Anda di halaman 1dari 20

cover

PENJAHAT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kriminologi

DISUSUN OLEH :

ESTIAN GULO 212119028

TRI DEWI GUSTIANA HALAWA 212119060

DANNY EXAUDIMAN HAREFA 212119028

DAMAI NIATKUS TELAUMBANUA 212119017

NOFIKAR KRISTIAN HAREFA 212119051

PERLINUS ZALUKHU 212119052

UNIVERSITAS NIAS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

SEPTEMBER 22
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatNyalah penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah “PENJAHAT”

Adapun maksud dan tujuan pembuatan tugas ini hanyalah untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah KRIMINOLOGI yang di berikan oleh dosen, Di samping itu makalah ini di
maksudkan untuk dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan pembaca mengenai apa
yang di jabarkan di dalam makalah ini.

Penyusun menyadari di dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan bahan-bahan yang di gunakan dalam penulisan tugas ini. Oleh karena itu
di harapkan kritik dan saran dalam hal yang bersifat positif agar makalah ini mendekati
sempurna.

Sekian dan terimakasih

Gunungsitoli, 29 september2022

Penyusun

Kelompok 3(tiga)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................


B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan Masalah..............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

A. Pengertian Penjahat .......................................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................

A. Kesimpulan ...................................................................................................
B. Saran ..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan
penanaman yang relatif, mengandung variabelitas dan dinamika serta bertalian dengan
perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif). Dinilai oleh sebagian mayoritas
atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap
skala nilai sosial dan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang
dan waktu.
Dalam perbuatan kejahatan tidak lepas dari pelaku kejahatan atau seorang
penjahat, penjahat adalah dia yang melanggar peraturan atau undang-undang pidana dan
dinyatakan bersalah oleh pengadilan serta dijatuhi hukuman. Sedangkan vollmer
menyatakan bahwa penjahat itu adalah orang yang dilahirkan bodoh dan tidak
mempunyai kesempatan untuk merubah tingkah laku anti sosial. Perbuatan jahat sering
terjadi kapan pun dan dimana pun, tidak peduli dia adalah orang kaya ataupun orang
miskin pelaku kejahatan tidak pandang bulu dalam melakukan aksinya. Interaksi sosial
terjadi apabila satu individu melakukan tindakan sehingga menimbulkan reaksi bagi
individu-individu lain. Interaksi sosial tidak hanya berupa tindakan yang berupa kerja
sama tetapi juga dapat berupa persaingan dan pertikaian.
Dengan demikian, kehidupan bermasyarakat adalah merupakan suatu
keharusan yang diterima oleh manusia. Interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat
juga berguna untuk mengenalnya manusia yang satu dengan manusia lainnya serta
menciptakan keturunan sebagai generasi manusia selanjutnya.
Ada berbagai faktor penyebab terjadinya suatu tindak kejahatan. Sebagai
kenyataannya bahwa manusia dalam pergaulan hidupnya sering terdapat penyimpangan
terhadap norma-norma, terutama norma hukum. Di dalam pergaulan manusia bersama,
penyimpangan hukum ini disebut sebagai kejahatan atau pelanggaran. Dan kejahatan itu
sendiri merupakan masalah sosial yang berada di tengah-tengah masyarakat, dimana si
pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat.
Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sebuah
kejahatan. Pertama adalah faktor yang berasal atau terdapat dalam diri si pelaku yang
maksudnya bahwa yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sebuah kejahatan itu
timbul dari dalam diri si pelaku itu sendiri yang didasari oleh faktor keturunan dan
kejiwaan (penyakit jiwa). Faktor yang kedua adalah faktor yang berasal atau terdapat di
luar diri pribadi si pelaku. Maksudnya adalah: bahwa yang mempengaruhi seseorang
untuk melakukan sebuah kejahatan itu timbul dari luar diri si pelaku itu sendiri yang
didasari oleh faktor rumah tangga dan lingkungan.
Kejahatan dapat berupa tindakan kekerasan yang dilakukan pada diri
seseorang, juga dapat berupa tindakan kejahatan di luar diri seseorang yang merugikan
dan menyengsarakan seseorang ataupun orang banyak seperti tindak pidana
penyimpanan bahan bakar minyak tanpa izin usaha sehingga mengakibatkan langkanya
bahan bakar minyak tersebut dikalangan masyarakat karena penyebaran konsumsi bahan
bakar minyak yang tidak merata. Dalam Kamus Bahasa Indonesia menyimpan adalah
menaruh di tempat yang aman supaya tidak rusak, hilang, dan sebagainya.
Hukum yang diciptakan manusia mempunyai keadaan teratur, aman, dan tertib,
demikian juga hukum pidana yang merupakan salah satu hukum yang dibuat oleh
manusia mempunyai fungsi, fungsi umum dari hukum pidana sama dengan fungsi hukum
lainya ialah mengatur hidup kemasyarakatan dan menyelenggarakan tata hidup didalam
masyarakat. Fungsi khusus dari hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum
terhadap perbuatan yang hendak merusaknya dengan sanksi berupa pidana.Pokok
diadakannya hukum pidana ialah untuk melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat
sebagai kelektivietit dari perbuatan-perbuatan yang mengancamnya atau bahkan
merugikannya baik itu datang dari perseorangan maupun kelompok atau organisasi.
Pandangan legal murni tentang kejahatan mendefinisikan kejahatan sebagai
pelanggaran terhadap hukum pidana.Betapa pun keji dan tidak bisa diterimanya suatu
perbuatan secara oral, itu bukan kejahatan kecuali dinyatakan demikian oleh hukum
pidana. Vernon Fox mengemukakan ,”Kejahatan adalah sebuah peristiwa sosial politik,
bukan sebuah kondisi klinis. Kejahatan bukan kondisi klinis atau medis yang bisa
didiagnosis dan dirawat secara khusus”.Dalam pandangan ini, yang secara teknis benar,
jika tidak secara tegas dilarang oleh hukum pidana maka suatu perbuatan bukan
kejahatan.Tentu saja yang demikian sesuai dengan asas legalitas hukum yang boleh
dikatakan sebagai tiang penyangga hukum pidana. Asas ini tersirat dalam Pasal 1 KUHP
yang dirumuskan demikian:
1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
2) Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan, dipakai
yang paling ringan bagi terdakwa.
Tindakan pidana tidak lepas dari siapa yang melakukan (penjahat/pelaku).
Mengenai pertanyaan yang kelihatannya paling mudah “Siapakah penjahat
itu?” banyak yang akan berpendapat bahwa residivis kawakan yang berulang kali divonis
bersalah adalah penjahat Sekecil apapun tindakan pidana yang dilakukan oleh seorang
pelaku kejahatan dapat juga disebut penjahat, seperti pada penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis yaitu tentang vandalisme berupa grafaiti atau dengan kata lain
corat-coret sarana dan prasarana umum.
Negara Indonesia adalah negara hukum yang mempunyai peraturan-
peraturan hukum yang bersifat memaksa seluruh masyarakat indonesia untuk patuh dan
taat terhadap peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan hukum di indonesia. Untuk
mewujudkan negara hukum salah satunya diperlukan perangkat hukum atau peraturan
perundang-undanganyang digunakan untuk mengatur keseimbangan dan keadilan
masyarakat di kehidupan. Hukum menetapkan apa yang boleh dilakukan dan apa yang
tidak boleh dilakukan (dilarang). Sasaran hukum bukan hanya orang-orang yang
melakukan perbuatan melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin
akan terjadi dikemudian hari, dan untuk penegak hukum agar bertindak menurut hukum,
sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan
hukum yang telah ditetapkan dan berlaku di Indonesia. Sudah menjadi kenyataan yang
tidak asing lagi bahwa keberadaan hukum merupakan gejala sosial, sebagaimana halnya
dengan ekonomi, politik dan lain sebagainya, disadari pula bahwa hukum dan gejala
sosial lain saling mempengaruhi satu sama lain, dengan kata lain antara hukum dengan
gejala sosial lain saling melengkapi baik dari individu maupun kelompok yang bernama
masyarakat. Jika tidak ada hukum maka akan mengakibatkan timbulnya suatu
kekacauan. Adanya hukum berfungsi sebagai pengendali sosial dan alat untuk mengubah
individu dan masyarakat fungsi hukum sebagai pengendali sosial dimaknai sebagai
proses, baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan yang bersifat mendidik,
mengajak, atau bahkan memaksa individu dan masyarakat untuk mematuhi sistem kaidah
dan nilai yang berlaku.
Sedangkan fungsi hukum sebagai alat untuk mengubah individu dan
masyarakat berkaitan dengan fungsi hukum sebagai pengatur dan penggerak perubahan
individu dan masyarakat. Adanya hukum pidana, hukum pidana dikenal sebagai hukum
yang bersifat public, setiap peristiwa yang mengganggu keseimbangan dan merugikan
anggota masyarakat yang dapat dirasakan oleh seluruh anggota masyarakat masih
dianggap sebagai pelanggaran kepentingan perseorangan. Hal ini yang menjadikan
hukum pidana sebagai ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku individu
dalam lingkungan masyarakat yang mengganggu kepentingan umum dan individu yang
berbuat kejahatan akan ditindak langsung oleh aturan yang telah dibuat, individu tersebut
masyarakat secara langsung menilai individu yang telah melakukan perbuatan yang
buruk disebut dengan penjahat.Seorang yang diberikan label penjahat timbul dikarenakan
perbuatan yang menyimpang dengan aturan dalam masyarakat, terutama bagi penjahat
kambuhan yang melakukan perbuatan kejahatan yang terus berulang, atau dikenal
dengan Recidive. Pengertian Recidive adalah pengulangan kejahatan yang sebelumnya
biasa dilakukan setelah dijatuhi pidana dan menjalani hukumannya. Terkait dengan
pengulangan kejahatan pelaku yang biasa disebut Recidive atau Residivis dimaknai
sebagai seseorang telah melakukan beberapa perbuatan yang masing – masing
merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri, di antara perbuatan mana satu atau lebih
telah dijatuhi oleh pengadilan sama bahwa pengulangan merupakan dasar yang
memberatkan hukuman, dalam hukum pidana Indonesia berupa KUHP,terkait
pengulangan perbuatan kejahatan atau residivis salah satunya dalam Pasal 486,487, dan
488:
1) Kejahatan yang diulangi harus termasuk dalam bagian satu kelompok jenis dengan
kejahatan terdahulu atau menurut undang – undang sama jenisnya
2) Antara kejahatan yang terdahulu dengan kejahatan yang diulangi harus telah ada
putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu penjahat ?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui pengertian penjahat

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Penjahat
Penjahat adalah orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum atau yang
dilarang oleh undang-undang. Bentuk -bentuk gejala penjahat yang dilakukan penjahat.
Didalam cabang ilmu sosiologi hukum dikenal beberapa teori mengenai bentuk gejala
kejahatan diantaranya sebagai berikut:
a. Teori labelling
Premis – premis teori labelling sebagai berikut :
1. Kejahatan merupakan kualitas dari reaksi masyarakat atas tingkah laku
seseorang.
2. Reaksi ini menyebabkan tindakan seorang dicap sebagai penjahat
3. Umumnya tingkah laku seorang Yang dicap jahat menyebabkan orangnya juga
diperlakukan sebagai penjahat.
4. Seseorang yang dicat yang diperlakukan sebagai penjahat terjadi dalam proses
interaksi, di mana interaksi tersebut diartikan sebagai hubungan timbal balik
antara individu, antar kelompok dan antar individu dan kelompok.
5. Terdapat kecenderungan di mana seseorang atau kelompok yang dicap sebagai
penjahat akan menyesuaikan diri dengan siapa yang disandangnya.
Teori labeling Howard S. Menekan dua aspek:
1. penjelasan tentang mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu sampai diberi
cap atau label sebagai penjahat
2. Pengaruh dari pada label itu sebagai konsekuensi penyimpangan tingkah laku,
perilaku seseorang bisa sungguh-sungguh menjadi jahat jika orang itu dicap
jahat
Edwin lemor membedakan tiga penyimpangan, yaitu:
1. Individual deviation,di mana timbulnya penyimpangan diakibatkan oleh karena
tekanan psikis dari dalam.
2. Situasional deviation, sebagai hasil stres atau tekanan dari keadaan.
3. Sistematic deviation ,sebagai pola-pola perilaku kejahatan terorganisir dalam sub
subkultur atau sistem tingkah laku.
Pada dasarnya teori labeling menggambarkan:
1. Tidak ada satupun perbuatan yang pada dasarnya bersifat kriminal.
2. predikat kejahatan dilakukan oleh sekelompok orang yang dominan atau
kelompok penguasa.
3. Penerapan aturan tentang kejahatan dilakukan untuk kepentingan pihak yang
berkuasa.
4. Orang tidak menjadi penjahat karena melanggar hukum tetapi karena ditetapkan
demikian oleh penguasa.
5. Pada dasarnya semua orang pernah melakukan kejahatan, sehingga tidak patut
jika dibuat kategori orang jahat dan orang tidak jahat. premis tersebut.
menggambarkan bahwa sesungguhnya tidak ada orang yang bisa dikatakan jahat
apabila tidak terdapat aturan yang dibuat oleh penguasa untuk menyatakan
bahwa sesuatu tindakan yang dilakukan seseorang atau kelompok orang
diklasifikasikan sebagai kejahatan.
6. Seseorang menjadi delekuin karena akses pulau-pulau pikir yang lebih melihat
aturan hukum sebagai pemberi peluang melakukan kejahatan daripada melihat
hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi.
7. Association differential bervariasi dalam frekuensi, durasi, prioritas serta
intensitasnya .
8. Proses mempelajari perilaku yang jadi peroleh lewat hubungan dengan pola-pola
kejahatan dan mekanisme yang lazim terjadi dalam setiap proses belajar secara
umum.
9. Sementara itu perilaku jahat merupakan ekspresi dari kebutuhan nilai umum
namun tidak dijelaskan bahwa perilaku yang bukan catur merupakan ekspresi
dari kebutuhan dan nilai-nilai umum yang sama.

Lainnya dalam cabang ilmu kriminologi bentuk-bentuk gejala-gejala kejahatan dikaji


lebih lanjut dan lebih terperinci dibagi ke dalam beberapa bagian tersebut berikut:

a. Perbuatan
Pembagian menurut perbuatan dapat dibagi 2, bilamana dilihat pada cara tindak
pidana dilakukan atau pada benda hukum dan nilai hukum yang menderita karena
tindak pidana itu. Menurut cara melakukan sebagai suatu kemungkinan pembagian:
1. Perbuatan itu dilakukan sedemikian rupa sehingga korban dapat mengamati, baik
perbuatan maupun si pelaku tanpa mempertimbangkan apabila seekorban
menderita menyadari perbuatan itu sebagai tindak pidana atau tidak (misalnya:
penganiayaan, penghinaan, perampokan, dan lain-lain ). Sebaliknya, perbuatan itu
dilakukan sedemikian rupa sehingga si korban tidak melihat perbuatan, pelaku atau
kedua-duanya pada waktu hal itu dilakukan (misalnya: penggelapan, penahanan,
pemalsuan atau keracunan dll).
2. Perbuatan itu dilakukan dengan mempergunakan sarana-sarana bantu khusus (alat-
alat pertukangan bahan-bahan kimia dsb) atau tanpa yang disebut tadi.
3. Perbuatan itu dilakukan dengan kekerasan fisik, dengan cara memaksa atau secara
biasa.

Menurut benda-benda hukum yang menderita, pada pokoknya hal ini dipakai
sebagai dasar pembagian dalam hukum pidana terutama dalam buku 2. juga di dalam
kriminologi dikenal selama ini pembagian di mana dibedakan: tindak pidana agresif,
ekonomi, seksual, politik dan tindak pidana lainnya.

b. Pelaku
Pelaku di sini terdapat dua cara yaitu dapat dimulai berdasarkan motif si pelaku
atau berdasarkan sifat-sifat pelaku. Untuk dua cara tersebut di atas diperlukan suatu
penelitian yang mendalam terhadap si pelaku oleh karena baik sifat-sifat maupun
motif perbuatannya tidak dapat disimpulkan berdasarkan apa yang tampak keluar.
Meskipun demikian, dengan membuat pembagian berdasarkan tipe-tipe si pelaku, di
mana tidak selalu dipisahkan kriteria sifat dan motifnya si pelaku. Beberapa
klasifikasi dari si pelaku dikemukakan di bawah ini:
1. Ajaran tipe dari lombroso, lombroso membedakan:
a. Dilahirkan sebagai penjahat, orang-orang ini memiliki ciri-ciri fisik (stigmata)
yang degeneratif atau yang bersifat atavistis (Tentang dilahirkan sebagai
penjahat).
b. Penjahat sinting, terhisap dalam kelompok ini, para idiot, imbesil, penderita
melankolot, penderita paralise umum epilepsi, histeria, demensia telegra, juga
para alkoholik;
c. Penjahat karena hawa nafsu;
d. Penjahat karena kesempatan, yang dapat di perinci dalam :
1. Penjahat samara
2. Mereka ini melakukan kejahatan karena keadaan yang luar biasa dan
sangat merangsang
3. mereka yang melakukan suatu tindak pidana karena hanya suatu
pelanggaran undang undang secara teknis tampa keterlibatan, dalam ruang
lingkup nilai atau normal moral.
4. Penjahat biasa, mereka ini dibedakan dari orang yang dilahirkan sebagai
penjahat, oleh karena pada waktu dilahirkan mereka adalah normal.
Namun karena di masa remaja selalu dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
yang jelek ,pada akhirnya perilaku mereka menyimpang di bandingkan
dengan mereka yang normal dan yang patuh pada undang undang.
5. Kriminologi, mereka ini merupakan bentuk peralihan antara yang
dilahirkan sebagai penjahat dan penjahat berkesempatan titik mereka ini
mudah melakukan kejahatan karena sedikit saja pengaruh yang jelek
Lamroso berpangkal tolak dari 3 kriteria yang sama sekali berbeda, yang
bersifat fisik(yang dilahirkan sebagai penjahat), yang bersifat psikis atau penjahat
yang sinting dan penjahat karena hawa nafsu dan karena lingkungan atau penjahat
karena kesempatan.
Berdasarkan pandangan antropologi, Lamroso mengadakan penyelidikan mengenai
penjahat-penjahat yang terdapat dalam rumah penjara dan terutama mengenai
tengkoraknya. Kesimpulan dari penyidikannya ialah, bahwa para penjahat dipandang
dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu. Terdapat kelainan-kelainan
pada tengkoraknya, juga dalam otaknya terdapat keganjilan, yang seakanakan
memperingatkan pada otak hewan, biarpun tidak dapat ditunjukkan adanya kelainan-
kelainan penjahat yang khusus. Roman mukanya juga lain daripada orang biasa,
tulang dahi yang melengkung kebelakang (apa yang disebut front fuyant) dll.
Kesimpulannya ialah penjahat umumnya dipandang dari sudut antropologi
merupakan suatu jenis manusia tersendiri (genus homo delinquens) seperti halnya
sengan bangsa negro. Mereka dilahirkan demikian, mereka tidak mempunyai pre-
disposisi untuk kejahatan, tetapi suatu presdistinasi, dan tidak ada pengaruh
lingkungan yang dapat merubahnya. Sifat batin sejak lahir ini juga dapat dikenal dari
adanya sigmata-sigmata lahir, jadi terdapat suatu tipe penjahat yang dapat dikenal.
2. Penggolongan menurut Garofalo:
a) Para pembunuh berencana;
b) Para penjahat agresif;
c) Para penjahat karena kekurangan kejujuran;
d) Para penjahat hawa nafsu atau kesetanan.
Garofalo mendasarkan penggolongannya atas cacat moral dan berpendapat bahwa
dengan penggolongannya ini, di waktumengadili dapat ditemukan tindakan refresif
yang tepat.
3. Penggolongan menurut Aschaffenburg:
 Para penjahat kebetulan mereka ini melakukan kejahatan karena
kealpaan
 Para penjahat karena suasana perasaan mereka tiba-tiba berbuat
karena pengaruh perasaan
 Para penjahat karena kesempatan mereka ini berbuat karena
kebetulan dan kesempatan
 Para penjahat yang bertindak setelah berunding atau melakukan
persiapan
 Para residivis cukup kalau mereka pernah dipidana, tanpa
mempersoalkan apakah delik yang telah dilakukan sejenis atau tidak
 Para penjahat kebiasaan mereka ini dengan teratur melakukan
kejahatan, terutama karna sifatnya yang fositif atau karena sudah
tumpul perasaannya
 Para penjahat profesional mereka ini dengan teratur melakukan
kejahatan secara aktif karena sikap hidup yang di tujukan para pelku
kejahatan.
4. Penggolongan menurut Abrahamsen:
a. Para pelaku seketika:
 Karena suatu situasi tertentu
 Karena kebetulan
 Karena pengaruh orang lain
b. Para penjahat kronis
 Karena penyimpangan organis atau fungsional dari jasmani
atau rohani Para “Pelaku seketika” yang kronis Neurotisi
dan mereka yang berbuat karena paksaan psikis pelaku
dengan sifat neurotis Para pelaku dengan perkembangan
yang buruk dari insan kamilnya (super ego)

5. Penggolongan menurut Gruhle


a. Para pelaku karena kecenderungan (bukan kerena pembawaan)
 Yang Aktif: mereka yang mau melakukan suatu kejahatan
 Yang Pasif: mereka yang tidak berkeberatan melakukan
suatu delik, tanpa perlu menghendakinya dibandingkan
dengan kelompok yang aktif.

b. Para pelaku karena kelemahan

c. Para pelaku kejahatan karena hawa nafsu


d. Para pelaku karena kehormatan atau keyakinan.
Menurut Capelli, penggolongan kejahatan itu terjadi karena:
1. Faktor-faktor psikopatis dengan para pelaku:
a. Orang-orang sinting dan
b. Bukan Orang-orang sinting yang psikisabnormal.
2. Faktor-faktor organis dengan para pelaku:
a. Orang-orang yang menderita gangguan organis yang
menimpa mereka pada usia lanjut dan beberapa macam
orang invalid atau orang cacat dan
b. Orang-orang yang menderita gangguan organis sejak
lahir atau sejak masih kecil, yang menyulitkan
pendidikan atau penyesuaian sosial mereka (para tuna
rungu dan yang buta).
3. Faktor-fakror sosial dengan para pelaku:
a. Para pelaku karena kebiasaan
b. Para pelaku karena kesempatan (karena kesulitan
ekonomi atau fisik)
c. Para pelaku yang secara kebetulan melakukan kejahatan
pertama, kemudian melakukan kejahatan yang lebih
besar atau suatu seri kejahatan kecil
d. Para peserta dalam kejahatan berkelompok atau
menggantung
seseorang sampai mati tanpa melalui proses
pengadilan. Pembagian dari Seelig dengan pangkal tolak
bahwa suatu kejahatan dilakukan akibat dari ciri watak
sipelaku atau dari suatu kejadian psikis, langsung
menjelang atau selama dilakukannya perbuatan itu
(kejadian senyatanya). Oleh karena itu, pembagian ini,
secara ketat, tidak memiliki kesatuan pangkal tolak.
Selanjutnya Seelig dan Weindler berpendapat bahwa para
penjahat biologis (mereka yang berciri fisik dan psikis)
merupakan “sekelompok manusia heterogen yang beraneka
warna, yang tidak memiliki kebersamaan ciri biologis”.
Hal ini mengakibatkan pembagian sebagai berikut:
1. Penjahat profesional yang malas berkerja, mereka terus melakukan
kejahatan untuk menggantikan cara bekerja yang normal. Kemalasan
mereka berkerja sangat menonjol dan cara hidup mereka asosial.
Termasuk dalam kelompok ini ialah para penjahat profesional dan para
penjahat karena kebiasaan serta penjahat-penjahat kecil yang malas
berkerja (para pengembara jalanan, para gelandangan dan pelacur).
2. 2. Para penjahat terhadap harta benda karena daya tahan mereka yang
lemah, lazimnya mereka dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat,
bekerja secara normal, dan acap kali pekerja yang cakap dan rajin.
Namun mereka sulit menolak godaan dunia luar, juga yang muncul
dalam pekerjaan mereka.
Sifat dari kejahatan terhadap harta benda bergantung
selanjutnya dari pekerjaan: pencurian oleh para pekerja dan pembantu
rumah tangga, penggelapan oleh personil administrasi dan para
pegawai, perbuatan curang pada pekerjaan paramedis dan pada
akhirnya, terlepas dari semua pekerjaan, menahan barang-barang yang
ditemukan sebagai pemiliknya sendiri.
3. Para penjahat kareana nafsu agresi, mereka mudah tersinggung
sehingga berbuat agresif (penganiayaan) atau mengungkapkan secara
lisan atau tulisan (penghinaan, pencemaran nama, penodaan nama).
4. Para penjahat karena ketiadaan penguasaan diri secara seksual,
termasuk dalam kelompok ini hanya mereka yang perbuatannya
langsungmemuaskan nafsu seksual atau hawa nafsu oleh karena
mereka tidak mampu menguasai diri mereka.
5. Para penjahat karena krisis, mereka ini melihat kejahatan sebagai suatu
jalan keluar dalam krisis hidup mereka dapat disebabkan karena:
 Perubahan fisik pada si pelaku yang mengakibatkan
ketidaktenangan psikis atau ketegangan
 Kejadian-kejadian lahiriah yang tidak menyenangkan, terutama
di bidang ekonomi dan percintaan.
 Perbuatan sendiri.
Seelig menyebut sebegai penjahat krisis:
 Penjahat harta benda akibat pasca pubertas yang melakukan
kejahatan karena keinginan yang tidak tercapai untuk memiliki
banyak uang yang seharusnya dimiliki pada waktu dewasa.
 Penjahat yang melakukan perbuatan curang dalam asuransi
karena butuh uang (melakukan pembakaran, dengan cara tidak
benar atau dengan sengaja.
 Lelaki yang mendorong abortus untuk mengakhiri kehamilan
yang dilakukannya sendiri (terutama yang diluar perkawinan)
atau membunuh wanita hamil itu.
 Pembunuhan berencana karena cintanya tidak dijawab
 Perempuan yang tidak kawin dan hamil yang melakukan
abortus atau menyuruh melakukan abortus atau membunuh
bayinya sendiri pada waktu lahir.
 Sebagai bentuk perilaku tercela, dapat disebut di sini bunuh
diri.
6. Para penjahat rektif-primitif, tipe ini berasal dari pendapat psikiater
kretschmer untuk orang-orang dengan perasaan yang meledak dan
yang tidak dapat dikuasai oleh mereka sendiri
Untuk suatu pembagian kriminologi. Reaksi primitif itu
penting, oleh karena hal itu melanggar hak atau melanggar kepentingan
pihak ketiga.
Sebagai contoh Seelig menyebutkan antara lain:
 Penjahat karena suatu kerinduan (Pembakaran, perbuatan
agresif terhadap majikan atau atasan)
 Seorang ibu, karena pengaruh perasaan selama dan segera
sesudah melahirkan bayinya, membunuh bayi itu
 Wanita yang mencuri ditoko atau di perusahaan
 Mereka yang membunuh atau yang menganiaya berat tanpa
dapat dicegah, dalam suatu pembalasan buta terhadap korban
yang tidak dikenal.
7. Penjahat Karena keyakinan, orang-orang ini yakin bahwa perbuatan
mereka itu merupakan suatu kewajiban, mereka yang karena
keyakinannya menolong seseorang untuk mati atas permintaan dari
yang bersangkutan atau atas permintaan dari relasi yang terdekat dari
yang bersangkutan, karena penyakit yang tidak tersembuhkan dan
penderitaan yang tidak terpikul.
8. Penjahat yang tidak memiliki disiplin pergaulan hidup, mereka ini
tidak bersedia atau tidak mampu pengenyampingkan kepentingannya
sendiri atau usaha-usaha yang meskipun tidak diancam dengan pidana
atau yang dicela.
9. Bentuk-bentuk campuran, di samping 8 tipe murni tersebut diatas, ada
bentuk-bentuk campuran dan yang tepenting di antaranya ialah:
 Penjahat Profesional yang malas bekerja, yang sekaligus
adalah penjahat yang tidak menguasai diri secara seksual
 Penjahat profesional yang malas bekerja
B. Pengertian penjahat dalam kriminologi
Pengertian penjahat menurut para ahli :

a. Menurut Vollmer
Sebagai seorang tokoh di bidang kriminologi mengatakan bahwa penjahat
adalah orang yang dilahirkan tolol dan tidak mempunyai kesempatan untuk merubah
tingkah laku karena baginya tidak dapat mengendalikan dirinya dari perbuatan anti
sosial yang merugikan individu.
b. Menurut Parson
Penjahat ialah orang yang mengancam kehidupan dan kebaikan orang lain dan
membebankannya pada masyarkat disekelilingnya .
c. JE Sahetapy
Penjahat adalah orang – orang yang berkelakuan anti sosial dimana
perbuatanya bertentangan dengan norma – norma kemasyarakatan dan agama serta
merugikan dan menganggu ketertiban umum .
tipe-tipe Penjahat
Adapun sarjana membuat definisi penjahat dengan cara memberi tipe-tipe yang
dimiliki oleh sipenjahat antara lain :

1. Lombrosso
Penjahat itu mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu terdapat pada anggota
badannya dan dibawa sejak ia dilahirkan. Pendapat C. Lombrosso sudah tidak
memungkinkan lagi dipergunakan , ciri-ciri lahir yang dikemukakan sudah tidak
terlihat lagi pada diri si penjahat. C. Lombrosso melakukan penelitian dan
mengemukakan pendapatnya hanya berdasarkan hukum alam tanpa memperhatikan
waktu, tempat dan lingkungan yang juga dapat mempengaruhi penjahat.homas
2. M. Osborne
Tipe-tipe penjahat dapat dilihat sebagai berikut :

a. Penjahat yang sakit jiwa


Seseorang berbuat jahat karena dirinya tidak sadar akan terganggu jiwanya,
oleh karena itu ia melakukan suatu perbuatan tanpa sadar akibatnya dan tidak
dapat dipertanggung jawabkan.
b. Penjahat yang berbuat karena naluri atau insthink. Ia berbuat jahat karena
nalurinya atau insthink yang sudah merangsang pada dirinya.
c. Penjahat karena kebiasaan. Maksudnya orang-orang yang pada umumnya oleh
masyarakat sudah diberi predikat (dicap) sebagai penjahat oleh masyarakat.
d. Penjahat perorangan (single offenders).Yaitu seorang penjahat yang
melakukan tindakannya seorang diri.
KATA PENUTUP
A.kesimpulan
Penjahat adalah orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum atau yang
dilarang oleh undang-undang. Bentuk -bentuk gejala penjahat yang dilakukan penjahat.
Tipe-tipe penjahat dapat dilihat sebagai berikut :
a. Penjahat yang sakit jiwa
Seseorang berbuat jahat karena dirinya tidak sadar akan terganggu jiwanya,
oleh karena itu ia melakukan suatu perbuatan tanpa sadar akibatnya dan tidak
dapat dipertanggung jawabkan.
b. Penjahat yang berbuat karena naluri atau insthink. Ia berbuat jahat karena
nalurinya atau insthink yang sudah merangsang pada dirinya.
c. Penjahat karena kebiasaan. Maksudnya orang-orang yang pada umumnya oleh
masyarakat sudah diberi predikat (dicap) sebagai penjahat oleh masyarakat.
d. Penjahat perorangan (single offenders).Yaitu seorang penjahat yang
melakukan tindakannya seorang diri.

B. saran

Tentunya terhadap penyusun, sudah menyadari jika dalam penyusunan


makalah diatas masih banyak kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun
nantinya penyusun akan segera memperbaiki kesalahan baik dalam bentuk susunan
makalah maupun dari segi materi, dari beberapa sumber dan kritikan yang membangun
dari pihak pembaca .

Sekian dan terimakasih


DAFTAR PUSTAKA

Ninik Widiyanti dan Ylius Waskita,( 1987), Kejahatan Dalam Masyarakat dan
Pencegahannya,Jakarta: Bina Aksara.

Moeljatno,(1993),asas-asas hukum pidana,Jakarta,Rineka cipta.

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa,(2010),kriminologi,Jakarta,Raja Gafindo


perkasa.

Anda mungkin juga menyukai