Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM PIDANA

Tentang

ILMU BANTU DALAM HUKUM PIDANA

Di Susun Oleh:

Tanfiori Nursya Fazira (2113040156)

Ramadanil Afif (2113040151)

Dosen Pengampu:

Neni Yuherlis, S.H.I.,M.

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UIN IB PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik,
tidak lupa sholawat dan salamsemoga dilimpahkan kepada Rasulullah SAW,
keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita seluruh umatnya. Makalah ini kami
susun untuk melengkapi mata kuliah Hukum Pidana.

Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu


penyusunan makalah ini dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber
bacaan dan referensi dari berbagai buku dan internet yang telah membantu
dalam memberikan informasi yang akan menjadi makalah. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi arahan
dan bimbingannya selama ini sehingga makalah dapat dibuat dengan sebaik-
baiknya.

Kami mohon maaf jika dalam makalah ini ada banyak kekurangan dan
kesalahan karena minimnya referensi yang dimiliki, dan kesempurnaan hanya
milik Yang Maha Kuasa yaitu ALLAH SWT dan kekurangan pasti milik kita
sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang,05 Oktober 2022

Kelompok 5
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................2

Daftar isi.................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................4

Latar Belakang.......................................................................................4

BAB II.....................................................................................................5

Pembahasan............................................................................................5

A. Kriminologi.................................................................................
B. Psikologi......................................................................................
C. Sosiologi......................................................................................
D. Ilmu Kedokteran........................................................................
E. Kriminalistik...............................................................................
BAB III....................................................................................................

Kesimpulan.............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sebagaimana yang kita ketahui karena adanya perkembangan dalam


masyaratkan baik dalam bidang tekhnologi informasi, tekhnologi komunikasi &
pengetahuan pada umumnya, maka akan mempengaruhi perkembangan perilaku
serta pemikiran manusia yang ada. Bila dikaitkan dengan tindak pidana makan
akan memperngaruhi atau menyebabkan meningkatnya mutu atau kualitas dari
tindak pidana tersebut, yang tidak dapat diselasaikan dengan hukum pidana dan
hukum acara pidana, maka untuk mengungkap atau menyelesaikan dibutuhkan
disiplin ilmu lainya sehingga upaya hukum acara pidana untuk mencari kebenaran
materil lebih bisa diharapkan.

Sebagai suatu ilmu, ilmu hukum masuk kedalam biangan ilmu yang bersifat
preskriptif, artinya ilmua yang membawa atau sarat nilai. Ilmu hukum bersifat
menganjurkan bukan hanya mengemukakan apa adanya. Oleh karena itu ilmu
hukum pidana termasuk dalam ilmu empiris.

Terdapat bagian dari ilmu hukum yang dalam arti luas membantu
perkembangan ilmu hukum sebagai ilmu tentang kenyataan yang mana terdiri dari
antropologi, filsafat, etika, statistik, psikiatri, kriminologi.

 Dalam makalah ini saya akan menguraikan ilmu-ilmu bantu yang dapat
membantu hukum pidana.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kriminologi

Kriminoloogi yang ditujukan sebagai limun pembantu di dalam hukum pidana


yang memberikan pemahaman secara mendalam mengenal peristiwa kejahatan.
sebab dalam dilakukannya kejahatan dan upaya atau usaha yang dapt
menanggulangi kejahatan, yang bertujuan guna untuk menekan meningkatnya
perkembangan kejahatan. Seorang antropolog yang berasal dari Prancis, bernama
Paul Topinard berpendapat bahwa. Kriminologi merupakan suatu cabang ilmu
yang mempelajari berbagail macam kejahatan. Kata dari kriminologi itu sendiri
berdasar etimologinya yang berasal dari dua kata, crimen yang berarti kejahatan
dan logos yang berarti ilmu pengetahuan, sehingga secara sederhana kriminologi
dapat diartikan atau dikemukakan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
tening kejahatan. Adanya kemajuan dalam masyarakat baik dalam bidang
teknologi maupun informasi mempengaruhi perkembangan pola perilaku serta
pemikiran manusia hal tersebut justru mempengaruhi peningkatan kualitas mutu
tindak pidana, dan mengakibatkan banyak kasus tindak kejahatan tidak dapat di
selesaikan oleh hukum pidana. Oleh karena itu untuk menyelesaikannya
dibutuhkan ilmu lain sehigga upaya penegakkan hukum acara pidana untuk
mencari kebenaran materiil lebih mudah di selesaikan dengan tepat sasaran.

Kriminologi ditujukan untuk mengungkapkan motif pelaku kejahatan


sedangkan hukum pidana ditujukan kepada hubungan antara tindakan dan
akibatnya (hukum kausalitas). Faktor motif dapat ditelusuri dengan bukti-bukti
yang memperkuat adanya niat melakukan kejahatan. Van Bemmelen
menyebutkan bahwa kriminologi sebagai faktuele-strafrechtwissenschaft
sedangkan hukum pidana sebagai normative-strafrechtwissenschaft. Dilihat dari
pandagan dan pendapat tentang apa yang dimaksud kriminologi dengan hukum
pidana, tampak seakan tidak ada kaitannya. Padahal antara kriminologi dengan
hukum pidana merupakan korelasi yang saling melengkapi. kriminologi berusaha
untuk memperoleh pengetahuan mengenai gejala sosial di bidang kejahatan yang
terjadi di dalam masyarakat, atau dengan kata lain alasan pelaku sampai
melakukan tindak kriminal. Hukum Pidana berusaha untuk menjadisatukan
perbuatan jahat dengan hasil pembuktian bahwa seseorang melakukn perbuatan
tindak kriminal atau kejahatan. Hukum pidana lebih banyak menempatkan pada
praktek, oleh karena itu, hukum pidana digunakan setelah timbulnya suatu
perbuatan jahat, atau singkatnya lebih menekankn tindakan represif.

Menurut Teori pilihan rasional yang beranggapan bahwa seseorang mempunyai


suatu preferensi di antara beberapa pilihan alternatif yanng memungkinkan orang
tersebut menyatakan pilihan yang diinginkannya. Preferensi tersebut dianggap
lengkap (orang tersebut selalu dapat untuk menentukn alternatif yang mereka mau
atau tidak ada alternatif lain yang diinginkan) dan transitif (apabila pilihan A lebih
diinginkan daripada pilihan B dan pilihan B lebih diinginkan daripada pilihan C,
maka A lebih diinginkandaripada C). Dimana awalnya tersangka sudah
merancang aksinya dengan hanya bertujuan untuk mencuri namun juga
merancang aksi kedua yang dianggapnya Jika rencana pertama gagal atau
diketahui oleh korban, maka aksi kedua yang sudah direncanakan tersebut juga
dilakukan oleh tersangka, yang awalnya akan melakukan aksi pencurian sebuah
HP milik korban, namun aksi tersebut diperguki dan akhirnya tersangka
melakukan aksi atau tindakan yang sudah dirancang sebelumnya dengan
membunuh ibu dan anak tersebut di dalam rumah tempat tersangka melakukan
aksi pencurian terhadap korban yang kemudian berujung aksi pembunuhan yang
sangat teragis.
B. Psikologi

Melalui Psikologi kita dapat mengarahkan pikiran kita menuju tercapainya


kebenaran materiil, hakim, jaksa, dan terdakwa juga manusia yang mempunyai
perasaan yang dapat diusahakan untuk dimengerti tingkah lakunya, kemudian
diberi penilaian atas hal itu. Hakim seharusnya mempunyai rasa seni, yang dapat
mengerti dan menilai fakta-fakta yang sangat halus dan penyimpangan-
penyimpangan yang lahir dari unsur kejiwaan terdakwa.

Begitu pula dalam pemeriksan pendahuluan, terutama dalam interogasi


terhadap tersangka, penyidik seharusnya menguasai dan dapat menerapkan
pengetahuan psikologi. Misalnya saja setiap orang suka dipuji-puji, berlaku pula
bagi tersangka. Dalam pemeriksaan, pemeriksa perlu memuji-muji diri tersangka.
Kalau hubungan “baik” antara pemeriksa dan tersangka telah terbentuk maka
dengan mudah pemeriksa dapat menyelinapkan pertanyaan-pertanyaan yang
menuju kepada pembuktian persangkaan terhadap terdakwa. Pemeriksa pun perlu
menempatkan diri bukan sebagai pemeriksa yang akan menggiring tersangak
menuju ke penjara, tetapi sebagai “kawan” yang berbicara dari hati ke hati dengan
tersangka. Sikap-sikap kekerasan sama sekali dihindari.

Segala usaha untuk mengungkap isi hati tersangka harus dilakukan. Memang
pemakaian psikologi sebagai sarana dalam menemukan kebenaran ini ada
batasnya yaitu terhadap tersangka yang merupakan penjahat profesional dan
residivis, namun kegunaannya sebagai ilmu pembantu hukum acara pidana sangat
besar.

Hakim pun dalam membuat pertanyaan-pertanyaan peru memperlihatkan agar


dia tetap merupakan tokoh yang berwibawa dan menguasai seluruh masalah
dalam persidangan itu. Dialah yang memimpin sidang, sehingga suasana tenang
dan khidmat dalam sidang dipertahankan.
C. Sosiologi

Sosiologi kriminal menyelidiki faktor-faktor sosial seperti misalnya


kemakmuran rakyat, pertentangan kelas di lapangan sosial dan ekonomi,
penggangguran dan sebagainya yang mempengaruhi perkembangan kejahatan
tertentu di daerah tertentu. Antropologi kriminal menyelidiki bahwa manusia yang
berpotensi berbuat jahat mempunyai tanda-tanda fisik
tertentu. Lambroso mengadakan penelitian secara antropologi mengenai penjahat
dalam rumah penjara. Kesimpulan yang ia dapatkan bahwa penjahat mempunyai
tanda-tanda tertentu, tengkoraknya isinya kurang (pencuri) daripada orang lain,
penjahat pada umumnya mempunyai tulang rahang yang lebar, tulang dahi yang
melengkung ke belakang dan lain-lain.

D. Ilmu Kedokteran

Penegakan hukum pidana tidak dapat dilakukan hanya dengan merujuk pada
satu disiplin ilmu saja sebab hal tersebut berkaitan dengan dapat terwujud atau
tidaknya tujuan hukum berupa keadilan, kepastian, dan kemanfaatan yang oleh
Gustav Radbruch dinamai dengan "Tiga Nilai Dasar Hukum". Oleh sebab itu
dalam penegakan hukum pidana diperlukan disiplin ilmu lain untuk
mengungkapkan kebenaran dari suatu tindak pidana, salah satunya adalah disiplin
ilmu kedokteran forensik yaitu ilmu kedokteran yang digunakan dan
diperbantukan untuk kepentingan penegakan hukum, khususnya dalam
menemukan kebenaran materiil dalam perkara hukum. Ilmu kedokteran forensik
sangat berperan penting dalam proses peradilan pidana dari mulai dilakukannya
penyelidikan hingga dijatuhkannya putusan hakim.

Pada proses peradilan pidana, ilmu kedokteran forensik bermanfaat untuk


menentukan tentang ada atau tidaknya peristiwa pidana, untuk mengungkapkan
proses tindak pidana dan akibatnya, untuk mentukan waktu terjadinya tindak
pidana, untuk menemukan kebenaran cara-cara dan tanda-tanda yang terjadi
dalam suatu peristiwa pidana, serta untuk mengungkapkan identitas pelaku tindak
pidana dan identitas korban pada kasus mayat misterius.Peran ilmu kedokteran
forensik dalam membantu penegakan hukum pidana tidak terlepas dari peran
dokter forensik sebagai orang yang ahli dibidang ilmu kedokteran forensik Pasal
133 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa "Dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya".

Berdasarkan bunyi pasal tersebut maka dokter forensik berkewajiban untuk


memberikan keterangannya sebagai seorang ahli atas suatu perkara pidana
berdasarkan ilmu yang dimilikinya guna membantu penegakan hukum pidana.
Keterangan ahli kedokteran forensik yang dimaksud dalam pasal 133 ayat (1)
tersebut dapat berupa tulisan maupun lisan yang berfungsi sebagai alat bukti
dalam persidangan pidana. Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa "Hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang melakukannya". Kemudian di
dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa yang termasuk sebagai alat
bukti yang sah yaitu berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat,petunjuk, dan
keterangan terdakwa.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka keterangan ahli kedokteran forensik


secara lisan termasuk kedalam alat bukti berupa keterangan ahli. Sedangkan
keterangan ahli kedokteran forensik secara tulisan termasuk kedalam alat bukti
berupa surat yang dikenal dengan istilah Visum et Repertum. Menurut Triana
Ohoiwutun,Visum et Repertum merupakan laporan dalam bentuk tertulis yang
dibuat oleh dokter yang telah mengucapkan sumpah jabatan yang pembuatannya
didasarkan pada hal yang dilihat dan diketemukan atas pemeriksaan terhadap
orang mati atau terluka yang diduga karena tindak pidana."

Selain dalam KUHAP, dasar hukum Visum et Repertum juga ditemukan pada
Pasal 7 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 36 Tahun 2012
Tentang , ayat (1) Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan
aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
dan sidang pengadilan; ayat (2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat melalui pemberian data dan informasi berupa Visum
et Repertum, keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis; ayat (3)
Permohonan untuk pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang berwenang. Dan juga
ditemukan pada Pasal 6 huruf L. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia No. 12 Tahun 2011 Tentang Kedokteran Kepolisian yang pada intinya
menyebutkan bahwa kedokteran kepolisian harus memiliki kemampuan untuk
membuat Visum et Repertum.

Peristiwa pidana yang memerlukan Visum et Repertum adalah yang


berhubungan dengan alat bukti berupa tubuh manusia, baik dalam keadaan hidup
maupun mati, misalnya kejahatan terhadap nyawa, penganiayaan, kejahatan
kesusilaan, perbuatan alpa (Kelalaian) yang menyebabkan luka atau kematian, dan
kejahatan yang dilakukan oleh penderita gangguan kejiwaan.

E. Kriminalistik

Kalau psikologi sebagai ilmu pembantu dalam hukum acara pidana berguna
dalam hal menghadapi manusianya, yaitu tersangka atau terdakwa, maka
kriminalistik dalm menilai faktanya. Fakta-fakta yang ditemukan oleh hakim
harus dapat dikonstruksikan sebelum ia menjatuhkan putusannya. Kalau logika
perlu bagi penyusunan jalan pikiran dalam pemeriksaan dan pembuktian,
psikologi untuk mengerti terdakwa, saksi dan ahli maka kriminalistik perlu untuk
melakukan rekonstruksi.

HR Belanda merumuskan kriminalistik itu sebagai berikut :

Systematiche verzameling en verwerking van gegevens betreffende


de opsporing van strafbare feiten (pengumpulan dan pengolahan data
secara sistematis yang berhubungan dengan penyidikan delik-delik).
Kriminalistik adalah pengumpulan dan pengolahan data secara sistematis yang
dapat berguna bagi penyidik suatu perkara pidana dalam usaha merekonstruksi
kejadian-kejadian yang telah terjadi guna pembuktian.

Ilmu bantu hukum yang mempelajari tentang cara melakukan kejahatan


( modus operandi ) atau ilmu kriminalistik Ilmu yang melihat kejahatan sebagai
suatu seni mengenai kejahatan itu dilakukan & dengan apa melakukannya. Di
dalam pelaksanaannya ilmu kriminslistik ini dibantu oleh ilmu-ilmu forensik,
yaitu :

• Ilmu Kedokteran kehakiman / kedokteran Forensik

 Ilmu yang mempelajari tentang sebab-sebab matinya orang / sebab-sebab


luka .

• Ilmu Balistik

ilmu yang mempelajari tentang senjata api, yang berfungsi untuk mengetahui
& melacak jenis Sen_Pi / pemilik Sen_Pi dan orang yang menggunakan Sen_Pi
merupakan tindak pidana. Dewasa ini banyak digunakan karena pada akhir-
akhir ini banyak tindak pidana yang menggunakan Sen_Pi, karena Polri
memberikan izin bagi warga negara Sipil.

• Ilmu toxicologi

Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang racun terutama yang ada


kaitannya tentang suatu tindak pidana yaitu mengenai jenisnya, kekuatan
reaksinya & daya kerjanya. Kaitannya dengan kasus pidana ini untuk
memastikan apakah benar seseorang korban benar akibat racun atau yang lain.

• Ilmu Docsticolopie

Ilmu yang mempelajari tentang sidik jari, yang berguna untuk mengetahui
siapa pelaku tindak pidana dengan menguji, meneliti bekas-bekas dalam diri
korban / TKP karena sidik jari tidak ada yang sama di dunia ini. Di dalam
praktek banyak kasus pidana yang terungkap dengan sidik jari.

• Ilmu Akuntan

Kegiatan di bidang Ekonomi yang di fokuskan pada kegiatan pembukuan


keuangan meliputi pemasukan, penggunaan & pengeluaran yang di dalam
istilah bakunya dikenal dengan kegiatan auditing. Dari pemeriksaan / audit
akuntan tersebut dapat diketahui ada penyimpangan atau tidak. Tindak pidana
yang banyak berhubungan dengan akuntan / audit disebut Tindak Pidana
Korupsi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjabaran diatas, kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwa Ilmu Hukum
entah itu hukum pidana maupun perdata itu adalah ilmu yang bersifat preskriptif,
atau dengan kata lain ialah ilmu yang membawa milai. Karena pada dasarnya ilmu
hukum itu bersifat menganjurkan, bukan hanya mengemukakan secara apa adanya
saja. Oleh karena itu, ilmu hukum sangat tidak tepat jika dikatakan sebagai ilmu
sosial. Karena ilmu sosial merupakan ilmu yang masuk ke dalam bagian empiris
dan memperoleh kebenaran korespondensi. Hal ini dapat dibuktikan dengan
hanyaknya ilmu-ilmu terkait hukum yang digunakan dalam menghadapi masalah-
masalah yang terjadi.

Sebagai contohnya adalah salah satu ilmu yang memberikan bantuan terbesar
sekaligus sebagai dasar hukum pidana, yaitu ilmu kriminologi. Dimana ilmu
kriminologi ini merupakan ilmu yang mencari tahu motif kejahatan apa yang telah
dilakukan oleh tersangka hingga sebab-sebab terjadinya suatu tindak kriminal dan
juga berusaha untuk menyelidiki atau memberantasnya. Namun tidak hanya ilmu
bantu, bahkan ilmu-ilmu pembantu hukum acara pidana yang lainnya pun
pastinya juga membantu dalam melaksanakan tugas hakum pidana dalam
mengusut suatu perkara tindak pidana.
DAFTAR PUSTAKA

Soejono Soekanto. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan


Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada).

 Anang Priyanto. 2012. Hukum Acara Pidana Indonesia, (Yogyakarta: Ombak


(anggota IKAPI)

D. Soedjono. 1979. Konsepsi Krimmologi dalam usaha penanggulangan


kejahatan (Crime Prevention). Bandung: Alumni.

Hagan, Frank E. 2013. Pengantar Kriminologi Teort, Metode dan Perilaku


Kriminal edisi ketujuh. Jakarta :Kkencan

Ohuiwutun, T. (2016). Ilmu Kedokteran Forensik: Interaksi Dan Dependensi


Hukum Pada Ilmu Kedokteran Yogyakarta: Pohon Cahaya.

Anda mungkin juga menyukai