didalam makalah ini adalah mengenai “ Had Zina ,Qazab,Pencurian
dan Peminum Khamar”
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan didalam penyusunannya dan
jauh dari kesempurnaan, untuk itu penyusun mengharapkan masukan baik saran maupun kritik yang
kiranya dapat membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi kita semua. Aamiin.
KELOMPOK III
DAFTAR ISI
Daftar isi................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan ………..............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2
A. Kesimpulan.................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jinayah adalah adalah suatu tindakan yang dilarang oleh syara` karena dapat menimbulkan
bahaya bagi agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sebagian fuqaha menggunakan kata jinayah
untuk perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai
dan sebagainya. Dengan demikian istilah fiqh jinayah sama dengan hukum pidana.
Untuk mempersempit pembahasan maka disisni pemakalah hanya akan membahas masalah yang
berkenan dengan hudud dan ta’zir saja.
Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni hukuman yang telah
ditentukan macam dan jumlah (berat-ringan) sanksinya yang menjadi hak Allah SWT, dan tidak
dapat diganti dengan macam hukuman lain atau dibatalkan sama sekali oleh manusia. Ada tujuh
macam perbuatan jarimah hudud yaitu, zina, menuduh orang lain berbuat zina (qazaf), meminum
minuman keras, mencuri, menggangu keamanan (hirabah), murtad, dan pemberontakan (al-
bagyu). Adapun jarimah ta’zir Secara bahasa ta’zir merupakan mashdar (kata dasar) dari ‘azzaro
yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan,
membantu. Sedangkan menurut istilah ialah tindak pidana yang diancam dengan satu atau
beberapa macam hukuman dan sanksinya tidak ditentukan dalam Al-Qur’an melainkan dari hasil
ijtihad para ulil amri. Misalnya, tidak melaksanakan amanah,ghasab,menghina atau mencela
orang, menjadi saksi palsu dan suap.
B.RUMUSAN MASALAH
1. Apa Had Zina,qazhab ,pencurian,dan peminum khamar ?
C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Had Zina,qazhab,pencurian dan peminum khamar
BAB II
PEMBAHASAN
Secara kebiasaan kata – kata “pidana” , “uqubad”, atau “jarimah” sebagai yang lazim
digunakan di kalangan fuqohah hampir tergambar tersurat dalam al – qur’an, akan tetapi
pemahaman tentang pidana akan dapat dipahami secara tersirat dari banyak ayat – ayat yang
membicarakan tentang ‘uqubad, jinayat atau jarimah ini. Istilah yang paling dikenal untuk
penertian pidana ini di kalangan ulamah salaf adalah ‘’al – jinayat”. Sedangkan di kalangan
ulama’ kalaf, mereka menamakan kitab sebagai pidana dengan kitab “al – uqubat”[1].
Pidana adalah segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh seorang mukallaf, yang melanggar,
perintah atau larangan Allah yang dikitbatkan kepada orang mukallaf, yang dikarenakan
ancaman hukuman, baik sanksi itu harus dilaksanakan sendiri, dilaksanakan penguasa, baik
tempat pelaksanaan hukuman itu di dunia maupun akhirat.
Menurut hukum pidana umum, yang dimaksud dengan “tindakan pidana” adalah suatu tindakan
(berbuat atau tidak berbuat) yang bertentangan dengan hukum nasional , jadi yang bersifat tanpa
hak yang menimbulkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Jadi unsur
yang penting sekali untuk peristiwa pidana (dilihat dari sudut objektif) adalah sifat tanpa hak
yakni sifat melanggar hukum. Di tempat mana tidak terdapat unsur tanpa hak, maka tidak ada
peristiwa pidana.
Jarimah Hudud sering di artikan sebagai tindak pidana yang macam dan sanksinya di tetapkan
secara mutlak Oleh Allah[2].Sehingga manusia tidak berhak untuk menetapkan hukuman lain
selain hukum yang di tetapkan berdasarkan kitab allah. Kejahatan hudud adalah kejahatan yang
paling serius dan berat dalam hukum pidana islam.ia adalah kejahatan terhadap kepentingan
publik. Jumhur ulama’ merumuskan jarimah hudud ada tujuh yaitu : zina, Qadzaf(Tuduhan palsu
zina), sariqah(Pencurian), hirabah(Perampokan), Riddah (murtad), al-baghy(Penberontakan) dan
syurb al-khamr(Meminum khamr).sementara madzab malikiyah hanya memasukan jarimah
hudud dalam lima kategori yaitu: zina, qadzaf, sariqah, hirabah dan baghy.
1. Jarimah Zina
Zina adalah hubungan kelamin antara lki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah
dan di lakukan dengan sadar serta tanpa adanya unsur subhat.Deik perzinaan di tegaskan dalam al-Qur’an
dan sunah. Hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah ( ghairu mukhsan) di dasarkan pada ayat Al-
Qur’an yakni di dera 100 kali,Sedangkan bagi pezina muhsan dikenai hukuman rajam.Rajam dari segi
bahasa adalah melempari batu,sedangkan menurut istilah adalah melempari pezina muhsan
sampai menemui ajalnya[3]. Adapun hukum dasar dera atau cambuk 100 kali adalah firman Allah dalam
surat an-Nur ayat 2
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”.
“Terimalah dariku! Terimalah dariku! Sungguh allah telah memberi jalan kepada
mereka.bujangan yang berzina dengan gadis di jilid seratus kali dan di asingkan selama satu
tahum.dan orang yang telah kawin dan berzina did era seratus kali dan di rajam”.
Zina adalah perbuatan yang sangat tercela dan pelakunya di kenakan sangsi yang amat berat,
baik itu hukum dera maupun rajam,karena alasanyang dapat di pertanggung jawabkan
secaramoral adan akal.kenapa zina di ancam dengan hukuman berat hal ini di sebabkan karena
perbuatan zina sangat tercela oleh islam dan pelakunya di hukum hukuman rajam(di lempari batu
hingga meninggal dengan di saksikan banyak orang).jika ia muhsan.jika ghoiru muihsan,maka di
hukum cambuk 100 kali.
Unsur dalam tindak pidana dalam jarimah qadzaf ini ada tiga, yaitu :
c. Ada itikad jahat. Orang yang menuduh zina harus membuktikan kebenarannya.[4]
Sariqah(pencurian)di definisikan sebagai perbuatan mengambil harta orang lain secara diam-
diam dengan maksud untuk memilikin serta tidak ada paksaan. Menurut syarbini al khatib yang
di sebut pencurian adalah mengambil barang secara sembunyi sembunyi di tempat penyimpanan
dengan maksut untuk memiliki yang di lakukan dengan sadar atau adanya pilihan serta
memenuhi syarat-syarat tertentu.[5] Al-Qur’an menyatakan orang yang mencuri di kenakan
hukum potong tangan.Hukum potong tangan sebagai sangsi bagi jarimah sariqah di dasarkan
pada firman Allah surat Al-maidah ayat 38:
َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا أَ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكاال ِم َن هَّللا ِ َوهَّللا ُ َع ِزي ٌز Šُ َّار
ِ ق َوالس ِ َوالس
َح ِكي ٌم
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan
bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”.
Hukum potong tangaan di berlakukan dalam islam dengan mempertimbangkan dengan syarat dan
rukun yang sangat ketat.
a. syarat yang berkaitan dengan subyek yaitu pelakunya dewasa ,tidak terpaksa dan tahu bahwa
perbuatan itu di larang.
b. Syarat yang berkaitan dengan materi curian yaitu mengambil harta secara diam-diam ,mengambil
barang tanpa sepengetahuan pemiliknya dan tanpa kerelaan.
c. Syarat berkaitan dengan obyek yaitu barang yang di curi berupa hartabenda dan bergerak,serta
mencapai satu nilai minimal tertentu.Imam malik mengukur nisab sebesar ¼ dinar atau lebih sedangkan
imam abu Hanifah menyatakan bahwa nisab pencurian itu senilai 10 dirham/ 1 dinar.[6]
Hirabah sama dengan qat’u tariq yaitu sekelompok orang yang membuat keonaran,pertumpahan
darah,merampas harta,kehormatan, tatanan serta membuat kekacauan di muka bumi.[7] Dasar
hukum jarimah hirabah adalah firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 33 sebagai berikut :
Jarimah hirabah dapat terjadi dalam berbagai kasus, Antara lain yaitu :
a. Seseorang pergi dengan niat untuk mengambil harta secara terang-terangan dan mengadakan
intimidasi,namun ia tidak jadi mengambil harta dan tidak membunuh.
b. Seseorang berangkat dengan niat untuk mengambil harta dengan terang-terangan dan
kemudian mengambil dengan harta yang di maksut tetapi tidak membunuh.
c. Seseorang berangkat dengan niat merampok ,kemudian membunuh tetapi tidak mengmbil
harta korban,.dan
d. Seseorang berangkat untuk merampok kemudian ia mengambil harta dan membunuh
pemiliknya.[8]
Sanksi bagi perampok menurut Imam abu hanifah ,Imam syafi’i dan Imam ahmad
berbeda beda sesuai dengan perbuatannya. Bila hanya mengambil harta dan membunuh ia di
hukum salib ,jika ia tidak mengambil harta tetapi membunuh ia di hukum bunuh. Jika hanya
mengambilharta dengan paksa dan tidak membunuh,maka sangsinya adalah potong tangan dan
kaki secara bersilang,bila hanya menakut nakuti hanya hukum penjara.Menurut imam malik ,
sangsi hirabah ini di serahkan kepada imam untuk memilih salah satu hukuman yang tercantum
dalam ayat di atas yang sesuai dengan kemaslahatan.Bagi pelaku yang mengambil harta dan
membunuh maka hukumannya menurut pendapat imam syafi’i ,ahmad dan Zadiyah adalah di
hukum mati lalu di salib.Sedangksn menurut imam abu hanifah ,ulil amri dapat memilih apakh di
potong tangan dan kakinya dulu,baru di hukum mati dan di salib,ataukah di hukum mati saja
tanpa tdi potong tangan dan kakinya dulu,ataukah di salib saja. Sedangkan menurut imam malik
bahwa aw dalam ayat di atas berfungsi sebagai takyir.maka imam dapat memilih alternatif di
antara 4 hukuman yang di tentukan dalam Al-qur’an yaitu hukuman mati,salib,potong tangan dan
kaki secara bersilang atau hukuman pengasingan.Namun tidak boleh menggabungkan sangsi-
sangsi yang di tentukan dalam ayat di atas.[9]
Hukum bunuh bagi pemberontak di pahami oleh sebagian ulama’ sebagai serangan balik dan
hanya di tujukan untuk mematahkan pemberontak guna mengembalikan ketaatannya kepada
penguasa yang sah.Memerangi pemberontak hukumnya adalah wajib,karena menegakkan hukum
Allah, sebagaimana di jelaskan dalam Al-Qur’an dalam surat al-hujarat ayat 9:
ْ َداهُ َما َعلَىŠْت إِح
َرىŠاألخ ْ إِ ْن بَ َغŠَا فŠلِحُوا بَ ْينَهُ َمŠص ْ َ وا فَأŠŠُين ا ْقتَتَل ْ Šَوإِ ْن طَائِفَتَا ِن ِم َن ْال ُم
َ ِؤ ِمنŠ
طُواŠ ْد ِل َوأَ ْق ِسŠا بِ ْال َعŠŠت فَأَصْ لِحُوا بَ ْينَهُ َم ْ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَب ِْغي َحتَّى تَفِي َء إِلَى أَ ْم ِر هَّللا ِ فَإِ ْن فَا َء
َ إِ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ ْال ُم ْق ِس ِط
ين
“Jika salah satu dari kedua golongan berbuat aniaya terhadap golongan yang lain,maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali (kepada perintah
Allah)”.
Larangan meminum minuman memabukan di dasarkan pada ayat al-Qur’an surat al-Maidah ayat
90 :
َ ُر َواأل ْنŠ ين آ َمنُوا إِنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َمي ِْس
ْ ابُ َوŠ ص
ِ Šاألزال ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم
لŠ َ يَا أَيُّهَا الَّ ِذ
َ ان فَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح
ُون ِ َال َّش ْيط
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Al-Qur’an tidak menegaskan hukuman apa bagi peminum khamr.Sangsi terhadap delik
ini di sandarkan pada hadits melalui sunah fi’liyahnya,bahwa hukuman terhadap jarimah ini
adalah 40 kali dera.Abu bakar mengikuti jejak ini tetapi umar bin khatab menjatuhkan 80 kali
dera.[11]Menurut imam Abu hanifah dan imam malik,sanksi meminum khamr adalah 80 kali
dera,sedangkan menurut Imam Syafi’i adalah 40 kali dera,Tetapi imam boleh menambah
menjadi 80 kali dera.Jadi yang 40 kali adalah hukuman had,sedangkan sisanya adalah hukuman
ta’zir.[12] Pelarangan jarimah syurb al-khamr ,juga hal hal yang mempunyai illat hukum yang
sama, di haramkan karena memabukan,maka setiap yang memabukan adalah haram.termasuk
jenis khamr adalah narkotika,heroin,sabu-sabu dan lain sebagainya.
Riddah dari segi bahasa berarti rujuk (kembali).menurut istilah riddah adalah orang yang
kembali dari agama islam,pelakunya di sebut murtad.yakni ia secara berani menyatakan kafir
setelah beriman.[13] Nash yang berkaitan dengan murtad di jelaskan dalam al-Qur’an surat Al-
baqoroh ayat 217 :
ِهŠِ ٌر بŠبِي ِل هَّللا ِ َو ُك ْفŠ ٌّد َع ْن َسŠص َ ي ٌر َوŠŠِ ِه َكبŠك َع ِن ال َّشه ِْر ْال َح َر ِام قِتَا ٍل فِي ِه قُلْ قِتَا ٌل فِي َ َيَسْأَلُون
َ Šُل َوال يَ َزالŠ
ونŠ ِ Š ُر ِم َن ْالقَ ْتŠَةُ أَ ْكبŠَ َد هَّللا ِ َو ْالفِ ْتنŠ ُر ِع ْنŠَهُ أَ ْكبŠْج ِد ْال َح َر ِام َوإِ ْخ َرا ُج أَ ْهلِ ِه ِم ْن
ِ َو ْال َمس
وŠَ Šُت َوه ْ ِه فَيَ ُمŠِ ِد ْد ِم ْن ُك ْم َع ْن ِدينŠَيُقَاتِلُونَ ُك ْم َحتَّى يَ ُر ُّدو ُك ْم َع ْن ِدينِ ُك ْم إِ ِن ا ْستَطَا ُعوا َو َم ْن يَرْ ت
َ ار هُ ْم فِيهَا َخالِ ُد
ون Šُ ك أَصْ َح
ِ َّاب الن َ ِاآلخ َر ِة َوأُولَئ ِ ت أَ ْع َمالُهُ ْم فِي ال ُّد ْنيَا َو ْ َك َحبِط َ َِكافِ ٌر فَأُولَئ
“barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka
mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya”.
Para ulama’beragam dalam membuat batasan tentang perbuatan riddah.Riddah dapat di
lakukan dengan perbuatan(atau meninggalkan perbuatan),dengan ucapan, dengan I’tikad. Yang
di maksut dengan riddah dengan perbuatan adalah melakukan perbuatan yang haram dengan
menganggapnya tidak haram atau meninggalkan perbuatan wajib dengan menganggapnya
perbuatan tidak wajib,misalnya sujud kepada matahari atau bulan, atau melakukan zina dengan
menganggap zina itu bukan suatu perbuatan maksiat.
Adapun ketentuan di antara para ahli hukum islam bahwa tindak pidana ini di ancam dengan
hukuman mati perlu di kaji ulang.karena pernyataan nabi ketika orang yang mengganti agama
harus di hukum mati,hal itu terjadi pada musim perang,yakni ada sebagian tentara islam yang
berjiwa munafik melakukan tindakan desersi (penghianatan Negara),maka orang yang
melakukan desersi di perintahkan untuk di bunuh.[15]
C. JARIMAH TA’ZIR
Menurut bahasa, lafad ta’zir berasal dari kata : azzara yang berarti man’u wa radda (mencegah
atau menolak). Ta’zir dapat berarti addaba (mendidik) atau azahamu wa waqara yang artinya
mengagungkan dan menghormati. Dari berbagai pengertian, makna ta’zir yang paling relevan
adalah al – man’u wa arraddu (mencegah atau menolak). Pengertian ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Abdul Qodir Audah dan wahbah zuhaili. Ta’zir diartikan mencegah dan
menolak, karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya. Ta’zir
diartikan mendidik karena ta’zir dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia
menyadari perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan menghentikannya[16].
Menurut istilah, sebagaimana yang diungkapkan oleh al mawardi bahwa yang dimaksud dengan
ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang hukumanya
belum ditetapkan oleh syara’.
Jadi dengan demikian jarimah ta’zir suatu jarimah yang hukumanya diserahkan kepada hakim
atau penguasa. Hakim dalam hal ini diberi wewenang untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku
jarimah ta’zir. Dari definisi – definisi yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa ta’zir adalah
suatu istilah untuk hukuman atas jarimah – jarimah yang hukumanya belum ditetapkan oleh
syara’.
Dari definisi tersebut, juga dapat dipahami bahwa jarimah ta’zir terdiri atas perbuatan –
perbuatan maksiat yang tidak dikenakan had dan tidak pula kifarat, dengan demikian, inti dari
jarimah ta’zir adalah perbuatan maksiat. Adapun yang dimaksud dengan maksiat adalah
meninggalkan perbuatan yang diwajibkan dan melakukan perbuatan yang diharamkan
(dilarang). Para fuqaha’ memberi contoh meninggalkan kewajiban seperti menolak menbayar
zakat, meninggalkan salat fardhu, enggan membayar utang padahal mampu, menghiyanati
amanah. Sebagai contoh melalukan perbuatan yang dilarang, seperti mencium perempuan lain
bukan istri, sumpah palsu, penipuan dalam jual beli, melindungi dan menyembunyikan pelaku
kejahatan, dan sebagainya. Contoh diatas termasuk dalam kategori jarimah ta’zir.
Disamping itu juga hukuman ta’zir dapat dijatuhkan apabila hal itu dikehendaki oleh
kemaslahatan umum. Meskipun perbuatanya itu bukan maksiat, melainkan mubah. Perbuatan -
perbuatan yang termasuk kelompok ini tidak bisa ditentukan, karena perbuatanya tersebut tidak
diharamkan karena zatnya, melainkan karena sifatnya. Apabila sifat tersebut ada maka
perbuatanya diharamkan, dan apabila sifat tersebut tidak ada maka perbuatanya mubah. Sitat
yang menjadi alasan (illat) dikarenakannya hukuman atas perbuatannya tersebut adalah
membahayakan atau merugikan kepentingan umum. Apabila dalam suatu perbuatan merugikan
kepentingan umum maka perbuatan tersebut dianggap jarimah dan pelaku dikenai hukuman[17].
Penjatuhan hukuman ta’zir untuk kepentingan umum ini dasarnya kepada tindakan Rosulullah
saw, yang menahan seorang laki – laki yang diduga mencuri unta. Setelah diketahui ternyata ia
tidak mencurinya, lalu Rosulullah melepaskannya. Analisis terhadap tindakan Rosulullah
tersebut adalah bahwa penahanan adalah hukuman ta’zir, sedangkan hukuman hanya dapat
dikenakan terhadap suatu jarimah /yang telah dapat dibuktikan.
Dari uraian diatas, dapat diambil intisari bahwa jarimah ta’zir terdiri atas tiga bagian, yaitu :
1. Hukuman hudud diberlakukan secara sama untuk semua orang (pelaku), sedangkan
hukumanya ta’zir pelaksanaannya dapat berbeda antara satu pelaku dengan pelaku lainnya,
tergantung kepada keadaan kondisi masing – masing pelaku. Apabila seorang terhormat dan baik
– baik, suatu ketika tergelincir melakukan tindak pidana ta’zir maka kondisinya itu dapat
dijadikan pertimbangan untuk membebaskannya atau menjatuhkan hukuman lebih berat. Hal ini
didasarkan kepada hadits Nabi Muhammad SAW, Yang artinya : dari Aisyah ra. bahwa Nabi
saw bersabda : “Ringankanlah hukuman untuk orang yang baik – baik atas kesalahan mereka
kecuali jarimah hudud”.
2. Dalam jarimah hudud tidak berlaku pembelaan dan pengampungan apabila perkaranya
sudah dibawa ke pengadilan. Sedangkan jarimah ta’zir kemungkinan untuk memberikan
pengampunan terbuka lebar, baik oleh individu maupun pemerintah[18].
3. Orang yang mati karena dikenakan hukuman ta’zir, berhak memperoleh ganti rugi.
Sedangkan menurut jarimah hudud hal ini tidak berlaku.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara umum, pengertian jinayat sama dengan hukum pidana pada hukum positif, yaitu
hukum yang mengatur perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti
membunuh, melukai dan lain sebagainya. Jarimah (kejahatan) dalam hukum pidana Islam
(jinayat) meliputi, jarimah hudud, qishas diyat, dan ta’zir.
Ta’zir adalah hukuman yang tidak ditentukan oleh al qur’an dan hadits yangberkaitan dengan
kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran
kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan yang serupa, penentuan
jenis pidana ta’zir ini diserahkan sepenuhnya kepada penguasa sesuai dengan kemaslahatan
menusia itu sendir
DAFTAR PUSTAKA
Haliman, Hukum Pidana islam Menurut Adjaran ahli sunah wal jama’ah.Jakarta:Bulan bintang,
1968.
[7] As-Sayid sabiq,Fiqh..,II:393.
[8] Ibid.,87.
[9] Ibid.,402.
[11] Ibid.,69-70
[15]Haliman,HukumPidanaislammenurutajaranahlisunnahwaljama’ah(Jakarta:BulanBintang),2
63.
[16] Makhrus munajat, hukum pidana islam indonesia, (yogyakarta: TERAS, 2009), 177.
[17] Ibid, 178
[18] Ibid, 185