Anda di halaman 1dari 14

Tugas Terstruktur Dosen Pembimbing

Hukum Pidana FIRDAUS, SH.MH

KESENGAJAAN DAN KEALPAAN

Disusun Oleh:

Kelompok 9

ABDULLAH SYANI ALAMSYAH (12120710288)

AHMAD SULAIMAN (12120710235)

MUHAMMAD FARHAN HIDAYAT (12120710994)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
PEKANBARU
KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji syukur atas kehadiran Allah SWT


yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah serta petunjuk-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan Salam senantiasa tercurah
kepada Baginda Rasululah Muhammad SAW dengan mengucapkan Allahmma
Shalli’ala Muhammad Wa’alaaihi Syaidina Muhammad yang telah membawa
manusia dari alam jahiliyah kepada alam yang terang menerang yang penuh ilmu
pengetahuan seperti saat sekarang ini.

Penulisan makalah ini diselesaikan guna menyelesaikan salah satu tugas


yang diberikan kepada kelompok 9 dalam mata kuliah HUKUM PIDANA. Adapun
judul makalah ini adalah “KESENGAJAAN DAN KEALPAAN”.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-
perbaikan kedepan. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembacanya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pekan Baru, 16 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH .......................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 1
C. TUJUAN PEMBAHASAN ........................................................................ 2
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. KESENGAJAAN ....................................................................................... 3
B. KEALPAAN ............................................................................................... 7
BAB II .................................................................................................................. 10
PENUTUP ............................................................................................................ 10
A. KESIMPULAN......................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH

Hukum dibuat atau diciptakan mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau
yang disebut juga dengan tujuan hukum. Tujuan dari hukum, yaitu pada intinya
menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, aman, tentram dan adanya
keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya aturan-aturan atau
norma hukum yang berada dimasyarakat yang diperlukan guna mengatur
kepentingan masyarakat, agar kepentingan-kepentingan tersebut tidak berbenturan,
maka diperlukan adanya sistem hukum. Sistem hukum pada prinsipnya adalah
mengatur bagaimana agar dalam masyarakat tidak selalu terjadi konflik
(perbenturan kepentingan), dan kalaupun terjadi, bagaimana cara menyelesaikan
konflik tersebut.

Hukum pidana adalah hukum yang memuat peraturan–peraturan yang


mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggar yang diancam dengan
hukuman berupa siksa badan. Suatu tindak pidana tidak hanya dapat terjadi dengan
adanya suatu kesengajaan dari pelaku, tetapi juga terdapat suatu tindak pidana yang
terjadi karena adanya suatu sikap yang kurang hati-hati atau kealpaan dari si pelaku.
Dalam hal yang terakhir, sesungguhnya pelaku (pada umumnya) tidak berniat untuk
melakukan suatu tindak pidana. Namun, karena kekuranghati-hatian atau bahkan
kecerobohannya, pelaku tersebut melakukan suatu tindak pidana. Dalam hukum
Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP).

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis diatas, maka penulis dapat
menyimpulkan rumusan masalah yang nantinya akan dibahas dalam makalah ini,
yaitu :

1
1. Apa yang dimaksud dengan Kesengajaan dan apa saja unsur-unsur
Kesengajaan dalam Hukum Pidana ?
2. Apa yang dimaksud dengan Kealpaan dan apa saja unsur-unsur Kealpaan
dalam Hukum Pidana ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan oleh penulis diatas, maka
penulis dapat menyimpulkan tujuan pembahasan dari makalah ini yakni :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kesengajaan dan unsur-


unsur Kesengajaan dalam Hukum Pidana
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kealpaan unsur-unsur
Kealpaan dalam Hukum Pidana.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KESENGAJAAN

Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet, bukan
unsur culpa. Lalu kemudian apakah arti Kesengajaan, tidak ada keterangan sama
sekali dalam KHUP. Lain halnya dengan KUHP Swiss dimana dalam pasal 18
dengan tegas ditentukan: Barangsiapa melakukan perbuatan dengan mengetahui
dan menghendakinya, maka dia melakukan perbuatan itu dengan sengaja.

Definisi seperti ini, dalam Memorie Van Toelicting Swb. Ada pula: “Pidana pada
umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada barangsiapa melakukan perbuatan
yang dilarang, dengan dikehendaki dan diketahui”.1

Pengertian kesengajaan dalam buku lainnya adalah menghendaki atau


menginsyafi terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya.2

Dalam pergaulan hidup kemasyarakatan sehari-hari, seseorang dengan suatu


perbuatan sering mengakibatkan sekedar kerusakan, kalau ia akan menghindarkan
diri dari suatu celaan, hampir selalu berkata, “saya tidak sengaja”. Biasanya, apabila
kerusakan itu tidak begitu berarti, perbuatan yang tidak dengan sengaja itu
dimaafkan oleh pihak yang menderita kerugian. Artinya, tidak dikenai hukuman
sama sekali.3

Untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan dikehendaki oleh terdakwa, yaitu :

a. Harus dibuktikan bahwa perbuatan itu sesuai dengan motifnya untuk


berbuat dan tujuan yang hendak dicapai.
b. Antara motif, tujuan, dan perbuatan harus ada hubungan kausal dalam
batin terdakwa.4

1
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1993) hlm. 171.
2
Firdaus, Hukum Pidana (Pekanbaru: Fajjar Meranti, 2022) hlm. 73.
3
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (Bandung : PT Refika Aditama,
2011) hlm. 66.
4
Ibid.,

3
Kesengajaan ini harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana yaitu ke-1 :
perbuatan yang dilarang; ke-2 : akibat yang menjadi pokok alasan diadakan
larangan itu, dan ke-3 : bahwa perbuatan itu melanggar hukum.

Biasanya diajarkan bahwa kesengajaan atau opzet itu tiga macam, yaitu ke-1 :
kesengajaan yang bersifat suatu tujuan untuk mencapai sesuatu (opzet als
oogmerk); ke-2 : kesengajaan yang bukan mengandung suatu tujuan, melainkan
disertai keinsyafan bahwa suatu akibat pasti akan terjadi (opzet bij
zekerheidsbewustjzijn atau kesengajaan secara keinsyafan kepastian); ke-3 :
kesengajaan seperti sub 2 tetapi dengan disertai keinsyafan hanya ada kemungkinan
(bukan kepastian) bahwa suatu akibat akan terjadi (opzet bij mogelijkheids-
bewustjzijn atau kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan).5

• KESENGAJAAN YANG BERSIFAT TUJUAN (OOGMERK)

Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan (oogmerk) sipelaku dapat


dipertanggungjawabkan mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai. Maka,
apabila kesengajaan semacam ini ada pada suatu tindak pidana, maka tidak ada
yang menyangkal bahwa sipelaku pantas dikenai hukuman pidana. Ini lebih
tampak apabila dikemukakan bahwa dengan adanya kesengajaan yang bersifat
tujuan ini, dapat dikatakan bahwa si pelaku benar-benar menghendaki mencapai
akibat yang menjadi pokok alasan diadakan ancaman hukuman pidana
(constitutief gevold).6

Dalam pengertian lain kesengajaan bersifat maksud, yaitu terjadinya suatu


tindakan atau akibat tertentu adalah betul-betul sebagai perujudan dari maksud
atau tujuan dan pengetahuan si pelaku. Misalnya merusak barang milik orang
lain (pasal 406 KUHP).7

5
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (Bandung : PT Refika Aditama,
2011) hlm. 66.
6
Ibid., hlm. 66.
7
Firdaus, Hukum Pidana (Pekanbaru: Fajjar Meranti, 2022) hlm. 73-74.

4
• KESENGAJAAN SECARA KEINSYAFAN KEPASTIAN (Opzet Bij
Zekerheidsbewustjzijn)

Kesengajaan semacam ini ada apabila si pelaku dengan perbuatannya tidak


bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delict, tetapi ia tahu
benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu. Kalau ini terjadi,
maka teori kehendak (wilstheorie) menganggap akibat tersebut juga dikehendaki
oleh pelaku, maka kini juga ada kesenjangan. Menurut teori bayangan
(voorstelling-theorie), keadaan ini sama dengan kesengajaan berupa tujuan
(oogmerk) karena dalam keduanya tentang akibat tidak dapat dikatakan ada
kehendak pelaku, melainkan hanya ada bayangan atau gambaran dalam gagasan
pelaku, bahwa akibat itu pasti akan terjadi. Maka, juga kini ada kesengajaan.8

Kemudian dalam buku lainnya, dikatakan bahwa pelaku mempunyai


kesadaran tentang tindakan atau akibat yang merupakan salah satu unsur dari
suatu delik yang telah terjadi, dalam hal ini termasuk tindakan atau akibat-akibat
lainnya yang pasti atau harus terjadi. Misalnya : ateng dengan sengaja menebak
iskak yang kebetulan berada disebalik kaca, tujuan ateng adalah matinya iskak,
tetapi untuk dapat terwujudnya tujuan itu ia pasti menyadari bahwa kaca itu akan
tembus oleh peluru senapannya.9

• KESENGAJAAN SECARA KEINSYAFAN KEMUNGKINAN

Kesengajaan sebagai kemungkinan (Dolus Eventualis), yang terjadi sadaran


pada jenis kesengajaan ini adalah sejauh mana pengetahuan atau kesadaran
pelaku tentang tindakan dan akibat yang terlarang yang mungkin akan terjadi.10

Lain halnya dengan kesengajaan yang terang-terangan tidak disertai


bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, tetapi hanya
dibayangkan suatu kemungkunan belaka akan akibat itu.

Kini, ternyata tidak ada persamaan pendapat di antara para sarjana hukum
Belanda. Menurut Van Hattum danHazewinkel-Suringa, terdapat dua penulis

8
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (Bandung : PT Refika Aditama,
2011) hlm. 67-68.
9
Firdaus, Hukum Pidana (Pekanbaru: Fajjar Meranti, 2022) hlm. 74.
10
Ibid., hlm. 74-75.

5
Belanda, yaitu Van dijck dan Pompe, yang mengatakan bahwa dengan hanya ada
keinsyafan kemungkinan, tidak ada kesengajaan, tetapi hanya mungkin ada
culpa atau kurang berhati-hati. Kalau masih dapat dikatakan bahwa kesengajaan
secara keinsyafan kepastian praktis sama atau hampir sama dengan kesengajaan
sebagai tujuan (oogmerk), maka sudah terang kesengajaan secara keinsyafan
kemungkinan tidaklah sama dengan dua macam kesengajaan yang lain itu, tetapi
hanya disamakan atau dianggap seolah-olah sama.11

− TEORI KESENGAJAAN
1. Teori Kehendak (wilstheorie), menurut teori ini adanya kesengajaan
adalah bila suatu delik dikehendaki oleh pelaku. (Von Hippel)
2. Teori Membayangkan (Voorstellings Theorie), menurut teori ini
secara psikologis manusia hanya dapat membayangkan suatu
perbuatan dan tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat,
sehingga manusia hanya dapat membayangkan
(menginginkan/mengharapkan) adanya akibat. (Frank)
3. Teori “Apa boleh buat”
Teori apa boleh buat (in kauf nehmen theorie) berhubungan dengan
“Dolus Eventualis”. Dalam teori ini keadaan batin si pembuat terhadap
perbuatannya adalah :
1. Akibat tersebut sebenarnya tidak dikehendaki, ia takut akan
akibatnya.
2. Meskipun tidak menghendakinya, namun jika akibat itu
timbul, hal itu diterima saja (berani mengambil resiko).12

MACAM-MACAM KESENGAJAAN YANG BERKEMBANG


DALAM ILMU PENGETAHUAN

1. Dolus determinatus; objek yang dituju tertentu.

11
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (Bandung : PT Refika Aditama,
2011) hlm. 69
12
Ketut Mertha, Buku Ajar Hukum Pidana (Denpasar : 2016) hlm. 154.

6
2. Dolus indeterminatus; objek tidak tertentu.
3. Dolus alternativus; sasaran bila bukan A, bisa B.
4. Dolus generalis; secara umum sasaran yang dikehendaki tercapai.
5. Dolus indirectus; semua akibat yang diduga/tidak diduga dianggap
dilakukan dengan sengaja.
6. Dolus premiditatus; kesengajaan yang direncanakan.13

B. KEALPAAN

Kealpaan adalah kurang perhatian atau kesadaran terhadap suatu objek yang
dilindungi oleh hukum. Van Hamel mengatakan bahwa kealpaan itu mengandung
syarat :
1. Tidak mengadakan peduga-duga sebagaimana yang diharuskan oleh hukum,
mengenai hal ini kemungkinan :
a. Terdakwa berfikir bahwa akibat tindak akan terjadi karena perbuatannya,
padahal pemandangan itu tidak benar.
b. Terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang
terlarang mungkin akan terjadi
2. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana yang diharuskan oleh hukum,
dalam hal ini terdakwa melakukan perbuatannya tidak melakukan penelitian
atau pengamatan sebagai usaha dalam mencegah terjadinya suatu akibat dari
perbuatannya.

Perbedaan kesengajaan dan kealpaan :

1. Pada kesengajaan pelaku mempunyai kesadaran atau keinsyafan


terhadap perbuatan yang dilakukannya, sedangkan kealpaan hal tersebut
tidak ada.
2. Hukuman pada kesengajaan lebih berat bila dibandingkan dengan
kealpaan.

13
Ketut Mertha, Buku Ajar Hukum Pidana (Denpasar : 2016) hlm. 155.

7
Sedangkan persamaan antara kedua hal tersebut adalah terletak pada dasar
kesalahan yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Adanya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana


2. Adanya kemampuan bertangung jawab.
3. Tidak adanya alasan pemaaf.14

Meskipun pada umumnya bagi kejahatan-kejahatan diperlukan adanya


kesengajaan, tetapi terhadap Sebagian daripadanya ditentukan bahwa disamping
kesengajaan itu orang sudah juga dapat dipidana bila kesalahannya berbentuk
kealapaan. Misalnya pasal 359 KUHP dapat dipidananya orang yang menyebabkan
matinya orang lain karena kealpaannya. Ini disamping pasal 338 KUHP : “dengan
sengaja menyebabkan matinya orang lain”.

Ada juga yang mengatakan bahwa kesengajaan adalah kesediaan yang disadari
untuk melanggar objek yang dilindungi oleh hukum. Dan kealpaan adalah
kekurangan perhatian terhadap objek tersebut dengan tidak disadari. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa kesalahan yang berbentuk kesengajaan dan yang berbentuk
kealpaan itu adalah soal grasi, meskipun lebih tepat jika dikatakan berlawan jenis.

Kesengajaan adalah kesalaahan yang berlainan jenis daripada kealpaan.


Dasarnya adalah sama, yaitu :

1. Adanya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana;

2. Adanya kemampuan bertanggung jawab;

3. Tidak adanya alasan pemaaf.

Tetapi bentuk lainnya. Dalam kesengajaan sikap batin orang menentang


larangan. Dalam kealapaan, kurang mengindahkan larang sehingga tidak berhati-
hati dalam melakukan suatu perbuatan yang objektif kausal menimbulkan keadaan
yang dilarang. Dengan mengatakan bahwa kealpaan adalah suatu bentuk kesalahan,
maka dikatakan pula bahwa sikap batin yang demikian itu adalah berwarna.
Artinya selalu kita dihubungkan dengan sikap batin terhadap perbuatan yang
dipandang dari sudut hukum adalah keliru. Sama saja dengan kesengajaan, bahkan

14
Ibid., hlm. 75-77.

8
lebih dari itu, lebih berwarna dari kesengajaan, kalua masih mungkin mengatakan
“dengan sengaja berbuat baik” atau “dengan sengaja berbuat jahat” pada singkatnya
tidak mungkin mengatakan “karena kealpaannya berbuat baik”. Sebabnya tidak
mungkin menyatakan demikian ialah karena dalam istilah kealpaan itu sendiri
sudah terkandung makna kekeliruan.15

15
Ibid., hlm. 198-200

9
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Kesengajaan adalah menghendaki atau menginsyafi terjadinya suatu tindakan


beserta akibatnya. Dalam pengertian ini kesengajaan dapat diartikan menghendaki
atau menginsyafi yang artinya seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan
sengaja. Dapat dikatakan juga bahwa kesengajaan berarti kehendak atau keinginan
untuk melakukan suatu tindakan yang didorong oleh nafsu.

Kealpaan diartikan sebagai situasi dimana seseorang seharusnya melakukan


Tindakan penghati-hatian namun tidak melakukannya atau kurangnya perhatian
terhadap akibat yang timbul.

Kesengajaan dan kealpaan merupakan bagian dari asas kesalahan dalam hukum
pidana yang menunjukakan batin antara niat dan perbuatan perilaku. Karena unsur
kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja seseorang dapat dipidana bukan
hanya perbuatannya bersifat melawan hukum.

10
DAFTAR PUSTAKA

Firdaus. (2022). Hukum Pidana. Pekanbaru: Fajjar Meranti.


Mertha, K. (2016). Buku Ajar Hukum Pidana. Denpasar.
Moeljatno. (1993). Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Prodjodikoro, W. (2011). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: PT
Refika Aditama.

11

Anda mungkin juga menyukai