MAKALAH HUKUM PIDANA Kel.4
MAKALAH HUKUM PIDANA Kel.4
“DEELNEMING”
Disusun : untuk memenuhi Tugas Perkuliahan
Dosen Pengampu Hukum Pidana : Iffaty Nasyi’ah, MH
Disusun oleh ;
Kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Alah Swt yang telah memberikan rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulisan pembuatan makalah Deelneming ini dapat
terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan
Nabi Muhammad saw. Karena beliaulah yang telah mengenalkan kita bahwa ilmu pengetahuan
sangat menarik untuk dipelajari dan digali lebih dalam demi kemaslahatan bersama.
Pada kesempatan ini, Pertama kami ingin mengucapkan terimakasih kepada Ibu Iffaty
Nasyi’ah, MH selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Pidana jurusan Hukum Tata Negara-
C Uin Maulana Malik Ibrahim Malang, yang telah memberi bimbingan kepada kami dalam
penulisan makalah ini dan tanpa bimbingan beliau kami tidak bisa menyelesaikan penulisan
makalah ini dengan tepat dan benar. Kedua tak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada
anggota kelompok yang ikut serta dalam penugasan penyusunan makalah ini serta teman-teman
seperjuangan yang selalu berjuang dengan kami selama ini.
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan yang mungkin
tidak disadari oleh penulis. Penulisan makalah ini pun masih jauh dari kata sempurna ibarat
bangunan yang kokoh sekalipun pasti ada celah keratakan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan perbaikan makalah kami
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membawa pemahaman khususnya
Mahasiswa-mahasiswi Hukum Tata Negara-C ke jenjang yang lebih luas dalam memahami
materi yang akan kita bahas dalam makalah ini.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................................................iii
BAB I ......................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ...................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 1
C. Tujuan............................................................................................................................................ 1
BAB II ........................................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................ 2
A. Deelneming (tindak pidana ikut serta) ........................................................................................ 2
B. Dader (Pertanggung Jawaban Penyertaan Dalam Tindak Pidana) .......................................... 6
C. Penyertaan (deelneming) .............................................................................................................. 7
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 9
A. Kesimpulan ....................................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini banyak sekali terdapat kasus dimana pelakunya lebih darisatu orang,
yang terjadi di masyarakat kita. Dalam beracara, hakim menjatuhkan pidana atas suatu
perkara. Hakim mendasarkan putusannya selain pada undang – undang juga
mempertimbangkan tuntutan dari jaksa penuntut umum.
Dalam makalah ini kami menjelaskan beberapa bahasan tentang maksud dari dader dab
deelneming, konsep pelku perbuatan pidana langsung, dan tidak langsung.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
pertanggung jawaban dari peserta yang satu digantungkan pada perbuatan peserta
lain.2
Unsur Penyertaan
Dalam tindak pidana penyertaan ( Deelneming) terdapat unsur objektif dan unsur
subjektif.
1. Unsur Objektif
Menganjurkan orang lain melakukan perbuatan, dengan menggunakan cara :
a. Memberikan sesuatu
b. Menjanjikan sesuatu
c. Menyalahgunakan kekuasaan
d. Menyalahgunakan martabat
e. Dengan kekerasan
f. Dengan ancaman
g. Dengan penyesatan
h. Dengan memberi kesempatan
i. Dengan memberi sarana
j. Dengan memberikan keterangan.
2
Teguh Prasetyo,Hukum Pidana, Jakarta : Rajawali Pers,2014, h.30
3
1. Pelaku atau pleger
2. Menyuruh melakukan atau doenpleger
3. Turut serta atau medepleger
4. Penganjur atau uitlokker.
Dalam pasal 56 KUHP menyebutkan siapa yang dipidana sebagai pembantu suatu
kejahatan (medeplichtiegheid) yaitu ada dua golongan :
a. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
b. Mereka yang memberi kesempatan sarana atau keterangan untuk melakukan
kejahatan.
1. Pelaku (Pleger)
Pelaku adalah orang yang melakukan seluruh isi delik. Apabila dua orang
bersama-sama melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum, sedangkan pelaku
sendiri-sendiri tidak menghasilkan kejahatan itu dapat terjadi “turut melakukan”.3
Sedangkan menurut MvT, Pompe, Hazewinkle, Suringa, Van Hattum, dan Mulyanto
bahwasanya yang dimaksud dengan pelaku adalah tiap orang yang melakukan/
menimbulkan akibat yang memenuhi rumusan delik. Pelaku (pleger) dikategorikan
sebagai peserta hal ini karena pelaku tersebut dipandang sebagai salah seorang yang
terlibat dalam peristiwa tindak pidana dimana terdapat beberapa orang peserta. 4
3
Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahakamah Agung dan Hoge Raad, Jakarta
:Rajawali Pers, 2009, Ed ke-5,h.52
4
Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Jakarta:Rajawali Pers,2012, Ed ke-1, h.215.
4
c. Alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan.
3. Orang yang turut serta (Medepleger)
Medepleger menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau
turut mengerjakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing-masing peserta
tindak pidana adalah sama. Turut mengerjakan sesuatu yaitu :
a. Adanya kerja sama secara sadar, kerja sama dilakukan secara sengaja untuk
kerja sama dan ditujukan kepada hal yang dilarang undang- undang;
b. Adanya pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya delik
yang bersangkutan.
4. Penganjur (Uitlokker)
Penganjur adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu
tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-
undang. Penganjuran (uitloken) mirip dengan menyuruh melakukan (doenplegen),
yaitu melalui perbuatan orang lain sebagai perantara.
5. Pembantuan ( Medeplichtige)
Sebagaimana disebutkan dalam padal 56 KUHP, pembantuan ada dua jenis yaitu :
a. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya
tidak disebutkan dalam KUHP, dan ini mirip dengan turut serta (medeplegen);
b. Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan yang dilakukan dengan cara
memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Dan ini mirip dengan
penganjuran (uitlokking).
5
B. Dader (Pertanggung Jawaban Penyertaan Dalam Tindak Pidana)
Menurut sistem KUHP, subjek hukum tindak pidana adalah orang. Rumusan
tindak pidana dimulai dengan barang siapa (hij die) atau diluar KUHP dimulai dengan
“setiap orang“. Barang siapa atau setiap orang adalah orang, dan orang tersebut hanya
satu orang. Satu orang inilah yang disebut dader (pembuat tunggal). Pembuat tunggal
ialah orang yang melakukan tindak pidana secara pribadi. Berbuat sendiri - sendiri tidak
melibatkan seorangpun dalam melakukan tindak pidana. Terwujudnya tindak pidana
tidak menutup kemungkinan ditimbulkan oleh perbuatan beberapa orang.
Golongan pelaku tindak pidana dalam penyertaanya dibagi menjadi dua bagian yaitu,
5
Adami chazawi,.Pelajaran Hukum Pidana bagian 3, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, h. 69.
6
3. Yang turut serta ( Medepleger)
4. Penganjur (Uitlokker)
B. Pembuat pembantu kejahatan (Medeplichtige), mnurut pasal 56 KUHP, yaitu:
1. Pembantu pada saat dilaksanakannya kejahatan
2. Pembantu sebelum dilaksanakannya kejahatan
C. Penyertaan (deelneming)
Deelneming adalah sebuah istilah hukum dalam Bahasa belanda yang memilki arti pada
keikutsertaan (mededaderschap) dan pembantuan (medeplichtigheid) seseorang dalam
melakukan suatu tindak piidana. Deelneming menurut hukum pidana di Indonesia adalah
tindak pidana yang secara sendiri telah memenuhi segala unsur dalam suatu rumusan tindak
pidana. Orang yang melakukan tersebut disebut (pleger). Ia dihukum karena telah melakukan
tindak pidana. Akan tetapi pelaku ini tidak melakukannya sendiri. Di beberapa kejadian
tindak pidana dilakukan oleh beberapa pelaku.
7
pidana.6 Terdapat dua persoalan pokok dalam pertanggung jawaban penyertaan yaitu
persoalan pertama mengenai orangnya, ialah orang yang mewujudkan perbuatan yang
bagaimanakah dan atau yang bersikap batin bagaimana yang dapat dipertimbangkan dan
ditentukan sebagai terlibat atau bersangkut paut dengan tindak tindak pidana yang
diwujudkan oleh kerjasama lebih dari satu orang, sehingga dia patut dibebani pertanggung
jawaban pidana dan dipidana. Persoalan kedua yaitu mengenai pertanggung jawaban pidana
yang dibebannya masing - masing. Apakah para peserta yang terlibat akan dipertanggung
jawabkan yang sama ataukah akan dipertanggung jawabkan secara berbeda. Sesuai dengan
kuat tidaknya kehendak untuk mewujudkan tindak pidana dan keterlibatan atau ikut andil
dari perbuatan yang mereka lakukan terhadap terwujudnya tindak pidana.
Dari dua jawaban permasalahan tersebut diatas, dapat ditentukan siapa - siapa yang
terlibat dan berat ringannya tanggung jawabnya sesuai dengan andil dari apa yang telah
diperbuat untuk terwujudnya tindak pidana. Dua masalah pada penyertaan tersebut diatas
adalah tidak dapat dipisahkan. Jawaban atau pemecahan masalah persoalan pertama akan
mempengaruhi jawaban atau pemecahan dari persoalan yang kedua. Dalam membahas
persoalan pertama, dikenal ada dua ajaran, ialah penyertaan objektif dan penyertaan
subjektif. Pandangan subjektif menitik beratkan pada sikap batin pembuat yang terlibat.
Menurut pandangan subjektif, bahwa orang yang terlibat dalam penyertaan tindak pidana.
Apabila dia berkehendak, mempunyai tujuan dan kepentingan untuk mewujudkan tindak
pidana. Siapa yang berkehendak yang paling kuat dan atau mempunyai kepentingan yang
paling besar terhadap terwujudnya tindak pidana, orang itu yang membebankan tanggung
jawab pidana yang lebih besar. Sebaliknya penyertaan objektif, yang menitik beratkan pada
peran dari wujud perbuatan yang dilakukan terhadap timbulnya tindak pidana. Terlibatnya
seseorang dalam suatu tindak pidana dan sejauh mana berat ringan beban pertangung
jawaban pidananya bergantung pada seberapa besar peran dan pengaruh perbuatan orang
yang terlibat tersebut terhadap timbulnya tindak pidana. Dalam hukum positif (KUHP), tidak
secara jelas menganut persoalan yang mana.Namun demikian, setiap bentuk penyertaan dapat
dipandang dari salah satu sudut, objektif ataukah subjektif. Seperti bentuk pembuat penyuruh
(doenpleger) lebih condong ke objektif.
6
Adami chzawi, Op.Cit, h.71
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyertaaan adalah turut sertanya seorang atau lebih pada waktu seorang lain
melakukan tindak pidana, yang dilakukan secara bersama-sama dengan waktu yang
bersamaan dan niat yang sama pula dalam melakukan tindak pidana tersebut. Dasar
hukum dari delik penyertaan terdapat dalam KUHP buku ke-1 bab V Pasal 55 dan pasal
56, sedangkan mengenai sanksi delik penyertaan terdapat dalam pasal 57.
Suatu tindak pidana dapat dikenakan sanksi apabila telah memenuhi unsur-unsur
tindak pidana. Pada umumnya syarat-syarat tindak pidana dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu Unsur obyektif dan Unsur subjektif. Selain kedua syarat umum tersebut,
masing-masing peserta mempunyai syarat-syarat sendiri sehingga dapat disebut sebagai
pelaku yang turut melakukan tindak pidana. Masing-masing peserta yang turut serta
melakukan tindak pidana mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
1. Mereka yang melakukan perbuatan (Dader, Plegen), ialah secara umum perbuatannya
telah memenuhi semua unsur-unsur tindak pidana.
2. Mereka yang menyuruh melakukan perbuatan (Doenplegen), yakni orang yang
disuruh itu harus orang yang tidak dapat dipertanggung jawabkan menurut KUHP.
3. Mereka yang turut serta melakukan perbuatan (Medeplegen), yaitu peserta melakukan
perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang dan melakukan
bersama-sama suatu perbuatan yang dilarang dengan kesadaran bahwa mereka
bekerja sama.
9
DAFTAR PUSTAKA
10