Disusun Oleh:
Kelompok 9
﷽
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-
perbaikan kedepan. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembacanya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Hukum dibuat atau diciptakan mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau
yang disebut juga dengan tujuan hukum. Tujuan dari hukum, yaitu pada intinya
menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, aman, tentram dan adanya
keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya aturan-aturan atau
norma hukum yang berada dimasyarakat yang diperlukan guna mengatur
kepentingan masyarakat, agar kepentingan-kepentingan tersebut tidak berbenturan,
maka diperlukan adanya sistem hukum. Sistem hukum pada prinsipnya adalah
mengatur bagaimana agar dalam masyarakat tidak selalu terjadi konflik
(perbenturan kepentingan), dan kalaupun terjadi, bagaimana cara menyelesaikan
konflik tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis diatas, maka penulis dapat
menyimpulkan rumusan masalah yang nantinya akan dibahas dalam makalah ini,
yaitu :
1
1. Apa yang dimaksud dengan Kesengajaan dan apa saja unsur-unsur
Kesengajaan dalam Hukum Pidana ?
2. Apa yang dimaksud dengan Kealpaan dan apa saja unsur-unsur Kealpaan
dalam Hukum Pidana ?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan oleh penulis diatas, maka
penulis dapat menyimpulkan tujuan pembahasan dari makalah ini yakni :
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KESENGAJAAN
Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet, bukan
unsur culpa. Lalu kemudian apakah arti Kesengajaan, tidak ada keterangan sama
sekali dalam KHUP. Lain halnya dengan KUHP Swiss dimana dalam pasal 18
dengan tegas ditentukan: Barangsiapa melakukan perbuatan dengan mengetahui
dan menghendakinya, maka dia melakukan perbuatan itu dengan sengaja.
Definisi seperti ini, dalam Memorie Van Toelicting Swb. Ada pula: “Pidana pada
umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada barangsiapa melakukan perbuatan
yang dilarang, dengan dikehendaki dan diketahui”.1
1
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1993) hlm. 171.
2
Firdaus, Hukum Pidana (Pekanbaru: Fajjar Meranti, 2022) hlm. 73.
3
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (Bandung : PT Refika Aditama,
2011) hlm. 66.
4
Ibid.,
3
Kesengajaan ini harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana yaitu ke-1 :
perbuatan yang dilarang; ke-2 : akibat yang menjadi pokok alasan diadakan
larangan itu, dan ke-3 : bahwa perbuatan itu melanggar hukum.
Biasanya diajarkan bahwa kesengajaan atau opzet itu tiga macam, yaitu ke-1 :
kesengajaan yang bersifat suatu tujuan untuk mencapai sesuatu (opzet als
oogmerk); ke-2 : kesengajaan yang bukan mengandung suatu tujuan, melainkan
disertai keinsyafan bahwa suatu akibat pasti akan terjadi (opzet bij
zekerheidsbewustjzijn atau kesengajaan secara keinsyafan kepastian); ke-3 :
kesengajaan seperti sub 2 tetapi dengan disertai keinsyafan hanya ada kemungkinan
(bukan kepastian) bahwa suatu akibat akan terjadi (opzet bij mogelijkheids-
bewustjzijn atau kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan).5
5
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (Bandung : PT Refika Aditama,
2011) hlm. 66.
6
Ibid., hlm. 66.
7
Firdaus, Hukum Pidana (Pekanbaru: Fajjar Meranti, 2022) hlm. 73-74.
4
• KESENGAJAAN SECARA KEINSYAFAN KEPASTIAN (Opzet Bij
Zekerheidsbewustjzijn)
Kini, ternyata tidak ada persamaan pendapat di antara para sarjana hukum
Belanda. Menurut Van Hattum danHazewinkel-Suringa, terdapat dua penulis
8
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (Bandung : PT Refika Aditama,
2011) hlm. 67-68.
9
Firdaus, Hukum Pidana (Pekanbaru: Fajjar Meranti, 2022) hlm. 74.
10
Ibid., hlm. 74-75.
5
Belanda, yaitu Van dijck dan Pompe, yang mengatakan bahwa dengan hanya ada
keinsyafan kemungkinan, tidak ada kesengajaan, tetapi hanya mungkin ada
culpa atau kurang berhati-hati. Kalau masih dapat dikatakan bahwa kesengajaan
secara keinsyafan kepastian praktis sama atau hampir sama dengan kesengajaan
sebagai tujuan (oogmerk), maka sudah terang kesengajaan secara keinsyafan
kemungkinan tidaklah sama dengan dua macam kesengajaan yang lain itu, tetapi
hanya disamakan atau dianggap seolah-olah sama.11
− TEORI KESENGAJAAN
1. Teori Kehendak (wilstheorie), menurut teori ini adanya kesengajaan
adalah bila suatu delik dikehendaki oleh pelaku. (Von Hippel)
2. Teori Membayangkan (Voorstellings Theorie), menurut teori ini
secara psikologis manusia hanya dapat membayangkan suatu
perbuatan dan tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat,
sehingga manusia hanya dapat membayangkan
(menginginkan/mengharapkan) adanya akibat. (Frank)
3. Teori “Apa boleh buat”
Teori apa boleh buat (in kauf nehmen theorie) berhubungan dengan
“Dolus Eventualis”. Dalam teori ini keadaan batin si pembuat terhadap
perbuatannya adalah :
1. Akibat tersebut sebenarnya tidak dikehendaki, ia takut akan
akibatnya.
2. Meskipun tidak menghendakinya, namun jika akibat itu
timbul, hal itu diterima saja (berani mengambil resiko).12
11
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (Bandung : PT Refika Aditama,
2011) hlm. 69
12
Ketut Mertha, Buku Ajar Hukum Pidana (Denpasar : 2016) hlm. 154.
6
2. Dolus indeterminatus; objek tidak tertentu.
3. Dolus alternativus; sasaran bila bukan A, bisa B.
4. Dolus generalis; secara umum sasaran yang dikehendaki tercapai.
5. Dolus indirectus; semua akibat yang diduga/tidak diduga dianggap
dilakukan dengan sengaja.
6. Dolus premiditatus; kesengajaan yang direncanakan.13
B. KEALPAAN
Kealpaan adalah kurang perhatian atau kesadaran terhadap suatu objek yang
dilindungi oleh hukum. Van Hamel mengatakan bahwa kealpaan itu mengandung
syarat :
1. Tidak mengadakan peduga-duga sebagaimana yang diharuskan oleh hukum,
mengenai hal ini kemungkinan :
a. Terdakwa berfikir bahwa akibat tindak akan terjadi karena perbuatannya,
padahal pemandangan itu tidak benar.
b. Terdakwa sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang
terlarang mungkin akan terjadi
2. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana yang diharuskan oleh hukum,
dalam hal ini terdakwa melakukan perbuatannya tidak melakukan penelitian
atau pengamatan sebagai usaha dalam mencegah terjadinya suatu akibat dari
perbuatannya.
13
Ketut Mertha, Buku Ajar Hukum Pidana (Denpasar : 2016) hlm. 155.
7
Sedangkan persamaan antara kedua hal tersebut adalah terletak pada dasar
kesalahan yang harus dipenuhi, yaitu :
Ada juga yang mengatakan bahwa kesengajaan adalah kesediaan yang disadari
untuk melanggar objek yang dilindungi oleh hukum. Dan kealpaan adalah
kekurangan perhatian terhadap objek tersebut dengan tidak disadari. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa kesalahan yang berbentuk kesengajaan dan yang berbentuk
kealpaan itu adalah soal grasi, meskipun lebih tepat jika dikatakan berlawan jenis.
14
Ibid., hlm. 75-77.
8
lebih dari itu, lebih berwarna dari kesengajaan, kalua masih mungkin mengatakan
“dengan sengaja berbuat baik” atau “dengan sengaja berbuat jahat” pada singkatnya
tidak mungkin mengatakan “karena kealpaannya berbuat baik”. Sebabnya tidak
mungkin menyatakan demikian ialah karena dalam istilah kealpaan itu sendiri
sudah terkandung makna kekeliruan.15
15
Ibid., hlm. 198-200
9
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesengajaan dan kealpaan merupakan bagian dari asas kesalahan dalam hukum
pidana yang menunjukakan batin antara niat dan perbuatan perilaku. Karena unsur
kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja seseorang dapat dipidana bukan
hanya perbuatannya bersifat melawan hukum.
10
DAFTAR PUSTAKA
11