Anda di halaman 1dari 11

KESALAHAN, KESENGAJAAN, KEALPAAN DAN KEMAMPUAN

BERTANGGUNG JAWAB DALAM HUKUM PIDANA

Disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Hukum Pidana

dengan Dosen Pengampu : Dr. Rehnalemken Ginting, S.H., M.H.

Disusun oleh :

Maria Desy Gunari (E0021256)

Medina Edelweiss Gultom (E0021263)

Mesyca (E0021266)

Mukhtar Bima Suyanto (E0021302)

Nabila Naily Zahro (E0021310)

Nabila Putri Ariqa (E0021312)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
para penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Kesalahan,
Kesengajaan, Kealpaan dan Kemampuan Bertanggung Jawab dalam Hukum Pidana” dengan
tepat waktu serta lancar tanpa ada suatu kendala yang berarti.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Pidana. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan mengenai kesalahan, kesengajaan, kealpaan dan
kemampuan bertanggung jawab dalam hukum pidana, baik bagi para penulis dan juga bagi
para pembaca.

Para penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, dikarenakan terbatasnya wawasan serta pengetahuan yang dimiliki oleh para
penulis saat ini. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna menjadi acuan agar para penulis menjadi lebih baik di masa mendatang.

Akhir kata para penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada para
pembaca dan semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan dapat
bermanfaat untuk perkembangan serta peningkatan ilmu pengetahuan.

Surakarta, 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4

2.1 Kesalahan....................................................................................................................4

2.2 Kesengajaan (Dolus)...................................................................................................4

2.3 Kealpaan (Culpa).........................................................................................................4

2.4 Kemampuan Bertanggung Jawab................................................................................5

BAB III PENUTUP................................................................................................................6

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................6

3.2 Saran............................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seseorang dapat disebut telah melakukan suatu perbuatan pidana apabila


perbuatannya terbukti sebagai perbuatan pidana seperti yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan pidana yang berlaku. Akan tetapi seseorang yang telah terbukti
melakukan suatu perbuatan pidana tidak selalu dapat dijatuhi pidana. Hal ini dikarenakan
dalam pertanggungjawaban pidana, tidak hanya dilihat dari perbuatannya saja, melainkan
dilihat juga dari unsur kesalahannya.
Ketika membahas atau mempelajari hukum pidana, pertanggungjawaban pidana
termasuk ke dalamnya. Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan
teorekenbaardheid atau criminal responsibility. Dalam hukum pidana,
pertanggungjawaban pidana bersifat personal atau perseorangan, yang artinya
pertanggungjawaban pidana hanya dikenakan terhadap pelaku perbuatan pidana. Maka
dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak dapat dialihkan kepada
orang lain.
Dalam pertanggungjawaban pidana terdapat asas yang dikenal dengan geen straf
zonder schuld yaitu tidak dipidana apabila tidak terdapat kesalahan. Apabila dijabarkan
secara jelasnya, agar seseorang dapat dijatuhi pidana, maka seseorang tersebut tidak
hanya telah melakukan perbuatan pidana, melainkan juga terdapat unsur kesalahan dalam
perbuatannya dan juga seorang pelaku perbuatan pidana tersebut telah memenuhi unsur
kemampuan dalam bertanggung jawab.
Pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan keadaan seorang pelaku
perbuatan pidana terhadap dapat atau tidaknya seorang pelaku tersebut dijatuhi pidana
terhadap perbuatan pidana yang telah dilakukan. Dalam pertanggungjawaban pidana
terdapat beberapa syarat yang mempengaruhi, sehingga seseorang yang melakukan
perbuatan pidana tersebut dapat dipidana. Agar pelaku perbuatan pidana dapat dijatuhi
pidana maka disyaratkan bahwa perbuatan pidana yang dilakukannya harus memenuhi
unsur-unsur yang telah ditentukan dalam perundang-undangan pidana, selain itu juga
dilihat dari sudut pandang kemampuan bertanggung jawab pelaku apakah pelaku tersebut
mampu dipertanggungjawabkan pidananya atau tidak.

1
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat dijatuhi pidana, apabila
memenuhi syarat-syarat dalam pertanggungjawaban pidana. Menurut Moeljatno syarat-
syarat dalam pertanggungjawaban diantaranya adalah:
1. Seseorang telah melakukan perbuatan pidana.
2. Dilihat kemampuan bertanggungjawab oleh seseorang yang telah melakukan
perbuatan pidana.
3. Adanya bentuk kesalahan, baik berupa kesengajaan atau kelalaian dalam perbuatan
pidana.
4. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf yang menghapuskan
pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku perbuatan pidana.

Moeljatno berpendapat bahwa, peristiwa pidana merupakan suatu perbuatan atau


rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan
undang-undang lainnya terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman”.
Sedangkan menurut Simons, peristiwa pidana adalah perbuatan melawan hukum yang
berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang mampu bertanggung jawab,
kesalahan yang dimaksud tersebut adalah kesalahan yang meliputi dolus (kesengajaan)
dan culpulate (kelalaian atau kealpaan).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan sebelumnya, maka dapat


dirumuskan beberapa masalah berikut ini:
1. Apa yang dimaksud dengan kesalahan?
2. Apa yang dimaksud dengan kesengajaan?
3. Apa yang dimaksud dengan kealpaan?
4. Apa yang dimaksud dengan kemampuan bertanggung jawab?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan :


1. Penjelasan mengenai kesalahan dalam hukum pidana.
2. Penjelasan mengenai kesengajaan dalam hukum pidana.

2
3. Penjelasan mengenai kealpaan dalam hukum pidana.
4. Penjelasan mengenai kemampuan bertanggung jawab dalam hukum pidana.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kesalahan

Dalam hukum pidana dikenal asas yang paling fundamental, yakni Asas "Tiada
Pidana Tanpa Kesalahan" yang dikenal dengan "keine strafe ohne schuld" atau "geen
straf zonder schuld" atau "nulla poena sine culpa" Artinya, seseorang yang diakui
sebagai subjek hukum harus mempunyai kesalahan untuk dapat dipidana. Pengertian
kesalahan menurut D. Simons dikatakan bahwa “Kesalahan” adalah keadaan psikis
pelaku dan hubungannya dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa,
sehingga berdasarkan keadaan psikis tersebut pelaku dapat dicela atas perbuatannya.

2.2 Kesengajaan (Dolus)

Kesengajaan yaitu menghendaki dan menginsyafi terjadinya suatu tindakan beserta


akibatnya. Dalam pengertian ini disebutkan bahwa kesengajaan diartikan sebagai
menghendaki dan menginsyafi, artinya seseorang yang melakukan suatu tindakan dengan
sengaja, harus menghendaki serta menginsafi tindakan tersebut dan/atau akibatnya.
Dapat dikatakan bahwa kesengajaan berarti kehendak (keinginan) untuk melaksanakan
suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu.
Contoh kasus: Seorang warga menusukkan sebilah pisau kepada teman yang bercanda
hingga menyakiti hatinya. Karena tusukkan pisau tersebut, temannya meninggal
dunia. Kesengajaan akan terlihat bila warga tadi menghendaki kematian temannya.

2.3 Kealpaan (Culpa)

Menurut pendapat para ahli kealpaan ini disamakan dengan kelalaian dan
kekuranghati-hatian. Menurut Wirjono Prodjodikoro culpa didefinisikan sebagai
kesalahan pada umumnya, namun dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti
teknis, yaitu suatu macam kesalahan pelaku tindak pidana yang tidak seberat kesengajaan
yang disebabkan dari kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.

4
Contoh kasus: tindak pidana kealpaan dalam kecelakaan lalu lintas yang
menyebabkan matinya orang dapat dilihat dari kasus Riki Kiswanto, seorang warga Koto
Tangah, Padang yang mengendarai mobil miliknya dan mengalami kecelakaan dengan
menabrak pengendara motor bernama Yul Rahmad yang menyebabkan korban
meninggal dunia. Pengadilan Negeri Padang menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa
dengan pidana penjara selama 3 (tiga) Tahun.

2.4 Kemampuan Bertanggung Jawab

Menurut Van Hamel kemampuan bertanggung jawab adalah suatu keadaan normalitas
psikis dan kematangan (kecerdasan) yang membawa 3 (tiga) kemampuan, yakni (a)
mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya sendiri, (b) mampu untuk
menyadari bahwa perbuatannya itu menurut pandangan masyarakat tidak diperbolehkan,
(c) mampu untuk menentukan kehendaknya atas perbuatan-perbuatannya itu.
Menurut Simons, kemampuan bertanggungjawab bisa diartikan suatu keadaan psikis
sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan suatu upaya pemidanaan, baik dilihat
dari sudut umum maupun dari orangnya. Seseorang mampu bertanggung jawab jika
jiwanya sehat, yaitu apabila ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa
perbuatannya bertentangan dengan hukum dan pula ia dapat menentukan kehendaknya
sesuai dengan kesadaran tersebut.
Contoh kasus: Kasus pembunuhan disertai mutilasi dengan Terdakwa Pupun Bin
Sanusi. Pupun Bin Sanusi tega membunuh dan memutilasi korban bernama Ny. Anih
Binti Komar (ibu kandungnya sendiri). Penuntut Umum menghadirkan 3 orang saksi ahli
kejiwaan yang dalam hasil pemeriksaannya menyatakan bahwa Terdakwa mengalami
gangguan psikotik berupa skizofrenia jenis Paranoid. Majelis Hakim dalam putusan
Pengadilan Negeri cianjur No 144/Pid.B/2014/PN.cj menyatakan bahwa Terdakwa
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan,
akan tetapi Terdakwa tidak dimintakan pertanggungjawaban pidana. Majelis Hakim
melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum dan memerintahkan kepada Penuntut
Umum untuk menempatkan Terdakwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat untuk
menjalani perawatan selama 3 (tiga) bulan. Maka dapat dipahami bahwa Pupun Bin
Sanusi hanya dijatuhi sanksi tindakan.

5
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Yang dimaksud dengan Pertanggungjawaban pidana ialah menentukan keadaan


seorang pelaku perbuatan pidana kepada dapat atau tidaknya seorang pelaku tersebut
dijatuhi pidana karena perbuatan pidana yang telah dilakukan orang itu. Didalam
pertanggungjawaban pidana ada beberapa syarat yang mempengaruhi, yang
membuktikan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan pidana tersebut dapat
dipidana.
Supaya pelaku perbuatan pidana dapat dijatuhi pidana maka disyaratkan bahwa
perbuatan pidana yang dilakukannya harus terdapat unsur-unsur yang telah ditentukan
dalam perundang-undangan pidana, selain itu juga dilihat dari sudut pandang
kemampuan bertanggung jawab pelaku apakah pelaku tersebut mampu
dipertanggungjawabkan pidananya atau tidak.
Maka dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat dijatuhi pidana, apabila memenuhi
syarat-syarat dalam pertanggungjawaban pidana. Menurut Moeljatno syarat-syarat dalam
pertanggungjawaban diantaranya adalah:
1. Seseorang telah melakukan perbuatan pidana.
2. Dilihat kemampuan bertanggungjawab oleh seseorang yang telah melakukan
perbuatan pidana.
3. Adanya bentuk kesalahan, baik berupa kesengajaan atau kelalaian dalam perbuatan
pidana.
4. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf yang menghapuskan
pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku perbuatan pidana.

Sedangkan menurut Simons, peristiwa pidana adalah perbuatan melawan hukum yang
berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang mampu bertanggung jawab,
kesalahan yang dimaksud tersebut adalah kesalahan yang meliputi dolus (kesengajaan)
dan culpulate (kelalaian atau kealpaan).

6
3.2 Saran

Menurut pendapat kami, para penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, dikarenakan terbatasnya wawasan serta pengetahuan
yang dimiliki oleh para penulis saat ini. Para penulis akan tetap memperbaiki jika ada
kesalahan dari materi yang ditulis dengan berpedoman undang undang dan berbagai
sumber yang terpercaya. Selain itu juga dalam materi ini para penulis berharap bahwa
sebelum pelaku mendapatkan perbuatan pidana akibat perbuatannya sebaiknya harus
terdapat unsur-unsur yang telah ditentukan dalam perundang-undangan pidana agar tidak
terdapat masalah yang akan timbul.

7
DAFTAR PUSTAKA

Sudarto, (1993), Hukum dan Pengembangan Masyarakat, Bandung, Sinar Baru

Noormala D.A, (2014) , Pertanggungjawaban Pidana Korporasi terhadap Pelanggaran Hak


Indikasi Geografis, hal. 35-52.

Aulina L., Wiston K., (2020), Unsur Sengaja dan Tidak Sengaja dalam Hukum Pidana,
Indonesia, Kenny Wiston law office.

Anda mungkin juga menyukai