Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERCOBAAN MELAKUKAN JARIMAH


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Pidana Islam
Dosen Pengampu : Alief Akbar Musaddad, SH., M.H.

Oleh :
Hana Geffira Nur’aisah (200.200.2027)
Nurhamidah (200.200.2037)

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYAH


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID) CIAMIS
JAWA BARAT
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada wakunya. Makalah ini
ditunjukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Pidana Islam dengan
judul “ Percobaan Melakukan Jarimah “.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Alief Akbar Musaddad, SH., M.H.
selaku dosen mata kuliah Hulum Pidana Islam Ucapan terimakasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan kepada kami dalam penyusunan
makalan ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi penulisan, ejaan maupun pembahasan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi terciptanya suatu hasil
yang optimal.

Banjar November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
2.1 Pengertian Percobaan Melakukan Tindak Pidana ..............................................3
2.2Pengrtian Percobaan Menurut Para Fuqaha ........................................................3
2.3 Fase-fase Pelaksanaan Jarimah ...........................................................................4
2.4 Pendirian Hukum Positif.....................................................................................5
2.5 Hukuman Percobaan............................................................................................6
2.6 Tindak Pidana Tidak Selesai Krena Taubat........................................................7
BAB III PENUTUP............................................................................................................9
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Jarimah adalah larangan-larangan Allah yang di ancam dengan hukuman
had atau ta’zir, perbuatan yang dilarang itu dapat berupa sesuatu yang yang
dilarang, dianggap jarimah apabila perbuatan tersebut telah dilarang oleh syara’.
Yang mendorong sesuatu itu di anggap jarimah adalah karena perbuatan tersebut
dapat merugikan kepada tata urutan masyarakat atau kehidupan anggota
masayarakat atau pertimbangan-pertimbangan lain yang harus dihormati dan
dipelihara meskipun adakalanya jarimah justru membawa keuntungan ini tidak
menjadi pertimbangan syara’ oleh karena itu syara’ melarang yang namanya
jarimah karena dari segi kerugiannya itulah yang di utamakan dalam
pertimbangan. Jarang di temukan perbuatan membawa keuntungan semata-mata
atau menimbulkan kerugian semata tetapi setiap perbuatan akan membawa akibat
campuran, antara keuntungan dan kerugian, sesuai dengan tabi’atnya manusia
akan memilih banyak keuntungannya dari pada kerugiannya meskipun akan
merugikan masyarakatnya.
Di samping itu perbuatan-perbuatan tersebut ada kalanya telah selesai di
lakukan dan ada kalanya tidak selesai karena ada sebab-sebab tertentu dari luar.
Disamping itu perbuatan tersebut adakalanya dilakukan oleh seorang saja maupun
beberapa orang bersama-sama dengan orang lain yang di sebut dengan turut serta
melakukan jarimah

1.2. RUMUSAN MASALAH


1) Apa pengertian dari percobaan tindak pidana dan juga pendapat para fuqaha?
2) Apa saja fase-fase dalam tindak percobaan pidana?
3) Bagaimana pendirian hukum positif terhadap tindak percobaan pidana?
4) Bagaimana hukuman percobaan terhadap tindak pidana?
5) Bagaimana hukuman bagi tindak pidana yang tidak selesai karena taubat?

1.3. TUJUAN PENULISAN


1) Untuk mengetahui apa itu percobaan tindak pidana
2) Untuk mengetahui apa saja fase-fase dalam percobaan tindak pidana
1
3) Untuk mengetahui bagaimana pendirian hukum positif terhadap tindak pidana
4) Untuk mengetahui apa saja hukum percobaan terhadap tindak pidana
5) Untuk mengetahui apa hukuman bagi indak pidana yang idak selesai karena
taubat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Percobaan Melakukan Tindak Pidana


Percobaan dalam kamus bahasa Indonesia ialah bersala dari kata coba yang
artinya melakukan sedikit pekerjaan untuk mengetahui atau merasakan hasilnya.
Adapun secara Etimologi percobaan ialah usaha mencoba sessuatu atau permulaan
sesuatu.
Sedang, percobaan melakukan tindak pidana menurut Hukum Pidana Islam
ialah seseorang yang berniat melakukan tindak pidana dengan mengadakan
permulaan pelaksanaan tetapi perbuatannya tidak selesai,baik karena kehendak diri
sendiri maupun bukan karena kehendak diri sendiri. Seadang jika dalam Hukum
Pidana umum, percobaan hanya dibatasi pada tidak selesainya perbuatan bukan
karena kehendaknya sendiri.
2.2 Pengertian Percobaan Menurut Para Fuqaha
Sebenarnya mengenai percobaan, para fuqaha kurang begitu
memperhatikannya hal ini dikarenakan tiga sebab, yaitu sebagai berikut :
1. Menurut syariat Islam, memiliki niat jahat tidak dihitung sebagai kejahatan
selama ia belum melakukan, maka hal itu telah dihitung sebagai suatu
kebaikan.
2. Percobaan melakukan tindak pidana tidak dikenal dengan istilah percoban,
melainkan dikenal dengan istilah “ jarimah belum selesai ”.
3. Para fuqaha lebih menaruh perhatian pada tindak pidana hudud dan tindak
pidana qishas.
Istilah percobaan dikalangan tidak kita dapati. Akan tetapi, apabila definisi
tersebut kita perhatikan maka apa yang dimaksud dengan istilah tersebut juga
terdapat pada mereka, karena dikalangan mereka juga dibicarakan tentang pemisahan
antara jarimah yang sudah selesai dan juga jarimah yang tidak selesai. Tidak adanya
perhatian para fuqaha secara khusus terhadap jarimah percobaan oleh kedua hal :
1. Percobaan melakukan jarimah tidak dikenakan hukuman had atau qisas.
Melainkan dengan hukuman ta’zir bagaimanapun macamnya jarimah-jarimah
hudud dan qishah, karena unsur dan syarat-syaratnya sudah tetap tanpa
mengalami perubahan. Takzir juga dapat mengalami perubahan sesuai dengan
perubahan masyarakat. Oleh karena itu, para fuqaha tidak mencurahkan
3
perhatian dan pembicaraan secara khusus dan tersendiri karena percobaan
melakukan jarimah sudah termasuk jarimah ta’zir.
2. Dengan adanya aturan-aturan yang sudah mencakup dari syara’ tantang
hukuman untuk jarimah ta’zir maka aturan-aturan yang khusus untuk
percobaan tidak perlu diadakan, sebab hukuman ta’zir dijatuhkan atas
perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had atau khirafat. Percobaan
yang pengertian sebagai mana dikemukakan diatas ialah mulai melakukan suatu
perbuatan yang dilarang tetapi tidak selesai, termasuk pada maksiat yang
hukumannya adalah ta’zir. Dengan demikian, percobaan sudah termasuk
kedalam kelompok ta’zir, sehingga para fuqaha tidak membahas secara khusus.
2.3 Fase-Fase Pelaksanaan Jarimah
Dalam pelaksanaan jarimah, pembagian fase-fase sangat penting sebab pada
setiap jarimah akan terdapat beberapa tahapan yang mengakibatkan wujud atau
tidaknya suatu perbuatan, bias saja seorang pelaku jarimah dalam satu fase dituntut
dan dikenakan hukuman sedang dalam fase lainnya tidak dapat dituntut.
1. Fase Pemikiran dan Perencanaan ( marhalah at-takfir wa at-tashhmim)
Dalam fase ini seorang tidak dapat dikenali hukuman sebab dalam syariat
Islam merencanakan dan memikirkan sesuatu jarimah tidak dianggap sebagai
suatu maksiat. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Rasulullah SAW :
‫ِإَّن هّللا َت َج اَو َز ِلى َعْن ُأَّم ِتى َم اَو َسَو َس ْت ِبِه ُصُدْو ُر َها َم اَلْم‬:‫ َقاَل الَّن ِبُّى ص م‬:‫َعْن أبى ُهَر ْيَر َةرِض ى هّللا َع ْن ُه َقاَل‬
‫َت ْع َم ْل َأْو َتَكَّلم‬
Abu hurairah ra. Barkata:Nabi saw, telah bersabda: “sesungguhnya Allah
mengampuni umatku karna aku atas apa yang terlintas dalam hatinya, selama
belum dikerjakan atau diucapkan.”
Menurut Hadist Rasulullah SAW seseorang akan hanya akan dihukum jika ia
telah mengerjakan suatu perbuatan atau mengucapkan kata-kata.
Menurut KUHP Indonesia, karena pembunuhan berencana dihukum mati atau
dihukum penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara selama-
lamanya dua puluh tahun,dan karena pembunuhan biasa, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 338 dan 340 KUH Pidana:
a. Pasal 338: Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang,
karena pembunuhan biasa, dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya lima belas tahun.

4
b. Pasal 340 : Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih
dahulu menghilangkan nyawa orang,karena bersalah melakukan
pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara
seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
2. Fase Persiapan ( marhalat al-Tahdhir)
Fase ini merupakan fase dimana seorang pelaku menyiapkan alat-alat yang
akan dipakai untuk melakukan kejahatan. Misalnya membeli senjata untuk
melukai atau membunuh orang lain.
Dalam fase ini seseorang tidak dapat dikenai hukuman sebab menyiapakan
alat ataupun lainnya tidak dipandang sebagai perbuatan maksiat, kecuali
apabila perbuatan persiapan tersebut mengandung unsur maksiatnya seperti
hendak mencuri milik seorang dengan jalan membiusnya. Dalam contoh ini
membeli alat bius atau orang lain itu sendiri dianggap maksiat yang dihukum,
tanpa memerlukan kepada selesainya maksud yang hendak dicuri.
3. Fase Pelaksanaan ( marhalat al-tahfidz)
Fase ini merupakan fase ketiga setelah fase perencanaan dan persiapan. Pada
fase inilah perbuatan pelaku dianggap sebagai jarimah. Dalam fase ini seorang
pelaku untuk dihukum, cukup apabila perbuatan itu berupa maksiat, yaitu yang
berupa pelanggaran atas hak masyarakat dan hak perseorangan, tidak menjadi
persoalan, apakah perbutan tersebut merupakan permulaan pelaksanaan unsur
materil jarimah atau tidak.
Pada pencurian misalnya, melobangi tembok, membongkar pintu dan
sebagainya dianggap sebagai maksiat yang dihukumi hukuman tazir, dan
selanjutnya dianggap sebagai percobaan pencurian, meskipun untuk
terwujudnya perbuatan pencurian masih terdapat perbuatan-perbuatan lain
lagi, seperti masuk rumah, mengambil barang dari lemari, dan membawanya
keluar dan sebagainya.
2.4 Pendirian Hukum Positif
Hukum positif atau juga ssering disebut sebagai ius consitutum memiliki
arti sebagai hukum yang sudah ditetapkan dan berlaku sekarang disuatu tempat atau
negara. Cakupan melanggar hukum di dalam hukum positif hanya terbatas pada
perbuatan yang salah atau melawan hukum erhadap bidang-bidang hukum tertentu
seperti bidang hukum pidana, perdata, tata usaha negara , hukum pertahanan dan
sebagainya. Sedangkan di dalam hukum Islam, terhadap hal-hal yang dianggap salah
5
atau melanggar hukum adalah sesuatu yang melanggar ktentuan-ketentuan ukum
syariat, yang dasar hukumnya dapat ditemui dalam Al-Quran,Hadist, maupun Ijtihad
para ulama. Dalam hukum pidana positif khusussnya di Indonesia terbagi menjadi
dua, yaitu kejahatan dan pelanggaran.
a. Untuk tindak pidana kejahatan diantaranya:
1) Pembunuhan
2) Pencurian
3) Perampokan
4) Penggelapan
b. Hukuman-hukuman Menurut Hukum Pidana Positif ( KUHP)
Hukuman dalam KUHP terbagi menjadi dua yaitu, hukuman pokok dan hukuman
tambahan. Hukuman pokok terdiri dari :
1) Hukuman mati
2) Hukuman Penjara
3) Hukuman Kurungan
4) Hukuman Denda
5) Hukuman Tutupan
Sedangkan hukuman tambahan terdiri dari hukuman pencabutan hak tertentu,
hukuman perampasan barang tertentu, hukuman pengumuman keputusan hakim.
2.5 Hukuman Percobaan
Dalam ketetuan pokok syariat Islam yang berkaitan dengan jarimah hudud
jarimah qishah hukuman-hukuman yang telah di tetapkan untuk jarimah yang tidak
selesai, tidak boleh diberlakukan untuk jarimah yang belum selesai ( percobaan).
Sebagaimana pada sebuah hadits yng iriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dari Nu’man
ibnu Basyur bahwa Rasulullah SAW, bersabda :
‫َمْن َب َلَغ َح ًد اِفى َغ ْي ِر َح ٍّد َفُهَو ِمْن الُمْع َت ِدْيَن‬
“Barang siapa yang mencapai (melaksanakan) hukuman had bukan dalam jarimah
hudud maka ia termasuk orang yang melampaui batas”.
Percobaan melakukan zina tidak boleh dihukum dengan had zina, yaitu
jilid seratus kali atau rajam. Demikian pula percobaan pencurian tidak bleh dihukum
dengan had pencurian, yaitu potong tangan. Dengan demikian, hukuman untuk
jarimah percoban adalah hukuman ta’zir itu sendiri.
Dalam KUHP Indonesia, hukuman untuk percobaan ini ternacam dalam
Pasal 53 ayat (2) KUHP Pidana yang berbunyi :

6
1) Maksimum itu pidana pokok diancam atas kejahatan itu dikurangi sepertiganya.
2) Jika kejahatan ini dapat dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup
maka dijatuhi pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.
2.6 Tindak Pidana Tidak Selesai karena Taubat
Suatu perbuatan jarimah tidak selesai dilakukan oleh pelaku disebabkan
karena salah satu dari dua hal sebagai berikut :
a) Adakalanya terpaksa, misalnya tertangkap.
b) Adakalanya karena kehendak sendiri, berdasarkan kehendak sendiri ada dua
macam yaitu, bukan karena taubat, dank arena taubat.
Jika tidak selesainya jarimah karena terpaksa maka pelaku tetap harus
dikenakan hukuman, selama perbuatan itu sudah bias di kategorikan ma’siat.
Demikian pula kalau pelaku tidak menyelesaikan jarimahnya karena kehendak sendiri
tetapi bukan karena taubat. Akan tetapi, apabila tidak selesainya itu karena taubat dan
kesadarannya maka jarimahnya itu adakalanya jarimah hirabah da nada kalanya bukan
jarimah hirabah. Apabila jarimah itu jarimah hirabah maka pelaku dibebaskan dari
hukuman. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Surat Al-Maidah 34 :
‫ِاَّال اَّلِذْيَن َت اُبْو ا ِمْن َقْب ِل َأْن َت ْق ِد ُرْو ا َع َلْي ِهْم َفاْع َلُمْو آ َأَّن َهللا َغ ُفْو ٌرَر ِحيٌم‬
“kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai
(menangkap) mereka; Maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”
Apabila jarimah itu jarimah bukan hirabah maka pengaruh taubat disini masih
diperselisihkan oleh para fuqaha. Dalam hal ini ada tiga pendapat :
a) Pendapat para fuqaha dari madzhab Syafi’I dan Hambali, taubat bias
menghapuskan hukuman. Alasannya adalah karena yang pertama Al- quran
menyatakan hapusnya hukuman untuk jarimah hirabah, sedangkan jarimah
hirabah adalah jarimah paling berbahaya. Kalau taubat dapat menghapuskan
hukuman untuk jarimah yang paling berbahaya maka lebih-lebih untuk
jarimah yang lain. Lalu alas an yang kedua dalam menyebutkan beberapa
jarimah, Alquran selalu mengiringinya dengan pernyataan bahwa taubat dapat
menghapuskan hukuman. Misalnya dalam hukuman zina yang pertama kali
diadakan dalam surat An-Nisa ayat 16 :
‫َو اَّلَذ اِن َي ْأِتَي ِنَه ا ِم ْنُك ْم َفأُذ ْو ُهَم ا َفِإْن َت اَب ا َو َأْص َلَح ا َفَأْع ِر ُضْو ا َع ْن َه ا‬
“Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka
berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan

7
memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.
b) Menurut Imam Malik, Imam Abu Hanifah,taubat tidaak menghapukan
hukuman, kecuali untuk jarimah hirabah yang sudah ada ketentuannya. Karena
kedudukan hukman adalah sebagai kifarat maksiat. Disamping itu jika taubat
semata-mata dapat terhapus, maka akibatnya ancaman hukuman tidak
berguna, sebab setiap pelaku jarimah tidak sukar mengatakan telah bertaubat.
c) Menurut Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim dari pengikut madzhab
Hambali,hukuman dapat membersihkan maksiat dan taubat dapat menhapus
hukuman untuk jarimah-jarimah yang berhubungann dengan hak Allah ( hak
masyarakat), kecuali apabila pelaku minta untuk di hukum maka ia bias
dijatuhi hukuman walaupun ia telah bertaubat.
Pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim kelihatannya merupakan jalan
tengah yang mengompromikan pendapat pertama dan kedua yang saling bertentangan.
Walaupun demikian pengaruh taubat terhadap hukuman menurut pendapat kedua
imam ini, hanya berlaku dalam jarimah yang menyinggung hak masyarakat saja.
Sedangkan dalam jarimah yang menyinggung hak individu taubat tetap tidak
berpengaruh tehadap hukuman.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Percobaan melakukan tindak pidana menurut Hukum Pidana Islam ialah
seseorang yang berniat melakukan tindak pidana dengan mengadakan permulaan
pelaksanaan tetapi perbuatannya tidak selesai,baik karena kehendak diri sendiri
maupun bukan karena kehendak diri sendiri. Istilah percobaan dikalangan tidak kita
dapati. Akan tetapi, apabila definisi tersebut kita perhatikan maka apa yang dimaksud
dengan istilah tersebut juga terdapat pada mereka, karena dikalangan mereka juga
dibicarakan tentang pemisahan antara jarimah yang sudah selesai dan juga jarimah
yang tidak selesai.
Dalam pelaksanaan jarimah, pembagian fase-fase sangat penting sebab pada
setiap jarimah akan terdapat beberapa tahapan yang mengakibatkan wujud atau
tidaknya suatu perbuatan, diantaranya Fase Pemikiran dan Perencanaan ( marhalah at-
takfir wa at-tashhmim), Fase Persiapan ( marhalat al-Tahdhir) Cakupan melanggar
hukum di dalam hukum positif hanya terbatas pada perbuatan yang salah atau melawan
hukum erhadap bidang-bidang hukum tertentu seperti bidang hukum pidana, perdata,
tata usaha negara , hukum pertahanan dan sebagainya. Sedangkan di dalam hukum
Islam, terhadap hal-hal yang dianggap salah atau melanggar hukum adalah sesuatu
yang melanggar ktentuan-ketentuan ukum syariat, yang dasar hukumnya dapat ditemui
dalam Al-Quran,Hadist, maupun Ijtihad para ulama.
Dalam ketetuan pokok syariat Islam yang berkaitan dengan jarimah hudud
jarimah qishah hukuman-hukuman yang telah di tetapkan untuk jarimah yang tidak
selesai, tidak boleh diberlakukan untuk jarimah yang belum selesai ( percobaan).
Jika tindak pidana tidak selesai karena taubat dan kesadarannya maka
jarimahnya itu adakalanya jarimah hirabah da nada kalanya bukan jarimah hirabah.
Apabila jarimah itu jarimah hirabah maka pelaku dibebaskan dari hukuman.

9
DAFTAR PUSTAKA

Harefa, Safaruddin. (2019). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Indonesia

Melaui Hukum Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam. Ubelaj,Vol 4 Number 1,50.

Haq, Islamul.( 2020). Fiqih Jinayah. Sulawesi Selatan: IAIN Parepare Nusantara Press.

Tersedia dari https://books.google.com/books/about/Fiqh_jinayah

https://kumpulanskripsidanmakalah.blogspot.com/2018/01/makalah-fiqh-jinyah-

percobaan.

10

Anda mungkin juga menyukai