Anda di halaman 1dari 27

TEORI KUALIFIKASI

Oleh
Dr. Sukanda Husin, SH., LL.M.
Peristilahan

1. Qualification (Prancis)
2. Charactersierung (Jerman)
Tidak ada 3. Classification/Characterization
persamaan pendapat (Inggeris)
4. Qualificatie (Belanda)
LATAR BELAKANG

Dalam Mengambil Keputusan

Tindakan Praktis : Kualifikasi

Pembuat Keputusan
mencoba untuk menata sekumpulan fakta
yang dihadapi, mendefinisikannya
serta menempatkannya ke dalam
suatu kategori tertentu.
JENIS-JENIS KUALIFIKASI

Kualifikasi Fakta Kualifikasi Hukum


(Classification of Fact) (Classification of Law)

kualifikasi yang dilakukan terhadap sekumpulan


fakta dalam suatu peristiwa hukum penggolongan atau pembagian seluruh
untuk ditetapkan menjadi satu atau kaidah hukum ke dalam pengelompokan
lebih peristiwa atau masalah hukum, /pembidangan/ kategori hukum
berdasarkan kategori hukum dan kaidah kaidah tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya
hukum dari sistem hukum yang dianggap kedalam sistem hukum tertentu
seharusnya berlaku.
Langkah-Langkah Dalam Proses Kualifikasi

1. Dilakukan kualifikasi sekumpulan fakta dalam perkara ke dalam


kategori-kategori yuridik yang ada.
Contoh :
1. Fakta-fakta menunjukkan bahwa penggugat pada dasarnya merasa
dirugikan oleh tindakan tergugat yang tidak menepati janjinya yang dibuat
secara lisan.
2. Tergugat berjanji akan menyediakan fasilitas fasilitas tertentu di kemudian
hari untuk penggugat, apabila penggugat membayar sejumlah uang
kepada tergugat.
3. Berdasarkan kategori hukum yang ada, sekumpulan fakta itu mungkin
dapat dikualifikasikan sebagai persoalan breach of contract atau
persoalaan Tort (perbuatan melawan hukum)
2. Dilakukan kualifikasi sekumpulan fakta ke dalam kaidah/ketentuan
hukum yang seharusnya diberlakukan
Contoh:
• bila persoalan di atas telah dikulifikasikan sebagai masalaah perbuatan
melanggar hukum, maka aturan hukum yang relevan untuk diberlakaukan
adalah Pasal 1365 BW.
Faktor Penyebab Rumitnya Kualifikasi

1. Berbagai sistem hukum menggunakan terminologi yang serupa tetapi


untuk menyatakan hal yang berbeda.
Misalnya : istilah “Domisili” berdasarkan hukum Indonesia berarti “tempat kediaman
sehari-hari” (habitual residence) dibandingkan dengan pengertian “domicili of origin”
dalam hukum Inggeris.

2. Berbagai sistem hukum mengenal konsep/lembaga hukum tertentu,


yang ternyata tidak dikenal pada sistem hukum lain.
Contoh : lembaga “Trust” yang khas pada hukum inggeris namun tidak dikenal di
indonesia. Atau lembaga “pengangkatan anak” yang dikenal di dalam hukum adat,
tidak dikenal di dalam KUHPER.
Faktor Penyebab Rumitnya Kualifikasi

3. Berbagai sistem hukum menyelesaikan perkara-perkara hukum yang secara


faktual pada dasarnya sama, tetapi dengan menggunakan kategori yuridik yang
berbeda-beda.
Contoh : Seorang janda yang menuntut hasil dari sebidang tanah peninggalan suaminya,
menurut hukum Prancis dianggap sebagai masalah “pewarisan” (succesuion), sedangkan bagi
hukum Inggeris merupakan hak janda untuk menuntut pembagian dari harta perkawinan
(matrimonial rights)

4. Berbagai sistem hukum mensyaratkan sekumpulan fakta yang berbeda-beda


untuk menetapkan adanya suatu peristiwa hukum yang pada dasarnya sama.
Contoh : masalah “peralihan hak milik” (transfer of title) dan saat terjadinya peralihan hak milik,
berbeda antara hukum Perancis dan hukum Belanda.

5. Berbagai sistem hukum menempuh proses/prosedur yang berbeda untuk


mewujudkan/menerbitkan hasil atau status hukum yang pada dasarnya sama.
Contoh : suatu perjanjian baru dianggap mengikat bila dibuat secara bilateral (hukum Inggris)
dilengkapi dengan Consideration atau dimungkinkan adanya perjanjian yang sepenuhnya
unilateral (Hk. Indonesia/BW).
Contoh kasus yang didalamnya ada konflik kualifikasi
ANTON vs BARTOLO,

1. Sepasang suami isteri, pada saat pernikahan berdomisili di Malta


(Jajahan Inggris).
2. Setelah pernikahan mereka pindah dan berdomisili di Aljazair
(jajahan Prancis),dan memperoleh kewarganegaraan Prancis.
3. Suaminya membeli sebidang tanah di Perancis.
4. Setelah suami meninggal, si isteri menuntut ¼ bagian dari hasil
tanah (usutruct right).
5. Perkara diajukan ke pengadilan Perancis (Aljazair)
Beberapa titik taut yang tampak

1.Inggris (Malta) adalah Locus


Celebrationis, sehingga hukum Inggris
relevan sebagai lex loci celebrationis.
2.Perancis (Aljazair) adalah domisili,
nasionalitas, situs benda dan locus forum.
Karena itu hukum Prancis relevan sebagai
lex Domicili, Lex Patriae, lex Situs dan lex
Fori
Pengertian
• Lex Domicili : Hukum dari tempat
kediaman tetap seseorang
• Lex Patriae : Hukum dari tempat
seseorang menjadi warga negara
• Lex Situs : Hukum dari tempat di mana
suatu benda berada.
• Lex Fori menunjuk ke arah hukum dari
tempat pengadilan yang menyelesaikan
perkara.
Proses Penyelesaian Perkara
• Masalah Pewarisan Tanah, harus diatur
oleh hukum dari tempat di mana tanah itu
berada/terletak (Azas Lex Sitae).
• Hak – hak seorang janda yang terbit
karena perkawinan (matrimonial rights)
harus diatur berdasarkan hukum dari
tempat para pihak berdomisili pada saat
perkawinan diresmikan (asas lex Loci
Celebrationis)
Yang menjadi masalah bagi hakim
Perancis :
• Sekumpulan fakta tersebut di atas, bagi
hukum Prancis dikualifikasikan sebagai
masalah pewarisan tanah (succesion of
land), sedangkan berdasarkan kaidah
hukum Inggris perkara akan
dikualifikasikan sebagai maslaah Hak
Janda atas Harta Perkawinan (matrimonial
rights).

HPI 12
Keputusan Hakim Perancis (Forum) :

• Perkara tersebut harus dikualifikasikan


sebagai masalah Harta Perkawinan
(matrimonial rights).
• Hukum yang diberlakukan berdasarkan
hukum Inggris (hukum asing)
• Hukum Inggris dalam hal ini dianggap
sebagai Lex Causae (hukum Yang
berlaku)

HPI 13
JENIS-JENIS TEORI KUALIFIKASI

• 1. Kualifikasi berdasarkan Lex Fori


• 2. Kualifikasi berdasarkan Lex Causae
• 3. Kualifikasi secara bertahap
• 4. Kualifikasi Analitik/otonom
• 5. Kualifikasi Hukum Perdata
Internasional

HPI 14
1. Teori Kualifikasi Lex Fori

• Tokoh : Franz Kahn (Jerman)


Bartin (Prancis).
Pengertian : kualifikasi yang dilakukan
berdasarkan hukum dari pengadilan yang
mengadili perkara (Lex Fori), sebab sistem
kualifikasi adalah bagian dari hukum intern
forum.

HPI 15
Lanjutan

• Franz Kahn menyatakan bahwa kualifikasi


dilakukan berdasarkan Lex Fori karena
alasan :
a. Kesederhanaan (simplicity)
b. Kepastian (certainty)
c. Karena setiap hakim telah disumpah
untuk menegakkan hukumnya sendiri,
bukan sistem hukum asing manapun.

HPI 16
Pengecualian teori ini :

• Bila persoalan menyangkut hakikat suatu


benda sebagai benda bergerak atau
benda tetap, maka kualifikasi harus
dilakukan berdasarkan Lex Situs.
• Dalam hal perkara menyangkut kontrak-
kontrak yang dibuat melalaui
korespondensi, maka dilakukan
berdasarkan lex Loci Contractus.

HPI 17
Kelebihan dan Kelebihan teori
kualifiaksi Lex fori :
• Kaidah-kaidah hukum lex fori paling dikenal oleh
hakim, sehingga relatif lebih mudah diselesaikan.
• Kelemahannya : adakalanya menimbulkan
ketidakadilan, sebab kualifikasi dijalankan dengan
menggunakan ukuran-ukuran yang tidak selalu
sesuai dengan sistem hukum asing yang
seharusnya diberlakukan atau bahkan dengan
ukuran-ukuran yang tidak dikenal samasekali oleh
sistem hukum asing tersebut.

HPI 18
Contoh kasus penggunaan
kualifikasi Lex Fori :
• Perkara OGDEN vs OGDEN
• Kasus posisi :
1. A, berusia 19 tahun, berdomisili di
Perancis.
2. Si A menikah dengan B (wanita
kewarganegaraan Inggris),
pernikahan dilakukan di inggris.

HPI 19
Lanjutan

3. A menikah dengan B tanpa izin orang tua


A (hal ini diwajibkan oleh pasal 148 Code
Civil Prancis)
4. Di Prancis, A kemudian mengajukan
permohonan pembatalan perkawinan
(marriage annulment) dengan dasar
bahwa perkawinannya dengan B
dilakukan tanpa seizin orang tua.
Permohonan ini dikabulkan oleh
pengadilan Perancis.
HPI 20
Lanjutan
5. Beberapa waktu kemudian, B (merasa sudah tdk
terikat pada A) melangsungkan pernikahan lagi
dengan si C (warga negara inggris), perkawinan B
dan C diresmikan di inggris.
6. Setelah menyadari kenyataan bahwa B masih
terikat perkawinan dengan A (karena berdasarkan
hukum Inggris perkawinan A dan B belum
dibubarkan), maka C mengajukan permohonan
pembatalan perkawinannya dengan B. Dasar
permohonannya karena B telah melakukan
Poligami.
7. Permohonan si C diajukan di Pengadilan inggris.

HPI 21
Penyelesaian :

• Harus diputuskan terlebih dahulu apakah


perkawinan A dan B dianggap Sah atau
tidak.
• Dalam hal ini titik taut menunjuk ke arah
hukum inggris (karena perkawinan A dan
B diresmikan di Inggris), serta menunjuk
ke hukum Prancis (karena A adalah WN
Prancis dan berdomisili di Prancis).

HPI 22
Menurut HPI Inggris

a.Persyaratan Essensial dari suatu


perkawinan, termasuk kemampuan hukum
seorang pria untuk menikah haruslah
ditentukan berdasarkan Lex Domicili
(dalam hal ini hukum Prancis).
b.Persyaratan Formal suatu perkawinan
harus diatur oleh lex Loci Celebrationis
(dalam hal ini adalah Hukum Inggris).

HPI 23
Lanjutan

• Menurut Pasal 148 CCP : seorang anak


laki-laki yang belum berusia 25 tahun tidak
dapat menikah bila tidak ada izin dari
orang tuanya

HPI 24
Keputusan Hakim Inggris :

A. Perkawinan antara A dan B dinyatakan


tetap sah, sebab izin orang tua
berdasarkan hukum Inggris (lex fori)
dianggap sebagai persyaratan formal
saja, dan secara yuridik perkawinan itu
tetap dianggap sah karena dianggap
telah memenuhi ketentuan/persyaratan
essensial hukum Inggris (sebagai Lex
Loci celebrationis)
HPI 25
Lanjutan

B. Karena itu pula, perkawinan antara B dan


C dianggap tidak sah (karena dianggap
polygamous) dan harus dinyatakan batal
(permohonan C dikabulkan).

HPI 26
Kesimpulan

• Hakim Inggris mengkualifikasikan “izin


Orang tua” berdasarkan hukumnya
sendiri (lex fori)
• Jadi, ketentuan Pasal 148 CCP
(sebagai lex Causae) dikualifikasikan
berdasarkan lex fori.

HPI 27

Anda mungkin juga menyukai