DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
NAMA : FARI SAPUTRA NDRURU (222106012)
DEPRIANUS WARUWU (222106009)
JONI HASRAT GEA (222106020)
SERISMAN INDAH ZALUKHU (222106039)
SEJAHTERAWAN GULO (222106038)
MATA KULIAH
KRIMINOLOGI
DOSEN PENGAMPU
HENDRIKUS OTNIEL NASOZARO HAREFA S.H., M.H
UNIVERSITAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan berkat
rahmat serta karunia-nya kami kelompok 1 dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Kriminologi dengan judul “Pengertian dan Ruang Lingkup Kriminologi” ini dengan baik
meskipun masih banyak kekurangan didalamnya.
Kami kelompok 1 juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang.
Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Demikian isi tugas makalah kami ini, segala kekurangan dan kelemahan baik dalam
penulisan maupun dalam penyusunan masih banyak yang tidak sesuai, mohon dimaklumi.
Terimakasih.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I: PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Pembahasan 2
A. Pengertian Kriminologi 3
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dapat dibagi sebagai
berikut.
C. Tujuan Pembahasan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kriminologi
Istilah kriminologi untuk pertama kali digunakan oleh seorang ahli antropologi
Perancis yang bernama Paul Topinard. Secara umum, istilah kriminologi identik dengan
perilaku yang dikategorikan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dimaksudkan disini adalah
suatu tindakan yang dilakukan orang-orang dan atau instansi yang dilarang oleh suatu
undang-undang. Pemahaman tersebut diatas tentunya tidak bisa disalahkan dalam
memandang kriminologi yang merupakan bagian dari ilmu yang mempelajari suatu
kejahatan.
Secara etimologis, kriminologi berasal dari bahasa Yunani, crime (kejahatan) dan
logos (ilmu), dengan demikian kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang kejahatan. Beberapa ahli Hukum Pidana juga mengemukakan pengertian
kriminologi menurut pendapat masing-masing. Menurut Wood, kriminologi adalah
keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang
berkaitan dengan perbuatan jahat dan penjahat dan termasuk reaksi masyarakat terhadap
perbuatan jahat dan penjahat tersebut. Noach mengatakan bahwa kriminologi adalah ilmu
pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang
yang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela tersebut. Walter Reckless
mengatakan bahwa kriminologi adalah pemahaman ketertiban individu dalam tingkah laku
delinkuen dan tingkah laku jahat serta pemahaman tentang bekerjanya Sistem Peradilan
Pidana.
3
Berikut ini beberapa definisi kriminologi menurut pandangan para ahli adalah
sebagai berikut.
a) Yang dimaksud dengan studi kejahatan dalam kriminologi dewasa ini adalah
hubungan antara pelaku kejahatan dan korbannya.
b) Karakteristik hukum pidana dan bekerjanya sistem peradilan pidana, tidak terlepas
dari kriminologi dalamhubungannya dengan politik atau kebijakan kriminal dan
kebijakan sosial yaitu pembangunan nasional.
c) The body of knowledge, yaitu kriminologi dalam hubungan dengan berbagai ilmu
pengetahuan.
5
Sultherland menyatakan criminology is a body of knowledge (kriminologi adalah
kumpulan pengetahuan). Bebagai disiplin yang sangat erat kaitannya dengan kriminologi
antara lain hukum pidana, hukun acara pidana, antropologi fisik, antropologi budaya,
psikologi, biologi, ekonomi, kimia, statistik, dan banyak lagi disiplin lainnya. Untuk hal
tersebut Thorsten Sellin menyebut kriminologi sebagai a king without a country (seorang
raja tanpa daerah kekuasaan).
6
untuk mempelajari kriminologi agar dapat diperoleh pengetahuan yang penting tentang
fenomena kejahatan.
1. Etiologi kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-sebab kejahatan;
8
2. Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah lahirnya hukuman,
perkembangannya serta arti dan faedahnya;
3. Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-kondisi yang
mempengaruhi perkembangan hukum pidana.
Objek studi kriminologi secara garis besar 3 (tiga) hal, yaitu meliputi :1)
perbuatan yang disebut sebagai kejahatan, 2) pelaku kejahatan: dan 3) reaksi masyarakat,
baik pada kejahatan maupun pada pelaku kejahatan.
1. Kejahatan
Kejahatan sebagai fenomena sosial dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan
dalam masyarakat seperti politik, ekonomi, sosial budaya dan hal-hal yang
berhubungan dengan upaya pertahanan dan keamanan negara. Oleh karena itu,
perspektif kriminologi bersifat dinamis dan mengalami pergeseran dalam irama
perubahan social dan nuansa pembangunan yang berkesinambungan. Menurut
Muljanto, kejahatan adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan
diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut dinamakan
perbuatan pidana. Sedangkan menurut R. Soesilo, kejahatan adalah suatu perbuatan
tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang, untuk dapat melihat apakah
perbuatan itu bertentangan atau tidak undang-undang tersebut terlebih dahulu harus
ada sebelum peristiwa tersebut tercipta.
Kejahatan adalah perbuatan yang disebut sebagai kejahatan. Pengertian
kejahatan apabila dilihat dari peraturan perundang-undangan (dalam hal ini pidana)
yaitu norma yang termuat dalam peraturan pidana, dengan demikian kejahatan adalah
perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai tindak pidana. Perkembangan
kriminologi setelah tahun 1960-an, khususnya studi sosiologis terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang Hukum Pidana menyebutkan bahwa suatu perbuatan
dikatakan sebagai kejahatan (tindak pidana) tidak semata-mata dipengaruhi oleh besar
kecilnya kerugian yang ditimbulkan atau karena bersifat amoral, tetapi lebih
dipengarui oleh kepentingan-kepentingan politik. Hal ini mengakibatkan krimonologi
memperluas pengertian kejahatan. Kejahatan didefinisikan sebagai perbuatan yang
dipandang sangat merugikan masyarakat luas, bagi kerugian terhadap materi maupun
kerugian atau bahaya terhadap jiwa dan kesehatan manusia.
Sejalan dengan hal itu, Kongres ke-5 yang diselenggarakan oleh PBB tentang
Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelanggaran Hukum pada bulan September
9
1975 di Jenewa memberikan rekomendasi dengan memperlus pengertian kejahatan
terhadap tindakan penyalahgunaan kekuasaan ekonomi secara melawan hukum
(illegal abuse of economic power), seperti pelanggaran terhadap peraturan perburuhan,
penipuan konsumen, pelanggaran terhadap peraturan lingkungan, penyelewenangan
dalam bidang pemasaran dan perdagangan oleh perusahaan-perusahaan transnasional,
pelanggaran terhadap peraturan pajak dan terhadap penyalahgunaan kekuasaan secara
umum secara melawan hukum (illegal abuse of public power) seperti pelanggran
terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), penyalahgunaan wewenang oleh alat penguasa,
seperti penangkapan dan penahanan yang melanggar hukum. Pelaku kejahatan yaitu
orang yang melakukan kejahatan atau sering disebut sebagai penjahat. Studi terhadap
pelaku ini terutama dilakukan oleh kriminologi positivis dengan tujuan untuk mencari
sebab-sebab orang melakukan kejahatan. Dalam mencari sebab-sebab orang
melakukan kejahatan, positivis menyadarkan pada asumsi dasar bahwa penjahat
berbeda dengan bukan penjahat. Perbedaan tersebut disebabkan oleh berbagai aspek,
seperti aspek biologis, psikologis maupun sosio kultural. Oleh karena itu dalam
mencari sebab-sebab kejahatan pada umumnya dilakukan terhadap narapidana atau
bekas narapidana dengan cara mencarinya pada ciri-ciri biologisnya (determinis
biologis) dan aspek kultural (determinis cultural).
2. Pelaku Kejahatan
Pelaku yaitu orang yang melakukan kejahatan, atau sering disebut “penjahat”.
Studi terhadap pelaku ini terutama dilakukan oleh kriminologi positivis dengan tujuan
untuk mencari sebab-sebab orang melakukan kejahatan. Dalam mencari sebab-sebab
kejahatan, secara tradisional orang mencarinya dari aspek biologis, psikis dan sosial-
ekonomi. Biasanya studi ini dilakukan terhadap orang-orang yang dipenjara atau bekas
terpidana. Cara studi yang demikian ini mengandung beberapa kelemahan, yaitu:
a. Sebagai sampel dianggap kurang valid, sebab mereka tidak mewakili populasi
penjahat yang ada di masyarakat secara representatif.
b. Terdapat pelaku kejahatan-kejahatan tertentu yang berasal dari kelompok atau
lapisan sosial tertentu yang cukup besar jumlahnya akan tetapi hampir tidak
pernah dipenjara. Hal ini misalnya ditunjukkan oleh Sutherland dalam
penelitiannya terhadap kejahatan white-collar, dimana kurang dari 10% kasus
kejahatan white-collar yang diproses melalui peradilan pidana
c. Undang-undang pidana yang bersifat berat sebelah.
Di dalam perkembangannya, studi terhadap pelaku ini diperluas dengan studi
tentang korban kejahatan. Hal ini karena pengaruh tulisan Hans von Hentig dan B.
10
Mendelsohn. Dalam bukunya The Criminal and his Victim (1949) von Hentig
menunjukan bahwa dalam kejahatan tertentu korban mempunyai peranan yang sangat
penting daam terjadinya kejahatan.
Studi tentang korban ini kemudian berkembang cukup pesat dan muncullah
Viktimologi yaitu pengetahuan yang membahas masalah korban dengan segala
aspeknya. Pada permulaannya beberapa sarjana antara lain B. Mendelsohn
menghendaki viktimologi terlepas dari kriminologi, akan tetapi dengan
berkembangnya kriminologi setelah tahun 1960-an yaitu lahirnya “kriminologi
hubungan-hubungan” adalah kurang beralasan untuk melepaskan viktimologi dari
kriminologi.
3. Reaksi masyarakat
Reaksi Masyarakat Studi mengenai reaksi terhadap kejahatan bertujuan untuk
mempelajari pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan
atau gejala yang timbul dimasyarakat yang dipandang merugikan atau membahayakan
masyarakat luas. Sedangkan studi mengenai reaksi terhadap pelaku (penjahat)
bertujuan untuk mempelajari pandangan-pandangan dan tindakan-tindakan masyarakat
terhadap pelaku kejahatan.
Reaksi sosial terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan (penjahat) seperti yang
telah Kita pahami bahwa kejahatan adalah suatu perbuatan yang merugikan
masyarakat sehingga terhadapnya diberikan reaksi yang negatif. Kita juga telah
pahami bahwa reaksi terhadap kejahatan dan penjahat, dipandang dari segi
pelaksanaannya. dilihat dari segi pencapaian tujuannya dapat dibagi menjadi dua
yakni; Reaksi Represif dan Reaksi Preventif. Karena berbeda tujuannya maka secara
operasionalnya pun akan berbeda, khususnya dari metode pelaksanaan dan sifat
pelaksanaannya.
Terdapat 2 (dua) reaksi masyarakat terhadap kejahatan, yaitu: reaksi refresif
dan reaksi preventif. Reaksi refresif adalah tindakan yang dilakukan oleh masyarakat
(formal) yang ditujukan untuk menyelesaikan kasus atau peristiwa kejahatan yang
telah terjadi, guna memulihkan situasi dengan pertimbangan rasa keadilan dan
kebenaran yang dijunjung tinggi. Sedangkan reaksi preventif adalah yang dimaksud
dengan reaksi atau tindak preventif adalah tindak pencegahan agar kejahatan tidak
terjadi. Artinya segala tindak-tindak pengamanan dari ancaman kejahatan adalah
prioritas dari reaksi preventif ini. Menyadari pengalaman-pengalaman waktu lalu
bahwa kejahatan adalah suatu perbuatan yang sangat merugikan masyarakat maka
11
anggota masyarakat berupaya untuk mencegah agar perbuatan tersebut tidak dapat
terjadi.
Selain reaksi represif dan reaksi preventif ada juga reaksi formal dan reaksi
informal. Reaksi formal terhadap kejahatan adalah reaksi yang diberikan kepada
pelaku kejahatan atas perbuatannya, yakni melanggar hukum pidana, oleh pihak-pihak
yang diberi wewenang atau kekuatan hukum untuk melakukan reaksi tersebut. Sebagai
suatu sistem pengendali kejahatan maka secara rinci, tujuan sistem peradilan pidana,
dengan demikian adalah untuk mencegah agar masyarakat tidak menjadi korban
kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas
bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana, serta mengusahakan agar
mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi kejahatannya. Sedangkan
Reaksi informal yang dilakukan bukan oleh aparat penegak hukum tetapi oleh warga
masyarakat biasa. Masyarakat biasa di samping telah mendelegasikan haknya kepada
aparat penegak hukum berhak saja bereaksi terhadap kejahatan dan penjahat sebatas
mereka tidak melanggar peraturan yang ada. Dalam kasanah kriminologi, reaksi
informal dari masyarakat itu lebih dikenal sebagai tindak kontrol sosial informal.
Studi-studi memperlakukan beberapa aspek dari kontrol sosial informal pada tingkat
komunitas ketetanggaan yang digunakan untuk membangun tipologi dari definisi
operasional dari kontrol sosial informal. Definisi operasional ditemui dalam dua
dimensi yaitu; bentuk dan tempat.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan
dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya
dengan makalah ini. Kami banyak berharap kepada para pembaca memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
13
DAFTAR PUSTAKA
Hadi. A. & Mukhlis. 2022. Suatu Pengantar Kriminologi. Banda Aceh: Bandar Publishing.
Nandang, S. & Dian, A. 2021. Kriminologi: Perspektif Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika
Widodo. W. 2015. Kriminologi & Hukum Pidana. Semarang: Universitas PGRI Semarang
Press.
14