Anda di halaman 1dari 29

Cover

HUBUNGAN KRIMINOLOGI DENGAN HUKUM PIDANA DAN VICTIMILOGI

Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah Kriminologi

DISUSUN OLEH :

ATASMAN LAIA 212119010

BERKAT SAROTODO HAREFA 212119014

DESMAN SYAH PUTRA GULO 212119021

DESTHALIA GEA 212119023

FANIDA GULO 212119029

SUDIRMAN PUTRA JAYA GULO 212119058

UNIVERSITAS NIAS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

SEPTEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
Rahmad dan dikarunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas kelompok untuk mata kuliah Kriminologi, yang berjudul “Hubungan Kriminologi
Dengan Hukum Pidana Dan Victimilogi”

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyususnan makalah ini, terlebih-lebih kepada Bapak Hendrikus O. N. Harefa. S.H., M.H
selaku dosen pengampu mata kuliah Kriminologi yang telah membimbing kami dalam
pengerjaan makalah ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini,


dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah
ini Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat menambah
wawasan kita dalam dunia pendidikan. 

 
 

Gungsitoli, 28 september 2022

Penyusun

Kelompok II

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. Latar Belakang....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 6
C. Tujuan..................................................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 7

A. Hubungan Antara Kriminologi Dengan Hukum Pidana................................... 7


B. Hubungan Antara Kriminologi Dengan Viktimologi......................................... 17

PENUTUP.......................................................................................................................... 24

A. Kesimpulan............................................................................................................. 24

B. Saran....................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 25

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULAUN

Kriminologi dilahirkan pada pertengahan abad ke-19, sejak dikemukakannya hasil


penyelidikan Casere Lambroso (1876) tentang teori mengenai atavisme dan tipe penjahat
serta munculnya teori mengenai hubungan kausalitas bersama Enrico Ferri sebagai tokoh
aliran lingkungan dari kejahatan. Kriminologi pertengahan abad XX telah membawa
perubahan pandangan. Kriminologi menyelidiki kausa jahat dalam masyarakat kemudian
mulai mengalihkan pandangannya kepada proses pembentukan perundang-undangan yang
berasal dari kekuasaan (negara) sebagai penyebab munculnya kejahatan dan para penjahat
baru dalam masyarakat.

Istilah kriminologi untuk pertama kali digunakan oleh seorang ahli antropologi
Perancis yang bernama Paul Topinard. Secara umum, istilah kriminologi identik dengan
perilaku yang dikategorikan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dimaksudkan disini
adalah suatu tindakan yang dilakukan orang-orang dan atau instansi yang dilarang oleh
suatu undang-undang. Pemahaman tersebut diatas tentunya tidak bisa disalahkan dalam
memandang kriminologi yang merupakan bagian dari ilmu yang mempelajari suatu
kejahatan.

Kejahatan telah ada sejak lama nyaris bersamaan dengan perkembangan manusia
itu sendiri. Tanpa adanya kejahatan manusia tidak akan berkembang. Selain itu pula
perkembangan kejahatan ditandai dengan semakin beragamnya pola pikir manusia, seperti
maraknya kasus pembunuhan di Indonesia yang akhir - akhir ini sangat memprihatinkan
karena tidak hanya dibunuh korban juga dimutilasi.

Sedangkan menurut ilmu sains modern, Arkeolog di Spanyol pembunuhan pertama


di dunia terjadi pada 430 ribu tahun silam dilakukan oleh manusia primitif. Hal tersebut
dapat diindikasi dengan pecahan pada tulang tengkorak di pelipis mata kiri yang
diakibatkan oleh benda tajam. Proses rekonstruksi 52 fragmen yang memakan waktu 20
tahun untuk menyatukan setiap bagiannya memperjalan bahwa tikaman yang dilakukan
merupakan kesengajaan dilakukan oleh manusia primitif kepada sesamanya. Kemudian
merujuk pada agama samawi dimana pembunuhan pertama dilakukan oleh anak nabi
Adam kepada saudaranya.
1
Pada zaman dahulu pembunuhan hanya dilakukan dalam satu kali serangan kepada
organ vital manusia dan diperuntukkan hanya untuk mengakhiri nyawa seseorang, namun
pada zaman modern seperti saat ini pembunuhan tidak dilakukan dengan tujuan singkat
seperti mengakhiri nyawa seseorang tetapi juga demi hasrat dan kepuasan. Korban
dimutilasi dengan sedemikiran rupa kemudian bagian-bagian tubuhnya disebar disegala
penjuru sehingga sulit ditemukan dan diidentifikasi potongan tubuh milik siapakah itu.

Hal ini merupakan salah satu tanda bahwa pola perilaku manusia semakin
berkembang dan meningkat, sebab tiap-tiap tempat yang satu dan lainnya terus berbeda
dan tiap-tiap zaman dari waktu ke waktu mengalami perubahan pesat. Tidak hanya itu,
akibat dari perkembangan zaman yang pesat tidak selalu dapat diikuti setiap manusia
sehingga muncul banyak penyimpangan-penyimpangan yang memahami pola
perkembangan di kehidupan bermasyarakat. Tetapi penyimpangan tersebut tidak muncul
begitu saja, sebelum terjadi penyimpangan selalu diiringi dengan tanda-tanda dari setiap
pelaku yang melakukan kejahatan. Kita dapat melihat tanda tersebut apabila kita bisa
mengamati dan memahami ciriciri dari setiap pelaku berdasarkan teori-teori yang telah
berkembang sejak lama. Dalam perumusan teori-teori yang mempelajari penyimpangan-
penyimpangan perilaku pada setiap individu membentuk suatu ilmu pengetahuan baru
yang disebut sebagai Kriminologi.

Menurut Frank E. Hagan kriminologi dapat di definisikan ke dalam dua pengertian,


yaitu secara umum dan secara khusus. Pengertian Kriminologi secara umum adalah ilmu
atau disiplin yang mempelajari kejahatan dan perilaku kriminal. Secara khusus bidang
kriminologi berkonsentrasi pada bentuk-bentuk perilaku kriminal, sebab-sebab kejahatan,
definisi kriminalitas, dan reaksi masyarakat terhadap aktivitas kriminal; bidang terkait
dapat meliputi kenakalan (delikuensi) remaja dan viktimologi (ilmu tentang korban).

Kriminologi terdiri dari dua suku kata yakni kata “crimen” yang berarti kejahatan
atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti
ilmu tentang kejahatan atau penjahat. Dalam ilmu modern, kriminologi semakin
berkembang, kajiannya tidak hanya terbatas pada kejahatan itu sendiri namun juga gejala
manusia yang bersumber pada gejala sosial dan psikologi. Kemudian berbicara tentang
psikologi dalam salah satu kajian teori kriminologi, terdapat suatu teori psikologi kriminal
dengan terminologi bahwa Psikologi Kriminal merupakan metode kognitif analisis yang
mengidentifikasi penyebab penyimpangan pada pelaku kejahatan berdasarkan tingkah
laku, kondisi kejiwaan, dan kelainan perilaku. Kelainan perilaku dalam hal ini asosial

2
adalah bibit-bibit dari kriminalitas dan tidak bisa dipisahkan dari individu lain sebab antara
individu satu dan lainnya saling berhubungan.

Untuk dapat mempelajari perilaku asosial di dalam kajian ilmu Psikologi Kriminal
perlu adanya pemahaman pada aspek intern setiap individu yang mempengaruhi alam
bawah sadar maupun tidak sadar setiap individu sehingga dapat menarik kesimpulan
terhadap perilaku asosial tersebut. Aspek intern itu sendiri berkenaaan dengan kejiwaan,
pola pikir dan perkembangan kepribadian. Dalam sebuah contoh sederhana dari seseorang
yang tinggal di lingkungan kumuh dengan sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai
pencopet, maka kelak individu-individu yang lahir dan berkembang nantinya memiliki
orientasi pekerjaan yang sama dengan pendahulunya hal ini disebabkan karena mayoritas
apa yang ia lihat, ia alami, ia rasakan sudah melekat dan tertanam di dalam alam bawah
sadar dan sadarnya bahwa mencopet merupakan pekerjaan yang harus dilakukan untuk
bertahan hidup. Berbicara tentang Psikologi Kriminal itu berarti

mengkaji pada proses psikologi dan kejiwaan seorang individu pelaku kejahatan.
Yang nantinya pemahaman dengan pendekatan tersebut akan bermuara pada apakah hal
tersebut didasarkan pada keturunan (bawaan) atau kepribadian individu itu sendiri. Dengan
asumsi bahwa sebuah tindak kejahatan tersebut dipengaruhi oleh aspek kejiwaan pelaku.

Kurt Lewin (dalam Koentjoro : 2005) yang merumuskan perilaku bersumber pada
individu yang dipengaruhi oleh lingkungan Karenanya mempelajari perilaku Pelaku
kejahatan tidak hanya berfokus pada individu itu saja namun juga lingkungan yang
membentuk individu dan interaksi diantara keduanya.

Kepribadian atau karakteristik menyimpang dari individu biasanya disebabkan


karena ketimpangan antara kedua aspek di dalam diri manusia. Yaitu aspek rohani dan
aspek Jasmani. Aspek rohani dapat dipengaruhi oleh agama, lingkungan sosial,
kepribadian. Sedangkan aspek jasmani adalah sebab dari aspek rohani. Apabila salah
satunya tidak terpenuhi entah itu rohani atau jasmani maka fungsi dari aspek yang lain
menyebabkan penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud adalah kejahatan.

Kejahatan menurut J.E. Sahetapy dan B. Mardjono Reksodipuro dalam bukunya


Paradox Kriminologi, sebagaimana dikutip oleh A.Gumilang, mengatakan bahwa
kejahatan adalah setiap perbuatan (termasuk kelalaian) yang dilarang oleh hukum publik
untuk melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh Negara.

3
Kejahatan bukanlah suatu perilaku yang ditentang oleh masyarakat, tetapi perilaku
yang disebabkan suatu dorongan untuk melakukan perbuatan yang ditentang oleh
masyarakat sehingga adanya suatu andil dari pelaku kejahatan itu sendiri. Kejahatan terjadi
bukan suatu pertentangan di dalam masyarakat melainkan adanya niat dari pelaku
kejahatan. Niat merupakan hasrat yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dijelaskan pada teori-teori psikologi kriminal termasuk kepada kejiwaan. Tercemin pada
karakteristik seseorang, kejiwaan dapat diindikasikan dengan perilaku, kepribadian, dan
kebiasaan yang serta merta membentuk suatu individu. Selain individu, lingkungan juga
menjadi suatu kajian yang dapat mempengaruhi perilaku individu terutama interaksi di
dalamnya. Keinginan untuk menjalani kehidupan dengan tentram, damai tanpa tekanan
dari manapun merupakan cita semua individu tanpa terkecuali. Untuk dapat mewujudkan
upaya maka dibutuhkan sinergi antara Masyarakat, lingkungan dan aparat penegak hukum
demi menjaga keberlangsungan hidup bagi kita semua.

Pertama kali istilah kriminologi digunakan oleh Raffaele Garofalo (1885) pada
tahun 1885 dengan nama criminologia dan pada waktu yang sama, antropolog Prancis
Topinard Paulus juga menggunakan istilah Prancis Criminologie tetapi memiliki maksud
yang sama. Dari bahasa latin kriminologi “Crimen” artinya kejahatan dan “logia” atau
logos artinya ilmu yaitu ilmu yang menunjuk pada studi ilmia tentang sifat, tingkat,
penyebab dan pengendalian prilaku kriminal baik yang terdapat dalam pengendalian
prilaku kriminal, diri individu maupun dalam kehidupan sosial, budaya, politik dan
ekonomi. Dalam artian, cakupan studi kriminologi tidak hanya terfokus dalam berbagai
peristiwa kejahatan namun, cakupan studi kriminologi juga meliputi bentuk, penyebab,
konsekuensi dari berbagai kejahatan, serta berbagai bentuk reaksi sosial yang diakibatkan
oleh kejahatan.

Oleh karena cakupan studi kriminologi yang begitu luas sehingga pusat kajiannya
tidak hanya berhenti pada deskripsi tentang peristiwa dan bentuk kejahatan yang terjadi di
atas permukaan tetapi, juga menelusuri penyebab atau akar kejahatan itu sendiri baik yang
di sebabkan oleh individu, maupun yang bersumber dari berbagai peristiwa sosial, budaya,
ekonomi termasuk berbagai kebijakan pemerintah. Bahkan juga mengkaji upaya
pengendalian kejahatan serta reaksi terhadapnya baik secara formal maupun informal.

Hukum pidana adalah hukm yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan


kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam
dengan  hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.

4
Dari definisi diatas dapat mengambil kesimpulan, bahwa hukum pidana bukanlah
suatu hokum yang mengandung norma-norma baru melainkan hanya mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum. Hukum pidana tidak
memuat peraturan- peraturan yang baru melainkan mengambil dari peraturan-peraturan
hukum yang lain yang bersifat kepentingan umum. Hukum pidana memberikan jaminan
kepada setiap individu dengan sanksinya yang tegas. Dari sinila saya mengambil
pandangan tentang hubungan antara kriminologi dan Hukum Pidana yang saya rasa
memiliki kaitan yang erat satu sama lian. Karena kriminolgi mengkaji tentang orang yang
melakukan tidak pidana dan lingkungannya.

Kendati kriminologi dan hukum pidana berseberangan, namun sinergi keduanya


dapat menciptakan kebijakan hukum pidana yang lebih terarah. Di satu sisi, kriminologi
merupakan ilmu empirik yang bersentuhan dengan realitas sosial dinilai mampu
menggambarkan kenyataan masyarakat yang sebenarnya. Namun demikian, kriminologi
tidak mampu memberikan kata akhir guna mewujudkan pencegahan kejahatan. Di sisi lain,
(kebijakan) hukum pidana merupakan ilmu normatif yang membutuhkan masukan tentang
fakta empirik masyarakat. Kemampuan hukum pidana terletak pada pengugeran norma
melalui mekanisme yang jelas. Karena itu, kualitas norma yang diatur dalam hukum pidana
bergantung kepada sejauh mana kriminologi memberikan masukan tentang realitas sosial
yang perlu diatur sehingga norma hukum pidana menjadi lebih berisi.

Dalam buku (Dr. Indah Sri Utari, SH,.MHUm tentang “Aliran dan teori dalam
kriminologi” menyebutkan bahwa Kriminologi dan hukum Pidana bertemu dalam
kejahatan yaitu tingkah laku atau perbuatan yang diancam pidana. Perbedaan Hukum
Pidana dan kriminologi terletak pada objeknya, yaitu objek utama hukum pidana ialah
menujuk kepada apa yang dapat dipidana menurut norma-noram hukum yang berlaku
sedangkan perhatian kriminologi tertuju pada manusia yang melanggar hukum pidana dan
lingkungan manusia-manusia tersebut. Akan tetapi, perbedaan itu tidak begitu sederhana
karena ada suatu hubungan saling bergantung atau ada interaksi antara hukum Pidana dan
kriminologi.

Pada dasarnya pembentuk Hukum Pidana memiliki keinginan bahawa suatu saat
kejahatan akan musana/lenyap maka di sinilah kriminologi memegang peran penting.
Kenyataan bahwa hukum pidana tidaklah efektif. Thomas More membuktikan bahwa
sanksi yang berat bukanlah faktor yang utama untuk memacu efektifitas dari hukum
pidana. Dizamannya banyak orang bergrumunan menyaksikan orang dihukum mati 24

5
penjahat namun, masi ada pulah orang yang memanfaatkan momen tersebut untuk
mencopet. Suatu gambaran bahwa orang menjadi masa bodoh dengan hukum pidana.

Penamaan Kiminologi berasal dari seorang ahli Anthorpologi Perancis yang


bernama P Topinard (1830 – 1911), yang kemudian semakin menemukan bentuknya
sebagai bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari gejala kejahatan sejak pertengahan
abad ke-19. Perkembangan terjadi karena pengaruh yang pesat dari ilmuilmu pengetahuan
alam (natural science), dan setelah itu kemudian tumbuh sebagai bidang pengetahuan
ilmiah dengan pendekatan dan analisa-analisa yang lebih bersifat sosiologis. Sebagaimana
juga pada bidang-bidang ilmu-ilmu sosial yang lain, pertumbuhan kriminologi tidak
terlepas dari silih bergantinya dominasi aliran atau madshab. Untuk lebih jelasnya
dikemukakan mengenai beberapa pengertian kriminologi.

Menurut W.A. Bonger4 , Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan


menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey,
yang bertolak dari pandangan bahwa Kriminologi adalah suatu kesatuan pengetahuan

Michael and Adler6 berpendapat bahwa kriminologi adalah keseluruhan keterangan


mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan mereka dan cara mereka
secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan oleh para
anggota masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan kriminologi dengan hukum pidana?
2. Bagaimana hubungan kriminologi dengan viktimologi?

C. Tujuan
Untuk dapat menjelaskan hubungan kriminologi dengan hukum pidana dan
victimologi.

6
BAB II

PEMBAHASAN
A. HUBUNGAN ANTARA KRIMINOLOGI DENGAN HUKUM PIDANA

Sejak awal kelahirannya, kriminologi berkaitan erat dengan Hukum Pidana. Hal
ini dikarenakan hasil-hasil dari penyelidikan kriminologi dapat membantu pemerintah
dalam menangani masalah kejahatan, terutama melalui hasil-hasil studi di bidang etiologi
kriminal dan penologi. Selain itu, penelitian di bidang kriminologi dapat digunakan untuk
membantu pembuatan undang-undang pidana (kriminalisasi) atau pencabutan undang-
undang (dekriminalisasi). Oleh karena itu, kriminologi sering disebut sebagai signal-
wetenschap.

Salah satu faktor yang menyebabkan ilmu kriminologi semakin berkembang


adalah ketidakpuasan terhadap Hukum Pidana. Kriminologi dan hukum pidana
merupakan satu disiplin ilmu yang sudah berdiri sendiri. Hukum pidana ialah hukum
yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap
kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan. Hukum pidana adalah teori mengenai aturan-aturan atau norma-
norma, sedangkan kriminologi adalah teori tentang gejala hukum. Kriminologi lahir
karena adanya suatu perbuatan kejahatan dilingkungan masyarakat sosial.

Kendati kriminologi dan hukum pidana berseberangan, namun sinergi keduanya


dapat menciptakan kebijakan hukum pidana yang lebih terarah. Di satu sisi, kriminologi
merupakan ilmu empiric yang bersentuhan dengan realitas sosial dinilai mampu
menggambarkan kenyataan masyarakat yang sebenarnya. Namun demikian, kriminologi
tidak mampu memberikan kata akhir guna mewujudkan pencegahan kejahatan. Di sisi
lain, (kebijakan) hukum pidana merupakan ilmu normative yang membutuhkan masukan
tentang fakta empiric masyarakat. Kemampuan hukum pidana terletak pada pengugeran
norma melalui mekanisme yang jelas. Karena itu, kualitas norma yang diatur dalam
hukum pidana bergantung kepada sejauh mana kriminologi memberikan masukan tentang
realitas sosial yang perlu diatur sehingga norma hukum pidana menjadi lebih berisi.
Menurut Indah Sri Utari, bahwa kriminologi dan hukum pidana bertemu dalam kejahatan
yaitu tingkah laku atau perbuatan yang diancam pidana. Perbedaan Hukum Pidana dan
Kriminologi terletak pada objeknya, yaitu objek utama hukum pidana ialah menunjuk
kepada apa yang dapat dipidana menurut norma-norma hukum yang berlaku sedangkan
7
perhatian kriminologi tertuju pada manusia yang melanggar hukum pidana dan
lingkungan-lingkungan manusia tersebut. Akan tetapi, perbedaan itu tidak begitu
sederhana karena ada suatu hubungan saling bergantung atau ada interaksi antara hokum
pidana dan kriminologi.

Ada beberapa pakar yang melihat hubungan saling ketergantungan antara


kriminologi dan ilmu hukum pidana dari segi metodologinya. Ilmu hukum pidana yang
pada waktu lalu lebih bersifat dogmatis dan berorientasi pada perunSdang-undangan serta
penafsiran atas undang-undang itu, kini cenderung beralih pada pemberian tekanan bagi
arti fungsional dan sosial dari kelakuan seseorang serta menganggap hal-hal yang sifatnya
kasuistik memainkan peranan yang besar dalam upaya menjelaskan mengapa seseorang
melakukan pelanggaran hukum pidana. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ilmu
hukum pidana, sampai batas-batas tertentu, juga menggunakan metode induksi dan
bersifat empiris. Dalam upaya mencoba mencari keterkaitan dan hubungan antara
kriminologi dan ilmu hukum pidana maka akan lebih mudah jika kita menyadari betapa
pentingya kriminologi untuk dipelajari oleh aparatur penegak hukum pada khususnya dan
aparatur negara pada umumnya. Mengapa demikian? Dengan bekal pengetahuan
kriminologi diharapkan mereka yang terlibat dengan masalah kejahatan akan dapat
memahami, bukan saja tentang masalah kejahatan dan berbagai aspeknya tetapi juga
tentang hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan tugas dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan kejahatan.

Perbedaan Kriminologi Dengan Hukum Pidana

Kriminologi (Criminology) atau ilmu kejahatan sebagai disiplin ilmu sosial atau
non-normative discipline yang mempelajari kejahatan dari segi sosial. Kriminologi
disebut sebagai ilmu yang mempelajari manusia dalam pertentangannya dengan norma-
norma sosial tertentu, sehinga kriminologi juga disebut sebagai sosiologi penjahat.
Kriminologi berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai gejala
sosial di bidang kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat, atau dengan perkataan lain
mengapa samapai terdakwa melakukan perbuatan jahatnya itu.

Kriminologi menurut Enrico Ferri berusaha untuk memecahkan masalah


kriminalitas dengan telaah positif dan fakta sosial, kejahatan termasuk setiap perbuatan
yang mengancam kolektif dan dari kelompok yang menimbulkan reaksi pembelaan
masyarakat berdasarkan pertimbangannya sendiri. Kriminologi mempelajari kejahatan

8
sebagai fenomena sosial sehingga sebagai perilaku kejahatan tidak terlepas dalam
interaksi sosial, artinya kejahatan menarik perhatian karena pengaruh perbuatan tersebut
yang dirasakan dalam hubungan antara manuasia. Andaikan seseorang yang oleh
masyarakatnya dinyatakan telah berbuat jahat, maka perbuatan seperti itu bila dilakukan
terhadap dirinya sendiri -misalnya mengambil barang miliknya untuk dinikmati- atau
perbuatan tersebut dilakukan terhadap hewan-hewan di hutan bebas- misalnya
menganiaya babi hutan yang di tangkapnya maka perbuatan itu tidak dianggap jahat dan
perilaku itu tidak menarik perhatian.

Kriminologi lebih mengutamakan tindakan preventif oleh karena itu selalu


mencari sebab-sebab timbulnya suatu kejahatan baik dibidang ekonomi, sosial, budaya,
hukum serta factor alamiah seseorang, dengan demikian dapat memberikan break through
yang tepat serta hasil yang memuaskan. Kriminologi lebih banyak menyangkut masalah
teori yang dapat mempengaruhi badan pembentuk undang-undang untuk menciptakan
suatu undang-undang yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat serta mempengaruhi
pula hakim di dalam menjatuhkan vonis kepada tertuduh.

Kriminologi dengan cakupan kajiannya: a) orang yang melakukan kejahatan, b)


penyebab melakukan kejahatan, c) mencegah tindak kejahatan, dan d) cara-cara
menyembuhkan orang yang telah melakukan kejahatan. Hukum pidana (Criminal Law)
sebagai disiplin ilmu normatif atau normative discipline yang mempelajari kejahatan dari
segi hukum, atau mempelajari aturan tentang kejahatan. Dengan perkataan lain
mempelajari tentang tindakan yang dengan tegas disebut oleh peraturan perundang-
undangan sebagai kejahatan atau pelanggaran, yang dapat dikenai hukuman (Pidana).
Hukuman pidana bersendikan probabilities atau hukum kemungkinan-kemungkinan
untuk menemukan hubungan sebab akibat terjadinya kejahatan dalam masyarakat.
Apabila belum ada peraturan perundang-undangan yang memuat tentang hukuman yang
dapat dijatuhkan pada penjahat atau pelanggar atas tindakannya, maka tindakan yang
bersangkutan bukan tindakan yang dapat dikenai hukuman (Bukan Tindakan Jahat Atau
Bukan Pelanggaran). Pandangan ini besumber pada asas Nullum delictum, Nulla poena
sine praevia lege poenali. Hukum pidana berusaha untuk menghubungkan perbuatan jahat
dengan hasil pembuktian bahwa ia melakukan perbuatan tersebut untuk meletakkan
criminal responsibility. Hukum pidana lebih banyak menyangkut segi praktek, oleh
karena baru dipergunakan setelah timbulnya suatu perbuatan jaha, jadi lebih menekankan
pada tindakan represif. Hasilnya kurang memuaskan, oleh karena penjatuhan pidana itu
belum tentu sesuai dengan sebab timbulnya kejahatan itu sendiri, sebab yang menjadi
9
dasar pemeriksaan di persidangan adalah surat dakwaan jaksa yang umumnya disusun
atas dasar keterangan serta pembuktian lahiriah. Obyek kriminologi (orang dalam
pertentangan dengan norma sosial), sedangkan obyek hukum pidana (pelanggaran
ketertiban hukum) sehingga dengan sendirinya menimbulkan juga perbedaan pengertian
“kejahatan” menurut kriminologi dan menurut hukum pidana. Karena kriminologi
sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri di samping hukum pidana, maka mempunyai
definisi sendiri tentang apa yang disebut kejahatan. Kejahatan menurut kriminologi
adalah tindakan manusia dalam pertentangannya dengan beberapa norma yang ditentukan
oleh masyarakat di tengah manusia itu hidup. Kejahatan sebagai tindakan manusia dan
sebagai gejala sosial.

Hukum pidana memusatkan perhatiannya terhadap pembuktian suatu kejahatan


sedangkan kriminologi memusatkan perhatiannya pada factor-faktor penyebab terjadinya
kejahatan. Kriminologi ditujukan untuk mengungkapkan motif pelaku kejahatan
sedangkan hukum pidana ditujukan kepada hubungan antara tindakan dan akibatnya
(hukum kausalitas). Faktor motif dapat ditelusuri dengan bukti-bukti yang memperkuat
adanya niat melakukan kejahatan. Van Bemmelen menyebutkan bahwa kriminologi
sebagai faktuele-strafrechtwissenschaft sedangkan hukum pidana sebagai normative-
strafrechtwissenschaft. Dilihat dari pandagan dan pendapat tentang apa yang dimaksud
kriminologi dengan hukum pidana, tampak seakan tidak ada kaitannya.

Jadi Kriminologi berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian


mengenai gejala sosial di bidang kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat, atau dengan
kata lain mengapa terdakwa sampai melakukan perbuatan jahat itu. Hukum Pidana
berusaha untuk menghubungkan perbuatan jahat dengan hasil pembuktian bahwa ia
melakukan  perbuatan tersebut untuk meletakkan criminal responsibility. Hukum pidana
lebih banyak menyangkut segi praktek, oleh karena baru di pergunakan setelah timbulnya
suatu perbuatan jahat, jadi lebih menekankan pada tindakan represif.

Persamaan Kriminologi Dengan Hukum Pidana

Hukum pidana dan kriminologi secara tegas berhubungan langsung dengan pelaku
kejahatan, hukuman dan perlakuannya. Perbuatan jahat itu perlu diambil tindakan
preventif maupun represif dengan tujuan agar penjahat jera atau tidak mengulangi lagi
perbuatannya. Hukum pidana dan kriminologi atas beberapa pertimbangan merupakan
instrument dan sekaligus alat kekuasaan Negara dalam menjalankan tugas dan

10
wewenangnya memiliki korelasi positif. Beberapa pertimbangan tersebut antara lain
bahwa keduannya (hukuman pidana dan kriminologi) berpijak pada premis yang sama:

1. Negara merupakan sumber kekuasaan dan seluruh alat perlengkapan Negara


merupakan pelaksanaan dari kekuasaan Negara.
2. Hukuman pidana dan kriminologi memiliki persamaan presepsi bahwa masyarakat
luas adalah bagian dari obyek pengaturan oleh kekuasaan negara bukan subyek
(hukum) yang memiliki kedudukan yang sama dengan Negara.
3. Hukum pidana dan kriminologi masih menempatkan peranan Negara lebih dominan
dari pada peranan individu dalam menciptakan ketertiban dan keamanan sekaligus
sebagai perusak ketertiban dan keamanan itu sendiri.

Keterkaitan Kriminologi Dengan Hukum Pidana

Secara teori kedua disiplin ilmu tersebut dapat dikaitkan karena hasil analisis

kriminologi banyak manfaatnya dalam kerangka proses penyidikan atas terjadinya suatu

kejahatan yang bersifat individual, akan tetapi secara praktek sangat terbatas sekali

keterkaitan dan pengaruhnya.

H. Bianchi mengatakan keterkaitan kriminologi dan hukum pidana, bahwa

kriminologi sebagai metascience dari hukum pidana. Kriminologi suatu ilmu yang lebih

luas dari pada hukum pidana, di mana pengertian-pengertiannya dapat digunakan untuk

memperjelas konsep-konsep dan masalah-masalah yang terdapat dalam hukum pidana.

Jelasnya bahwa metascience diatas bukan hanya pelengkap terhadap hukum pidana

bahkan merupakan disiplin yang utama dari padanya. Karena kejahatan tidak hanya

meliputi aspek yuridis dan sisiologi, melainkan pula meliputi kejahatan dalam arti agama

dan moral.

Kriminologi adalah suatu ilmu empiris yang ada kaitannya dengan kaidah hukum.
Ilmu tersebut meneliti tentang kejahatan serta proses-proses formal dan informal dari
kriminalisasi maupun dekriminalisasi. Kecuali itu dipelajari juga keadaan dan golongan-
golongan yang menjadi penjahat serta yang menjadi korban kejahatan, sebab-sebab
kejahatan, reaksi-reaksi formal dan informal terhadap kejahatan maupun pihak-pihak lain
yang ada kaitannya dengan proses kejahatan. Dalam kaitannya dengan dogmatik hukum
11
pidana, maka kriminologi memberikan kontribusinya dalam menentukan ruang lingkup
kejahatan atau perilaku yang dapat dihukum. Dengan demikian maka hukum pidana
bukanlah merupakan suatu silogisme dari pencegahan, akan tetapi merupakan suatu
jawaban terhadap adanya kejahatan. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,
perbuatan mana diancam dengan  hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau
siksaan hukum pidana bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru
melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadap
kepentingan umum. Hukum pidana tidak memuat peraturan- peraturan yang baru
melainkan mengambil dari peraturan-peraturan hukum yang lain yang bersifat
kepentingan umum.
Hukum pidana memberikan jaminan kepada setiap individu dengan sanksinya
yang tegas. Adanya pemikaran bahwa manusia dapat menjadi serigalah bagi manusia lain
secara otomatis manusia hidup dihantui oleh rasa ketakutan. Di sekeliling
kehidupannya terdapat sebuah ancaman dan rasa resah yang selalu terjadi dalam
kehidupan tersebut. Maka, dengan munculnya pemikiran di atas tidaklah salah bilah
dikatakan hukum yang berlaku tersebut adalah hukum rimba. Siapa yang kuat dialah yang
berkuasa “Manusia adalah zoo on politicon” sehingga manusia sangat mendambahkan
kehidupan yang aman dan teratur dan jauh dari segalah ancaman Dengan perspektif
tersebut maka diperlukan suatu norma untuk mengatur kehidupanya. Sehingga manusia
tidak merasa was-was saat menjalankan aktifitasnya di tengah-tengah masyarakat social
di tempat manusia itu tinggal yang adalah srigalah.
Tujuan dari norma adalah untuk ditaati, dan agar bisa ditaati maka norma tersebut
harus disertai dengan sanksi yang tegas dan nyata, entah berupa sanksi sosial maupun
sanksi dari pemerintah yang kemudian dituangkan dalam aturan hukum.
Tugas utama dari pada hukum adalah mencapai suatu keserasian antara kepastian
dan kesebandingan hukum. Kemudian berbicara mengenai sanksi, ancaman terberat ada
di dalam Hukum Pidana. Sanksi tersebut dapat menimbulkan derita dan juga nestapa dan
dapat dilihat dalam pasal 10 KUH Pidana. Pada dasarnya ada dua faktor yang memicu
perkembangan kriminologi yaitu :

12
 Ketidakpuasan terhadap hukum pidana, hukum acara pidana dan sistem
penghukuman
Hukum pidana (pasal 10 KUHP) menetapkan empat bentuk hukuman pokok
bagi seorang prilaku tindak pidana yaitu, hukuman mati, penjara, kurungan dan
denda Hukum pidana suda ada dengan begitu hebat namun kejahatan tetap terjadi.
Pada dasarnya pembentuk Hukum Pidana memiliki keinginan bahawa suatu
saat kejahatan akan musana/lenyap maka di sinilah kriminologi memegang peran
penting. Kenyataan bahwa hukum pidana tidaklah efektif. Thomas More
membuktikan bahwa sanksi yang berat bukanlah faktor yang utama untuk memacu
efektifitas dari hukum pidana. Dizamannya banyak orang bergrumunan menyaksikan
orang dihukum mati 24 penjahat namun, masi ada pulah orang yang memanfaatkan
momen tersebut untuk mencopet. Suatu gambaran bahwa orang menjadi masa bodoh
dengan hukum pidana.
 Penerapan metode statistik
Statistik adalah pengamatan masal dengan menggunakan angka-angka yang
merupakan salah satu pendorong perkembangan ilmu pengetahuan sosial abad ke-17.
G. Von Mayr (1841-1925). Dalam bukunya Satatistik Gerichtilichen Polizeiim
Konigreiche Bayern und in einigen andern Landern, ia mengaskan bahwa dalam
perkembangan antara tingkat pencurian dengan tingkat kenaikan harga gandum
terdapat kesejajaran (positif).

Berdasarkan penjelasan sebelumnya telah di sebutkan bahwa Hukum


Pidanaitu ialah hukumyang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-
kejahatan terhadap kepentingan umum perbuatan mana diancam dengan hukuman yang
merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Hukum pidana adalah teori mengenai aturan-
aturan atau norma-norma, sedangkan kriminologi adalah teori tentang gejalah hukum. Dari
pengertian ini jelas memiliki dasar jika saya katakana bahwa kriminologi lahir karena
adanya suatu perbuatan kejahatan di lingkungan masyarakat sosial.
Kendati kriminologi dan hukum pidana berseberangan, namun sinergi keduanya dapat
menciptakan kebijakan hukum pidana yang lebih terarah. Di satu sisi, kriminologi
merupakan ilmu empirik yang bersentuhan dengan realitas sosial dinilai mampu
menggambarkan kenyataan masyarakat yang sebenarnya. Namun demikian, kriminologi
tidak mampu memberikan kata akhir guna mewujudkan pencegahan kejahatan.

13
Di sisi lain, (kebijakan) hukum pidana merupakan ilmu normatif yang
membutuhkan masukan tentang fakta empirik masyarakat. Kemampuan hukum pidana
terletak pada pengugeran norma melalui mekanisme yang jelas. Karena itu, kualitas norma
yang diatur dalam hukum pidana bergantung kepada sejauh mana kriminologi memberikan
masukan tentang realitas sosial yang perlu diatur sehingga norma hukum pidana menjadi
lebih berisi. Dalam buku (Dr. Indah Sri Utari, SH,.MHUm tentang “Aliran dan teori dalam
kriminologi” menyebutkan bahwa Kriminologi dan hukum Pidana bertemu dalam
kejahatan yaitu tingkah laku atau perbuatan yang diancam pidana. 
Perbedaan Hukum Pidana dan kriminologi terletak pada objeknya, yaitu objek utama
hukum pidana ialah menujuk kepada apa yang dapat dipidana menurut norma-noram
hukum yang berlaku sedangkan perhatian kriminologi tertuju pada manusia yang
melanggar hukum pidana dan lingkungan manusia-manusia tersebut. Akan tetapi,
perbedaan itu tidak begitu sederhana karena ada suatu hubungan saling bergantung atau
ada interaksi antara hukum Pidana dan kriminologi.

Objek Kriminologi Adalah:


1. Kejahatan
Kejahatan yang dimaksud disini adalah kejahatan dalam arti pelanggaran terhadap
undang-undang pidana. Disinilah letak berkembangnya kriminologi dan sebagai salah satu
pemicu dalam perkembangan kriminologi. Mengapa demikian, perlu dicatat, bahwa
kejahatan dedefinisikan secara luas, dan bentuk kejahatan tidak sama menurut tempat dan
waktu. Kriminologi dituntut sebagai salah satu bidang ilmu yang bisa memberikan
sumbangan pemikiran terhadap kebijakan hukum pidana. Dengan mempelajari kejahatan
dan jenis-jenis yang telah dikualifikasikan, diharapkan kriminologi dapat mempelajari
pula tingkat kesadaran hukum masyarakat terhadap kejahatan yang dicantumkan dalam
undang-undang pidana.
2. Pelaku
Sangat sederhana sekali ketika mengetahui objek kedua dari kriminlogi ini. Setelah
mempelajari kejahatannya, maka sangatlah tepat kalau pelaku kejahatan tersebut juga
dipelajari. Akan tetapi, kesederhanaan pemikiran tersebut tidak demikian adanya, yang
dapat dikualifikasikan sebagai pelaku kejahatan untuk dapat dikategorikan sebagai pelaku
adalah mereka yang telah ditetapkan sebagai pelanggar hukum oleh pengadilan. Objek
penelitian kriminologi tentang pelaku adalah tentang mereka yang telah melakukan
kejahatan, dan dengan penelitian tersebut diharapkan dapat mengukur tingkat kesadaran

14
masyarakat terhadap hukum yang berlaku dengan muaranya adalah kebijakan hukum
pidana baru.
3. Reaksi masyarakat terhadap perbuatan melanggar hukum dan pelaku kejahatan
Tidaklah salah kiranya, bahwa pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan tingkah
laku yang bagaimana yang tidak dapat dibenarkan serta perlu mendapat sanksi pidana.
Sehingga dalam hal ini keinginan-keinginan dan harapan-harapan masyarakat inilah yang
perlu mendapatkan perhatian dari kajian-kajian kriminologi.
Menurut D. Simons, unsur-unsur strarfbaarfeit adalah:
 Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan);
a. Diancam dengan pidana (stratbaar gesteld);
b. Melawan hukum (onrechmatig);
c. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband stand);
d. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar persoon)

Simons menyebutkan adanya unsur objektif dan unsur subjektif dari strafbaarfeit


Unsur objektif antara lain :
1)      Perbuatan orang;
2)      Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;
3)      Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam Pasal 281
KUHP sifat “di muka umum”

Unsur subjektif yaitu :

1)      Orang yang mampu bertanggung jawab;


2)      Adanya kesalahan (dolus atau culpa);

Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan


dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan-keadaan mana perbuatan itu dilakukan.
Interaksi antara Hukum Pidana dan Kriminologi disebabkan oleh :
1. Saat ini perkembangan Hukum Pidana memberi kedudukan penting bagi
keperibadian pelaku tindak pidana dengan memperhatikan kepribadian si penjahat
dan menghubungkan dengan sifat dan berat ringannya (ukuran) hukuman.
2. Sejak dahulu tidak pidana yang dilakukan oleh orang gila atau anak-anak diberi
perlakuan khusus. Akan tetapi, perhatian terhadap individu yang melakukan

15
3. perbuatan, sekarang ini seakan- akan telah mencapai arti yang berbeda sekali dari
usaha-usaha sebelumnya. Sehubungan dengan ini pengertian-pengertian tentang
kriminologi telah terwujud sedemikian rupa dalam hukum pidana sehingga criminal
science sekaang menghadapi masalah-masalah dan tugas-tugas yang sama sekali
baru dan hubugannya sangat erat dengan Kriminologi.
Walupun kriminologi memiliki memiliki hubungan yang sangat erat dengan Hukum
Pidana namun sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri maka kriminologi tidak begitu
tergantung pada nilai-nilai hokum pidana.
Kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang deskriptif (mengambarkan) dan
empirak berdasarkan hal-hal yang nyata dan tidak normative, akan tetapi obyek
penyelidikannya tertuju kepada kriminalitas tidak mungkin ditentukan tanpa ukuran-
ukran berdasarkan penilaian masyarakat.
Hubungan yang erat dengan kriminalitas merupakan syarat utama sehingga berlakunya
norma-norma hukum pidana dapat di awasi oleh kriminologi. Huungan ini penting
juga dipandang dari sudut praktis.  Akan tetapi, lapangan kriminologi tidak dapat
ditentukan sesuai dengan pengertian crime menurut hokum pidana karena
pengertian crime selalu berubah atau tidak tetap (not invariable) menurut waktu dan
tempat.
3.Sumbangan Kriminologi Terhadap Hukum Pidana
Dari pandangan di atas dapat saya gambarkan bahwa kriminologi memberikan
sumbangan besar terhadap Hukum Pidana karena berlakunya norma-norma hukum
pidana dapat diawasi oleh kriminologi. Dalam hubungan dengan dogmatik hukum
pidana, kriminologi memberikan kontribusinya dalam menentukkan ruang lingkup
kejahatan atau prilaku yang dapat dihukum.  Sejalan dengan sinergi hukum pidana dan
kriminologi, Profesor Sahetapy menegaskan bahwa “... kriminologi menghidupkan
dengan memberi masukan dan dorongan pada hukum pidana dan sebaliknya hukum
pidana memberi bahan studi dan data kepada kriminologi mengenai pelbagai
ketentuan dan ancaman pidana...”.
Penutup
“Tanpa sinergi keduanya, maka kriminologi tidak lebih dari ilmu empirik yang hanya
menggambarkan kausa kejahatan, tanpa disertai kemampuan untuk memberikan
sentuhan akhir dalam bentuk penanggulangan kejahatan. Sebaliknya, hukum pidana
tanpa krimonologi menjadi kosong karena mungkin saja hukum pidana keliru
memindai perilaku-perilaku masyarakat yang seharusnya diatur dalam hukum pidana.

16
B. HUBUNGAN ANTARA KRIMINOLOGI DENGAN VIKTIMOLOGI
Secara etimologis, kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan an
logos yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Kriminologi diartikan sebagai
ilmu yang membahas mengenai kejahatan. Secara umum, kriminologi bertujuan untuk
mempelajari kejahatan dari berbagai aspek sehingga diharapkan dapat diperoleh
pemahaman tentang fenomena kejahatan yang lebih baik. Sementara Arif Gosita
memberikan penjelasan mengenai arti Victimologi, dia menyebutkan bahwa vikctimologi
adalah suatu pengetahuan ilmiah/studi yang mempelajari viktimisasi (criminal) sebagai
suatu permasalahan manusia yang merupakan suatu kenyataan social. Victimologi berasal
dari kata Latin victimayang berarti korban dan logos yang berarti pengetahuan ilmiah atau
studi. Sedangkan J.E. Sahetapy menjelaskan bahwa victimologi merupakan istilah yang
berasal dari bahasa latin “Victima” yang berarti korban dan “logos” yang berarti ilmu,
merupakan suatu bidang ilmu yang mengkaji permasalahan korban beserta segala
aspeknya.
Adanya hubungan antara kriminologi dan victimologi sudah tidak dapat diragukan
lagi, karena dari satu sisi kriminologi membahas secara luas mengenai pelaku dari suatu
kejahatan, sedangkan victimologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang korban dari
suatu kejahatan.
Menurut Didik M. Arief Mansur, victimologi merupakan bagian yang hilang dari
kriminologi atau dengan kalimat lain, viktimologi akan membahas bagian-bagian yang
tidak tercakup dalam kajian kriminologi. Banyak dikatakan bahwa victimologi lahir
karena munculnya desakan perlunya masalah korban dibahas secara tersendiri. Akan
tetapi, mengenai pentingnya dibentuk Victimologi secara terpissah dari ilmu kriminologi
mengundang beberapa pendapat, yaitu sebagai berikut:
1. Mereka yang berpendapat bahwa victimologi tidak terpisahkan dari kriminologi,
diantaranya adalah Von Henting, H. Mannheim dan Paul Cornil. Mereka mengatakan
kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang menganalisis tentang kejahatan dengan
segala aspeknya, termasuk korban. Dengan demikian, melalui penelitiannya,
kriminologi dapat membantu menjelaskan peranan korban dalam kejahatan dan
berbagai persoalan yang melingkupinya.
2. Mereka yang menginginkan victimologi terpisah dari kriminologi, diantaranya
adalahMendelsohn. Ia mengatakan bahwa victimollogi merupakan suatu cabang ilmu
yang mempunyai teori dalam kriminologi, tetapi dalam membahas persoalan korban,
victimologi juga tidak dapat hanya terfokus pada korban itu sendiri. Khusus mengenai
hubungan antara kriminologi dan hukum pidana dikatakan bahwa keduanya merupakan
17
pasangan atau dwi tunggal yang saling melengkapi karena orang akan mengerti dengan
baik tentang penggunaan hukum terhadap penjahat maupun pengertian mengenai
timbulnya kejahatan dan cara-cara pemberantasannya sehingga memudahkan penentuan
adanya kejahatan dan pelaku kejahatannya. Hukum pidana hanya mempelajari delik
sebagai suatu pelanggaran hukum, sedangkan untuk mempelajari bahwa delik
merupakan perbuatan manusia sebagai suatu gejala sosial adalah kriminologi. J.E.
Sahetapy juga berpendapat bahwa kriminologi dan victimologi merupakan sisi dari mata
uang yang saling berkaitan. Perhatian akan kejahatan yang ada tidak seharusnya hanya
berputar sekitar munculnya kejahatan akan tetapi juga akibat dari kejahatan, karena dari
sini akan terlihat perhatian bergeser tidak hanya kepada pelaku kejahatan tetapi juga
kepad posisi korban dari kejahatan itu. Hal ini juga dibahas oleh pakar hukum lainnya
dalam memperhatikan adanya hhubungan ini, atau setidaknya perhatian atas terjadinya
kejahatan tidak hanya dari satu sudut pandang, apabila ada orang menjadi korban
kejahatan, jelas terjadi suatu kejahatan, atau ada korban ada kejahatan dan ada kejahatan
ada korban. Jadi kalau ingin menguraikan dan mencegah kejahatan, harus
memperhatikan dan memahami korban suatu kejahatan, akan tetapi kebiasaan orang
hanya cenderung memperhatikan pihak pelaku kejahatan.
Tidak tercakup dalam kajian kriminologi. Banyak dikatakan bahwa victimologi
lahir karena munculnya desakan perlunya masalah korban dibahas secara tersendiri.
Akan tetapi, mengenai pentingnya dibentuk Victimologi secara terpissah dari ilmu
kriminologi mengundang beberapa pendapat, yaitu sebagai berikut:
3. Mereka yang berpendapat bahwa victimologi tidak terpisahkan dari kriminologi,
diantaranya adalah Von Henting, H. Mannheim dan Paul Cornil. Mereka mengatakan
kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang menganalisis tentang kejahatan dengan
segala aspeknya, termasuk korban. Dengan demikian, melalui penelitiannya,
kriminologi dapat membantu menjelaskan peranan korban dalam kejahatan dan
berbagai persoalan yang melingkupinya.
4. Mereka yang menginginkan victimologi terpisah dari kriminologi, diantaranya
adalahMendelsohn. Ia mengatakan bahwa victimollogi merupakan suatu cabang ilmu
yang mempunyai teori dalam kriminologi, tetapi dalam membahas persoalan korban,
victimologi juga tidak dapat hanya terfokus pada korban itu sendiri. Khusus mengenai
hubungan antara kriminologi dan hukum pidana dikatakan bahwa keduanya merupakan
pasangan atau dwi tunggal yang saling melengkapi karena orang akan mengerti dengan
baik tentang penggunaan hukum terhadap penjahat maupun pengertian mengenai
timbulnya kejahatan dan cara-cara pemberantasannya sehingga memudahkan penentuan
18
adanya kejahatan dan pelaku kejahatannya. Hukum pidana hanya mempelajari delik
sebagai suatu pelanggaran hukum, sedangkan untuk mempelajari bahwa delik
merupakan perbuatan manusia sebagai suatu gejala sosial adalah kriminologi. J.E.
Sahetapy juga berpendapat bahwa kriminologi dan victimologi merupakan sisi dari mata
uang yang saling berkaitan. Perhatian akan kejahatan yang ada tidak seharusnya hanya
berputar sekitar munculnya kejahatan akan tetapi juga akibat dari kejahatan, karena dari
sini akan terlihat perhatian bergeser tidak hanya kepada pelaku kejahatan tetapi juga
kepad posisi korban dari kejahatan itu. Hal ini juga dibahas oleh pakar hukum lainnya
dalam memperhatikan adanya hhubungan ini, atau setidaknya perhatian atas terjadinya
kejahatan tidak hanya dari satu sudut pandang, apabila ada orang menjadi korban
kejahatan, jelas terjadi suatu kejahatan, atau ada korban ada kejahatan dan ada kejahatan
ada korban. Jadi kalau ingin menguraikan dan mencegah kejahatan, harus
memperhatikan dan memahami korban suatu kejahatan, akan tetapi kebiasaan orang
hanya cenderung memperhatikan pihak pelaku kejahatan.
 Viktimologi memberikan keyakinan, bahwa setiap individu mempunyai hak dan
kewajiban untuk mengetahui mengenai bahaya yang dihadapinya berkaitan dengan
kehidupan, pekerjaan mereka. Terutama dalam bidang penyuluhan dan pembinaan
untuk tidak menjadi korban struktural atau non struktural. Tujuannya, bukan untuk
menakut-nakuti, tetapi untuk memberikan pengertian yang baik dan agar waspada.
Mengusahakan keamanan atau hidup aman seseorang meliputi pengetahuan yang
seluas-luasnya mengenai bagaimana menghadapi bahaya dan juga bagaimana
menghindarinya.
 Viktimologi juga memperhatikan permasalahan viktimisasi yang tidak langsung,
misalnya: efek politik pada penduduk “dunia ketiga” akibat penyuapan oleh suatu
korporasi internasional, akibat-akibat sosial pada setiap orang akibat polusi industri,
terjadinya viktimisasi ekonomi, politik dan sosial setiap kali seorang pejabat
menyalahgunakan jabatan dalam pemerintahan untuk keuntungan sendiri.

Dengan demikian dimungkinkan menentukan asal mula viktimisasi, mencari


sarana menghadapi suatu kasus, mengetahui terlebih dahulu kasus-kasus (antisipasi),
mengatasi akibat-akibat merusak, dan mencegah pelanggaran, kejahatan lebih lanjut
(diagnosa viktimologis).

19
 Viktimologi memberikan dasar pemikiran untuk masalah penyelesaian viktimisasi
kriminal, pendapat-pendapat viktimologi dipergunakan dalam keputusan-keputusan
peradilan kriminal dan reaksi pengadilan terhadap pelaku kriminal. Mempelajari
korban dari dan dalam proses peradilan kriminal, merupakan juga studi mengenai
hak dan kewajiban asasi manusia.

Uraian di atas pada dasarnya ada tiga hal pokok berkenaan dengan manfaat studi
tentang korban yaitu:

a. Manfaat yang berkenaan dengan pemahaman batasan korban, pencipta korban


proses terjadinya -hak korban.
b. Manfaat yang berkenaan dengan penjelasan tentang peran korban dalam suatu
tindak pidana, usaha membela hak-hak korban dan perlindungan hukumnya
c. Manfaat yang berkenaan dengan usaha pencegahan terjadinya korban.

Lebih spesifik lagi Dikdik M. Mansur dan Elisatris Gultom memberikan gambaran
manfaat bagi pihak penegak hukum, sebagai berikut :

 Bagi aparat kepolisian, viktimologi sangat membantu dalam upaya


penanggulangan kejahatan. Melalui viktimologi akan mudah diketahui latar
belakang yang mendorong terjadinya kejahatan, seberapa besar peranan korban
pada terjadinya kejahatan, bagaimana modus operandi yang biasanya dilakukan
oleh pelaku dalam menjalankan aksinya serta aspek lainnya yang terkait.
 Bagi Kejaksaan, khususnya dalam proses penuntutan perkara pidana di
pengadilan, viktimologi dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan berat ringannya tuntutan yang akan diajukan kepada terdakwa,
mengingat dalam praktiknya sering dijumpai korban kejahatan turut menjadi
pemicu terjadinya kejahatan.
 Bagi hakim tidak hanya menempatkan korban sebagai saksi dalam persidangan
suatu perkara pidana, tetapi juga turut memahami kepentingan dan penderitaan
korban akibat dari sebuah kejahatan atau tindak pidana, sehingga apa yang
menjadi harapan dari korban terhadap pelaku sedikit banyak dapat
terkonkritisasi dalam putusan hakim.

20
Tujuan, Fungsi dan Manfaat Viktimologi

a. Menganalisis berbagai aspek yang berkaitan dengan korban;


b. Berusaha untuk memberikan penjelasan sebab musabab terjadinya viktimisasi;
c. Mengembangkan system tindakan guna mengurangi penderitaan manusia

 Fungsi Viktimolog
Viktimologi mempunyai fungsi untuk mempelajari sejauh mana peran dari
seorang korban dalam terjadinya tindak pidana, serta bagaimana perlindungan yang
harus diberikan oleh pemerintah terhadap seseorang yang telah menjadi korban
kejahatan. Disini dapat terlihat bahwa korban sebenarnya juga berperan dalam

terjadinya tindak pidana pencurian, walaupun peran korban disini bersifat pasif tapi

korban juga memiliki andil yang fungsional dalam terjadinya kejahatan.


Pada kenyataanya dapat dikatakan bahwa tidak mungkin timbul suatu kejahatan kalau
tidak ada si korban kejahatan, yang merupakan peserta utama dan si penjahat atau
pelaku dalam hal terjadinya suatu kejahatan dan hal pemenuhan kepentingan si pelaku
yang berakibat pada penderitaan si korban. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
korban mempunyai tanggung jawab fungsional dalam terjadinya kejahata
 Manfaat viktimologi
Arif Gosita merumuskan beberapa manfaat dari studi mengenai korban antara lain:
 Viktimologi mempelajari hakikat siapa itu korban dan yang menimbulkan
korban, apa artinya viktimisasi dan proses viktimisasi bagi mereka yang terlibat
dalam proses viktimisasi. Akibat dari pemahaman itu, maka akan diciptakan
pengertian-pengertian, etiologi criminal dan konsepsi- konsepsi mengenai
usaha-usaha yang preventif, represif dan tindak lanjut dalam menghadapi dan
menanggulangi permasalahan viktimisasi criminal di berbagai bidang
kehidupan dan penghidupan.
 Viktimologi memberikan sumbangan dalam mengerti lebih baik tentang korban
akibat tindakan manusia yang menimbulkan penderitaan mental, fisik dan
sosial. Tujuannya, tidaklah untuk menyanjung (eulogize) korban, tetapi hanya
untuk memberikan beberapa penjelasan mengenai kedudukan dan peran korban
serta hubungannya dengan pihak pelaku serta pihak lain. Kejelasan ini sangat

21
penting dalam upaya pencegahan terhadap berbagai macam viktimisasi, demi
menegakkan keadilan dan meningkatkan kesejahteraan mereka yang terlihat
langsung atau tidak langsung dalam eksistensi suatu viktimisasi.
 Viktimologi memberikan keyakinan, bahwa setiap individu mempunyai
kewajiban untuk mengetahui mengenai bahaya yang dihadapinya berkaitan
dengan kehidupan, pekerjaan mereka. Terutama dalam bidang penyuluhan dan
pembinaan untuk tidak menjadi korban structural atau non structural tujuan nya
bukan untuk menakut-nakuti, tatapi untuk memberikan pengertian yang baikdan
agar waspada. Mengusahakan keamanan atau hidup aman seseorang meliputi
pengetahuan yang seluas-luasnya mengenai bagaimana menghadapi bahaya dan
juga bagaimana menghindarinya.

 Viktimologi juga memperhatikan permasalahan viktimisasi yang tidak langsung

misalnya: efek politik pada penduduk “dunia ketiga” akibat penyuapan oleh
suatu korporasi internasional, akibat-akibat sosial pada setiap orang akibat
polusi industri, terjadinya viktimisasi ekonomi, politik dan sosial setiap kali
seorang pejabat menyalahgunakan jabatan dalam pemerintahan untuk
keuntungan sendiri. Dengan demikian dimungkinkan menentukan asal mula
viktimisasi, mencari sarana menghadapi suatu kasus, mengetahui terlebih
dahulu kasus-kasus antisipasi), mengatasi akibat-akibat merusak, dan mencegah
pelanggaran, kejahatan lebih lanjut (diagnosa viktimologis)
 Viktimologi memberikan dasar pemikiran untuk masalah penyelesaian
viktimisasi kriminal, pendapat-pendapat viktimologi dipergunakan dalam
keputusan-keputusan peradilan kriminal dan reaksi pengadilan terhadap pelaku
criminal Mempelajari korban dari dan dalam proses peradilan kriminal,
merupakan juga studi mengenai hak dan kewajiban asasi manusia.
Lebih spesifik lagi Dikdik M. Mansur dan Elisatris Gultom memberikan
gambaran manfaat bagi pihak penegak hukum, sebagai berikut :Bagi aparat
kepolisian, viktimologi sangat membantu dalam upaya penanggulangan
kejahatan. Melalui viktimologi akan mudah diketahui latar belakang yang
mendorong terjadinya kejahatan, seberapa besar peranan korban pada terjadinya
kejahatan, bagaimana modus operandi yang biasanya dilakukan oleh pelaku
dalam menjalankan aksinya serta aspekaspek lainnya yang terkait.

22
Bagi Kejaksaan, khususnya dalam proses penuntutan perkara pidana di
pengadilan, viktimologi dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan berat ringannya tuntutan yang akan diajukan kepada terdakwa,
mengingat dalam praktiknya sering dijumpai korban kejahatan turut menjadi
pemicu terjadinya kejahatan.
Bagi hakim tidak hanya menempatkan korban sebagai saksi dalam
persidangan suatu perkara pidana, tetapi juga turut memahami kepentingan dan
penderitaan korban akibat dari sebuah kejahatan atau tindak pidana, sehingga
apa yang menjadi harapan dari korban terhadap pelaku sedikit banyak dapat
terkonkritisasi dalam putusan hakim

Macam-macam tipologi korban

Berdasarkan peran E.A. Fattah (1967) merumuskan tipologi berdasarkan peran


korban:
1. Korban tidak ikut berpartisipasi
2. Korban berperan secara tidak langsung
3. Korban sebagai provokator
4. Korban terlibat dalam kejahatan
5. Korban dianggap sebagai sasaran yang keliru

Selain itu, B. Mendelsohn merumuskan tipologi berdasarkan tingkat kesalahan


korban
1. Korban yang benar-benar tidak bersalah
2. Koban memiliki sedikit kesalahan akibat ketidaktahuan
3. Kesalahan korban sama dengan pelaku
4. Korban lebih bersalah dari pelaku
5. Korban sendiri yang memiliki kesalahan/paling bersalah
6. Korban imajinatif
Jadi Kriminologi berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai
gejala sosial di bidang kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat, atau dengan kata lain
mengapa terdakwa sampai melakukan perbuatan jahat itu. Hukum Pidana berusaha untuk
menghubungkan perbuatan jahat dengan hasil pembuktian bahwa ia melakukan perbuatan
tersebut untuk meletakkan criminal responsibility. Hukum pidana lebih banyak
23
menyangkut segi praktek, oleh karena baru di pergunakan setelah timbulnya suatu
perbuatan jahat, jadi lebih menekankan pada tindakan represif.

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Hubungan kriminologi dengan hukum pidana adalah Hukum pidana memusatkan


perhatiannya terhadap pembuktian suatu kejahatan sedangkan kriminologi
memusatkan perhatiannya pada factor-faktor penyebab terjadinya kejahatan.
Kriminologi ditujukan untuk mengungkapkan motif pelaku kejahatan sedangkan
hukum pidana ditujukan kepada hubungan antara tindakan dan akibatnya (hukum
kausalitas). Faktor motif dapat ditelusuri dengan bukti-bukti yang memperkuat
adanya niat melakukan kejahatan.
2. Hubungan kriminologi dengan victimologi adalah kriminologi membahas secara
luas mengenai pelaku dari suatu kejahatan, sedangkan victimologi merupakan ilmu
yang mempelajari tentang korban dari suatu kejahatan.

B. Saran

Adapun penulisan makalah ini banyak kesalahan dan kekurangan baik dari
penulisan dan penyusunan kata-kata, jadi segala saran dan kritikan sangat kami
butuhkan baik dari dosen pembimbing kami maupun dari teman teman supaya
kedepannya dapat bisa kami perbaikin untuk membangun dan memperbaiki makalah
ini.

24
DAFTAR PUSTAKA

Wahyu Widodo, 2015. Kriminologi dan Hukum Pidana, Penerbit Universitas PGRI,
Semarang.
Sahat Marulit T. situmeang, 2021. Buku Ajar Kriminologi, PT Rajawali Buana Pusaka.
Depok
Indah Silfiyah, 2021. Jurnal Penelitian Hukum, Surabaya

25

Anda mungkin juga menyukai