HUKUM PIDANA
Disusun Oleh:
TAHUN 2021-2022
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
hukum pidana. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Olch karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Pengertian Penyertaan
Pada dasarnya, suatu rumusan tindak pidana (delik) itu hanya diperuntukkan
untuk pelaku tunggal, sehingga adanya ketentuan tentang penyertaan (deelneming)
sebagaimana terdapat dalam Pasal 55 dan 56 KUHP menjadi sangat strategis untuk
dibahas. Bahwa yang dimaksud dengan pelaku adalah seorang yang melakukan suatu
perbuatan, dalam hal ini suatu perbuatan pidana. Istilah pelaku selalu dikaitkan dengan
unsur-unsur dari sesuatu tindak pidana. Jadi menurut ilmu hukum pidana yang
dimaksud dengan pelaku adalah barang siapa yang telah mewujudkan/memenuhi semua
unsur-unsur (termasuk unsur subjek) dari sesuatu tindak pidana sebagaimana unsur-
unsur itu dirumuskan dalam undang-undang.
Secara luas dapat disebutkan bahwa seseorang turut serta ambil bagian dalam
hubungannya dengan orang lain, untuk mewujudkan suatu tindak pidana, mungkin jauh
sebelum terjadinya (misalnya: merencanakan), dekat sebelum terjadinya (misalnya:
menyuruh atau menggerakkan untuk melakukan memberikan keterangan dan
sebagainya), pada saat terjadinya (misalnya: turut serta, bersamasama melakukan atau
seseorang itu dibantu oleh orang lain) atau setelah terjadinya suatu tindak pidana
(menyembunyikan pelaku atau hasil tindak pidana pelaku).
Selanjutnya, jika subjek itu hanya satu orang saja, maka tidak ada persoalan
mengenai siapa yang dipertanggungjawabkan, jika semua unsur-unsurnya telah
terpenuhi. Tetapi bilamana subjek itu terdiri dari dua orang atau lebih, maka timbullah
persoalan mengenai: apakah tiap subjek itu harus memenuhi semua unsur-unsur dari
tindak pidana tersebut, bagaimana hubungan antara subjek-subjek tersebut dan terutama
bagaimanakah pertanggungjawaban pidana setiap subjek.
Pembedaan hubungan antara para pelaku peserta tersebut adalah sangat penting
karena akibat hukum atau pertanggungjawaban yang dikaitkan pada para pelaku-peserta
dibedakan secara tegas tergantung pada erat tidaknya hubungan-hubungan itu.
Demikianlah misalnya pertanggungjawaban pidana dari dua orang atau lebih yang
bersama-sama melakukan suatu tindak pidana adalah sama, tetapi antara pelaku (utama)
dan yang membantunya tidak sama.
Pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa yang menjadi pokok persoalan dalam
ajaran penyertaan (deelneming) adalah untuk menentukan bentuk hubungan antara
peserta-peserta tersebut yang kemudian menentukan pula pertanggungjawaban pidana
dari masing-masing peserta, karena telah melakukan suatu tindak pidana (delik).
Menurut Moeljatno, penyertaan terjadi apabila bukan saja satu orang yang tersangkut
dalam terjadinya perbuatan pidana, akan tetapi beberapa orang.
Meskipun demikian tidak setiap orang yang tersangkut dalam makna Pasal 55
dan Pasal 56 KUHP. Untuk itu dia harus memenuhi syarat-syarat seperti tersebut disitu,
yaitu sebagai orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan pidana atau
membantu melakukan perbuatan pidana. Di luar 5 jenis peserta ini menurut sistem
KUHP kita tidak ada peserta lain yang dapat dipidana.178 Schaffmeister, Keijzer,
Sutorius mengatakan bahwa “orang dapat berbicara tentang penyertaan”:
1. Apabila selain pembuat suatu perbuatan pidana lengkap ada lagi yang ikut
bermain. Yang terakhir ini terlibat dalam terjadinya perbuatan pidana
sedemikian intensifnya serta telah menduduki tempat yang sedemikian penting
dalam rangkaian sebab akibat yang menuju delik itu sehingga ia harus dipidana
sebagai pembuat atau pembantu, meskipun dia sendiri hanya melaksanakan
sebagian saja dari perumusan delik.
2. Apabila beberapa orang dalam kaitan tertentu yang satu dengan yang lain telah
sampai pada pelaksanaan satu perumusan delik yang lengkap, sedangkan
masing-masing dari mereka itu kurang atau lebih hanya melaksanakan sebagian
saja dari padanya. Dalam hal yang terakhir itu kita memang hanya berurusan
dengan mereka yang terlibat itu secara sendiri-sendiri dan dengan pelaksanaan
sebagian saja dari isi delik yang bersangkutan.
Kanter dan Sianturi menjelaskan: “Istilah penyertaan adalah ada dua orang atau
lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan lain perkataan ada dua orang
atau lebih mengambil bagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana. Menjadi
persoalan, berapa besar bagian seseorang untuk melakukan tindak pidana itu, atau sejak
kapan dan sejauh mana pengertian yang terkandung dalam istilah mengambil bagian
itu”.
Pasal 55 KUHP
Ke 1 : Mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta
melakukan perbuatan;
Ke 2 : Mereka yang dengan memberi menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan atau dengan
memberi kesempatan, sarana atau keterangan sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan.
Dari perumusan Pasal 55 KUHP tersebut, ternyata yang digolongkan/ dianggap sebagai
pelaku (daders) ada 4 (empat) macam, yaitu:
1. Dalam arti luas, yaitu yang mencakup keempat golongan daders tersebut di atas.
2. Dalam arti sempit, yaitu dader dalam golongan No. 1 saja.
4. Pengajur
Uitlokker (penganjur) terdapat dua orang atau lebihyang masing-masing
berkedudukan sebagai orang yang menganjurkan (actor intelectualis) dan orang yang
dianjurkan (actor materialis). Penganjur (uitlokker) adalah suatu perbuatan yang
menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu perbuatan pidana dengan
menggunakan cara dan daya upaya yang tercantum dalam Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP.
Kemudian orang yang digerakkan (uitgelokte) harus benar-benar melakukan tindak
pidana yang dikehendaki oleh yang menggerakkan (uitlokker).
Adapun cara dan upaya yang tercantum dalam pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP sebagai
berikut:
a) pemberian (giften)
Tidak hanya berupa uang akan tetapi dapat juga beberapa jumlah barang atau
benda.
b) Perjanjian (Beloften)
Perjanjian yang dimaksud disini lebih luas dari pemberian karena, selain dapat
menjanjikan uang, juga benda atau ha katas suatu barang tertentu dan dapat juga
berupa pangkat, kedudukan, bahkan berbagai hubungan.
c) Penyalahgunaan kekuasaan (Misvruik van Gezag)
Menggunakan kekuasaan dengan cara salah atau melampaui batas kekuasaan
yang dimilikinya.
d) Penyalahgunaan kemuliaan (Misburik van aanzien)
Penyalahgunaan ini spesifik di Indonesia, yaitu ditemuinya feodalisme dan
berbagai aliran religious yang memandang tinggi kepada orang-orang yang
mempunyai kedudukan. Seperti bangsawan, kasta tertinggi, pengurus agama,
sangat berpengaruh karena dianggap mulia.
e) Kekerasan (Geweld)
Kekerasan yang harus digunakan oleh uitlokking itu harus lebih ringan, artinya
kekuasaan itu menurut perhitungan yang layak dapat dielakkan.
f) Ancaman (bedreiging)
Ancaman dapat berupa mengeluarkan kata-kata yang mengandung sesuatu yang
menimbulkan perasaan kepada orang lain bahwa orang lain itu merasa dirinya
dalam bahay, tetapi bahaya disini dielakkan sehingga tidak termasuk overmacht.
g) Tipu muslihat (Misleiding)
Memberikan gambaran yang salah tentang suatu keadaan yang menimbulakn
kepada orang yang dibujuk motif untuk berbuat jahat.
h) Memberi (gelegenheid)
Terdiri dari dua jenis memberi, yakni kesempatan dan alat-alat (middelen) atau
penerangan (inlichtingen)
1. Harus ada orang yang mengerakan orang lain untuk melakukan suatu tindak
pidana.
2. Dalam hal ini harus dilakukan ikhtiar seperti dalam Pasal 55 ayat (1) ke-2
KUHP yaitu : pemberian, perjanjian, menyalahgunakan kekuasaan,
menyalahgunakan kedudukan yang terhirmat, kekerasan, ancaman, tipu daya,
memberikan kesempatan, sarana atau penerangan.
3. Harus ada orang lain yang juga dapar digerakkan dengan ikhtiar tersebut.
4. Harus melakukan tindak pidana untuk mana ia digerakkan.
1. a. Pada penganjur (uitlokker) yang melakukan tindak pidana adalah orang yang
dibujuk dapat dipertanggung jawabkan perbuatanya menurut undang-undang.
b. pada orang yang menyuruh melakukan (doenpleger) yang melakukan tindak
pidana adalah orang yang disuruh yang tidak dapat dipertanggungjawabkam
perbuatannya menurut Undnag-Undang.
2. a. Pada penganjur harus menggunakan daya upaya yang ditentukan secara
limitative oleh KUHP.
b. pada orang yang mnyuruh melakukan (doenpleger) tidak ditentukan daya
upaya.
Kasus Posisi
Pada 16 Agustus 2011 sekitar pukul 13.00 WIB, Ijum lehayani (21), mahasiswi
Universitas Bina Nusantara (Binus), pulang dari kampus. Di depan kampus, ia
kemudian naik angkot . Tanpa disadari korban, di dalam sudah terdapat empat pria,
termasuk sopir. Ijum tidak mengetahui kalau di dalam angkot, para pelaku sudah
mengincar korban. Begitu korban duduk di dalam angkot, salah satu pelaku merebut tas
korban yang berisi dompet, ATM , iPhone dan barang berharga lainnya. Namun, Ijum
memberontak hingga akhirnya pelaku membekapnya dengan sweater pelaku. Korban
terus memberontak, hingga akhirnya pelaku mencekik lehernya hingga tewas. Setelah
melihat korban tewas, pelaku kemudian bermufakat untuk membuang korban di ujung
tanjung, Rokan hilir. Korban terus memberontak, hingga akhirnya pelaku mencekik
lehernya hingga tewas. Setelah melihat korban tewas, pelaku kemudian bermufakat
untuk membuang korban di ujung tanjung, Rokan hilir Namun, dalam perjalanan
menuju lokasi pembuangan, salah satu pelaku memperkosa korban lebih dulu. Aksi
bejat pelaku dilakukan di atas angkot yang berkaca film cukup gelap itu. Setelah pelaku
melampiaskan aksinya, sekitar pukul 15.30 WIB, korban dibuang di labuhan tangga
,Rokan hilir.
Penguraian Unsur
Pasal 365 ayat (4) KUHP: perbuatan/mengakibatkan luka berat atau mati/dilakukan oleh
dua orang atau lebih/dengan bersekutu/disertai oleh salah satu hal yang diterangkan
dalam no. 1 dan 3.
Perbuatan
Yang dimaksud dengan “Perbuatan” dalam pasal ialah tindakan pencurian
sebagaimana yang dimaksud pada pasal 365 ayat (1) KUHP, yakni pencurian yang
disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pada kasus ini, para pelaku
mengambil tas korban untuk dimiliki secara melawan hukum, yang juga disertai oleh
kekerasan di mana ijum di bekap dan lehernya dicekik oleh para pelaku. Dengan
demikian unsur ini terpenuhi.Mengakibatkan luka berat atau mati Yang dimaksud
dengan “Mengakibatkan luka berat atau mati” dalam pasal ini ialah bahwa tindakan
pencurian yang disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut
mengakibatkan seseorang (korban) menderita luka berat, yakni luka parah, atau mati,
yakni hilangnya nyawa seseorang (korban). Pada kasus ini, yang diakibatkan oleh
pencurian tersebut adalah matinya korban, yakni ijum.
Dilakukan oleh dua orang atau lebih
Yang dimaksud dengan “Dilakukan oleh dua orang atau lebihdengan bersekutu”
berarti bahwa tindakan tersebut dilakukan lebih dari satu orang, baik oleh dua orang
maupun lebih. Pada kasus ini, pelakunya berjumlah empat orang, yang berinisial RH,
IN, MS, dan A. Dengan demikian unsur ini terpenuhi.
Dengan bersekutu
Yang dimaksud dengan “Dengan bersekutu” ialah dengan syarat, orang-orang
yang melakukan tersebut haruslah bersekutu, yakni berkomplot, berkawanan, yang
artinya mereka bersama-sama melakukan tindakan tersebut. Pada kasus ini, keempat
pelaku memang sudah bersepakat untuk bersama-sama melakukan tindakan tersebut.
Dengan demikian unsur ini terpenuhi.Disertai oleh salah satu hal yang diterangkan
dalam no.1 dan 3 Yang dimaksud dengan “Disertai oleh salah satu hal yang diterangkan
dalam No. 1 dan 3” ialah bahwa perbuatan tersebut haruslah disertai salah satu hal yang
diterangkan dalam Pasal 365 ayat (1) dan ayat (3). Di mana pada Pasal 365 ayat (1)
haruslah disertai oleh kekerasan atau ancaman kekerasan, sedangkan pada Pasal 365
ayat (3) haruslah mengakibatkan kematian. Pada kasus ini pencurian yang terjadi,
disertai kekerasan dan juga mengakibatkan kematian Ijum, si korban. Dengan demikian
unsur ini terpenuhi.
(1) Jika beberapa perbuatan perhubungan sehingga dengan demikian harus dipandang
sebagai satu perbuatan yang diteruskan, maka hanya satu ketentuan pidana saja yang
digunakan walaupun masing-masing perbuatan itu menjadi kejahatan atau pelanggaran,
jika hukumannya berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan yang terberat
hukuman utamanya.
(2) Begitu juga hanya digunakan satu ketentuan pidana saja, bila orang dipersalahkan
memalsu atau merusakkan uang dan memakai benda untuk melakukan perbuatan
memalsu atau merusakkan uang.
(3) Akan tetapi, jika kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 364, 373, 379 dan ayat
pertama dari Pasal 407, dilakukan sebagai perbuatan yang diteruskan dan jumlah dari
harga kerugian atas kepunyaan orang lantaran perbuatan terus-menerus itu semua lebih
dari Rp25,-, maka masing-masing dihukum menurut ketentuan pidana dalam Pasal 362,
372, 378, dan 406.
Adapun definisi voortgezette handeling menurut H.M. Rasyid Ariman, Fahmi
Raghib adalah apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan dan perbuatan-
perbuatan itu merupakan tindak pidana sendiri-sendiri, tetapi antara perbuatan-
perbuatan itu ada hubungan yang sedemikian eratnya satu sama lain sehingga beberapa
perbuatan
itu dianggap sebagai satu perbuatan berlanjut.
Contoh:
Siti Fatimah hendak mencuri uang di rumah majikannya yang bernama
Sudirman sebesar Rp50.000,00 yang tersimpan dalam lemari. Supaya tidak ketahuan
oleh majikannya, uang tersebut diambil secara bertahap. Tiap hari Siti Fatimah
mengambil uang Rp5.000,00. Pada hari kesepuluh majikannya baru mengatahui
pencurian tersebut. Perbuatan pencurian Siti Fatimah itu sebanyak sepuluh kali, tetapi
kesepuluh perbuatan pencurian itu harus dianggap satu perbuatan saja, yakni perbuatan
berlanjut (voortgezette handeling).
DAFTAR PUSTAKA
Ishaq. 2019. Hukum Pidana. Depok: PT Raja Grafindo Persada.
Hakim, Lukman. 2020. Asas - Asas Hukum Pidana. Yogyakarta: Grup Penerbitan Cv
Budi Utama.