Anda di halaman 1dari 15

ANAK ZINA DAN INSEMINASI

(makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah KTA: Muamalah)

Dosen Pengampu:

Disusun Oleh:

Mahyuni

Annisa Aurora Siregar

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SUMATERA UTARA

MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongannya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW. yang kita nanti-nantikan syafaat nya di akhirat kelak.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu kami
mengharapkan dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan
dalam makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah ini
yang telah membimbing kami dalam mempelajari makalah ini. Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 28 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I...................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...............................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................................1

C. Tujuan...................................................................................................................1

BAB II..................................................................................................................................2

PEMBAHASAN..................................................................................................................2

A. Pengertian Anak zina dan status nasabnya.......................................................2

a. Pengertian anak zina..............................................................................................2

b. Status dan nasab anak zina.....................................................................................3

B. Pengertian inseminasi dan Hukumnya..............................................................7

a. Pengertian Inseminasi..........................................................................................7

b. Hukum Bayi Tabung dan Pendapat Ulama.............................................................7

BAB III..............................................................................................................................11

PENUTUP.........................................................................................................................11

A. Kesimpulan..........................................................................................................11

B. Saran.....................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan pemegang keistimewaan bagi orang tua, semasa hidup anak adalah
penenang dan sewaktu tiada anak adalah lambang penurus dan keabadian. Dan anak pun
merupakan generasi muda pewaris suatu bangsa. Suatu bangsa akan menjadi kuat, makmur dan
sejahtera apabila generasi mudanya terbina, terbimbing, dan terlindungi hak-haknya. Pembinaan
anak adalah tanggung jawab kedua orang tua atau keluarga.
Dalam hukum Islam melakukan hubungan seksual antara pria dan wanita tanpa ada
ikatan penikahan yang sah yaitu disebut zina. Hubungan seksual tersebut tidak di bedakan
apakah pelakunya gadis, atau janda, jejaka, beristri atau duda. Kedudukan anak dalam Islam
sangat tinggi dan mulia. Alquran memposisikan anak sebagai perhiasan dunia dan anak juga
sebagai suatu hiburan yang menyenangkan.
Ada dua istilah tentang bayi tabung yang dapat dibedakan melalui Inseminasi buatan dan
bayi tabung sendiri. Kedua dari perbedaan ini ada dalam bidang kesehatan, yang dimana
walaupun tujuan yang hampir sama yakni menghantarkan pasangan suami istri untuk memiliki
keturunan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Al-Qur’an tentang anak zina?
2. Bagaimana pandangan Al-Qur’an tentang inseminasi serta menurut pandangan islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana pandangan Al-Qur’an tentang anak zina
2. Untuk mengetahui Bagaimana pandangan Al-Qur’an tentang inseminasi serta
menurut pandangan islam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak zina dan status nasabnya


a. Pengertian anak zina
Menurut kamus besar Indonesia, anak adalah keturunan kedua, sedangkan zina adalah
perbuatan yang bersenggema antara laki-laki dengan perempuan yang tidak terikat dalam
hubungan pernikahan (perkwinan). Maka dapat dipahami bahwa anak zina ialah anak yang
dilahirkan diluar perkawinan yang sah menurut syara’.
Dalil tentang zina dalam ayat-ayat Al Quran di antaranya surah Al-Isra ayat 32, Al-
Furqan ayat 68, Al-Furqan ayat 69, hingga An-Nur ayat 2. Zina merupakan perilaku yang
dilarang Islam, dan tergolong dosa besar. Perilaku ini dapat dimaknai sebagai perbuatan
bersenggama (bersetubuh) antara laki-laki dan perempuan yang telah balig tanpa adanya ikatan
pernikahan sah.
Mata adalah melihat. Zina mulut adalah berkata. Zina hati adalah berharap dan
berkeinginan. Sedangkan alat kelamin itu membuktikannya atau mendustakannya,” (H.R.
Bukhari, Muslim, dan Abu Daud). Berikut ini beberapa ayat-ayat Al-Qur’an terkait hal tersebut:
Surah Al Isra Ayat 32
‫َواَل تَ ْق َربُوا ال ِّز ٰن ٓى اِنَّهٗ َكانَ فَا ِح َشةً ۗ َو َس ۤا َء َسبِيْل‬
Terjemahannya: “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya [zina] itu adalah
perbuatan keji dan jalan terburuk,” (QS. Al-Isra [17]:32).
Surah Al-Furqan Ayat 68
َ ‫ك يَ ْل‬
‫ق اَثَا ًما‬ ِّ ‫س الَّتِ ْي َح َّر َم هّٰللا ُ اِاَّل بِ ْال َح‬
َ ِ‫ق َواَل يَ ْزنُوْ ۚنَ َو َم ْن يَّ ْف َعلْ ٰذل‬ ‫هّٰللا‬
َ ‫ۙ َوالَّ ِذ ْينَ اَل يَ ْد ُعوْ نَ َم َع ِ اِ ٰلهًا ٰا َخ َر َواَل يَ ْقتُلُوْ نَ النَّ ْف‬
Terjemahannya: Dan, orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain
tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan [alasan] yang benar, dan tidak
berzina. Siapa yang melakukan demikian itu niscaya mendapat dosa,” (QS. Al-Furqan [25]:68).
Surah Al-Furqan Ayat 69
‫ف لَهُ ْال َع َذابُ يَوْ َم ْالقِ ٰي َم ِة َويَ ْخلُ ْد فِي ْٖه ُمهَانًا‬ ٰ ‫ۙ ي‬
ْ ‫ُّض َع‬
Terjemahannya: “Baginya akan dilipatgandakan azab pada Hari Kiamat dan dia kekal
dengan azab itu dalam kehinaan,” (QS. Al-Furqan [25]:69).

2
Surah An-Nur Ayat 2
‫اَل َّزانِيَةُ َوال َّزانِ ْي فَاجْ لِ ُدوْ ا ُك َّل َوا ِح ٍد ِّم ْنهُ َما ِماَئةَ َج ْل َد ٍة ۖ َّواَل تَْأ ُخ ْذ ُك ْم بِ ِه َما َرْأفَةٌ فِ ْي ِد ْي ِن هّٰللا ِ اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۚ ِر‬
َ‫َو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما طَ ۤا ِٕىفَةٌ ِّمنَ ْال ُمْؤ ِمنِ ْين‬
Terjemahannya: “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari
keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
[melaksanakan] agama [hukum] Allah jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.
Hendaklah [pelaksanaan] hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.”
(QS. An-Nur [24]:2).

b. Status dan nasab anak zina


Perzinaan yang mewabah ini menimbulkan berbagai problematika sosial yang
menyakitkan. Tidak hanya pada kedua pelakunya saja, namun juga pada anak yang lahir melalui
hubungan haram tersebut. Predikat “anak zina” sudah cukup menyebabkan pikiran dalam
pikiran. Apalagi bila menengok masalah-masalah lain yang harus ia hadapi di kemudian hari.
Seperti penasaban, warisan, perwalian dan masalah-masalah sosial lainnya yang tidak mungkin
ia hindari.
1. Nasab Anak Zina
Anak zina pada asalnya dinasabkan kepada ibunya sebagaimana nasib anak mul â 'anah
yang dinasabkan kepada ibunya, bukan ke bapaknya. Sebab, nasab kedua anak ini terputus dari
sisi bapak.
Senada dengan pendapat di atas, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah
mengatakan: “Anak zina diciptakan dari sperma tanpa pernikahan. Maka dia tidak dinasabkan
kepada seorang pun, baik kepada lelaki yang menzinainya atau suami wanita tersebut apabila ia
bersuami. kesopanan, ia tidak memiliki bapak yang syar'i (melalui pernikahan yang sah,).
Nasab anak hasil selingkuh atau perzinaan, apabila ditinjau dari status ibunya, dapat
dikategorikan menjadi dua:
1) Si ibu berstatus sebagai istri orang.
Seorang wanita bersuami yang terbukti selingkuh atau berbuat zina kemudian melahirkan
anak dari hubungan haram tersebut, maka tidak lepas dari dua keadaan:
 Sang suami tidak mengingkari anak tersebut atau mengakui sebagai anaknya.

3
Yaitu, apabila seorang wanita yang melahirkan seorang anak dan sang suami tidak
mengingkari anak tersebut, maka anak tersebut adalah anaknya, walaupun ada orang yang
mengklaim itu adalah hasil selingkuhan dengannya, Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam
mengatakan dalam sebuah hadits dari Aa'isyah Radhiyallahu anhuma:
ِ ‫اش لِْلع‬
‫اه ِر احْلَ ْجُر‬ ِِ
َ ِ ‫الولَ ُد ل ْلفَر‬
َ
Anak yang lahir adalah milik pemilik ranjang (suami) dan pezinanya mendapatkan kerugian

Yang dimaksud dengan kata al-fir âsy di sini adalah lelaki yang memiliki istri atau budak
wanita yang sudah pernah digaulinya.
 Sang suami mengingkarinya
Jika suami mengingkari anak tersebut, maka si wanita (sang istri) tidak lepas dari dua keadaan:
1. Ia mengakui kalau itu memang hasil perselingkuhan atau terbukti dengan persaksian yang
sesuai syari'at. Jika seperti ini keadaannya, maka si wanita dijatuhi hukum rajam dan
status anaknya adalah anak zina serta nasabnya dinasabkan ke ibunya.
2. Wanita itu mengingkari kalau anak yang lahir sebagi hasil perselingkuhan. Maka, solusi
dari syariat, pasangan suami istri itu saling melaknat (melakukan proses mul â 'anah).
Lalu mereka terpisah dan pernikahan kedua insan ini terputus untuk selama-lamanya.
Anak yang diperselisihkan ini menjadi anak mul â 'anah bukan anak zina. Meski bukan
anak zina, namun tetap dinasabkan kepada ibunya.

2) Bukan berstatus sebagai istri orang


Jika wanita tersebut tidak memiliki suami, baik janda atau belum pernah menikah secara
sah sama sekali, kemudian melahirkan anak, maka anak tersebut berada dalam dua kondisi:
 Bila tidak ada seorang lelaki pun yang pernah menzinainya meminta anak dinasabkan
tersebut kepada dirinya, maka si anak tidak dinasabkan kepada lelaki manapun. Nasab
anak itu ke ibunya.
 Ada lelaki yang mengaku telah menzinai wanita tersebut dan mengklaim anak-anak
tersebut anaknya. Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat:
a. Pendapat pertama: Menyatakan anak tersebut tidak dinasabkan kepada lelaki yang
mengaku itu.

4
Ini merupakan pendapat madzhab al-`aimah al-arba'ah (Imam madzhab yang empat yaitu
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'I dan Imam Ahmad rahimahumullah) dan
pendapat Ibnu Hazm rahimahullah. Pendapat ini dirajihkan oleh Ibnu Qudamah
rahimahullah dalam al-Mughni.
Dasar pendapat ini adalah:
1. Sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam:
ِ ‫اش لِْلع‬
‫اه ِر احْلَ ْجُر‬ ِِ
َ ِ ‫الولَ ُد ل ْلفَر‬
َ
Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya mendapatkan kerugian.
Dalam hadits ini, Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam tidak menasabkan sang anak kepada selain
suami ibunya. Ini berarti menasabkan anak zina tersebut kepada lelaki pezina menyelisihi
kandungannya.
2. Hadits Abdullah bin 'Amru yang bunyinya:

‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم الَ ِد ْع َو َة‬ ِ ِ ِِ ِ ِ


َ ‫ت بِ ُِّأمه يِف ْ اجْلَاهليَّة َف َق َال َر ُس ْو ُل اهلل‬ َ ‫قَ َام َر ُج ٌل َف َق َال يَا َر ُس ْو َل اهلل ِإ َّن فُالَنًا ابْيِن ْ َع‬
ُ ‫اه ْر‬
ِ ‫اش ولِْلع‬
‫اه ِر احْلَ ْجُر‬ ِِ ِ ِِ ِ ‫يِف‬
َ ‫اِْإل ْسالَم َذ َه‬
َ َ ِ ‫ب َْأمُر اجْلَاهليَّة الْ َولَ ُد ل ْلفَر‬
Seorang berdiri seraya berkata: “Wahai Rasulullah! Sungguh si Fulan ini adalah anak saya,
saya telah menzinahi ibunya dizaman Jahiliyah.” Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi wa
Sallammenjawab: “Tidak ada pengakuan anak dalam islam. Masa jahiliyah sudah hilang. Anak
adalah milik suami wanita (al-Firâsy) dan pezina mendapatkan kerugian.
3. Sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam:

ُ ‫صبَتِ ِه َو َم ِن َّاد َعى َولَ ًدا ِم ْن َغرْيِ ِر ْش َد ٍة فَالَ يَِر‬ ِ ِ ِِ


‫ث‬
ُ ‫ور‬
َ ُ‫ث َوالَ ي‬ َ ‫اعا َة ىِف اِإل ْسالَِم َم ْن َس‬
َ ‫اعى ىِف اجْلَاهليَّة َف َق ْد حَل َق بِ َع‬ َ ‫الَ ُم َس‬
Tidak ada perzinahan dalam islam, siapa yang berzina di jahiliyah maka dinasabkan kepada
kerabat ahli warisnya (Ashabah) dan siapa yang mengklaim anak tanpa bukti, maka tidak ada
hubungannya dan tidak mewariskan.
4. Hadits Abdullah bin 'Amru Radhiyallahu anhu yang bunyinya:
ِ ِ ِ
َ ‫اسُت ْلح َق َب ْع َد َأبِيه الَّذى يُ ْد َعى لَهُ َّاد َعاهُ َو َرثَتُهُ َف َق‬
َّ ‫ضى‬
‫َأن‬ ْ ‫َأن ُك َّل ُم ْسَت ْل َح ٍق‬ َ َ‫ ق‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- َّ ‫ِإ َّن النَّىِب‬
َّ ‫ضى‬

ِ ‫ُك َّل من َكا َن ِمن َأم ٍة مَيْلِ ُكها يوم َأصابها َف َق ْد حَلِق مِب َ ِن اسَت ْلح َقه ولَيس لَه مِم َّا قُ ِسم َقبلَه ِمن الْ ِمري‬
‫اث َش ْىءٌ َو َما َْأد َر َك‬ َ َ ُْ َ ُ َ َُْ َ ْ َ ََ َ َ َْ َ َ ْ َْ

5
‫ْها َْأو ِم ْن‬ ِ ٍ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
َ ‫م ْن م َرياث مَلْ يُ ْق َس ْم َفلَهُ نَصيبُهُ َوالَ يُْل َح ُق ِإ َذا َكا َن َأبُوهُ الَّذى يُ ْد َعى لَهُ َأنْ َكَرهُ َوِإ ْن َكا َن م ْن ََأمة مَلْ مَيْلك‬
‫ث َوِإ ْن َكا َن الَّ ِذى يُ ْد َعى لَهُ ُه َو َّاد َعاهُ َف ُه َو َولَ ُد ِز ْنيَ ٍة ِم ْن ُحَّر ٍة َكا َن َْأو ََأم ٍة‬
ُ ‫اهَر هِبَا فَِإنَّهُ الَ يُْل َح ُق بِِه َوالَ يَِر‬
َ ‫ُحَّر ٍة َع‬
Sungguhnya Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam ingin memutuskan permasalahan setiap anak
yang dinasabkan kepada seseorang setelah (meninggal) bapak yang dinasabkan kepadanya
tersebut diakui oleh ahli warisnya. Lalu beliau memutuskan bahwa semua anak yang lahir dari
budak yang berstatus milik (sang majikan) pada waktu digauli (hubungan istri), maka si anak
dinasabkan kepada yang meminta penasabannya dan anak tersebut tidak memiliki hak eksklusif
dari warisan yang dibagikan sebelum (dinasabkan) dan anak tersebut warisan yang belum
dibagikan maka ia mendapatkan bagiannya. Tidak dinasabkan (kepada sang bapak) apabila
bapak yang dinasabkan tersebut mengingkarinya. Bila dari budak yang tidak bebas atau dari
wanita merdeka yang dizinahinyanya,
5. Sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam:

‫ث‬ ُ ‫ الَ يَِر‬، ‫اهَر حِب َُّر ٍة َْأو ََأم ٍة فَالْ َولَ ُد َولَ ُد ِزنَا‬
ُ ‫ث َوالَ يُ ْو ِر‬ َ ‫َأمُّيَا َر ُج ٍل َع‬
Siapa saja yang menzinahi wanita merdeka atau budak sahaya maka anaknya adalah
anak zina, tidak perlu mengembangkan dan mewariskan. [19]
6. Ibnu Qudâmah rahimahullah menyampaikan bahwa anak zina tidak akan dinasabkan
kepada bapaknya jika tidak diminta penasabannya. Ini menunjukkan bahwa anak itu tidak
dianggap sebagai anak secara syar'i sehingga tidak dapat dinasabkan kepadanya sama
sekali.
b. Pendapat kedua: Menyatakan anak dinasabkan tersebut kepada pezina apabila ia meminta
penasabannya.
Inilah pendapat Ishâq bin Rahuyah rahimahullah, 'Urwah bin az-Zubeir rahimahullah,
Sulaiman bin Yasâr rahimahullah dan Syeikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

6
B. Pengertian inseminasi dan Hukumnya
a. Pengertian Inseminasi

Inseminasi atau insemination ialah bayi tabung, yang dikenal sebagai kawin suntik,
penghamilan buatan ini dilakukan terhadap seorang wanita tanpa melalui cara alami, melainkan
dengan menyuntikkan sperma laki laki ke dalam Rahim wanita dengan pertolongan dokter.
Dalam pengertian lain bayi tabung ialah, peletakan sperma laki-laki dengan ovum
perempuan pada suatu cawan atau tabung pembiakan sebagai persiapan untuk diletakkannya ke
dalam rahim seorang ibu.
Bayi tabung ialah bayi yang dihasilkan bukan dari persetubuhan, tetapi dengan cara
mengambil mani/sperma laki-laki dan mani ovum perempuan, lalu dimasukkan dalam suatu alat
dalam waktu beberapa hari lamanya. Kemudian dimasukkan ke dalam Rahim wanita dengan
bantuan dokter.
Dari pengertian bayi tabung atau yang dikenal dengan istilah "Talqi’as-sina’i" (‫تلقي ع‬
‫ )الصناعى‬dapat berarti pembuahaan sperma dan ovum pada satu temapat dalam beberapa waktu
tertentu oleh seorang dokter ahli, sehingga menghasilkan jani dan bayi.
Sepakat Ulama mengenai hukum bayi tabung apabila sperma dan ovum berasal dari
pasangan suami isteri yang sah, maka proses bayi tabung itu juga sah,
b. Hukum Bayi Tabung dan Pendapat Ulama

Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan islam termasuk masalah


kontemporer, karena tidak terdapat hukumnya secara spesifik dalam al-Qur’an dan as-Sunnah
bahlan dalam kajian fiqih klasik sekalipun.maka dari itu, Kalau kita hendak mengkaji masalah
bayi tabung dali segi hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang
lazim dipakai oleh para ahli ijtihad, agar hukum ijtihadi-nya sesuai dengan prinsip-prinsip dan
jiwa Al-Qur'an dan Sunah yang menjadi pegangan umat Islam. Sudah tentu ulama yang
melaksanakan
ijtihad tentang masalah ini, memerlukan informasi yang cukup tentang teknik dan proses
terjadinya bayi tabung dari cendikiawan Muslim yang ahli dalam bidang studi yang relevan
dengan masalah ini, misalnya ahli kedokteran dan ahli biologi. Dengan pengkajian secara
multidisipliner ini, dapat ditemukan hukumnya yang proporsional dan mendasar.

7
Bayi tabung/inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri
sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang
lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam membenarkan, baik dengan cara mengambil
sperma suami, kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara
pembuahan dilakukan di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam
rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar benar memerlukan cara
inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami Istri
tidak berhasil Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai
makhluk yang mempunyai kelebihan keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan
lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa
menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesama manusia. Sebaliknya
inseminasi buatan dengan donor memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Fiqh
Islam:
‫ضرُوْ َر ِة َو‬ ِ ‫ضرُوْ َرةُ تُبِ ْي ُح ال َمحْ ظُوْ َرا‬
َّ ‫ت ال َحا َجةُ تَ ْن ِز ُل َم ْن ِزلَةٌ ال‬ َّ ‫ال‬
Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa
(emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal yang
terlarang.
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau
ovum, maka diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi). Dan sebagai akibat
hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu
yang melahirkannya.
Dalil-dalil syar'i yang dapat menjadi landasan hukum untuk mengharamkan inseminasi
buatan dengan donor, ialah sebagai berikut:

1. Al-Qur'an Surat Al-Isra ayat 70:


ِ ‫ت َوفَض َّْل ٰنهُ ْم ع َٰلى َكثِي ٍْر ِّم َّم ْن خَ لَ ْقنَا تَ ْف‬
‫ض ْياًل‬ ِ ‫َولَـقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِ ۤ ْي ٰا َد َم َو َح َم ْل ٰنهُ ْم فِى ْالبَ ِّر َوا ْلبَحْ ِر َو َر َز ْق ٰنهُ ْم ِّمنَ الطَّيِّ ٰب‬
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Surat At-Tin ayat 4.
‫ لَقَ ْد خَ لَ ْقنَا ااْل ِ ْن َسا نَ فِ ۤ ْي اَحْ َس ِن تَ ْق ِوي ٍْم‬

8
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentukyang sebaik-baiknya.
2. Hadis Nabi:
‫الَيَ ِحلُّ ِإل ْم ِرِئ يُْؤ ِمنُ بِاهللِ َواليَوْ ِم اَأل ِخ ِر َأ ْن يَ ْسقِ َي َما َءهُ زَ رْ َع َغي ِْر ِه‬
Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya
(sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). Hadis riwayat Abu Daud, Al-
Tirmidzi, dan Hadis ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban.
Pada zaman imam-imam mazhab masalah bayi tabung/inseminasi buatan belum timbul,
sehingga kita tidak memperoleh fatwa hukumnya dari mereka. Hadis tersebut bisa menjadi dalil
untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata ma' (
‫ ) َما َء‬di dalam bahasa Arab juga di dalam Al-Qur'an bisa dipakai tmtuk pengertian air hujan atau
air pada umumnya, seperti tersebut dalam Surat Thaha ayat 53; dan bisa juga untuk pengertian
benda cair atau sperma seperti pada Surat An-Nur ayat 45 dan Ath-Thariq ayat 6.
3. Kaidah hukum Fiqh Islam yang berbunyi
‫ح‬ ِ ‫َدرْ ُء ال َمفَا ِس ِد ُمقَ َّد ُم َعلَى َج ْل‬
ِ ِ‫ب الصَّال‬
Menghindari mudarat (bahaya) harus didahulukan atas mencari/menarik
maslahah/kebaikan.
Kita dapat memaklumi bahwa inseminasi buatan/bayi tabung dengan donor sperma dan
atau ovum lebih mendatangkan madaratnya daripada maslahahnya. Maslahahnya adalah bisa
membantu pasangan suami istri yang keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan
alami pada suami dan/atau istri yang menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur.
Misalnya karena saluran telumya (tuba palupi) terlalu sempit atau ej akulasinya (pancaran
sperma) terlalu lemah. Namun, mafsadah inseminasi buatan/bayi tabung itu jauh lebih besar,
antara lain sebagai berikut:
a. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian]kehonnatan kelamin dan
kemumian nasab, karena ada kaitannya dengan ke-mahram-an (siapa yang halal dan siapa
yang haram dikawini) dan kewalisan
b. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam
c. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina, karena terjadi pencampuran
sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah
d. Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik di dalam rumah
tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik

9
yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisik dan karakter/mental si anak dengan
bapak ibunya
e. Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung dan
sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang pada
umumnya diketahui asal/nasabnya
f. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami (natural), terutama bagi bayi
tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri
yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan antara anak
dengan ibunya secara alami.
Mengenai status/anak hasil inseminasi dengan donor sperma dan/atau ovum menurut
hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. Dan kalau kita
perhafikan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1/1974: "Anak yang sah adalah anak yang
dilahirkan dalam atau sebagal akibat perkawinan yang sah"; maka tampaknya memberi
pengertian bahwa bayi tabung/anak hasil inseminasi dengan bantuan donor dapat dipandang
pula sebagai anak yang sah, karena la pun lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
Namun, kalau kita perhatikan pasal-pasal dan ayat-ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat
bagaimana besarnya peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang
berkaitan dengan perkawinan.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut kamus besar Indonesia, anak adalah keturunan kedua, sedangkan zina adalah
perbuatan yang bersenggema antara laki-laki dengan perempuan yang tidak terikat dalam
hubungan pernikahan (perkwinan). Maka dapat dipahami bahwa anak zina ialah anak yang
dilahirkan diluar perkawinan yang sah menurut syara’
Dalil tentang zina dalam ayat-ayat Al Quran di antaranya surah Al-Isra ayat 32, Al-
Furqan ayat 68, Al-Furqan ayat 69, hingga An-Nur ayat 2.
Inseminasi atau insemination ialah bayi tabung, yang dikenal sebagai kawin
suntik, penghamilan buatan ini dilakukan terhadap seorang wanita tanpa melalui cara alami,
melainkan dengan menyuntikkan sperma laki laki ke dalam Rahim wanita dengan pertolongan
dokter.
Dalam pengertian lain bayi tabung ialah, peletakan sperma laki-laki dengan ovum
perempuan pada suatu cawan

B. Saran
Alhamdulillah makalah kami telah selasai, tapi kami menyadari banyak kesalahan
ataupun kekurangan dari makalah kami. Maka dari itu kami sangat mengharapkan akan kritik
dan saran dari para pembaca agar makalah ini menjadi lebih sempurna.

11
DAFTAR PUSTAKA

Carolina Irmawati Inseminasi Buatan dalam kajian dan aturan hukum islam. - Jakarta Timur :

Cakrawala, 2011. - Vol. XI.

Irfan M Nurul Kawin Hamil, Anak Zina dan status anak dalam hukum islam pasca putusan MK -

Jakarta : 2012. - Vol. 1.

12

Anda mungkin juga menyukai