Anda di halaman 1dari 39

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Devica Rully SH., MH., LLM.


Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul 2017
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
• Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis materi yang
berkaitan dengan Teori-Teori Kualifikasi dalam Hukum Perdata
Internasional.
• Mahasiswa dapat menyebutkan dan mengulangi secara jelas
tentang Teori Kualifikasi Lex Fori, Teori Kualifikasi Lex Causae
dan Teori Kualifikasi Bertahap dalam Hukum Perdata
Internasional.
TEORI-TEORI KUALIFIKASI HPI
 Teori Kualifikasi Lex Fori
 Teori Kualifikasi Lex Cause
 Teori Kualifikasi Bertahap
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
Inti Teori :
“Kualifikasi harus dilakukan berdasarkan hukum dari pengadilan
yang mengadili perkara (lex fori) karena sistem kualifikasi adalah
bagian dari hukum intern lex fori tersebut.”

Tokoh Kualifikasi Lex Fori :


1. Franz Kahn (Jerman)
2. Bartin (Perancis)
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
FRANZ KAHN mengatakan bahwa kualifikasi harus dilakukan
berdasakan lex fori karena :

A. Kesederhanaan (simplicity)
Pengertian, batasan dan konsep-konsep hukum yang
digunakan dalam penyelesaian sengketa adalah yang paling
dikenal oleh hakim.

B. Kepastian (certainty)
Pihak-pihak yang berperkara mengetahui terlebih dahulu
kualifikasi yang akan dilakukan oleh hakim berserta dengan
konsekuensi yuridiknya.
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
BARTIN mengatakan bahwa kualifikasi harus dilakukan dengan
Lex Fori karena :

• Seorang hakim telah disumpah untuk menegakkan hukumnya


sendiri dan bukan sistem hukum asing mana pun.

• Pemberlakuan hukum asing hanya sebagai wujud


kesukarelaan forum untuk membatasi kedaulatan hukumnya.

• Jika hakim menghadapi lembaga hukum asing yang tidak


dikenal dalam lex fori, ia harus menerapkan konsep hukumnya
sendiri yang dianggap paling setara dengan konsep hukum
asing itu.
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
Pengecualian penerapan kualifikasi Lex Fori :

a. Jika perkara yang dihadapi menyangkut penentuan hakikat


suatu benda sebagai benda tetap atau benda bergerak 
Lex Situs (hukum dari tempat benda terletak).
b. Jika perkara menyangkut kontrak-kontrak yang dibuat
melalui korespondensi, penentuan saat dan sah tidaknya
pembentukan kontrak  Lex Loci Contractus (hukum dari
tempat pembuatan kontrak).
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
Keunggulan:
Perkara lebih mudah diselesaikan, mengingat digunakannya
konsep-konsep hukum Lex Fori yang paling dikenal oleh
hakim.

Kelemahan:
Kemungkinan terjadinya ketidakadilan karena kualifikasi
adakalanya dijalankan dengan menggunakan ukuran-ukuran
yang tidak selalu sesuai dengan hukum asing yang seharusnya
diberlakukan, atau bahkan dengan ukuran-ukuran yang tidak
dikenal sama sekali oleh sistem hukum tersebut.
Langkah Kualifikasi Lex Fori
• Kualifikasikan peristiwa X dengan kaidah intern lex fori;
• Tentukan titik taut sekunder dengan melihat pada kaidah HPI
lex fori;
• Tentukan lex cause;
• Selesaikan perkara dengan menggunakan kaidah intern lex
cause.

 cat: langkah 2,3 dan 4 harus konsisten dengan apa yang


dikulifikasikan oleh langkah 1.
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
KASUS OGDEN Vs. OGDEN (1908)
• Philip, pria warga negara Perancis, berdomisili di Perancis, dan
berusia 19 tahun.
• Philip menikah dengan Sarah (wanita) yang
berkewarganegaraan Inggris.
• Pernikahan Philip dan Sarah dilangsungkan dan diresmikan di
Inggris tahun 1898.
• Philip menikah dengan Sarah tanpa izin orang tua Philip. Izin
ini diwajibkan oleh hukum Perancis (Pasal 148 Code Civil).
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
• Tahun 1901, Philip pulang ke Perancis dan mengajukan
permohonan di pengadilan Perancis untuk pembatalan
perkawinan dengan Sarah dengan alasan bahwa perkawinan
itu dilangsungkan tanpa izin orang tua.
• Permohonan dikabulkan oleh pengadilan Perancis dan Philip
kemudian menikah dnegan seorang wanita Prancis di
Perancis.
• Sarah kemudian menggugat Philip di Inggris karena dianggap
melakuan perzinahan dan meninggalkan istrinya terlantar.
Gugatan ditolak karena alasan yurisdiksi.
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
• Tahun 1904, Sarah yang sudah merasa tidak terikat dalam
perkawinan dengan Philip, kemudian menikah kembali
dengan Ogden (WN Inggris), dan dilangsungkan di Inggris.
• Tahun 1906, Ogden menganggap bahwa Sarah masih terikat
dengan perkawinan dengan Philip karena berdasarkan hukum
Inggris perkawinan Philip dan Sarah belum dianggap batal
karena keputusan pengadilan Prancis tidak diakui di Inggris.
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
• Ogden kemudian mengajukan permohonan pembatalan
perkawinan dengan Sarah, dengan dasar hukum bahwa
istrinya telah berpoligami.

• Permohonan diajukan di pengadilan Inggris.


TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
Proses Penyelesaian Sengketa:
 Untuk menerima atau menolak permohonan Ogden, hakim
harus menentukan terlebih dahulu apakah perkawinan Philip
dan Sarah sah atau tidak.
 Pokok permasalahan dalam perkawinan Philip dan Sarah
berkisar pada persoalan izin orang tua sebagai persyaratan
perkawinan, terutama dalam menetapkan apakah Philip
memang memiliki kemampuan hukum untuk menikah.
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
Kaidah HPI Inggris :

1. Persyaratan essensial untuk sahnya perkawinan, termasuk


tentang kemampuan hukum serorang pria untuk menikah
(legal capacity to marry) harus diatur oleh lex domicili (dalam
hal ini menunjukkan ke arah hukum Perancis).

2. Persyaratan formal untuk sahnya perkawinan harus tunduk


pada hukum dari tempat peresmian perkawinan (Lex Loci
Celebrationis), dalam hal ini menunjuk ke arah hukum Inggris.
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
Kualifikasi :

Prancis mengkualifikasikan izin orang tua sebagai persyaratan


essensial berdasarkan Pasal 148 Code Civil.

Inggris mengkualifikasikan izin orang tua sebagai persyaratan


formal.
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
Kaidah Intern Inggris :

Tidak terpenuhinya persyaratan essensial akan menyebabkan


pembatalan perkawinan.

Tidak terpenuhinya persyaratan formal tidak menyebabkan


pembatalan perkawinan.
TEORI KUALIFIKASI LEX FORI
Kesimpulan :
• Hakim Inggris mengkualifikasikan perkara berdasarkan Lex
Fori.
• Berdasarkan hukum Inggris, izin orang tua dianggap sebagai
persyaratan formil.
• HPI Inggris menunjuk hukum Inggris sebagai Lex Cause.
• Menurut hukum Inggris, perkawinan Philip dan Sarah tetap
dianggap sah.
• Konsekuensinya, perkawinan Sarah dan Ogden dianggap tidak
sah karena salah satu pihak masih terikat dengan perkawinan
dengan suami pertamanya.
• Permohonan Ogden dikabulkan.
TEORI KUALIFIKASI LEX CAUSAE
Teori Kualifikasi Lex Cause sering pula disebut Kualifikasi Lex Fori
yang Diperluas.

Inti Teori :
Teori ini beranggapan bahwa proses kualifikasi dalam perkara
HPI dijalankan sesuai dengan sistem serta ukuran-ukuran dari
keseluruhan sistem hukum yang berkaitan dengan perkara.

Tokoh : Martin Wolff.


TEORI KUALIFIKASI LEX CAUSE

• Tindakan kualifikasi dimaksudkan untuk menentukan kaidah


HPI mana dari Lex Fori yang paling erat kaitannya dengan
kaidah hukum asing yang mungkin diberlakukan.

• Penentuan ini harus dilakukan dengan mendasarkan diri pada


hasil kualifikasi yang dilakukan dengan memperhatikan sistem
hukum asing yang bersangkutan.
TEORI KUALIFIKASI LEX CAUSE
Prof. Sunaryati Hartono :
• Kesulitan mungkin akan timbul jika sistem hukum asing
tertentu ternyata tidak memiliki sistem kualifikasi yang cukup
lengkap, atau bahkan tidak mengenal klasifikasi lembaga
hukum yang sedang dihadapi dalam perkara.
• Hakim biasanya menjalankan konstruksi hukum (analogi)
dengan memperhatikan cara-cara penyelesaian sengketa
hukum yang serupa atau sejenis di dalam sistem-sistem
hukum yang dianggap memiliki dasar yang sama.
• Jika cara itu belum juga dapat membantu penyelesaian
perkara, barulah kualifikasi dilakukan berdasarkan Lex Fori.
TEORI KUALIFIKASI LEX CAUSE

Chesire menyarankan agar konsep-konsep seperti “kontrak”,


“perbuatan melawan hukum” dan sebagainya dalam HPI diberi
pengertian yang lebih luas sehingga dapat mencakup peristiwa /
hubungan hukum yang sejenis dari suatu sistem hukum asing.
Langkah Kualifikasi Lex Cause
1. Kualifikasikan peristiwa x dengan kaidah intern hukum asing;

2. Tentukan titik taut sekunder dengan melihat pada kaidah


HPI Lex Fori;

3. Tentukan Lex Cause;

4. Putusan dengan kaidah intern Lex Cause.


Kasus Nicols v. Nicols (1900)

• Kasus menyangkut sepasang suami istri berkewarganegaraan


Perancis.

• Pernikahan mereka diresmikan di Perancis.

• Ketika pernikahan dilangsungkan pada tahun 1854, kedua


pihak tidak membuat perjanjian / kontrak tentang harta
perkawinan.

• Setelah pernikahan, mereka pindah ke Inggris. Suami


meninggal dunia di Inggris dengan meninggalkan testamen
yang dibuat secara sah di Inggris.
• Isi testamen ternyata mengabaikan semua hak istri atas harta
perkawinan.

• Istri kemudian mengajukan gugatan terhadap testamen dan


menuntut haknya atas harta bersama.

• Gugatan diajukan di Pengadilan Inggris.


Proses Penyelesaian Perkara

• Perkara ini dapat dikualifikasikan sebagai pewarisan


testamentair atau kontrak tentang harta perkawinan.

• Hakim Inggris kemudian mengkualifikasikan pekara ini sebagai


pewarisan testamentair.

• Kaidah Intern Inggris mengatakan bahwa : “status kepemilikan


atas benda-benda bergerak dari sepasang suami istri harus
diatur dengan sebuah kontrak (tegas atau diam-diam).

• Kaidah HPI Inggris mengatakan bahwa “jika kontrak tentang


status kepemilikan atas benda-benda bergerak dari sepasang
suami istri tidak ada, maka status kepemilikan atas benda-
benda itu harus diatur berdasarkan Lex Loci Celebrationis
(hukum tempat peresmian perkawinan).
• Kaidah Intern Perancis mengatakan bahwa “Apabila para pihak
dalam suatu perkawinan tidak membuat suatu kontrak secara
tegas, harta yang ada dalam suatu perkawinan akan menjadi
harta bersama (communaute des biens)”.

• Hakim kemudian mengkualifikasikan kembali perkara


berdasarkan Kaidah Intern Perancis sebagai perjanjian diam-
diam untuk bercampur harta.

• Konsekuensinya, kewenangan mewaris sang suami melalui


testamen hanyalah mencakup setengah dari seluruh harta
bersama.
TEORI KUALIFIKASI LEX CAUSE

Hakim pada akhirnya memutuskan :


testamen dianggap batal dan gugatan janda dikabulkan.
TEORI KUALIFIKASI LEX CAUSE
1. Kualifikasikan peristiwa x dengan kaidah intern hukum asing
(dalam kasus sebagai communaute de Biens);
2. Tentukan titik taut sekunder dengan melihat pada kaidah
HPI Lex Fori (dalam kasus sebagia Lex Loci Celebrationis);
3. Tentukan Lex Cause (dalam kasus adalah hukum Perancis);
4. Putusan dengan kaidah intern Lex Cause (dalam kasus
sebagai communaute de biens).
TEORI KUALIFIKASI BERTAHAP
Inti Teori :
Penentuan Lex Cause dalam perkara HPI hanya dapat dilakukan
melalui proses kualifikasi, dan pada tahap penentuan Lex Cause
kualifikasi mau tidak mau harus dilakukan berdasarkan Lex Fori
terlebih dahulu.

Kualifikasi harus dilakukan melalui 2 tahap.

Tokoh Kualifikasi Bertahap :


Adolph Schnizer (Swiss), didukung oleh Prof. G.C. Cheshire, Prof.
Ehrenzweig, dan Prof. Sunaryati Hartono.
A. Kualifikasi Tahap Pertama

- Dijalankan pada saat hakim harus menemukan kaidah HPI


yang akan digunakan untuk menentukan titik taut penentu.
- Kualifikasi ini dilakukan dalam rangka menetapkan Lex
Cause.
- Proses kualifikasi dilakukan dengan mendasarkan diri pada
sistem kualifikasi intern Lex Fori.
B. Kualifikasi Tahap Kedua

- Kualifikasi ini dijalankan setelah Lex Cause ditetapkan dan


dalam rangka menetapkan kategori kaidah atau aturan hukum
intern apa dari Lex Cause yang akan digunakan untuk
menyelesaikan perkara.

- Kualifikasi pada tahap ini harus dijalankan berdasarkan sistem


kualifikasi intern yang dikenal pada Lex Cause.

- Pada tahap ini semua fakta dalam perkara harus


dikualifikasikan kembali berdasarkan kategori Lex Cause.
LANGKAH-LANGKAH
TEORI KUALIFIKASI BERTAHAP
Tahap I
1. Kualifikasikan perkara dengan menggunakan kaidah intern Lex
Fori;
2. Lihat Kaidah HPI Lex Fori dan tentukan Titik Taut Sekunder
3. Tentukan Lex Cause.
Tahap II
1. Kualifikasikan kembali perkara dengan kaidah intern Lex
Cause.
2. Selesaikan perkara dengan menggunakan kaidah intern Lex
Cause.
Contoh Kasus :

A adalah seorang warga negara Swiss, yang berdomisili terakhir


dan meninggal dunia di Inggris. Pewaris meninggalkan sejumlah
harga peninggalan berupa benda tetap di Perancis dan sejumlah
benda bergerak di Swiss dan Inggris. Para ahli waris semuanya
adalah warga negara Swiss yang berdomisili di Swiss dan perkara
pembagian warisan ini diajukan di Pengadilan Swiss.

Hukum manakah yang dipergunakan hakim Swiss untuk


menyelesaikan persoalan ini?
Fakta Hukum :

Hukum Intern Swiss :

Hukum Swiss mengkualifikasikan perkara ini sebagai masalah


Pewarisan.

Hukum Intern Inggris :

Hukum Inggris mengkualifikasikan perkara ini menjadi:

Masalah pembagian harta tetap dikualifikasikan sebagai masalah


pewarisan benda tetap.

Masalah pembagian harga bergerak dikualifikasikan sebagai


masalah pewarisan benda bergerak.
Kaidah HPI Swiss :

Hukum yang dipergunakan untuk menyelesaikan


masalah pewarisan adalah hukum dari domisili
terakhir dari pewaris.

Kaidah HPI Inggris :

– Untuk benda tetap  Lex Rei Sitae


– Untuk benda bergerak  domisili terakhir pewaris
Penyelesaian Perkara :
Tahap I:
- Kasus dikualifikasikan berdasarkan hukum intern Swiss sebagai
masalah Pewarisan.
- HPI Swiss menunjuk hukum dari domisili terakhir dari pewaris
sebagai Lex Cause.
- Lex Cause adalah Hukum Inggris.
Tahap II :
- Kualifikasikan kembali perkara dengan kaidah intern Inggris.
- Inggris mengkualifikasi perkara ini ke dalam 2 kualifikasi :
a. Masalah pembagian harta tetap dikategorikan sebagai pewarisan
benda tetap.
b. Masalah pembagian harta bergerak dikategorikan sebagai masalah
pewarisan benda bergerak.
Putusan Perkara :

- Terhadap benda tetap, diterapkan kaidah intern Inggris yang


mengatur pewarisan benda tetap.

- Terhadap benda bergerak, diterapkan kaidah intern Inggris


yang mengatur pewarisan benda bergerak.
UNTUK MEMAHAMI LEBIH LANJUT
MENGENAHI TEORI KUALIFIKASI
SILAHKAN BACA DALAM BUKU.

Anda mungkin juga menyukai