DISUSUN OLEH :
UNIVERSITAS NIAS
SEPTEMBER 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
Rahmad dan dikarunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas kelompok untuk mata kuliah Kriminologi, yang berjudul “Hubungan Kriminologi
Dengan Hukum Pidana Dan Victimilogi”
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyususnan makalah ini, terlebih-lebih kepada Bapak Hendrikus O. N. Harefa. S.H., M.H
selaku dosen pengampu mata kuliah Kriminologi yang telah membimbing kami dalam
pengerjaan makalah ini.
Penyusun
Kelompok II
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 6
C. Tujuan..................................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 7
PENUTUP.......................................................................................................................... 24
A. Kesimpulan............................................................................................................. 24
B. Saran....................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 25
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULAUN
Istilah kriminologi untuk pertama kali digunakan oleh seorang ahli antropologi
Perancis yang bernama Paul Topinard. Secara umum, istilah kriminologi identik dengan
perilaku yang dikategorikan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dimaksudkan disini
adalah suatu tindakan yang dilakukan orang-orang dan atau instansi yang dilarang oleh
suatu undang-undang. Pemahaman tersebut diatas tentunya tidak bisa disalahkan dalam
memandang kriminologi yang merupakan bagian dari ilmu yang mempelajari suatu
kejahatan.
Kejahatan telah ada sejak lama nyaris bersamaan dengan perkembangan manusia
itu sendiri. Tanpa adanya kejahatan manusia tidak akan berkembang. Selain itu pula
perkembangan kejahatan ditandai dengan semakin beragamnya pola pikir manusia, seperti
maraknya kasus pembunuhan di Indonesia yang akhir - akhir ini sangat memprihatinkan
karena tidak hanya dibunuh korban juga dimutilasi.
Hal ini merupakan salah satu tanda bahwa pola perilaku manusia semakin
berkembang dan meningkat, sebab tiap-tiap tempat yang satu dan lainnya terus berbeda
dan tiap-tiap zaman dari waktu ke waktu mengalami perubahan pesat. Tidak hanya itu,
akibat dari perkembangan zaman yang pesat tidak selalu dapat diikuti setiap manusia
sehingga muncul banyak penyimpangan-penyimpangan yang memahami pola
perkembangan di kehidupan bermasyarakat. Tetapi penyimpangan tersebut tidak muncul
begitu saja, sebelum terjadi penyimpangan selalu diiringi dengan tanda-tanda dari setiap
pelaku yang melakukan kejahatan. Kita dapat melihat tanda tersebut apabila kita bisa
mengamati dan memahami ciriciri dari setiap pelaku berdasarkan teori-teori yang telah
berkembang sejak lama. Dalam perumusan teori-teori yang mempelajari penyimpangan-
penyimpangan perilaku pada setiap individu membentuk suatu ilmu pengetahuan baru
yang disebut sebagai Kriminologi.
Kriminologi terdiri dari dua suku kata yakni kata “crimen” yang berarti kejahatan
atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti
ilmu tentang kejahatan atau penjahat. Dalam ilmu modern, kriminologi semakin
berkembang, kajiannya tidak hanya terbatas pada kejahatan itu sendiri namun juga gejala
manusia yang bersumber pada gejala sosial dan psikologi. Kemudian berbicara tentang
psikologi dalam salah satu kajian teori kriminologi, terdapat suatu teori psikologi kriminal
dengan terminologi bahwa Psikologi Kriminal merupakan metode kognitif analisis yang
mengidentifikasi penyebab penyimpangan pada pelaku kejahatan berdasarkan tingkah
laku, kondisi kejiwaan, dan kelainan perilaku. Kelainan perilaku dalam hal ini asosial
2
adalah bibit-bibit dari kriminalitas dan tidak bisa dipisahkan dari individu lain sebab antara
individu satu dan lainnya saling berhubungan.
Untuk dapat mempelajari perilaku asosial di dalam kajian ilmu Psikologi Kriminal
perlu adanya pemahaman pada aspek intern setiap individu yang mempengaruhi alam
bawah sadar maupun tidak sadar setiap individu sehingga dapat menarik kesimpulan
terhadap perilaku asosial tersebut. Aspek intern itu sendiri berkenaaan dengan kejiwaan,
pola pikir dan perkembangan kepribadian. Dalam sebuah contoh sederhana dari seseorang
yang tinggal di lingkungan kumuh dengan sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai
pencopet, maka kelak individu-individu yang lahir dan berkembang nantinya memiliki
orientasi pekerjaan yang sama dengan pendahulunya hal ini disebabkan karena mayoritas
apa yang ia lihat, ia alami, ia rasakan sudah melekat dan tertanam di dalam alam bawah
sadar dan sadarnya bahwa mencopet merupakan pekerjaan yang harus dilakukan untuk
bertahan hidup. Berbicara tentang Psikologi Kriminal itu berarti
mengkaji pada proses psikologi dan kejiwaan seorang individu pelaku kejahatan.
Yang nantinya pemahaman dengan pendekatan tersebut akan bermuara pada apakah hal
tersebut didasarkan pada keturunan (bawaan) atau kepribadian individu itu sendiri. Dengan
asumsi bahwa sebuah tindak kejahatan tersebut dipengaruhi oleh aspek kejiwaan pelaku.
Kurt Lewin (dalam Koentjoro : 2005) yang merumuskan perilaku bersumber pada
individu yang dipengaruhi oleh lingkungan Karenanya mempelajari perilaku Pelaku
kejahatan tidak hanya berfokus pada individu itu saja namun juga lingkungan yang
membentuk individu dan interaksi diantara keduanya.
3
Kejahatan bukanlah suatu perilaku yang ditentang oleh masyarakat, tetapi perilaku
yang disebabkan suatu dorongan untuk melakukan perbuatan yang ditentang oleh
masyarakat sehingga adanya suatu andil dari pelaku kejahatan itu sendiri. Kejahatan terjadi
bukan suatu pertentangan di dalam masyarakat melainkan adanya niat dari pelaku
kejahatan. Niat merupakan hasrat yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
dijelaskan pada teori-teori psikologi kriminal termasuk kepada kejiwaan. Tercemin pada
karakteristik seseorang, kejiwaan dapat diindikasikan dengan perilaku, kepribadian, dan
kebiasaan yang serta merta membentuk suatu individu. Selain individu, lingkungan juga
menjadi suatu kajian yang dapat mempengaruhi perilaku individu terutama interaksi di
dalamnya. Keinginan untuk menjalani kehidupan dengan tentram, damai tanpa tekanan
dari manapun merupakan cita semua individu tanpa terkecuali. Untuk dapat mewujudkan
upaya maka dibutuhkan sinergi antara Masyarakat, lingkungan dan aparat penegak hukum
demi menjaga keberlangsungan hidup bagi kita semua.
Pertama kali istilah kriminologi digunakan oleh Raffaele Garofalo (1885) pada
tahun 1885 dengan nama criminologia dan pada waktu yang sama, antropolog Prancis
Topinard Paulus juga menggunakan istilah Prancis Criminologie tetapi memiliki maksud
yang sama. Dari bahasa latin kriminologi “Crimen” artinya kejahatan dan “logia” atau
logos artinya ilmu yaitu ilmu yang menunjuk pada studi ilmia tentang sifat, tingkat,
penyebab dan pengendalian prilaku kriminal baik yang terdapat dalam pengendalian
prilaku kriminal, diri individu maupun dalam kehidupan sosial, budaya, politik dan
ekonomi. Dalam artian, cakupan studi kriminologi tidak hanya terfokus dalam berbagai
peristiwa kejahatan namun, cakupan studi kriminologi juga meliputi bentuk, penyebab,
konsekuensi dari berbagai kejahatan, serta berbagai bentuk reaksi sosial yang diakibatkan
oleh kejahatan.
Oleh karena cakupan studi kriminologi yang begitu luas sehingga pusat kajiannya
tidak hanya berhenti pada deskripsi tentang peristiwa dan bentuk kejahatan yang terjadi di
atas permukaan tetapi, juga menelusuri penyebab atau akar kejahatan itu sendiri baik yang
di sebabkan oleh individu, maupun yang bersumber dari berbagai peristiwa sosial, budaya,
ekonomi termasuk berbagai kebijakan pemerintah. Bahkan juga mengkaji upaya
pengendalian kejahatan serta reaksi terhadapnya baik secara formal maupun informal.
4
Dari definisi diatas dapat mengambil kesimpulan, bahwa hukum pidana bukanlah
suatu hokum yang mengandung norma-norma baru melainkan hanya mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum. Hukum pidana tidak
memuat peraturan- peraturan yang baru melainkan mengambil dari peraturan-peraturan
hukum yang lain yang bersifat kepentingan umum. Hukum pidana memberikan jaminan
kepada setiap individu dengan sanksinya yang tegas. Dari sinila saya mengambil
pandangan tentang hubungan antara kriminologi dan Hukum Pidana yang saya rasa
memiliki kaitan yang erat satu sama lian. Karena kriminolgi mengkaji tentang orang yang
melakukan tidak pidana dan lingkungannya.
Dalam buku (Dr. Indah Sri Utari, SH,.MHUm tentang “Aliran dan teori dalam
kriminologi” menyebutkan bahwa Kriminologi dan hukum Pidana bertemu dalam
kejahatan yaitu tingkah laku atau perbuatan yang diancam pidana. Perbedaan Hukum
Pidana dan kriminologi terletak pada objeknya, yaitu objek utama hukum pidana ialah
menujuk kepada apa yang dapat dipidana menurut norma-noram hukum yang berlaku
sedangkan perhatian kriminologi tertuju pada manusia yang melanggar hukum pidana dan
lingkungan manusia-manusia tersebut. Akan tetapi, perbedaan itu tidak begitu sederhana
karena ada suatu hubungan saling bergantung atau ada interaksi antara hukum Pidana dan
kriminologi.
Pada dasarnya pembentuk Hukum Pidana memiliki keinginan bahawa suatu saat
kejahatan akan musana/lenyap maka di sinilah kriminologi memegang peran penting.
Kenyataan bahwa hukum pidana tidaklah efektif. Thomas More membuktikan bahwa
sanksi yang berat bukanlah faktor yang utama untuk memacu efektifitas dari hukum
pidana. Dizamannya banyak orang bergrumunan menyaksikan orang dihukum mati 24
5
penjahat namun, masi ada pulah orang yang memanfaatkan momen tersebut untuk
mencopet. Suatu gambaran bahwa orang menjadi masa bodoh dengan hukum pidana.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan kriminologi dengan hukum pidana?
2. Bagaimana hubungan kriminologi dengan viktimologi?
C. Tujuan
Untuk dapat menjelaskan hubungan kriminologi dengan hukum pidana dan
victimologi.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. HUBUNGAN ANTARA KRIMINOLOGI DENGAN HUKUM PIDANA
Sejak awal kelahirannya, kriminologi berkaitan erat dengan Hukum Pidana. Hal
ini dikarenakan hasil-hasil dari penyelidikan kriminologi dapat membantu pemerintah
dalam menangani masalah kejahatan, terutama melalui hasil-hasil studi di bidang etiologi
kriminal dan penologi. Selain itu, penelitian di bidang kriminologi dapat digunakan untuk
membantu pembuatan undang-undang pidana (kriminalisasi) atau pencabutan undang-
undang (dekriminalisasi). Oleh karena itu, kriminologi sering disebut sebagai signal-
wetenschap.
Kriminologi (Criminology) atau ilmu kejahatan sebagai disiplin ilmu sosial atau
non-normative discipline yang mempelajari kejahatan dari segi sosial. Kriminologi
disebut sebagai ilmu yang mempelajari manusia dalam pertentangannya dengan norma-
norma sosial tertentu, sehinga kriminologi juga disebut sebagai sosiologi penjahat.
Kriminologi berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian mengenai gejala
sosial di bidang kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat, atau dengan perkataan lain
mengapa samapai terdakwa melakukan perbuatan jahatnya itu.
8
sebagai fenomena sosial sehingga sebagai perilaku kejahatan tidak terlepas dalam
interaksi sosial, artinya kejahatan menarik perhatian karena pengaruh perbuatan tersebut
yang dirasakan dalam hubungan antara manuasia. Andaikan seseorang yang oleh
masyarakatnya dinyatakan telah berbuat jahat, maka perbuatan seperti itu bila dilakukan
terhadap dirinya sendiri -misalnya mengambil barang miliknya untuk dinikmati- atau
perbuatan tersebut dilakukan terhadap hewan-hewan di hutan bebas- misalnya
menganiaya babi hutan yang di tangkapnya maka perbuatan itu tidak dianggap jahat dan
perilaku itu tidak menarik perhatian.
Hukum pidana dan kriminologi secara tegas berhubungan langsung dengan pelaku
kejahatan, hukuman dan perlakuannya. Perbuatan jahat itu perlu diambil tindakan
preventif maupun represif dengan tujuan agar penjahat jera atau tidak mengulangi lagi
perbuatannya. Hukum pidana dan kriminologi atas beberapa pertimbangan merupakan
instrument dan sekaligus alat kekuasaan Negara dalam menjalankan tugas dan
10
wewenangnya memiliki korelasi positif. Beberapa pertimbangan tersebut antara lain
bahwa keduannya (hukuman pidana dan kriminologi) berpijak pada premis yang sama:
Secara teori kedua disiplin ilmu tersebut dapat dikaitkan karena hasil analisis
kriminologi banyak manfaatnya dalam kerangka proses penyidikan atas terjadinya suatu
kejahatan yang bersifat individual, akan tetapi secara praktek sangat terbatas sekali
kriminologi sebagai metascience dari hukum pidana. Kriminologi suatu ilmu yang lebih
luas dari pada hukum pidana, di mana pengertian-pengertiannya dapat digunakan untuk
Jelasnya bahwa metascience diatas bukan hanya pelengkap terhadap hukum pidana
bahkan merupakan disiplin yang utama dari padanya. Karena kejahatan tidak hanya
meliputi aspek yuridis dan sisiologi, melainkan pula meliputi kejahatan dalam arti agama
dan moral.
Kriminologi adalah suatu ilmu empiris yang ada kaitannya dengan kaidah hukum.
Ilmu tersebut meneliti tentang kejahatan serta proses-proses formal dan informal dari
kriminalisasi maupun dekriminalisasi. Kecuali itu dipelajari juga keadaan dan golongan-
golongan yang menjadi penjahat serta yang menjadi korban kejahatan, sebab-sebab
kejahatan, reaksi-reaksi formal dan informal terhadap kejahatan maupun pihak-pihak lain
yang ada kaitannya dengan proses kejahatan. Dalam kaitannya dengan dogmatik hukum
11
pidana, maka kriminologi memberikan kontribusinya dalam menentukan ruang lingkup
kejahatan atau perilaku yang dapat dihukum. Dengan demikian maka hukum pidana
bukanlah merupakan suatu silogisme dari pencegahan, akan tetapi merupakan suatu
jawaban terhadap adanya kejahatan. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,
perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau
siksaan hukum pidana bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru
melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadap
kepentingan umum. Hukum pidana tidak memuat peraturan- peraturan yang baru
melainkan mengambil dari peraturan-peraturan hukum yang lain yang bersifat
kepentingan umum.
Hukum pidana memberikan jaminan kepada setiap individu dengan sanksinya
yang tegas. Adanya pemikaran bahwa manusia dapat menjadi serigalah bagi manusia lain
secara otomatis manusia hidup dihantui oleh rasa ketakutan. Di sekeliling
kehidupannya terdapat sebuah ancaman dan rasa resah yang selalu terjadi dalam
kehidupan tersebut. Maka, dengan munculnya pemikiran di atas tidaklah salah bilah
dikatakan hukum yang berlaku tersebut adalah hukum rimba. Siapa yang kuat dialah yang
berkuasa “Manusia adalah zoo on politicon” sehingga manusia sangat mendambahkan
kehidupan yang aman dan teratur dan jauh dari segalah ancaman Dengan perspektif
tersebut maka diperlukan suatu norma untuk mengatur kehidupanya. Sehingga manusia
tidak merasa was-was saat menjalankan aktifitasnya di tengah-tengah masyarakat social
di tempat manusia itu tinggal yang adalah srigalah.
Tujuan dari norma adalah untuk ditaati, dan agar bisa ditaati maka norma tersebut
harus disertai dengan sanksi yang tegas dan nyata, entah berupa sanksi sosial maupun
sanksi dari pemerintah yang kemudian dituangkan dalam aturan hukum.
Tugas utama dari pada hukum adalah mencapai suatu keserasian antara kepastian
dan kesebandingan hukum. Kemudian berbicara mengenai sanksi, ancaman terberat ada
di dalam Hukum Pidana. Sanksi tersebut dapat menimbulkan derita dan juga nestapa dan
dapat dilihat dalam pasal 10 KUH Pidana. Pada dasarnya ada dua faktor yang memicu
perkembangan kriminologi yaitu :
12
Ketidakpuasan terhadap hukum pidana, hukum acara pidana dan sistem
penghukuman
Hukum pidana (pasal 10 KUHP) menetapkan empat bentuk hukuman pokok
bagi seorang prilaku tindak pidana yaitu, hukuman mati, penjara, kurungan dan
denda Hukum pidana suda ada dengan begitu hebat namun kejahatan tetap terjadi.
Pada dasarnya pembentuk Hukum Pidana memiliki keinginan bahawa suatu
saat kejahatan akan musana/lenyap maka di sinilah kriminologi memegang peran
penting. Kenyataan bahwa hukum pidana tidaklah efektif. Thomas More
membuktikan bahwa sanksi yang berat bukanlah faktor yang utama untuk memacu
efektifitas dari hukum pidana. Dizamannya banyak orang bergrumunan menyaksikan
orang dihukum mati 24 penjahat namun, masi ada pulah orang yang memanfaatkan
momen tersebut untuk mencopet. Suatu gambaran bahwa orang menjadi masa bodoh
dengan hukum pidana.
Penerapan metode statistik
Statistik adalah pengamatan masal dengan menggunakan angka-angka yang
merupakan salah satu pendorong perkembangan ilmu pengetahuan sosial abad ke-17.
G. Von Mayr (1841-1925). Dalam bukunya Satatistik Gerichtilichen Polizeiim
Konigreiche Bayern und in einigen andern Landern, ia mengaskan bahwa dalam
perkembangan antara tingkat pencurian dengan tingkat kenaikan harga gandum
terdapat kesejajaran (positif).
13
Di sisi lain, (kebijakan) hukum pidana merupakan ilmu normatif yang
membutuhkan masukan tentang fakta empirik masyarakat. Kemampuan hukum pidana
terletak pada pengugeran norma melalui mekanisme yang jelas. Karena itu, kualitas norma
yang diatur dalam hukum pidana bergantung kepada sejauh mana kriminologi memberikan
masukan tentang realitas sosial yang perlu diatur sehingga norma hukum pidana menjadi
lebih berisi. Dalam buku (Dr. Indah Sri Utari, SH,.MHUm tentang “Aliran dan teori dalam
kriminologi” menyebutkan bahwa Kriminologi dan hukum Pidana bertemu dalam
kejahatan yaitu tingkah laku atau perbuatan yang diancam pidana.
Perbedaan Hukum Pidana dan kriminologi terletak pada objeknya, yaitu objek utama
hukum pidana ialah menujuk kepada apa yang dapat dipidana menurut norma-noram
hukum yang berlaku sedangkan perhatian kriminologi tertuju pada manusia yang
melanggar hukum pidana dan lingkungan manusia-manusia tersebut. Akan tetapi,
perbedaan itu tidak begitu sederhana karena ada suatu hubungan saling bergantung atau
ada interaksi antara hukum Pidana dan kriminologi.
14
masyarakat terhadap hukum yang berlaku dengan muaranya adalah kebijakan hukum
pidana baru.
3. Reaksi masyarakat terhadap perbuatan melanggar hukum dan pelaku kejahatan
Tidaklah salah kiranya, bahwa pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan tingkah
laku yang bagaimana yang tidak dapat dibenarkan serta perlu mendapat sanksi pidana.
Sehingga dalam hal ini keinginan-keinginan dan harapan-harapan masyarakat inilah yang
perlu mendapatkan perhatian dari kajian-kajian kriminologi.
Menurut D. Simons, unsur-unsur strarfbaarfeit adalah:
Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan);
a. Diancam dengan pidana (stratbaar gesteld);
b. Melawan hukum (onrechmatig);
c. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband stand);
d. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar persoon)
15
3. perbuatan, sekarang ini seakan- akan telah mencapai arti yang berbeda sekali dari
usaha-usaha sebelumnya. Sehubungan dengan ini pengertian-pengertian tentang
kriminologi telah terwujud sedemikian rupa dalam hukum pidana sehingga criminal
science sekaang menghadapi masalah-masalah dan tugas-tugas yang sama sekali
baru dan hubugannya sangat erat dengan Kriminologi.
Walupun kriminologi memiliki memiliki hubungan yang sangat erat dengan Hukum
Pidana namun sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri maka kriminologi tidak begitu
tergantung pada nilai-nilai hokum pidana.
Kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang deskriptif (mengambarkan) dan
empirak berdasarkan hal-hal yang nyata dan tidak normative, akan tetapi obyek
penyelidikannya tertuju kepada kriminalitas tidak mungkin ditentukan tanpa ukuran-
ukran berdasarkan penilaian masyarakat.
Hubungan yang erat dengan kriminalitas merupakan syarat utama sehingga berlakunya
norma-norma hukum pidana dapat di awasi oleh kriminologi. Huungan ini penting
juga dipandang dari sudut praktis. Akan tetapi, lapangan kriminologi tidak dapat
ditentukan sesuai dengan pengertian crime menurut hokum pidana karena
pengertian crime selalu berubah atau tidak tetap (not invariable) menurut waktu dan
tempat.
3.Sumbangan Kriminologi Terhadap Hukum Pidana
Dari pandangan di atas dapat saya gambarkan bahwa kriminologi memberikan
sumbangan besar terhadap Hukum Pidana karena berlakunya norma-norma hukum
pidana dapat diawasi oleh kriminologi. Dalam hubungan dengan dogmatik hukum
pidana, kriminologi memberikan kontribusinya dalam menentukkan ruang lingkup
kejahatan atau prilaku yang dapat dihukum. Sejalan dengan sinergi hukum pidana dan
kriminologi, Profesor Sahetapy menegaskan bahwa “... kriminologi menghidupkan
dengan memberi masukan dan dorongan pada hukum pidana dan sebaliknya hukum
pidana memberi bahan studi dan data kepada kriminologi mengenai pelbagai
ketentuan dan ancaman pidana...”.
Penutup
“Tanpa sinergi keduanya, maka kriminologi tidak lebih dari ilmu empirik yang hanya
menggambarkan kausa kejahatan, tanpa disertai kemampuan untuk memberikan
sentuhan akhir dalam bentuk penanggulangan kejahatan. Sebaliknya, hukum pidana
tanpa krimonologi menjadi kosong karena mungkin saja hukum pidana keliru
memindai perilaku-perilaku masyarakat yang seharusnya diatur dalam hukum pidana.
16
B. HUBUNGAN ANTARA KRIMINOLOGI DENGAN VIKTIMOLOGI
Secara etimologis, kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan an
logos yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Kriminologi diartikan sebagai
ilmu yang membahas mengenai kejahatan. Secara umum, kriminologi bertujuan untuk
mempelajari kejahatan dari berbagai aspek sehingga diharapkan dapat diperoleh
pemahaman tentang fenomena kejahatan yang lebih baik. Sementara Arif Gosita
memberikan penjelasan mengenai arti Victimologi, dia menyebutkan bahwa vikctimologi
adalah suatu pengetahuan ilmiah/studi yang mempelajari viktimisasi (criminal) sebagai
suatu permasalahan manusia yang merupakan suatu kenyataan social. Victimologi berasal
dari kata Latin victimayang berarti korban dan logos yang berarti pengetahuan ilmiah atau
studi. Sedangkan J.E. Sahetapy menjelaskan bahwa victimologi merupakan istilah yang
berasal dari bahasa latin “Victima” yang berarti korban dan “logos” yang berarti ilmu,
merupakan suatu bidang ilmu yang mengkaji permasalahan korban beserta segala
aspeknya.
Adanya hubungan antara kriminologi dan victimologi sudah tidak dapat diragukan
lagi, karena dari satu sisi kriminologi membahas secara luas mengenai pelaku dari suatu
kejahatan, sedangkan victimologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang korban dari
suatu kejahatan.
Menurut Didik M. Arief Mansur, victimologi merupakan bagian yang hilang dari
kriminologi atau dengan kalimat lain, viktimologi akan membahas bagian-bagian yang
tidak tercakup dalam kajian kriminologi. Banyak dikatakan bahwa victimologi lahir
karena munculnya desakan perlunya masalah korban dibahas secara tersendiri. Akan
tetapi, mengenai pentingnya dibentuk Victimologi secara terpissah dari ilmu kriminologi
mengundang beberapa pendapat, yaitu sebagai berikut:
1. Mereka yang berpendapat bahwa victimologi tidak terpisahkan dari kriminologi,
diantaranya adalah Von Henting, H. Mannheim dan Paul Cornil. Mereka mengatakan
kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang menganalisis tentang kejahatan dengan
segala aspeknya, termasuk korban. Dengan demikian, melalui penelitiannya,
kriminologi dapat membantu menjelaskan peranan korban dalam kejahatan dan
berbagai persoalan yang melingkupinya.
2. Mereka yang menginginkan victimologi terpisah dari kriminologi, diantaranya
adalahMendelsohn. Ia mengatakan bahwa victimollogi merupakan suatu cabang ilmu
yang mempunyai teori dalam kriminologi, tetapi dalam membahas persoalan korban,
victimologi juga tidak dapat hanya terfokus pada korban itu sendiri. Khusus mengenai
hubungan antara kriminologi dan hukum pidana dikatakan bahwa keduanya merupakan
17
pasangan atau dwi tunggal yang saling melengkapi karena orang akan mengerti dengan
baik tentang penggunaan hukum terhadap penjahat maupun pengertian mengenai
timbulnya kejahatan dan cara-cara pemberantasannya sehingga memudahkan penentuan
adanya kejahatan dan pelaku kejahatannya. Hukum pidana hanya mempelajari delik
sebagai suatu pelanggaran hukum, sedangkan untuk mempelajari bahwa delik
merupakan perbuatan manusia sebagai suatu gejala sosial adalah kriminologi. J.E.
Sahetapy juga berpendapat bahwa kriminologi dan victimologi merupakan sisi dari mata
uang yang saling berkaitan. Perhatian akan kejahatan yang ada tidak seharusnya hanya
berputar sekitar munculnya kejahatan akan tetapi juga akibat dari kejahatan, karena dari
sini akan terlihat perhatian bergeser tidak hanya kepada pelaku kejahatan tetapi juga
kepad posisi korban dari kejahatan itu. Hal ini juga dibahas oleh pakar hukum lainnya
dalam memperhatikan adanya hhubungan ini, atau setidaknya perhatian atas terjadinya
kejahatan tidak hanya dari satu sudut pandang, apabila ada orang menjadi korban
kejahatan, jelas terjadi suatu kejahatan, atau ada korban ada kejahatan dan ada kejahatan
ada korban. Jadi kalau ingin menguraikan dan mencegah kejahatan, harus
memperhatikan dan memahami korban suatu kejahatan, akan tetapi kebiasaan orang
hanya cenderung memperhatikan pihak pelaku kejahatan.
Tidak tercakup dalam kajian kriminologi. Banyak dikatakan bahwa victimologi
lahir karena munculnya desakan perlunya masalah korban dibahas secara tersendiri.
Akan tetapi, mengenai pentingnya dibentuk Victimologi secara terpissah dari ilmu
kriminologi mengundang beberapa pendapat, yaitu sebagai berikut:
3. Mereka yang berpendapat bahwa victimologi tidak terpisahkan dari kriminologi,
diantaranya adalah Von Henting, H. Mannheim dan Paul Cornil. Mereka mengatakan
kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang menganalisis tentang kejahatan dengan
segala aspeknya, termasuk korban. Dengan demikian, melalui penelitiannya,
kriminologi dapat membantu menjelaskan peranan korban dalam kejahatan dan
berbagai persoalan yang melingkupinya.
4. Mereka yang menginginkan victimologi terpisah dari kriminologi, diantaranya
adalahMendelsohn. Ia mengatakan bahwa victimollogi merupakan suatu cabang ilmu
yang mempunyai teori dalam kriminologi, tetapi dalam membahas persoalan korban,
victimologi juga tidak dapat hanya terfokus pada korban itu sendiri. Khusus mengenai
hubungan antara kriminologi dan hukum pidana dikatakan bahwa keduanya merupakan
pasangan atau dwi tunggal yang saling melengkapi karena orang akan mengerti dengan
baik tentang penggunaan hukum terhadap penjahat maupun pengertian mengenai
timbulnya kejahatan dan cara-cara pemberantasannya sehingga memudahkan penentuan
18
adanya kejahatan dan pelaku kejahatannya. Hukum pidana hanya mempelajari delik
sebagai suatu pelanggaran hukum, sedangkan untuk mempelajari bahwa delik
merupakan perbuatan manusia sebagai suatu gejala sosial adalah kriminologi. J.E.
Sahetapy juga berpendapat bahwa kriminologi dan victimologi merupakan sisi dari mata
uang yang saling berkaitan. Perhatian akan kejahatan yang ada tidak seharusnya hanya
berputar sekitar munculnya kejahatan akan tetapi juga akibat dari kejahatan, karena dari
sini akan terlihat perhatian bergeser tidak hanya kepada pelaku kejahatan tetapi juga
kepad posisi korban dari kejahatan itu. Hal ini juga dibahas oleh pakar hukum lainnya
dalam memperhatikan adanya hhubungan ini, atau setidaknya perhatian atas terjadinya
kejahatan tidak hanya dari satu sudut pandang, apabila ada orang menjadi korban
kejahatan, jelas terjadi suatu kejahatan, atau ada korban ada kejahatan dan ada kejahatan
ada korban. Jadi kalau ingin menguraikan dan mencegah kejahatan, harus
memperhatikan dan memahami korban suatu kejahatan, akan tetapi kebiasaan orang
hanya cenderung memperhatikan pihak pelaku kejahatan.
Viktimologi memberikan keyakinan, bahwa setiap individu mempunyai hak dan
kewajiban untuk mengetahui mengenai bahaya yang dihadapinya berkaitan dengan
kehidupan, pekerjaan mereka. Terutama dalam bidang penyuluhan dan pembinaan
untuk tidak menjadi korban struktural atau non struktural. Tujuannya, bukan untuk
menakut-nakuti, tetapi untuk memberikan pengertian yang baik dan agar waspada.
Mengusahakan keamanan atau hidup aman seseorang meliputi pengetahuan yang
seluas-luasnya mengenai bagaimana menghadapi bahaya dan juga bagaimana
menghindarinya.
Viktimologi juga memperhatikan permasalahan viktimisasi yang tidak langsung,
misalnya: efek politik pada penduduk “dunia ketiga” akibat penyuapan oleh suatu
korporasi internasional, akibat-akibat sosial pada setiap orang akibat polusi industri,
terjadinya viktimisasi ekonomi, politik dan sosial setiap kali seorang pejabat
menyalahgunakan jabatan dalam pemerintahan untuk keuntungan sendiri.
19
Viktimologi memberikan dasar pemikiran untuk masalah penyelesaian viktimisasi
kriminal, pendapat-pendapat viktimologi dipergunakan dalam keputusan-keputusan
peradilan kriminal dan reaksi pengadilan terhadap pelaku kriminal. Mempelajari
korban dari dan dalam proses peradilan kriminal, merupakan juga studi mengenai
hak dan kewajiban asasi manusia.
Uraian di atas pada dasarnya ada tiga hal pokok berkenaan dengan manfaat studi
tentang korban yaitu:
Lebih spesifik lagi Dikdik M. Mansur dan Elisatris Gultom memberikan gambaran
manfaat bagi pihak penegak hukum, sebagai berikut :
20
Tujuan, Fungsi dan Manfaat Viktimologi
Fungsi Viktimolog
Viktimologi mempunyai fungsi untuk mempelajari sejauh mana peran dari
seorang korban dalam terjadinya tindak pidana, serta bagaimana perlindungan yang
harus diberikan oleh pemerintah terhadap seseorang yang telah menjadi korban
kejahatan. Disini dapat terlihat bahwa korban sebenarnya juga berperan dalam
terjadinya tindak pidana pencurian, walaupun peran korban disini bersifat pasif tapi
21
penting dalam upaya pencegahan terhadap berbagai macam viktimisasi, demi
menegakkan keadilan dan meningkatkan kesejahteraan mereka yang terlihat
langsung atau tidak langsung dalam eksistensi suatu viktimisasi.
Viktimologi memberikan keyakinan, bahwa setiap individu mempunyai
kewajiban untuk mengetahui mengenai bahaya yang dihadapinya berkaitan
dengan kehidupan, pekerjaan mereka. Terutama dalam bidang penyuluhan dan
pembinaan untuk tidak menjadi korban structural atau non structural tujuan nya
bukan untuk menakut-nakuti, tatapi untuk memberikan pengertian yang baikdan
agar waspada. Mengusahakan keamanan atau hidup aman seseorang meliputi
pengetahuan yang seluas-luasnya mengenai bagaimana menghadapi bahaya dan
juga bagaimana menghindarinya.
misalnya: efek politik pada penduduk “dunia ketiga” akibat penyuapan oleh
suatu korporasi internasional, akibat-akibat sosial pada setiap orang akibat
polusi industri, terjadinya viktimisasi ekonomi, politik dan sosial setiap kali
seorang pejabat menyalahgunakan jabatan dalam pemerintahan untuk
keuntungan sendiri. Dengan demikian dimungkinkan menentukan asal mula
viktimisasi, mencari sarana menghadapi suatu kasus, mengetahui terlebih
dahulu kasus-kasus antisipasi), mengatasi akibat-akibat merusak, dan mencegah
pelanggaran, kejahatan lebih lanjut (diagnosa viktimologis)
Viktimologi memberikan dasar pemikiran untuk masalah penyelesaian
viktimisasi kriminal, pendapat-pendapat viktimologi dipergunakan dalam
keputusan-keputusan peradilan kriminal dan reaksi pengadilan terhadap pelaku
criminal Mempelajari korban dari dan dalam proses peradilan kriminal,
merupakan juga studi mengenai hak dan kewajiban asasi manusia.
Lebih spesifik lagi Dikdik M. Mansur dan Elisatris Gultom memberikan
gambaran manfaat bagi pihak penegak hukum, sebagai berikut :Bagi aparat
kepolisian, viktimologi sangat membantu dalam upaya penanggulangan
kejahatan. Melalui viktimologi akan mudah diketahui latar belakang yang
mendorong terjadinya kejahatan, seberapa besar peranan korban pada terjadinya
kejahatan, bagaimana modus operandi yang biasanya dilakukan oleh pelaku
dalam menjalankan aksinya serta aspekaspek lainnya yang terkait.
22
Bagi Kejaksaan, khususnya dalam proses penuntutan perkara pidana di
pengadilan, viktimologi dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan berat ringannya tuntutan yang akan diajukan kepada terdakwa,
mengingat dalam praktiknya sering dijumpai korban kejahatan turut menjadi
pemicu terjadinya kejahatan.
Bagi hakim tidak hanya menempatkan korban sebagai saksi dalam
persidangan suatu perkara pidana, tetapi juga turut memahami kepentingan dan
penderitaan korban akibat dari sebuah kejahatan atau tindak pidana, sehingga
apa yang menjadi harapan dari korban terhadap pelaku sedikit banyak dapat
terkonkritisasi dalam putusan hakim
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Adapun penulisan makalah ini banyak kesalahan dan kekurangan baik dari
penulisan dan penyusunan kata-kata, jadi segala saran dan kritikan sangat kami
butuhkan baik dari dosen pembimbing kami maupun dari teman teman supaya
kedepannya dapat bisa kami perbaikin untuk membangun dan memperbaiki makalah
ini.
24
DAFTAR PUSTAKA
Wahyu Widodo, 2015. Kriminologi dan Hukum Pidana, Penerbit Universitas PGRI,
Semarang.
Sahat Marulit T. situmeang, 2021. Buku Ajar Kriminologi, PT Rajawali Buana Pusaka.
Depok
Indah Silfiyah, 2021. Jurnal Penelitian Hukum, Surabaya
25