Di Susun Oleh ;
Aziz Abdullah Npm : 192210158
Adi Setiawan Npm : 191210006
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF (IAIM ) NU
METRO – LAMPUNG
2020/2021
i
KATA PENGATAR
Segala puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah
makalah ini sebagai tugas kelompok dalam Mata Kuliah Ushul Fiqih yang
dibimbing oleh ibu Nurul Aisyah, M.Pd. Tema yang akan dibahas di makalah ini
sengaja dipilih oleh Dosen Pembimbing kami, untuk kami pelajari lebih dalam.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun,
sehingga kami dapat berusaha lebih baik lagi sesuai kemampuan yang kami miliki
dalam penyusunan tugas di masa yang akan datang. Atas kritik dan saran dari para
25 November 2020
PENULIS
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 2
A. Keseimpulan............................................................................... 7
B. Saran........................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….... 9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Segala amal perbuatan manusia dan tutur katanya tidak dapa lepas dari
ketentuan hukum syari’at, baik hukum syari’at yang tercantum didalam al-Qur’an
dan as-sunnah, maupun yang tidak tercantum dalam kedua-duanya, akan tetapi
terdapat pada hukum syari’at yang lain.
2. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut istilah ahli fiqh, yang disebut hukum adalah khitab Allah dan
sabda Rasul. Apabila disebut hukum syara’, maka yang dimaksud ialah hukum
yang bersangkutan dengan manusia, yakni yang dibahas dalam ilmu fiqh, bukan
hukum yang bersangkutan dengan akidah dan akhlak.
Bila dicermati dari definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
ayat-ayat atau hadist-hadist hukum dapat dikategorikan dalam beberapa macam
berikut :
2
e. Memberi kebebasan untuk memilih antara melakukan atau tidak
melakukan, dan perbuatan yang diberi pilihan untuk dilakukan atau
ditinggalkan itu sifatnya mubah.
f. Menetapkan sesuatu sebagai sebab.
g. Menetapkan sesuatu sebagai syarat.
h. Menetapkan sesuatu sebagai mani’ (penghalang).
i. Menetapkan sesuatu sebagai kriteria sah dan fasad atau batal.
j. Menetapkan sesuatu sebagai kriteria ‘azimah dan rukhshah.
Ulama ushul fiqh membagai hukum syara’ menjadi dua macam, yaitu
hukum Taklifi dan hukum wadh’i.
1. Hukum Taklifi
3
Contoh hukum Taklifi yang boleh bagi si mukallaf untuk memilih antara
mengerjakan atau meninggalkannya :
2. Hukum Wadh’i
4
Contohnya seperti hubungan perkawinan suami istri adalah
menjadi syarat untuk menjatuhkan talak, tidak adanya perkawinan maka
tidak ada talak. Wudhu adalah syarat sahnya shalat, tanpa wudhu maka
tidak sah mendirikan shalat, tetapi tidak berarti adanya wudhu
menertapkan adanya shalat. Dengan demikian, antara syarat dan yang
disyarati itu merupakan bagian yang terpisah.
5
tecapainya suatu perbuatan yang memberikan pengaruh secara syara’.
Yaitu suatu perbuatan yang dikerjakan mukallaf apabila tidak memenuhi
ketentuan yang ditetapkan syara’, maka perbuatan disebut batal. Dengan
kata lain, suatu perbuatan yang tidak memenuhi rukun dan syaratnya,
maka perbuatan itu menjadi batal
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan dalam makalah ini
adalah : Secara garis besar, hukum syara’ adalah seperangkat peraturan tentang
tingkah laku manusia yang ditetapkan dan diakui oleh satu Negara atau kelompok
masyarakat, berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya.
1. Hukum taklifi yaitu titah Allah yang berbentuk tuntutan dan pilihan.
Dengan demikian hukum taklifi ada lima macam yaitu : wajib, mandub,
haram, makruh, dan mubah.
2. Hukum wadhi’ yaitu titah Allah yang berbentuk ketentuan yang ditetapkan
Allah, tidak langsung mengatur perbuatan mukallaf, tetapi berkaitan
dengan perbuatan mukallaf itu sendiri, seperti tergelincirnya matahari
menjadi sebab masuknya waktu dzuhur.
Ketentuan syariat dalam bentuk menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat, shah,
batal, ataupun fasid.
7
B. Saran
Semoga Makalah ini dapat menambah sedikit ilmu kita tentang apa-apa
saja Hukum Syara’. Dan semoga kita dapat mengambil mamfaatnya.
8
DAFTAR PUSTAKA