Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KRIMINOLOGI

Tentang
KEJAHATAN DALAM ARTI SOSIAL, RELIGI, dan YURIDIS serta KLASIFIKASI
KEJAHATAN DAN KENAKALAN REMAJA

DOSEN PENGAMPU: Hj, TennoFrimer, S.H., M.H.

OLEH
KELOMPOK 3

1. ALYA AZZAHRA (2210111020)


2. ZELLA ANGELYA INDRIANI (2210112170)
3. HADENA FATHIA (2210112172)
4. NISA ALVINA (2210112183)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang
diberikannya, sehingga tugas makalah kelompok 3 Ilmu Kriminologi tentang Kejahatan
dalam arti social, religi, dan yuridis serta klasifikasi kejahatan dan kenakalan remaja
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
Hukum Internasional. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan
kepada pembaca tentang Kejahatan dalam arti social, religi, dan yuridis serta
klasifikasi kejahatan dan kenakalan remaja.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Hj, TennoFrimer, S.H., M.H. selaku
dosen pengampu mata kuliah Kriminologi. Berkat tugas yang diberikan, dapat menambah
wawasan kami berkaitan dengan topik yang dibahas. Kami juga mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada segala pihak yang telah membantu dalam proses
penyusunan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala
bentuk saran dan masukan serta kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
Pendidikan khususnya di bidang Krimonologi.

Padang, 20 Maret 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertama, dari sudut pandang hukum. Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah
setiap tingkah laku yang melanggar hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan
sepanjang perbuatan itu tidak dilarang di dalam perundang-undangan pidana perbuatan itu tetap
sebagai perbuatan yang bukan kejahatan. Contoh konkrit dalam hal ini adalah perbuatan seorang
wanita yang melacurkan diri. Dilihat dari definisi hukum, perbuatan wanita tersebut bukan
kejahatan karena perbuatan melacurkan diri tidak dilarang dalam perundang-undangan pidana
Indonesia. Sesungguhnya perbuatan melacurkan diri sangat jelek dilihat dari sudut pandang
agama, adat isitiadat, kesusilaan, dan lain-lainnya, namun perbuatan itu tetap bukan kejahatan
dilihat dari definisi hukum, karena tidak melanggar perundangundangan yang berlaku. Kemudian
Paul Moedikno Moeliono mengemukakan bahwa kejahatan adalah perbuatan manusia, yang
merupakan pelanggaran norma hukum yang dirasakan merugikan, menjengkelkan sehingga tidak
boleh dibiarkan. Tidak boleh dibiarkan, berarti masyarakat tidak menghendaki adanya perbuatan
tersebut dan sasaran untuk tidak membiarkan kejahatan dalam masyarakat adalah dengan
menuangkannya dalam norma hukum pidana, yang disertai ancaman- ancaman hukum (sanksi)
bila perbuatan itu dilakukan.
Sesungguhnya ukuran dari menyimpang atau tidaknya suatu perbuatan bukan ditentukan
oleh nilai-nilai dari norma-norma yang dianggap sah oleh mereka yang duduk pada posisi-posisi
kekuasaan atau keribawaan, melainkan oleh besar kecilnya kerugian atau keparahan sosial (social
injuris) yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut dan dikaji dalam konteks ketidakmerataan
kekuasaan dan kemakmuran dalam masyarakat. Perilaku menyimpang sebagai proses sosial
dianggap terjadi sebagai reaksi terhadap kehidupan kelas seseorang. Di sini yang menjadi nilai-
nilai utama adalah keadilan dan hak-hak asasi manusia. Suatu catatan kritis terhadap pemikiran ini
diungkapkan oleh Paul Mudikno. Dinyatakan bahwa kadar kebenaran dan nilai-nilai praktis dari
teori kritis dapat bertambah apabila hal itu dikembangkan dalam situasi konkrit demi kepentingan
atau bersama- sama mereka yang diterbelakangkan, guna memperbaiki posisi hukum atau
pengurangan keterbelakangan mereka dalam masyarakat. Akan tetapi, bahaya dari praktek
pengalaman yang terbatas adalah adanya penyempitan kesadaran dan diadakannya generalisasi
yang terlalu jauh jangkauannya. Mereka sampai pada perumusan-perumusan tentang kejahatan
dan perilaku penyimpangan yang tidak dapat dipertahankan oleh karena adanya generalisasi yang
berlebihan bahwa delik-delik adalah pernyataan dari perlawanan sadar dan rasional terhadap
masyarakat yang tidak adil yang hendak menyamaratakan orang-orang menjadi objek-objek
peraturan oleh birokrasi ekonomi dan politik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kejahatan dalam arti sosial, religi, dan yuridis
2. Klasifikasi kejahatan dan kenakalan remaja

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kejahatan dalam arti social, religi, dan yuridis
2. Untuk mengetahui klasifikasi kejahatan dan kenakalan remaja
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kejahatan
Kejahatan merupakan suatu nama atau istilah yang diberikan kepada orang-orang tertentu
yang melakukan perbuatan-perbuatan tertentu pula. Perbuatanya disebut kejahatan,dan pelakunya
disebut penjahat. Kejahatan menurut pandangan para pakar kriminologi secara umum berarti
adalah perilaku manusia yang melanggar norma (hukum pidana/kejahatan/,criminal law)
merugikan,menjengkelkan, menimbulkan korban, sehingga tidak dapat dibiarkan.

Kejahatan pada kenyataanya merupakan bagian masalah manusia dalam kehidupan


keseharianya,dan kejahatan itu sendiri merupakan suatu perbuatan tercela dihadapan manusia pada
umumnya. Oleh karena itu,barang siapa yang berbuat jahat berarti orang yang tercela di dalam
kehidupan masyarakat. Untuk mengantisipasi sifat tercela itu diperlukan adanya batasan yang
jelas,siapa itu yang disebut pelaku kejahatan,mengapa orang itu berbuat jahat,faktor apa saja yang
mendorong orang itu berbuat jahat dan sebagainya.
Kejahatan digolongkan kedalam beberapa pengertian diantaranya ialah:

1. Kejahatan dalam arti sosial ( praktis)

Dalam masyarakat terdapat beberapa jenis norma antara lain norma agama, kebiasaan,
kesusilaan dan norma yang berasal dari adat istiadat. Pelanggaran atas norma tersebut dapat
menyebabkan timbulnya suatu reaksi, baik berupa hukuman, cemoohan atau pengucilan. Norma
itu merupakan suatu garis untuk membedakan perbuatan terpuji atau perbuatan yang wajar pada
suatu pihak, sedang pada pihak lain adalah suatu perbuatan tercela. Perbuatan yang wajar pada sisi
garis disebut dengan kebaikan dan kebalikannya yang di seberang garis disebut dengan kejahatan.

W.A.Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang
memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa memberikan penderitaan (hukuman atau
tindakan). Dalam bagian lain ungkap boger selanjutnya bahwa kejahatan merupakan bagian dari
perbuatan immoril. Oleh karena itu,perbuatan immoril adalah perbuatan anti sosial. Mencermati
batasan (definisi) yang dikemukakan oleh tersebut kelihatanya titik tekanya bahwa kejahatan itu
sebagai perbuatan yang sangat anti sosial.

2. Kejahatan dalam arti religius

Dalam kehidupan kita mengenal apa yang disebut “kebaikan” dan “kejahatan” sebagai
tolak ukur sikap dan perilaku yang saling kontradiktif. Akan tetapi bagi orang yang beragama
mereka mempunyai keyakinan bahwa apa yang disebut kebaikan itu datangnya dari
tuhan,sedangkan apa yang disebut dengan kejahatan itu datangnya dari setan/iblis.
Dalam kasus nabi adam dan siti hawa yang melakukan kejahatan besar yang menyebabkan
keturunanya jatuh ke dalam dosa. Kejahatan mereka itu adalah melanggar larangan tuhan ,yaitu
memetik buah “khuldi”dan yang membujuk mereka adalah iblis. Dalam kasus ini tentu tuhan
sanggup untuk menghukum mereka,yaitu dikeluarkan dari surga. Di sini yang menjadi
permasalahan adalah bagaimana jika seseorang terdakwa mengikuti cara adam dengan menolak
kesalahanya kepada iblis sebagai biang keladinya. Bukanya hakim tidak sanggup menghukum
iblis. Oleh kaena itu,di dalam peradilan yang menjadi dasar penghukuman adalah undang-undang.
Kaitan kejahatan dalam arti religius ini tidak lain adalah diidentikkan arti kejahatan dengan dosa.

3. Kejahatan dalam arti Yuridis

Secara yuridis kejahatan diartikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar hukum atau
undang-undang. Pengertian tentang kejahatan ini ditemukan di dalam undang-undang,peraturan
pemerintah dan lain-lain. Akan tetapi tata aturan yang ada itu sangat terbatas pada waktu dan
tempat,kendatipun kebaikan sudah jelas diketahui adanya suatu kepastian hukum. Artinya dengan
hal ini orang akan mengetahui mana itu perbuatan jahat dan mana yang tidak jahat.

Sebagai contoh pada batasan kejahatan tersebut terutama yang terbatas dengan waktu dan
tempat terlihat pada pasal 504 ayat (1) KUHP,yang menyatakan: Barang siapa minta-minta
(mengemis) di tempat umum dihukum karena minta-minta,dengan kurungan selama-lamanya
enam minggu. Pasal ini menegaskan bahwa perbuatan mengemis adalah perbuatan yang dapat
dihukum kendatipun tidak jahat,akan tetapi misalnya suatu ketika kondisi suatu negara terganggu
ketentraman dan keamananya,sehingga banyak orang menjadi pengangguran sementara
perumahan dan pekerjaan sangat terbatas di samping kehidupan sangat sulit sekali,maka dalam
kondisi seperti ini pihak berwajib (pemerintah) sulit kiranya untuk melarang perbuatan mengemis
tersebut,apalagi untuk menjatuhkan hukuman kepadanya.

B. Klasifikasi Kejahatan dan Kenakalan Remaja


a. Klasifikasi Kejahatan
1. Kejahatan konvensional Blue collar crime
Merupakan kejahatan yang sering kali tampak dalam kehidupan masyarakat. Kejahatan
yang paling tinggi dalam data atau catatan baik dalam statistik kepolisian maupun
pengadilan. Contoh: pembunuhan, penipuan, pencurian, dll.
2. Kejahatan inkonvensional/ white collar crime
Dilakukan oleh kalangan profesi dalam melakukan profesinya seperti dokter, notaris,
pengacara, dan lain-lain. Dilakukan oleh pemerintah seperti seperti korupsi dan tindakan-
tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Contoh: korupsi, pemalsuaan data,
pencucian uang, dll

Marshall B. Clinard dan Richard Quinney memberikan 8 tipe kejahatan

1. Kejahatan perorangan dengan kekerasan yang meliputi bentuk- bentuk perbuatan


kriminal seperti pembunuhan dan perkosaan, Pelaku tidak menganggap dirinya sebagai
penjahat dan seringkali belum pernah melakukan kejahatan tersebut sebelumnya,
melainkan karena keadan-keadaan tertentu yang memaksa mereka melakukannya.
2. Kejahatan terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, termasuk kedalamnya
antara lain pencurian kendaraan bermotor. Pelaku tidak selalu memandang dirinya
sebagai penjahat dan mampu memberikan pembenaran atas perbuatannya.
3. Kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaan dan kedudukan tertentu yang pada umumnya
dilakukan oleh orang yang berkedudukan tinggi. Pelaku tidak memandang dirinya
sebagai penjahat dan memberikan pembenaran bahwa kelakuannya merupakan bagian
dari pekerjaan sehari-hari.
4. Kejahatan politik yang meliputi pengkhianatan spionase, sabotase, dan sebagainya.
Pelaku melakukannya apabila mereka merasa perbuatan ilegai itu sangat penting dalam
mencapai perubahan-perubahan yang diinginkan dalam masyarakat.
5. Kejahatan terhadap ketertiban umum. Pelanggar hukum memandang dirinya sebagai
penjahat apabila mereka terus menerus ditetapkan oleh orang lain sebagai penjahat,
misalnya pelacuran. Reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum ini bersifat informal dan
terbatas.
6. Kejahatan konvensional yang meliputi antara lain perampokan dan bentuk-bentuk
pencurian terutama dengan kekerasan dan pemberatan. Pelaku menggunakannya sebagai
part time-Carreer dan seringkali untuk menambah penghasilan dari kejahatan. Perbuatan
ini berkaitan dengan tujuan-tujuan sukses ekonomi, akan tetapi dalam hal ini terdapat
reaksi dari masyarakat karena nilai pemilikan pribadi telah dilanggar.
7. Kejahatan terorganisasi antara lain pemerasan, pelacuran, perjudian terorganisasi serta
pengedaran narkotikadll. Pelaku yang berasal dari eselon bawah memandang dirinya
sebagai penjahat dan terutama mempunyai hubungan dengan kelompok-kelompok
penjahat, juga terasing dari masyarakat luas, sedangkan para eselon atasnya tidak berbeda
dengan warga masyarakat lain dan bahkan seringkali bertempat tinggal dilingkungan-
lingkungan pemukiman yang baik.
8. Kejahatan profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Mereka
memandang diri sendiri lain serta mempunyai status tinggi dalam dunia kejahatan.
Mereka sering juga cenderung terasing dari masyarakat luas serta menempuh suatu karir
penjahat. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan ini tidak selalu keras.

b. Klasifikasi Kenakalan Remaja


1. Pengertian Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) ialah kejahatan / kenakalan yang dilakukan oleh anak-
anak muda, yang merupakan gejala sakit (Patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja
yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan
bentuk tingkah laku yang menyimpang. Juvenile berasal dari bahasa latin “Juvenilis”, artinya
anak-anak, anak muda, cirri karakteristik pada masa muda, sifat khas pada periode remaja.
Delinquent berasal dari bahasa latin yaitu “delinquere”, yang berarti terabaikan, yang kemudian
diperluas menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggaran aturan, pembuat ribut, pengacau, dll.
Pengaruh sosial dan kultural memainkan peran yang besar dalam pembentukan atau
pengkondisian tingkah laku kriminal anak-anak remaja. Perilaku anak-anak remaja ini
menunjukkan tanda-tanda kurang atau tidak adanya konformitas terhadap norma-norma sosial,
mayoritas kenakalan remaja berusia 21 tahun. Angka tertinggi tindakan kejahatan ada pada usia
15–19 tahun, dan sesudah umur 22 tahun kasus kejahatan yang dilakukan oleh remaja akan
menurun.
Istilah kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) menurut Dryfoon mengacu pada suatu rentang
yang luas, dari tingkah laku yang tidak diterima secara sosial (misal; bersikap berlebihan di
sekolah) sampai pelanggaran status (seperti melarikan diri) hingga tindak kriminal (misalnya
pencurian). Untuk alasan hukum dilakukan pembedaan antara pelanggaran indeks dan
pelanggaran status: Pelanggaran indeks (index offenses); adalah tindakan kriminal yang
dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa, seperti perampokan, tindak penyerangan,
pemerkosaan, pembunuhan. Pelanggaran status (Status offenses); adalah tindakan yang tidak
seserius pelanggaran indeks, seperti melarikan diri, membolos, minum minuman keras dibawah
usia yang diperbolehkan, hubungan seks bebas dan anak yang tidak dapat dikendalikan.
Tindakan ini dilakukan remaja dibawah usia tertentu yang membuat mereka dapat digolongkan
sebagai pelaku pelanggaran remaja. Tidak berbeda dengan yang dikatakan Sudarsono (2012),
bahwa juvenile delinquency sebagai kejahatan anak dapat diinterpretasikan berdampak negatif
secara psikologis terhadap anak yang menjadi pelakunya, apalagi jika sebutan tersebut secara
langsung menjadi semacam trade mark. Selanjutnya Sudarsono (2012) menyebutkan dari
beberapa kajian dan perumusan psikolog Dr. Fuad Hasan dan Drs. Bimo Walgito, menyatakan
bahwa arti juvenile delinquency nampak ada pergeseran mengenai kualitas subyek, yaitu dari
kualitas anak menjadi remaja/anak remaja. Dalam pengertian lebih luasa tentang kenakalan
remaja ialah perbuatan/ kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat
melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.

Kenakalan anak remaja adalah perbuatan-perbuatan yang melanggar normanorma


kesopanan, kesusilaan dan pelanggaran-pelanggaran norma-norma hukum, tetapi anak tersebut
tidak sampai dituntut oleh pihak yang berwajib Kenakalan anak menurut Benyamin Fine
meliputi: Perbuatan dan tingkah laku yang melanggar norma hukum pidana dan pelanggaran-
pelanggaran terhadap kesusilaan, ketertiban dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat,
yang dilakukan oleh anak-anak yang berumur dibawah 21 tahun.Jadi yang menjadi unsur-unsur
delinquency adalah:
1) Adanya suatu tindakan atau perbuatan
Yang dimaksud dengan tindakan atau perbuatan di sini ialah tindakan atau perbuatan
seseorang yang di dalam istilah asingnya adalah geodraging, oleh karena mencakup
pengertian kelakuan yang pasif dan kejadian-kejadian yang ditimbulkan olehnya, jadi
dengan singkat dikatakan, perbuatan adalah kelakuan ditambah akibat.
2) Tindakan atau perbuatan itu bertentangan dengan ketentuan hukum;
Dalam hal ini bertentangan dengan tata hukum tertulis maupun hukum yang tidak
tertulis, sehingga sifat melanggar hukum harus ditafsirkan sebagai sifat melanggar
hukum yang material baik oleh doktrin maupun oleh ilmu hukum lainnya yang dianut
(arrest hoge raad 31 Januari 1919 tentang lindenbaum Cohen Arrest dan sewajarnya
harus bersifat melanggar hukum. oleh karena itu adalah janggal sekali untuk melarang
tindakan yang tidak dipandang keliru dan yang sudah patut dilakukan. maksud adanya
tata hukum ialah supaya orang bertindak sesuai dengan hukum, sesuai dengan apa
yang sudah dipandang baik dan sudah selayaknya.
3) Dirasakan serta ditafsirkan masyarakat sebagai tindakan yang tercela.
Mengenai hal ini ada 2 (dua) macam, yaitu:
a. Tindakan yang dirasakan tercela menurut pendapat masyarakat merusak sendi-
sendi dan tata hukum yang bangkit di dalam masuyarakat itu sendiri dan dengan
sendirinya menghambat terwujudnya atau pembinaan suatu tata hukum yang baik di
dalam masyarakat.
b. Tindakan ditafsirkan tercela atau keliru berhubung segala sesuatu penafsiran
mengenai baik buruknya tindakan seorang adalah mengikuti penilaian masyaraat
waktu itu.

2. Faktor penyebab kenakalan remaja


Willis mengungkapkan bahwa kenakalan remaja itu disebabkan oleh empat faktor yaitu:
aktor-faktor di dalam diri anak itu sendiri, faktor-faktor di rumah tangga itu sendiri, faktor-
faktor di masyarakat, dan faktor-faktor yang berasal dari sekolah. Selengkapnya diuraikan
sebagai berikut:
a. Faktor-faktor di dalam diri anak itu sendiri
1. Predisposing Faktor
Predisposing faktor merupakan faktor yang memberi kecenderungan tertentu terhadap
perilaku remaja. Faktor tersebut dibawa sejak lahir, atau kejadian-kejadian ketika
kelahiran bayi, yang disebut birth injury, yaitu luka di kepala ketika bayi ditarik dari
perut ibu. Predisposing faktor yang lain berupa kelainan kejiwaan seperti schizophrenia.
Penyakit ini dipengaruhi oleh lingkungan keluarga yang keras ataupun penuh dengan
tekanan.
2. Lemahnya Pertahanan Diri
Adalah faktor yang ada dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap
pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan.

b. Faktor-faktor di rumah tangga


1. Anak kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian orang tua.
Karena kurang mendapat kasih sayang dan perhatian orang tua, maka yang amat
dibutuhkannya itu terpaksa dicari di luar rumah, seperti di dalam kelompok kawan-
kawannya.

2. Lemahnya keadaan ekonomi orang tua di desa-desa, telah menyebabkan tidak


mampu mencukupi kebutuhan anak-anaknya.
Terutama sekali pada masa remaja yang penuh dengan keinginan,-keinginan dan cita-cita.
Para remaja menginginkan berbagai mode pakaian, kendaraan, hiburan dan sebagainya.
Keinginan-keinginan tersebut disebabkan oleh majunya industri dan teknologi yang
hasilnya telah menjalar sampai ke desa-desa yang dulunya tertutup dalam arti belum
lancarnya transportasi dan komunikasi, menyebabkan meningkatnya kebutuhan rakyat
desa. Desa sudah diwarnai oleh kehidupan materialis pengaruh kebudayaan Barat.

3. Kehidupan keluarga yang tidak harmonis


Sebuah keluarga dikatakan harmonis apabila struktur keluarga itu utuh dan interaksi
diantara anggota keluarga berjalan dengan baik, artinya hubungan psikologis diantara
mereka cukup memuaskan dirasakan oleh setiap anggota keluarga.
c. Faktor-faktor di masyarakat
1. Kurang Pelaksanaan Ajaran-Ajaran Agama secara Konsekuen
Masyarakat dapat pula menjadi penyebab kenakalan remaja, terutama sekali di
lingkungan masyarakat yang kurang sekali melaksanakan ajaran-ajaran agama yang
dianutnya.
2. Pengaruh Norma Baru Dari Luar
Kebanyakan orang beranggapan setiap norma yang berasal dari luar itu memiliki
pengaruh yang baik. Misalnya melalui televisi, film, pergaulan sosial, model pakaian
dan sebagainya. Para remaja masa kini dengan cepat mengikuti norma yang berasal
dari Barat contohnya pergaulan bebas.

d. Faktor-faktor yang berasal dari sekolah


1. Faktor Guru
Dedikasi guru merupakan pokok terpenting dalam mengajar. Guru yang penuh dedikasi
berarti guru yang ikhlas dalam mengerjakan tugasnya. Apabila menemui kesulitan tidak
akan mudah mengeluh, berbeda dengan guru yang tidak punya dedikasi. Ia bertugas
karena terpaksa, ia mengajar dengan paksaan karena tidak ada pekerjaan lain yang
mampu dikerjakannya.
2. Faktor Fasilitas Pendidikan
Kurangnya fasilitas sekolah menyebabkan murid tidak bisa menyalurkan bakatnya.
Misalnya tidak ada lapangan basket, akibatnya anak yang tidak bisa menyalurkan bakat
melalui basket, mungkin akan mencari penyaluran kepada kegiatan-kegiatan yang
negatif.
3. Kekurangan Guru
Apabila sebuah sekolah kekurangan guru, maka akan terjadi kemungkinan, misalnya
penggabungan kelas-kelas oleh seorang tenaga guru, guru mengajar tidak sesuai dengan
bidang keilmuan yang dimiliki.

c. Kenakalan remaja dalam perspektif kriminologi


1. Memakai Narkoba
Kebijakan penanggulan bahaya dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah dimulai
sejak berlakunya ordonansi obat bius (verdoo vende middelen ordonnantie, stbl. 1927 No.278 J0.
No 536). Ordonasi ini kemudian diganti dengan UU No 9 th 1976 tentang Narkotika yang
dinyatakan berlaku sejak 26 Juli 1976. Dalam perkembangan terakhir, UU No 9/76 inipun
kemudian diganti dengan UU No 22/97. Sementara itu, untuk menanggulangi penyalahgunaan
obat atau zat psikotropika telah pula dikeluarkan UU No 5/97 tentang Psikotropika. Lahirnya
kedua UU itu didahului dengan keluarnya UU No 8/96 tentang Pengesahan Konvensi
Psikotropika 1971 dan UU No 7/97 tentang Pengesahan Konvensi Pemberantasan Peredaran
Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988. Perangkat perundangan-undangan untuk memberantas
narkoba itu (UU No 5/97 dan UU No 22/97 juga dilengkapi dengan berbagai PerMenkes
(Peraturan Menetri Kesehetan, antara lain tentang peredaran psikotropika (PerMenkes
688/MenKes/Per/VII/1997) dan tentang Ekspor dan Impor Psikotropika (PerMenkes No
785/MenKes/Per/VII/1997).

2. Pencurian
Tindak pidana pencurian diatur dalam Bab XXII Buku II Pasal 362- 367 KUHP. Pasal-
pasal tersebut menjelaskan tentang jenis-jenis tindak pidana pencurian dalam KUHP, yaitu:
a. Pasal 362 KUHP mengenai tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok.
b. Pasal 363 KUHP mengenai tindak pidana pencurian dengan unsur-unsur yang
memberatkan.
c. Pasal 364 KUHP mengenai tindak pidana pencurian ringan.
d. Pasal 365 KUHP mengenai tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
e. Pasal 367 KUHP mengenai tindak pidana pencurian dalam keluarga.Tindak pidana
pencurian sebagaimana diatur di dalam Pasal 362 KUHP.

3. Balapan liar
Pengertian balapan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah adu kecepatan dan
pengertian liar adalah tidak teratur, tidak tertata. Secara umum pengertian balapan motor liar
adalah kegiatan adu kecepatan kendaraan bermotor yang dilakukan dengan tidak tertata, tidak
berijin resmi dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi dari aparat penegak hukum. Balapan
motor liar merupakan kegiatan yang sangat beresiko dan membahayakan karena dilakukan tanpa
standart keamanan yang memadai seperti penggunaan helm, jaket dan sarung tangan pelindung
maupun kelengkapan sepeda motor seperti spions, lampu dan mesin yang tidak memadai. Selain
itu, aksi kebut-kebutan di jalan umum juga memicu terjadinya kemacetan sehingga dapat
mengganggu kelancaran lalulintas.

4. Tawuran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tawuran adalah perkelahian beramai-ramai,
perkelaian massal. Sedangkan pelajar adalah anak sekolah (terutama pada sekolah dan: sekolah
lanjutan); anak didik; murid; siswa.Tawuran antarpelajar merupakan kejahatan kekerasan
terhadap orang lain. Kadish dalam Romli Atmasasmita mengkategorikan kekerasan adalah: “All
types of illegal behavior, either threatened or actual that result in the damage or destruction of
property or in jury or death of an individual.”.Tawuran pelajar merupakan salah satu dari bentuk
juvenile delinquency (kenakalan remaja), sebagaimana dijelaskan oleh Kartono bahwa salah satu
bentuk kenakalan anak atau remaja adalah perkelahian antar gang, antar kelompok, antar
sekolah, antar suku (tawuran), sehingga kadang-kadang membawa korban.Sering berkelahi
merupakan salah satu dari gejala kenakalan remaja.

5. Seks bebas
Seks bebas merupakan kebiasaan melakukan seksual secara bebas dilakukan oleh mereka
yang menentang atau merasa enggan jika diri mereka terikat dalam suatu pernikahan yang suci.
Orang yang telah mempertaruhkan hawa nafsunya sendiri, akan merasa sangat tidak puas jika
menyalurkan nafsu biologisnya kepada istri atau suami sahnya saja. Jika mereka dengan bebas
dan leluasa dapat menyalurkan hasrat kelaminya kepada siapapun yang dikehendakinya dan yang
menghendakinya, maka pernikahan tentu saja hanya menjadi belenggu atau rantai amat kuat
yang akan memasung habis keinginanya untuk mempertuhankan nafsunya sendiri. Selain itu
tujuan seks adalah sebagai sarana untuk memperoleh kepuasan dan relaksasi dalam kehidupan
(bagi manusia).

6. Aborsi
Aborsi diserap dari bahasa Inggris yaitu abortion yang berasal dari bahasa latin yang
berarti pengguguran kandungan atau keguguran. Sementara dalam kamus besar Bahasa
Indonesia sendiri aborsi adalah terpencarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup sebelum
habis bulan keempat dari kehamilan atau aborsi bisa didenfinisikan pengguguran janin atau
embrio setelah melebihi masa dua bulan kehamilan. Secara medis aborsi dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu abortus spontaneous dan abortus provocatus.

7. Pemerkosaan
Menurut Lidya Suryani dan Sri Wurdani, bahwa pemerkosaan dapat terjadi karena
berbagai macam sebab, seperti adanya rasa dendam pelaku pada korban, karena rasa dendam
pelaku terhadap wanita sehingga wanita lain menjadi kemarahannya, korban sebagai kompensasi
perasaan tertekan atau stress pelaku atau berbagai permasalahan yang dihadapinya, karena
pengaruh rangsangan lingkungan atau film atau gambar-gambar porno dan karena keinginan
pelaku melakukan dorongan seksualnya yang sudah tidak dapat ditahannya juga karena didukung
oleh situasi dan kondisi lingkungan maupun pelaku dan korban yang memungkinkan dilakukan
pemerkosaan. Perkosaan termasuk dalam tindak Kriminal yang melanggar kesusilaan, karena
tindak pidana pemerkosaan termasuk ke dalam kejahatan seksual. Menurut R. Soesilo, Perbuatan
perkosaan adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau yang keji,
semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. Beberapa negara di dunia yang sudah
memasukan perkosaan terhadap laki-laki di undang-undangnya seperti di amerika, Pasal 1 dari
Undang-undang Kejahatan Seksual tahun 1956 (pemerkosaan terhadap wanita) diganti dengan
pasal (pemerkosaan terhadap wanita atau pria) yang berbunyi sebagai berikut:
1) Adalah suatu kejahatan jika seorang pria memperkosa wanita atau pria lainnya;
2) Seorang pria dinyatakan memperkosa jika:
a. Dia melakukan hubungan seksual dengan orang lain (melalui vagina atau anus) yang
pada saat melakukan hubungan tersebut tidak disetujui; dan
b. Pada saat dia mengetahui bahwa orang itu tidak menyetujui hubungan seksual tersebut
atau pada saat dia melakukan kekerasan kepada orang tersebut walaupun dia
menyetujuinya.
3) Seorang pria juga dinyatakan memperkosa jika dia melakukan hubungan seksual
dengan seorang wanita yang telah menikah dengan berpura-pura menjadi suaminya.
8. Melanggar peraturan lalu lintas
Berbicara tentang pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh remaja, artinya berbicara
tentang kenakalan remaja, dimana berbicara tentang kenakalan remaja tidak terlepas dari faktor-
faktor pendorong atau motivasi sehingga seorang remaja melakukan kenakalan atau pelanggaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa yang dimaksud motifasi adalah dorongan yang
timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu perbuatan
dengan tujuan tertentu.
Menurut Woolfolk bentuk motivasi itu ada dua macam , yaitu: motivasi intrinsik dan
ekstrinsik, yang dimaksud dengan motivasi intrinsic adalah dorongan atau keinginan pada diri
seseorang yang tidak perlu disertai dengan perangsang dari luar, sedangkan motivasi ekstrinstik
adalah dorongan yang datang dari luar.

9. Minum minuman beralkohol


Perilaku mengonsumsi minuman keras meliputi sikap, frekuensi mengonsumsi minuman
keras dan perilaku yang ditonjolkan. Menurut Karim bahwa sikap (attitude) dapat terjemahkan
dengan sikap tersebut terhadap objek tertentu yang merupakan sikap pandangan atau sikap
perasaan, tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak dengan obyek
tersebut. Olehnya itu konsepsi tentang terbentuknya sikap (Attitude) dapat diterjemahkan sebagai
penerimaan dan kesediaan akan perubahan suatu hal.

10. Perjudian
Judi atau permainan “judi” atau “perjudian” menurut Kamus besar Bahasa Indonesia
adalah “Permainan dengan memakai uang sebagai taruhan”. Perjudian dalam sudut pandang
pantologi sosial didefinisikan sebagai pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan satu
nilai atau suatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya resiko harapan- harapan
tertentu pada peristiwa-peristiwa pemainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian
yang tidak atau belum pasti hasilnya. Perjudian adalah salah satu tindak pidana (delict) yang
meresahkan masyarakat, sehubungan dengan itu, dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1974 tentang Penertiban Perjudian menyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai
kejahatan.
11. Perampokan
Rampok yang merupakan asal kata dari perampokan, menurut suatu kamus Bahasa
Indonesia berarti “kawanan penjahat yang menggedor rumah orang”. Kejahatan begal yang
terjadi dimasyarakat merupakan bentuk kejahatan yang dilakukan karena tuntutan ekonomi, dan
bila pelakunya anak dibawah umur dipicunya karena pergaulan dan lingkungan yang kurang
baik. Pengertian tindak pidana perampokan dalam KUHP disebut juga tindak pidana pencurian
dengan kekerasan atau pemberatan (gequalificeerde diefstal) diatur dalam Pasal 363 dan 365
KUHP.
12. Penipuan
Penipuan berasal dari kata tipu, yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur,
bohong, atau palsu dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali,atau mencari untung.
Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan proses,
cara, atau perbuatan melakukan tipu, atau mengecoh kepada orang lain. Tindak pidana penipuan
merupakan salah satu kejahatan yang mempunyai objek terhadap harta benda. Di dalam kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak anjang ni diatur dalam Bab XXV dan
terbentang antara Pasal 378 sampai dengan Pasal 395, di dalam KUHP peraturan mengenai
tindak anjang ni merupakan tindak pidana yang paling anjang penbahasannya diantara
kejahatan terhadap harta benda lainnya.

BAB III
KESIMPULAN
Dapat kita simpulkan bahwa kejahatan merupakan suatu persoalan yang selalu melekat dimana
masyarakat itu ada. Kejahatan selalu akan ada seperti penyakit dan kematian yang selalu berulah
seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ketahun. Segala daya upaya dalam
menghadapi kejahatan dapat menekan atau mengurangi meningkatnya jumlah kejahatan dan
memperbaiki penjahat agar dapat kembali sebagai warga masyarakat yang baik.

Kejahatan juga dapat dikatakan sebagai suatu nama atau cap yang diberikan orang untuk menilai
perbuatan-perbuatan tertentu sebagai perbuatan jahat. Dengan demikian, maka si pelaku disebut
sebagai penjahat. Pengertian tersebut bersumber dari manusia, sehingga ia memiliki pengertian
yang sangat relatif, yaitu tergantung pada manusia yang memberikan penilaian itu.
DAFTAR PUSAKA

Sugiarto,Totok. 2017. Pengantar Kriminologi. Surabaya:Jakad Media publishing surabaya.


Situmeang,Sahat Maruli T. 2021. Buku Ajar Kriminologi. Depok:Rajawali Buana Pusaka.
https://eprints.umm.ac.id/37813/3/jiptummpp-gdl-gustiyaram-48578-3-babii.pdf
http://repository.unwira.ac.id/3054/3/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai