Anda di halaman 1dari 18

HUKUM PIDANA

KRIMINOLOGI SEBAGAI ILMU YANG MEMBANTU BAGI HUKUM PIDANA


POSITIF
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas hukum pidana
Dosen Pengampu : Faris Satria Alam, S.H.I., M.H.

Marhaliska Jihan Somi Putri 11220490000004


Ahmad Raehan Arrosid 11220490000054
Mohammad Azzam 11220490000099
Miranti Azzahra Putri 11220490000129

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayahNya yang
telah dilimpahkan kepada pemakalah, sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “KRIMINOLOGI SEBAGAI ILMU YANG MEMBANTU BAGI HUKUM
PIDANA POSITIF” tepat pada waktunya.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi penilaian tugas hukum
pidana. Pemakalah juga berharap semoga pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Dalam pembuatan makalah
ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan terima
kasih kepada Bapak Faris Satria Alam, S.H.I., M.H. selaku dosen pengampu. Serta pihak-
pihak lain yang turut membantu memberikan referensi buku.
Pemakalah menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Pemakalah mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Tangerang Selatan, Maret 2023

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... 1


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN .............................................................................................. 2
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 2
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................2
1.4 Manfaat Kegiatan Observasi ......................................................... 2
BAB II .................................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3
2.1 Istilah Kriminologi ....................................................................3
2.2 Definisi Kriminologi..................................................................3
2.3 Sejarah perkembangan Kriminologi ..........................................4
2.4 Cakupan Kriminologi ................................................................ 6
2.5 Mazhab Kriminologi..................................................................7
2.6 Kedudukan Kriminologi Dalam Hukum Pidana ....................... 9
2.7 Hubungan Antara Kriminologi Dengan Hukum Pidana..........12
2.8 Kaitan dengan limu Lainnya.................................................... 14
BAB III .............................................................................................................. 15
PENUTUP ......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krimonologi merupakan ilmu yang mempelajari kejahatan dan berbagai aspek yang
berkembang sejak 1930 an Ada banyak definisi Kriminologi dari para ahli Kriminologi.
Pemakalah akan menyebutkan beberapa di antaranya. Pertama adalah WA. Bonger, tokoh
besar dalam Kriminologi Belanda, yang menyatakan bahwa Kriminologi adalah ilmu
pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologi
teoretis atau murni). Ada banyak definisi Kriminologi dari para ahli Kriminologi.
Pemakalah akan menyebutkan beberapa di antaranya. Pertama adalah WA. Bonger, tokoh
besar dalam Kriminologi Belanda, yang menyatakan bahwa Kriminologi adalah ilmu
pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologi
teoretis atau murni).

1.2 Rumusan Masalah


Dalam latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Pengertian Kriminologi Secara Bahasa dan istilah?
2. Bagaimana Kedudukan Kriminologi Dalam Hukum Pidana?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan daripada penulisan ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Pengertian Kriminologi Secara Bahasa dan istilah.
2. Untuk Mengetahui Kedudukan Kriminologi Dalam Hukum Pidana

1.4 Manfaat
Manfaat dalam kegiatan observasi dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
Adapun manfaat dari makalah ini yakni untuk menambah wawasan dan pengetahuan
tentang pembahasan kriminologi sebagai ilmu yang membantu bagi hukum pidana positif
serta mengambil hikmah dari yang telah dipelajari Pada bagian saran yang tercantum ini,
seorang penulis sangat membutuhkan berbagai saran dan kritik yang mampu memberi
kemajuan dalam bidang kepenulisan. Selain itu, penulis juga merasa senang, jika pembaca
dapat memahami isi yang ada pada makalah kami. Sekian kami ucapkan, kurang lebihnya
kami mohon maaf, dan kami ucapkan terima kasih.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Istilah Kriminologi

Secara bahasa, kata kriminologi berasal dari bahasa Inggris, yaitu criminology dan
dalam bahasa Belanda, yaitu kriminologie. Kata ini berasal dari bahasa Latin, yaitu crimen
(crime/kejahatan) dan logos (ilmu). Dengan demikian, secara harfiah diartikan ilmu
pengetahuan tentang kejahatan.1

Pemakalah membahas kriminologi ini sebagai ilmu yang berkaitan dengan hukum
pidana. Di banyak negara Eropa, kriminologi terutama dipandang sebagai bagian dari
hukum pidana. Kemudian, ia dipandang sebagai ilmu bantu dari hukum pidana. Guru besar
hukum pidana (dan juga dosen-dosen hukum pidana) kemudian juga dibebani pengajaran
dan penelitian dalam Kriminologi. Namun kemudian, karena berkembangnya sifat dan
ruang lingkup Kriminologi, lambat laun Kriminologi membutuhkan mimbar tersendiri,
meskipun masih di lingkungan Fakultas Hukum.2 Tidak heran sampai saat ini masih ada
penulis yang menyebutkan bahwa kriminologi adalah ilmu bantu untuk hukum pidana.
Pemakalah sendiri lebih suka tidak menyebut demikian arena kriminologi memiliki objek
kajian, sifat, cakupan, dan landasan mu kajian yang berbeda dengan hukum pidana. Hal
ini sebagaimana avatakan oleh Muhammad Mustofa pada pengantar bukunya:3

"…karakteristik kriminologi yang berbeda dari ilmu hukum sebab selama in terdapat
pandangan bahwa kriminologi merupakan bagian dari kajian ilmu hukum. Padahal
kriminologi modern yang dominan adalah kriminologi yang berbasiskan sosiologi."

2.2 Definisi Kriminologi

Kita akan mulai dengan definisi dari A Handbook of Criminal Law Terms, yang
mengartikan kriminologi sebagai: 4

[Studi tentang kejahatan dan hukuman pidana sebagai fenomena sosial; studi tentang
penyebab kejahatan, yang terdiri dari: (1) biologi kriminal, yang meneliti penyebab yang
dapat ditemukan dalam keadaan mental dan fisik pelaku (seperti kecenderungan turun-
temurun dan cacat fisik); dan (2) sosiologi kriminal, yang berkaitan dengan penelitian
tentang dampak lingkungan sebagai penyebab kriminalitas.]c

1
`Muhammad Mustofa, kriminologi – kajian sosiologi terhadao kriminalitas, perilaku menyimpang dan
pelanggaran hukum, edisi kedua (Bekasi: sari ilmu pratama, 2010), Hlm. 3.
2
Lihat lebih jauh dalam W.M.E Noach dilengkapi oleh Grat van Den Heuvel, Kriminologi suatu
pengantar, diterjemahkan oleh J.E Sahetapy, (Banding: citra Aditya bakti, 1992), hlm. 14.
3
Muhammad Mustofa Op. Cit., Hlm. V.
4
Bryan A. Garner (ed), Op.Cit., hlm. 173.
3
Ada banyak definisi Kriminologi dari para ahli Kriminologi. Pemakalah akan
menyebutkan beberapa di antaranya. Pertama adalah WA. Bonger, tokoh besar dalam
Kriminologi Belanda, yang menyatakan bahwa Kriminologi adalah ilmu pengetahuan
yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoretis atau
murni). Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan dari kriminologi teoretis itu kemudian
disusunlah kriminologi praktis. Kriminologi teoretis adalah ilmu pengetahuan yang
berdasarkan pengalaman seperti ilmu lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala,
dan mencoba menyelidiki sebab-sebab dari gejala tersebut (aetiologi) dengan cara-cara
yang ada padanya.5

W.A Bonger menjelaskan tentang alasan mengapa kita mempelajari Kriminologi.


Menurutnya, seperti tiap-tiap pengetahuan lainnya, ia dipelajari pula untuk ilmu
pengetahuannya sendiri. Kejahatan-kejahatan dan penjahat penjahat tentu tidak kalah
menarik dibanding mempelajari tentang bintang-bintang atau kuman-kuman. Menurut
Bonger pula, tiap-tiap orang yang berilmu pengetahuan haruslah bersikap (ilmu
pengetahuan untuk ilmu pengetahuan).6 Kriminologi itu kemudian tidak terbatas hanya
yang teoretis. Hal ini menurut W.A. Bonger karena ada kepentingan praktik, seperti juga
ilmu pengetahuan kedokteran yang tidak saja teoretis, tetapi juga perlu untuk keperluan
praktik. Kriminologi terutama digunakan untuk member petunjuk bagaimana masyarakat
dapat memberantas kejahatan dengan hal yang baik dan juga bagaimana menghindari
kejahatan itu. 7

Guru Besar Kriminologi yang bekerja di Lembaga Kriminologi dan di Universitas


Indonesia, yaitu W.M.E. Noach member pengertian Kriminologi dalam arti sempit adalah
ilmu pengetahuan dari bentuk-bentuk gejala, sebab musabab, dan akibat-akibat dari
perbuatan jahat dan perilaku tercela. Bentuk-bentuk gejala (fenomena kriminal) di sini
maksudnya kejadian-kejadian yang sungguh lazim terang dan nyata sebab musabab
kriminalitas (etiologi kriminal) berhubungan dengan kriminalitas dan gejala-gejala lain
dalam kehidupan pribadi, pergaulan hidup, dan alam. Sementara itu, akibat-akibat
kriminalitas di sini adalah akibat bagi penjahat, korban, dan masyarakat. Salah satu
akibatnya adalah pidana.8

2.3 Sejarah perkembangan Kriminologi

Sebelum mengetahui bagaimana hubungan kriminologi dan hukum pidana, maka


terlebih dahulu penting untuk diketahui bagaimana sejarah perkembangan di dalamnya.
Hal pertama adalah keterhubungan antara kejahatan yang sudah ada sejak manusia dan
masyarakat ada, demikian pula cara mengatasi masalah kejahatan ini telah lama dilakukan
ole para ahli sejak dahulu kala. Kajian masalah kejahatan secara akademis sudah menjadi

5
W.A. Bonger, Op.Cit., hlm. 19.
6
Ibid., hlm. 24.
7
W.A. Bonger., Op.Cit., hlm. 19.
8
W.M.E Noach, Op.Cit. hlm. 36-38.
4
bahan pemikiran para ahli sejak tahun 1830-an, yaitu pada suatu Kongres Internasional
yang pertama disebut "Congres Crimen Antropologi" di kota Roma.

Dalam kongres pertama tersebut dikemukakan bahwa untuk mahasiswa Fakultas


Hukum khususnya jurusan hukum pidana agar dapat menelaah masalah kejahatan yang
lebih mendalam. Antara lain dengan mengadakan studi ke Rumah Penjara (Lembaga
Pemasyarakatan). Namun demikian, kesepakatan tersebut ternyata kurang atau tidak
mengenai sasaran. Kemudian pernyataan tersebut ditegaskan kembali pada Kongres
Criminology tahun 1890 di St.Petersburg. Namun baru pada tahun 1952 dalam suatu
kongres yang diselenggarakan di Jenewa Swiss dengan nama "Conference of specialized
Agencies and International non Governmental Organizations Interested in Crime
prevention and Treatment of Delinquents" Dalam konferensi tersebut telah
merekomendasikan beberapa pernyataan, antara lain: setiap universitas diwajibkan untuk
memberikan pelajaran kriminologi sesuai dengan fasilitas yang ada

- bahwa pengajaran kriminologi harus diberikan kepada penegak hukum seperti polisi,
jaksa, hakim, dan khususnya kepada petugas penjara.
- pelajaran kriminologi harus dapat dirasakan manfaatnya. Atas dasar hasil kongres tersebut
terlihat pengaruhnya di Indonesia, yaitu pada tahun 1957 pelajaran kriminologi pertama
kali diberikan pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Perkembangan selanjutnya pada tahun 1960, ternyata bahwa Kriminologi bukan hanya
dimonopoli oleh Fakultas Hukum saja, tetapi diajarkan pula pada fakultas-fakultas ilmu
sosial lain seperti Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik serta fakultas-
fakultas lain. Bahkan pada tahun 1961 di Jakarta telah dibuka suatu jurusan Kriminologi
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, dimana lulusannya memperoleh gelar Drs.

Secara internasional Kriminologi sudah ada wadahnya, yaitu suatu forum Internasional
yang disebut "International Society of Criminology (ISC)". Dalam kongresnya yang ke VI
pada tahun 1970 yang diselenggarakan di Madrid, Spanyol, setiap negara peserta telah
diminta laporannya mengenai pengajaran ilmu Kriminologi. Hal tersebut karena telah
diadakan simposium di London yang mendapat penekanan di bidang kriminologi.
Penekanan tersebut meliputi bidang Biologi pada negara-negara industri.

Kemudian membahas juga tentang resosialisasi, serta mengenai metode yang telah
dipergunakan oleh Sheldom dan Gluek, yang memperkenalkan suatu ilmu yang disebut
Victimology. Y aitu ilmu yang membahas masalah korban kejahatan. Ilmu tersebut
selanjutnya berkembang di Jerman yang dibawa oleh H. Von Hetig dengan judul bukunya
"The Criminal and his Victim".

Atas dasar hal tersebut, Ruth S. Cavan dalam bukunya "Criminology". mengemukakan
bahwa Kriminologi pada akhirnya bukan milik para Kriminolog saja, tetapi Kriminologi
sudah menjadi milik orang awam. karena Kriminologi mencakup di dalamnya ilmu
mengenai tingkah laku.

5
Setiap orang bisa turut merasakan bagaimana orang harus bertingkah laku. Dengan
demikian orang tersebut dapat mawas diri, serta memahami apa yang harus dilakukannya.
Dine gara barat seperti Amerika Serikat, dengan berkembangnya Ilmu Kriminologi
ternyata mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap cara-cara pemidanaan, serta
kepada para ahli "Para Judicial" (mereka yang bukan ahli hukum tetapi dapat membantu
dalam penerapan hukum. khususnya hukum pidana), misalnya ahli Psikologi, para ahli
pendidik sosial dan lain-lain.

Sejarah telah menunjukkan bahwa Mazhab Italia (Antropologi) dengan tokohnya


Lombroso mempunyai peranan yang menonjol di dalam bidang literatur Kriminologi.
Mazhab tersebut muncul pada tahun 1880- 1900 dengan tokoh-tokoh yang lainnya, yaitu
Ferri, Garofallo.Mazhab Itali dikenal sebagai pendekatan Antropologi yang berdasarkan
kepada ciri-ciri phisik. Kelainan fisik tersebut di dalam Kriminologi disebut
Anomali/Stigmata.

Tidak dapat disangkal bahwa secara ilmiah asal mula perkembangan kriminologi
berasal dari adanya penyelidikan yang dilakukan Cesare Lombroso pada tahun 1876.
Bahkan Lombroso dipandang sebagai salah seorang tokoh revolusi dalam sejarah hukum
pidana, selain Cesare Beccaria.

2.4 Cakupan Kriminologi

Ada ahli yang membatasi cakupan kriminologi hanya pada kriminologi murni atau
teoretis, dan ada juga yang membatasi lebih luas, bahkan ada yang sangat luas. Berikut ini
dipaparkan beberapa cakupan kriminologi dari para ahli kriminologi.

a. Kriminologi Menurut G.P. Hoefnagels


Cakupan kriminologi yang sangat luas diajukan oleh G.P. Hoefnagels yang menyatakan
bahwa kriminologi secara umum menempati kedudukan sentral sebagai etiologi kejahatan
(pengetahuan mengenai sebab musabab kejahatan) dan criminal policy (kebijakan pidana)
dan didukung ole disiplin-disiplin dan pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan misalnya
tentang pemidanaan, peradilan pidana, penyelidikan dan penyidikan serta juga bidang-
bidang penerapan. Jadi etiologi kejahatan tersebut berfokus cause (sebab), sementara
criminal policy berfokus pada response (respons) atas terjadinya kejahatan. Disiplin-
disiplin pendukung yang dimaksud ini adalah: antropologi kejahatan, psikologi kriminal,
psikiatri kriminal, sosiologi kriminal. Sementara itu, ada yang dimaksud oleh Hoefnagels
dengan "allied scince", yaitu: viktimologi, penologi, teori umum peradilan pidana
(termasuk di dalamnya psikologi pemidanaan, kriminalistik, dan lain-lain), teori pekerjaan
sosial, serta jurnalisme yang khusus berkaitan dengan kejahatan dan penghukuman.9

9
Lihat lebih jauh dalam G. Peter Hoefnagels, The Other side of Criminology: An Inversion of the concept
of crime (Deventer: Kluwer, 1975), hlm. 36-68.
6
b. Kriminologi menurut W.H. Nagels
Menurut Nagels, kriminologi modern tak hanya semata-mata etiologi keiahatan (sebab
musabab terjadinya kejahatan). Viktimologi yang awalnya bagian dari kriminologi secara
cepat memperlebar bidang in seiak tahun 1950. Saat ini kriminologi tak lagi dipraktikkan
tanpa memperhitungkan hubungan (atau bahkan interaksi) antara penjahat dan orang yang
menjadi sasaran kejahatan baik itu merupakan korban personal atau impersonal. Sosiologi
hukum pidana juga memperluas ruang lingkup kriminologi.10

2.5 Mazhab Kriminologi

Dalam berbagai literatur, kita dapat menemukan beberapa mazhab


(schools) dalam kriminologi. Mazhab-mazhab yang dikenal dalam
kriminologi adalah: (a) mazhab klasik; (b) mazhab neo-klasik; (c)
mazhab positif; (d) mazhab kritis (kriminologi baru).

a. Mazhab Klasik
Mazhab yang paling tua, yang menolak pendekatan demonologis seperti dijelaskan di
atas, adalah mazhab klasik yang dipelopori oleh Cesare Bonesa di Beccaria (atau lebih
dikenal dengan Cesare Beccaria), seorang tokoh ilmuan dari Italia yang lahir pada 15
Maret 1738 di Milan dan meninggal pada 20 November 1794. Seperti sudah disinggung
di atas, pada tahun 1764 Beccaria (ketika usianya baru 26 tahun) melahirkan karya besar
yang berjudul Dei delitti e delle pene yang kemudian diterjemahkan ole J.A. Farrer pada
tahun 1880 dalam bahasa Inggris menjadi Crimes and Punishment atau Kejahatan dan
Hukuman.

b. Mazhab Positif
Pada akhir 1800-an, mazhab Klasik Kriminologi diserang, sehingga meninggalkan rang
untuk gelombang pemikiran baru yang kemudian terjadi. Ada tiga penyebab serangan
mazhab klasik. Penyebab-penyebab ini adalah: (1) kejahatan tampakya kembali meningkat
walau sudah ada perubahan dalam sistem hukum; (2) terjadinya residivisme (pengulangan
kejahatan); dan (3) teori pelaku yang rasional dan mementingkan dir sendiri yang memilih
untuk melakukan kejahatan ditantang oleh ilmu biologi. Masing-masing peristiwa in
menghasilkan mazhab kriminologi baru yang kemudian dikenal sebagai mazhab
Kriminologi Positivis.11

10
Soerjono Soekanto, Hengkie Liklikuwata, dan Mulyana W. Kusuma, Kriminologi suatu pengantar
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985). Hlm. 9.
11
Katelyn Torrence, “Schools of Criminology’’, diakses dari https://owloction.com/social-
sciences/Schools-of-Criminology pada 18 Agustus 2019
7
Mazhab Positif mengaitkan teori biologi, psikologis, dan sosiologis dengan perilaku
kriminal. Terungkap bahwa ada beberapa faktor yang terlibat dalam kriminalitas, jadi
bukan hanya satu faktor saja. Mazhab in berpendapat bahwa kejahatan disebabkan atau
ditentukan oleh individu. Berbeda dengan mazhab klasik, mazhab positif menggunakan
sains untuk menentukan faktor-faktor yang terkait dengan kejahatan dan kriminalitas.12

c. Mazhab Neo-Klasik
Setelah Revolusi Prancis, mazhab Neoklasik dikembangkan sebagai kompromi dari
mazhab Kriminologi Klasik dan Mazhab Positif. Code Penal Prancis 1789 didirikan
berdasarkan prinsip Beccaria. Sama seperti prinsip Beccaria, Code Penal Prancis 1789
menyerukan hakim sebagai satu-satunya mekanisme untuk menerapkan hukum dan
hukum mengambil tanggung jawab untuk menentukan hukuman untuk setiap kejahatan
dan setiap tingkat kejahatan. Namun, ada masalah dengan hal ini karena ada kondisi yang
berbeda di setiap situasi yang diabaikan. Hal in memungkinkan untuk pertama kalinya dan
mengulangi pelanggar diperlakukan dengan cara yang sama, serta anak-anak dan orang
dewasa, waras dan gila, dan seterusnya diperlakukan seolah-olah mereka sama.13

Sekelompok reformis baru berpendapat bahwa perlakuan atas orang yang beda dengan
hal yang sama adalah tidak adil, Menurut Gabriel Tarde ada perbedaan antara kehendak
bebas total dan determinisme. la juga berpendapat bahwa tidak ada yang memiliki
kehendak bebas total. Memang ada faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, lingkungan
sosial, dan ekonomi, namun setiap orang masih bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Mazhab Kriminologi Neoklasik memiliki dasar karakter pelaku.14

Reaksi terhadap ciri-ciri impersonal menjadi titik tindakan untuk memberikan hakim
keleluasaan yang diperlukan untuk mencapai tindakan yang adil dan hukuman bagi
pelanggar. Para hakim dapat menggunakan kebijaksanaan dalam kasus-kasus di mana usia,
kemampuan mental, dan keadaan yang membenarkan lainnya menjadi masalah. Kondisi
dan revisi ini kemudian dikenal sebagai Neo-Classical School of Criminology.15

d. Kriminologi Kritis dan Aliran Post-Modern


Seperti halnya kriminologi ortodoks, kriminologi kritis telah mengem-bangkan banyak
spesialisasi sehingga tidak mungkin lagi meng-gambarkan kriminologi kritis secara umum
atau meringkas pandangan ini. Meskipun ada spesialisasi, bidang kriminologi kritis
disatukan dalam penekanannya untuk mengatasi perbedaan kekuasaan, hierarki, dan
ketidaksetaraan sebagai penjelasan kejahatan karena in berdampak pada distribusi
kejahatan dari waktu ke waktu dan tempat, dan dalam kaitannya dengan definisi kejahatan
dan keadilan dan proses melakukan keadilan karena in berdampak pada pembuatan dan

12
Ibid.
13
Katelyn Torrence, Op.Cit.
14
Ibid.
15
Ibid.
8
penegakan hukum. Perbedaan kekuasaan in juga membentuk budaya perantara dan
hubungannya dengan kejahatan dan keadilan. Selain itu, sejumlah perspektif kriminologi
kritis berusaha untuk mempromosikan keadilan ekonomi, sosial, dan politik untuk
mengurangi produksi kejahatan dan kesenjangan dalam pembuatan dan penegakan hukum.
Beberapa orang berupaya melakukannya dengan memberdayakan korban dan kelompok
yang terpinggirkan, dan komitmen terhadap yang tak berdaya dan terpingeirkan inilah
yang membedakan kriminologi kritis dari kriminologi ortodoks.16

Gerakan kriminologi kritis dimulai pada awal tahun 1970-am, dengan studi yang
difokuskan terutama pada analisis ekonomi-politik dan kelas, dan memperliharkan
orientasi yang jelas-jelas Marxis. Dikenal dengan sejumlah nama, antara lain kriminologi
kiri, kriminologi sosialis, kriminologi radikal, kriminologi kritis, kriminologi Marxis, dan
kriminologi baru, akhirnya disebut dengan nama "kriminologi kritis" pada akhir 1980-an
untuk mengenali beragam perspektif yang muncul.17

2.6 Kedudukan Kriminologi Dalam Hukum Pidana

Kejahatan dan hukum merupakan kontruksi manusia (human contuction). Tidak ada
kejahatan jika tidak dilakukan dan diciptakan oleh manusia. Demikian dengan hukum.
tidak ada hukum tanpa perbuatan manusia untuk meniadakan kejahatan.Oleh sebab itu
kejahatan, individu pelaku kejahatan dan hukum merupakan rangkaian yang tidak dapat
dipisahkan, dalam rangka mempelajari gejala kejahatan seluas-luasnya yang disebut
dengan ilmu kriminologi.18

Pemecahan masalah kejahatan perlu diketahui faktor penyebab dari kejahatan tersebut,
setelah mempelajari faktor penyebab kejahatan akan dijumpai akibat dari perbuatan
kejahatan pada manusia baik secara individu maupun masyarakat. Kerugian yang dialami
korban selanjutnya setelah diketahui maka perlu ditetapkan pola penangulangan terhadap
kejahatan tersebut. baik penanganan individu pelaku, penetapan pasa! tindak pidana.
proses hukum acara pidana (peradilan mulai dari proses penyidikan, penuntutan dan
peradilan) dan penetapan sanksi atau hukuman (pemidanaan).19

Sejak kelahirannya, hubungan kriminologi dengan hukum pidana mempunyai


hubungan yang sangat erat, artinya hasil-hasil penyelidikan kriminologi dapat membantu
pemerintah dalam menangani masalah kejahatan, terutama melalui studi dibidang etiologi
kriminal dan penologi. Penelitian kriminologi dapat membantu pembuatan undang-undang
pidana (kriminalisasi) atau pencabutan undang-undang (dekriminalisasi) dan menentukan
sanksi pidana yang tepat terhadap suatu perbuatan (penology), sehingga kriminologi sering
disebut sebagai “signal-wetenschap”. Secara umum dapat dijelaskan perbedaan dan
persamaan ilmu kriminologi dengan hukum pidana sebagai berikut : Perbedaan dan
Persamaan Kriminologi dengan Hukum Pidana Kriminologi (criminology) atau ilmu

16
Michael J. Lynch, ‘’Critical Criminology’’, pada 18 Agustus 2019.
17
Ibid.
18
HM. Ridwan dan Ediwarman. ‘’Azas-Azas Kriminologi”. Medan. USU Press.
19
Ibid. Hlm 26
9
kejahatan merupakan disiplin ilmu sosial mempelajari kejahatan dalam perspektif ilmu
sosial. Kriminologi disebut sebagai ilmu yang mempelajari manusia dalam
pertentangannya dengan norma-norma sosial tertentu, sehingga kriminologi juga disebut
sebagai sosiologi penjahat. Kriminologi berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan
pengertian mengenai gejala sosial dibidang kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat,
atau dengan perkataan lain mengapa orang melakukan kejahatan. Kriminologi menurut
Enricco Ferri berusaha memecahkan masalah kriminalitas dengan telaah positif dan fakta
sosial, kejahatan termasuk setiap perbuatan yang mengancam kolektif dan dari kelompok
yang menimbulkan reaksi pembelaan masyarakat. Kriminologi mempelajari kejahatan
sebagai fenomena sosial sehingga sebagai perilaku kejahatan tidak terlepas dari interaksi
sosial, artinya kejahatan menarik perhatian karena pengaruh perbuatan tersebut yang
dirasakan dalam hubungan antara manusia20.

Kriminologi lebih mengutamakan tindakan preventif oleh karena itu selalu mencari
sebab-sebab timbulnya kejahatan baik di bidang ekonomi, sosial budaya dan hukum serta
faktor alamiah seseorang sehingga dapat memberikan solusi yang tepat serta hasil yang
memuaskan dalam upaya penaggulangan kejahatan. Kriminologi lebih banyak
menyangkut masalah teori yang dapat mempengaruhi badan pembentuk undang-undang
yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat serta mempengaruhi hakim dalam
menjatuhkan vonis kepada pelaku kejahatan. Kriminologi dengan cakupan kajiannya :
orang yang melakukan kejahatan; penyebab orang melakukan kejahatan; upaya mencegah
kejahtan; cara menyembuhkan orang yang telah melakukan kejahatan. Hukum pidana
(Criminal Law) sebagai disiplin ilmu normatif mempelajari kejahatan dari segi hukum atau
mempelajari aturan tentang kejahatan. Dengan perkataan lain mempelajari tindakan yang
dengan tegas disebut oleh peraturan perundang-undangan sebagai kejahatan atau
pelanggaran, yang dikenai hukuman (pidana). Hukum pidana bersendikan probabilitas
atau kemungkinan-kemungkinan untuk menemukan hubungan sebab akibat terjadinya
kejahatan dalam masyarakat. Apabila belum ada peraturan perundang-undangan yang
memuat tentang hukuman yang dapat dijatuhkan pada penjahat atau pelanggar atas
tindakannya, maka tindakan yang bersangkutan bukan tindakan yang dapat dikenakan
hukuman.

Pandangan ini bersumber pada azas Nullum Delictum Nulla Poena Sine Previa Lege
Poenali” hukum pidana berusaha untuk menghubungkan perbuatan jahat dengan hasil
pembuktian bahwa ia melakukan perbuatan tersebut untuk meletakkan criminal
responsibility. Hukum pidana lebih banyak menyangkut segi praktek , oleh karena baru
dipergunakan setelah adanya perbuatan jahat, jadi lebih menekankan pada tindakan
represif. Hasilnya kurang memuaskan oleh karena penjatuhan pidana belum tentu sesuai
dengan sebab timbulnya kejahatan itu sendiri, sebab yang menjadi dasar pemeriksaaan
adalah surat dakwaan jaksa yang umumnya disusun atas dasar keterangan serta
pembuktian lahiriah. Obyek kriminologi adalah orang dalam pertentangan dengan norma

20
Sulstyarta dan Maya Hehanusa. 2016. “ Kriminologi dalam Teori dan Solusi Penanggulangan
Kejahatan”, Yogyakarta : Absolute Media, hal 14
10
sosial sedangkan objek hukum pidana adalah pelanggaran ketertiban hukum sehingga
dengan sendirinya menimbulkan juga perbedaan pengertian kejahatan menurut
kriminologi dan menurut hukum pidana. Kejahatan menurut kriminologi adalah tindakan
manusia sebagai gejala sosial yang bertentangan dengan norma-norma yang ditentukan
oleh masyarakat. Hukum pidana memusatkan perhatianya terhadap pembuktian suatu
kejahatan sedangkan kriminologi memusatkan perhatian terhadap faktor-faktor
penyebabnya terjadinya kejahatan. Kriminologi ditujukan untuk mengungkapkan motif
pelaku kejahatan sedangkan hukum pidana ditujukan kepada hubungan antara tindakan
dan akibatnya (hukum kausalitas). Faktor motif dapat ditelusuri dengan bukti-bukti yang
memperkuat adanya niat melakukan kejahatan. Van bemmelen menyebutkan bahwa
kriminologi sebagai faktuaele-strafrechtwissenschaft sedangkan hukum pidana sebagai
normative-strafrechtwissenschaft, dilihat dari pandangan dan pendapat tentang apa yang
dimaksud kriminologi dengan hukum pidana, tampak seakan tidak ada kaitannya.21

Kriminologi berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan pegertian mengenai gejala


sosial dibidang kejahatanya yang terjadi didalam masyarakat, atau dengan kata lain
mengapa terdakwa samapai melakukan perbuatan jahat itu. hukum pidana berusaha untuk
menghubungkan perbuatan jahat dengan hasil pembuktian bahwa ia melakukan perbuatan
tersebut untuk meletakkan criminal responsibility. Hukum pidana lebih banyak
menyangkut segi praktek , oleh karena baru dipergunakan setelah timbulnya suatu
perbuatan jahat, jadi lebih menekankan pada tindaka represif Hukum pidana dan
kriminologi secara tegas berhubungan langsung dengan pelaku kejahatan dan hukuman
perlakuannya. Perbuatan jahat itu perlu diambil tindakan preventif maupun represif dengan
tujuan agar penjahat jera tidak mengulagi lagi perbuatannya. Hukum pidana dan
kriminologi merupakan instrumen dan sekaligus alat kekuasaaan negara dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya memiliki korelasi positif. Beberapa pertimbangan
tersebut antara lain bahwa keduanya (hukum pidana dan kriminologi) berpijak pada premis
yang sama:22

a. Negara merupakan sumber kekuasaan dan seluru alat perlengkapan negara


merupakan pelaksanaan dari kekuasaan negara.

b. Hukuman pidana dan kriminologi memiliki persamaaan presepsi bahwa masyarakat


luas adalah bagian dari obyek pengaturan oleh kekuasan negara bukan subyek (hukum)
yang memiliki kedudukan yang sama dengan negara.

c. Hukum pidana dan kriminologi masih menempatkan peranan negara lebih dominan
daripada peranan individudalam menciptakan ketertiban dan keamanaan sekaligus sebagai
perusak ketertiban dan keamanan itu sendiri.

21
Anang Priyanto “Modul Kriminologi dan kenakalan Remaja” Hlm. 10
22
Efa Rodiah Nur, “ Kriminologi (Suatu Pengantar)“. Institut Islam Negeri Bandar Lampung, Lampung.
Hlm 10
11
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan perbedaan dan persamaan antara
kriminologi dan hukum pidana adalah sebagai berikut :

1. Persamaan :
Baik kriminologi maupun hukum pidana mengandung unsur- unsur persamaan yaitu :

a. Obyeknya kejahatan

b. Adanya upaya-upaya pencegahan kejahatan

2. Perbedaan :

a. Kriminologi : ingin mengetahui apa latar belakang seseorang melakukan kejahatan.


Pertanyaan yang timbul adalah mengapa Mr. x melakukan kejahatan (why has Mr. x
commited Crime ?). Hukum pidana : ingin mengetahui apakah Mr. x telah melakukan
kejahatan. Pertanyaan yang timbul adalah : Has Mr. x commited crime (apakah Mr. x telah
melakukan kejahatan)

b. Hukum pidana menetapkan terlebih dahulu seseorang sebagai penjahat, baru langkah
berikutnya giliran kriminologi meneliti mengapa seseorang itu melakukan kejahatan.

c. Kriminologi : memberi bahan dalam perumusan perundang-undangan pidana.


Hukum pidana : pengertian kejahatan telah dirumuskan (dikondifikasikan) dalam KUHP
Pidana dalam KUHAP

2.7 Hubungan Antara Kriminologi Dengan Hukum Pidana

Salah satu faktor yang menyebabkan ilmu kriminologi semakin berkembang adalah
ketidakpuasan terhadap Hukum Pidana seperti yang telah dijelaskan di atas namun itu
bukan menjadi pokok bahasan utama. Yang menjadi perhatian utama adalah, "Bagaimana
hubungan antara kriminologi dengan Hukum Pidana? Berdasarkan pertanyaan tersebut
maka saya akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut dari beberapa sumber. Kita tahu
bahwa kriminologi dan hukum pidana merupakan suatu disiplin ilmu yang sudah berdiri
sendiri. Berdasarkan penjelasan sebelumnya telah di sebutkan bahwa Hukum Pidana itu
ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran- pelanggaran dan kejahatan-kejahatan
terhadap kepentingan umum perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan
suatu penderitaan atau siksaan.Hukum pidana adalah teori mengenal aturan-aturan atau
norma-norma, sedangkan kriminologi adalah teori tentang gejalah hukum.Dari pengertian
ini jelas memiliki dasar jika saya katakan bahwa kriminologi lahir karena adanya suatu
perbuatan kejahatan di lingkungan masyarakat sosial.

Kendati kriminologi dan hukum pidana berseberangan, namun sinergi keduanya dapat
menciptakan kebijakan hukum pidana yang lebih terarah. Di satu sisi, kriminologi
merupakan ilmu empirik yang bersentuhan dengan realitas sosial dinilai mampu
menggambarkan kenyataan masyarakat yang sebenarnya.
12
Namun demikian, kriminologi tidak mampu memberikan kata akhir guna mewujudkan
pencegahan kejahatan. Di sisi lain, (kebijakan) hukum pidana merupakan ilmu normatif
yang membutuhkan masukan tentang fakta empirik masyarakat. Kemampuan hukum
pidana terletak pada pengugeran norma melalui mekanisme yang jelas. Karena itu, kualitas
norma yang diatur dalam hukum pidana bergantung kepada sejauh mana kriminologi
memberikan masukan tentang realitas sosial yang perlu diatur sehingga norma hukum
pidana menjadi lebih berisi.

Menurut Indah Sri Utari, bahwa Kriminologi dan hukum Pidana bertemu dalam
kejahatan yaitu tingkah laku atau perbuatan yang diancam pidana. "Perbedaan Hukum
Pidana dan kriminologi terletak pada objeknya, yaitu objek utama hukum pidana ialah
menujuk kepada apa yang dapat dipidana menurut norma-norma hukum yang berlaku
sedangkan perhatian kriminologi tertuju pada manusia yang melanggar hukum pidana dan
lingkungan manusi manusia tersebut. Akan tetapi, perbedaan itu tidak begitu sederha
karena ada suatu hubungan saling bergantung atau ada interal antara hukum Pidana dan
kriminologi.

Antara ilmu hukum pidana dan kriminologi dapat dikatakan mempunyai hubungan
timbal balik dan bergantungan satu sama lain. Ilmu hukum pidana mempelajari akibat
hukum atas perbuatan yang dilarang atau norma perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan sanksi pidana (suatu kejahatan dalam arti normatif). Dengan demikian, disingkat
sebagai ilmu tentang hukumnya kejahatan atau dalam bahasa Inggrisnya adalah criminal
law atau hukum tentang pidana (penal law). Sementara itu, kriminologi merupakan ilmu
yang mempelajari kejahatan, yang lazimnya mencari sebab-sebab timbulnya kejahatan dan
reaksi menghadapi kejahatan itu. Kedua ilmu ini bertemu pada fokus kejahatan, tetapi
prinsip dan objek serta tujuannya pun berbeda.23

Pandangan bahwa ilmu hukum pidana dan kriminologi hubungannya timbal balik,
seperti dikemukakan ole Bambang Poernomo tersebut, sangat selaras dengan pandangan
dari W.M.E Noach yang menyatakan bahwa ada hubungan timbal balik dalam arti sempit,
bahwa kriminologi ada kalanya menggunakan hasil dari ilmu hukum pidana dan
adakalanya juga memberikan hasilnya sendiri pada ilmu hukum pidana. Pengaruh timbal
balik ini sangat kuat karena kenyataan bahwa kedua ilmu pengetahuan ini memandang
perbuatan jahat sebagai bagian dari objeknya. Justru karena kesamaan dalam objek ini
terletak kesulitan mengenai penentuan batas dari kedua ilmu pengetahuan. Hukum pidana
melihat perbuatan jahat sebagai gejala hukum pidana dan melihat juga kepada dasar dan
fungsi untuk menjatuhkan pidana kepada perbuatan jahat. Sementara itu, kriminologi
melihat perbuatan jahat sebagai gejala alam, kepada sebab musabab dan akibat-akibat di
mana pidana dipandang sebagai salah satu gejala tapa membahas dasar pidana
dijatuhkan.24

23
Bambang Poernomo , Op.Cit., hlm. 43.
24
W.M.E Noach, Op.Cit., hlm. 41-42.
13
2.8 Kaitan dengan limu Lainnya

Berdasarkan paparan di atas, kita melihat bahwa kriminologi ini memang suatu ilmu
pengetahuan mengenai kejahatan, penjahat, korban kejahatan, serta reaksi masyarakat
terhadap kejahatan. Dengan objek kajian seperti itu, tidak heran kriminologi ini sangatlah
berkaitan dengan hukum pidana, meski tidak dapat dikatakan sama, juga tidak dapat
dikatakan sebagai bagian, atau ilmu bantu bagi hukum pidana. Namun demikian, hasil-
hasil kajian kriminologi teoretis terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan
kejahatan sangat bermanfaat dan penting bagi hukum pidana. Kriminologi dalam arti luas
juga mencakup politik hukum pidana, yaitu usaha masyarakat menanggulangi kejahatan,
juga berkaitan dengan persoalan pidana dan pemidanaan (penologi) yang juga menjadi
perhatian bagi hukum pidana. Kriminologi dalam arti luas juga termasuk di dalamnya
pencegahan kejahatan, dan ini sangat penting bagi hukum pidana juga. Selain itu,
kriminologi juga menaruh perhatian bagi korban kejahatan, dan in juga menjadi perhatian
bagi hukum pidana modern, yang tidak hanya terfokus pada pelaku saja.25

Mengingat luasnya cakupan kriminologi sebagaimana dibahas di atas, serta juga


perkembangan lainnya (seperti keluarnya viktimologi sebagai disiplin tersendiri terpisah
dari kriminologi), maka sebagian dari ilmu/disiplin yang di atas telah dibahas sangat
singkat akan dibahas tersendiri di bawah ini. Sebagai contoh tentang penologi, yang
beberapa kali telah diulas di atas merupakan bagian dari kriminologi. Ternyata beberapa
ahli membahas seluk- beluk penologi ini bahkan lebih banyak dari pembahasan tentang
kriminologi sendiri.

25
Katelyn Torrence, Op.Cit.
14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

kata kriminologi berasal dari bahasa Inggris, yaitu criminology dan dalam bahasa
Belanda, yaitu kriminologie. Kata ini berasal dari bahasa Latin, yaitu crimen
(crime/kejahatan) dan logos (ilmu). Dengan demikian, secara istilah diartikan ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan

perbedaan dan persamaan antara kriminologi dan hukum pidana adalah sebagai berikut:

1. Persamaan : Baik kriminologi maupun hukum pidana mengandung unsur- unsur


persamaan yaitu :

a. Obyeknya kejahatan

b. Adanya upaya-upaya pencegahan kejahatan

2. Perbedaan :

a. Kriminologi : ingin mengetahui apa latar belakang seseorang melakukan kejahatan.


Pertanyaan yang timbul adalah mengapa Mr. x melakukan kejahatan (why has Mr. x
commited Crime ?). Hukum pidana : ingin mengetahui apakah Mr. x telah melakukan
kejahatan. Pertanyaan yang timbul adalah : Has Mr. x commited crime (apakah Mr. x telah
melakukan kejahatan)

b. Hukum pidana menetapkan terlebih dahulu seseorang sebagai penjahat, baru langkah
berikutnya giliran kriminologi meneliti mengapa seseorang itu melakukan kejahatan.

c. Kriminologi : memberi bahan dalam perumusan perundang-undangan pidana.


Hukum pidana : pengertian kejahatan telah dirumuskan (dikondifikasikan) dalam KUHP
Pidana dalam KUHAP

3.2 Saran

Pada bagian saran yang tercantum ini, seorangpenulis sangat membutuhkanberbagai saran
dan kritik yang mampu memberi kemajuan dalam bidang kepenulisan. Selain itu, penulis
juga merasa senang, jika pembaca dapat memahami isi yang ada pada makalah kami.
Sekian kamiucapkan, kurang lebihnya kami mohon maaf, dan kami ucapkan terima kasih.

15
DAFTAR PUSTAKA

Heuvel, Grat van Den, Kriminologi suatu pengantar, diterjemahkan oleh J.E Sahetapy,
Banding: citra Aditya bakti, 1992

J,Lync Michael ‘’Critical Criminology’’, pada 18 Agustus 2019.

Mustofa, Muhammad, kriminologi – kajian sosiologi terhadao kriminalitas, perilaku


menyimpang dan pelanggaran hukum, edisi kedua Bekasi: sari ilmu pratama, 2010

Peter Hoefnagels,GThe Other side of Criminology: An Inversion of the concept of crime


Deventer: Kluwer, 1975.

Priyanto,Anang “Modul Kriminologi dan kenakalan Remaja

Ridwan,HJ.dan Ediwarman. ‘’Azas-Azas Kriminologi”. Medan. USU Press.

Rodiah Nur Efa, “ Kriminologi (Suatu Pengantar)“. Institut Islam Negeri Bandar Lampung,
Lampung.

Santoso,topo Hukum pidana,suatu pengantar, depok : Rajawali pers 2120

Soerjono,Soekanto ,Hengkie Liklikuwata, dan Mulyana W. Kusuma, Kriminologi suatu


pengantar Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

Sulstyarta dan Maya Hehanusa. . “ Kriminologi dalam Teori dan,Solusi Penanggulangan


Kejahatan”, Yogyakarta Absolute Media, 2016

Torrence,Katelyn, “Schools of Criminology’’, dari https://owloction.com/social-


sciences/Schools-of-Criminology pada 18 Agustus 2019.

16

Anda mungkin juga menyukai