Anda di halaman 1dari 22

RESUME KRIMINOLOGI

BUKU KRIMINOLOGI: SUATU PENGANTAR

Disusun Oleh:

M. IQBAL RENALDY
NIM : 1930103121

Dosen Pengampu:
Romziaatusaadah, S.H.,M.Hum.

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN KRIMINOLOGI
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mem pelajari kejahatan dari berbagai
aspek ; yang lahir sebagai ilmu pengetahuan pada abad ke - 19 . Nama kriminologi
perta ma kali dikemukakan oleh P. Topinord ( 1830-1911 ) , seorang ahli antropologi
berkebangsaan Perancis . Kriminologi terdiri dari dua suku kata yakni kata crime
yang berarti kejahatan dan logos yang berarti ilmu pengetahuan , maka kriminologi
dapat berarti ilmu tentang kejahatan . Definisi yang tercakup dalam " kriminologi "
menunjuk kan kalau ilmu ini bukan bermaksud mempelajari cara berbu at kejahatan ,
melainkan " kejahatan " dipelajari dalam rangka menanggulanginya . Beberapa
sarjana terkemuka mengurai kan pengertian kriminologi sebagai berikut : • Edwin H.
Sutherland : criminology is the body of knowled ge regarding delinquency and crime
as social phenomena . ( Kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yang membahas
kenakalan remaja dan kejahatan sebagai gejala seluas-luasnya
• W.A. Bonger : ilmu pengetahuan yang bertujuan menyeli diki gejala kejahatan
seluas - luasnya .
• Thorsten Stellin : kriminologi dipakai untuk untuk meng gambarkan ilmu tentang
penjahat dan cara menanggu langinya ( treatment ) , sedangkan ahli kontinental , me
nurut beliau hanya mencari sebab - musabab kejahatan ( ethiology of crime ) .
• J. Constant : ilmu pengetahuan yang bertujuan menentu kan faktor - faktor yang
menjadi sebab - musabab terjadi nya kejahatan dan penjahat .
• S. Seelig : ajaran tentang gejala - gejala yang nyata , artinya gejala - gejala badaniah
dan rohaniah .
• J. Michael dan M. J. Adler : kriminologi itu meliputi kese luruhan dari data tentang
perbuatan dan sifat penjahat , lingkungannya dan cara bagaimana penjahat itu secara
resmi atau tidak resmi diperlakukan oleh badan - badan kemasyarakatan dan oleh para
anggota masyarakat .
• W. M. E. Noach : ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala - gejala kejahatan dan
tingkah laku yang tidak senonoh , sebab - musabab serta akibat - akibatnya .
• Frank E. Hagen : ilmu atau disiplin yang mempelajari ke jahatan dan perilaku
kriminal.
• Stephen Hurwits : kriminologi adalah bagian dari ilmu kriminal yang dengan
penelitian empirik atau nyata berusaha memberi gambaran tentang faktor - faktor
kriminalitas .
• Muljatno : ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan ke lakuan jelek dan tentang
orangnya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek itu . Dengan kejahatan di
maksudkan pula pelanggaran , artinya perbuatan yang menurut undang - undang
diancam dengan pidana , dan kriminalitas meliputi kejahatan dan kelakuan jelek.
• Soedjono Dirdjosisworo : ilmu pengetahuan yang mem pelajari sebab , akibat ,
perbaikan dan pencegahan keja hatan sebagai gejala manusia dengan menghimpun
sum bangan - sumbangan berbagai ilmu pengetahuan .
• R. Soesilo : ilmu pengetahuan yang ditunjang oleh ber bagai ilmu yang mempelajari
kejahatan dan penjahat , bentuk penjelmaan , sebab dan akibatnya , dengan tujuan
untuk mempelajarinya sebagai ilmu , atau agar supaya ha silnya dapat digunakan
sebagai sarana untuk mencegah dan memberantas kejahatan itu.

Berdasarkan definisi - definisi di atas , menunjukan krimi nologi sebagai ilmu yang
menekankan untuk memahami dan menganalisis sebab - sebab kejahatan , dan juga
menelusuri apa yang melatari kelakuan jahat . Kriminologi sebagai ilmu yang
mempelajari tentang keja hatan bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan , sete
lah dilakukan penelitian sehingga ditemukannya prima causa kejahatan . Kendatipun
kemudian , juga memberikan sum bangsih untuk penindakan bagi pelaku kejahatan ,
misalnya dengan pembinaan di lembaga pemasyaratakan .

B. RUANG LINGKUP KRIMINOLOG

I Pada hakikatnya ruang lingkup pembahasan kriminologi mencakup tiga hal pokok,
yakni :
1 . Proses pembentukan hukum pidana dan acara pidana ( making laws ) .
2 . Etiologi kriminal , pokok pembahasannnya yakni teori teori yang menyebabkan
terjadinya kejahatan ( breaking of laws ) .
3.. Reaksi terhadap pelanggaran hukum ( reacting toward the breaking of laws )
Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditu jukan kepada pelanggar hukum berupa
tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap " calon " pelanggar hukum be rupa upaya
- upaya pencegahan kejahatan ( criminal pre vention )
Hal yang menjadi pembahasan dalam proses pembuatan hukum pidana ( process of
making laws ) di antaranya :
1. Definisi kejahatan ;
2. Unsur - unsur kejahatan ;
3. Relativitas pengertian kejahatan ;
4. Penggolongan kejahatan ;
5. Statistik kejahatan .

Selanjutnya , yang dibahas dalam etiologi kriminal ( brea king laws ) meliputi : 1.
Aliran - aliran ( mazhab - mazhab ) kriminologi ;
2. Teori - teori kriminologi :
3 . Berbagai perspektif kriminologi .

Terakhir , dalam bagian ketiga "Pembahasan dari perlaku an terhadap pelanggar -


pelanggar hukum ( reacting toward the breaking laws )" antara lain :
1. Teori - teori penghukuman ;
2. Upaya - upaya penanggulangan atau pencegahan kejaha tan , baik berupa tindakan
pre - emtif , preventif , represif , maupun tindakan rehabilitatif.

C. BERSIFAT INTERDISIPLINER

Edwin Sutherland seorang kriminolog Amerika Serikat mengemukakan bahwa dalam


mempelajari kriminologi me merlukan bantuan berbagai disiplin ilmu pengetahuan . De ngan
kata lain , kriminologi merupakan disiplin ilmu yang ber sifat interdisipliner . Sutherland
menyatakan criminology is a body of know ledge ( kriminolog adalah kumpulan pengetahuan
) . Berbagai disiplin yang sangat erat kaitannya dengan kriminologi anta ra lain hukum pidana
, hukum acara pidana , antropologi fisik , antropologi budaya , psikologi , biologi , ekonomi ,
kimia , statis tik , dan banyak lagi disiplin lainnya yang tidak dapat disebut kan dalam tulisan
ini . Untuk hal tersebut Thorsten Sellin me nyebut kriminologi sebagai a king without a
country ( seorang raja tanpa daerah kekuasaan ) .

Di dalam Encyclopedia Americana , Vol . 8 ( 1976 : 201 ) di kemukakan :


" In the United States criminology is largely thought of as a branch of sociology ,
although the development of new schools of criminal justice at some universities
indicates a tendency to conceive of this science as an interdisciplinary one , involving
teams of specialists in psychology , sociology , political science , and public
administration . A largely misinformed public , on the other hand , tends to think of
the criminologist as a sort master detective , a specialist in the laboratory techniques
of criminal investigation . As recognition of this complex branch of social science
grows , the newly be viewed as necessary for dealing with the complex problems of
crime . Per sons with a variety of academic beackgrounds are alredy being called
upon to meet the demand for increased knowledge in this field . Learned societies and
professional journals approach modern criminology from a number of scientific
standpoints .

D. PEMBAGIAN KRIMINOLOGI

Dalam gar is besarnya kriminologi terbagi dalam dua go longan , yaitu kriminologi teoretis
dan kriminologi praktis . Selanjutnya dari masing - masing pembagian tersebut , masih
terbagi - bagi lagi sebagaimana diuraikan berikut ini .

1. Kriminologi Teoretis Secara teoretis kriminologi ini dapat dipisahkan ke dalam


lima cabang pengetahuan . Tiap - tiap bagiannya memperdalam pengetahuannya
mengenai sebab - sebab kejahatan secara teoretis .
2. Kriminologi Praktis Yaitu ilmu pengetahuan yang berguna untuk memberan tas
kejahatan yang timbul di dalam masyarakat . Dapat pula di sebutkan bahwa
kriminologi praktis adalah merupakan ilmu pengetahuan yang diamalkan ( applied
criminology ).

E. PROSES - PROSES KRIMINALISASI , DEKRIMINALISASI , DAN DEPENALISASI

Dalam pemahaman awam , bahkan dalam bahasa kese hari - harian oleh berbagai media cetak
dan online , kerap kali istilah kriminalisasi dimaknai dalam konotasi negatif . Silah kan amati
pada kasus " Cicak - Buaya Jilid II " ( KPK vs Polri ) , penetapan tersangka terhadap dua
komisioner anti rasuah ( KPK ) , ramai pemberitaan yang mengatakan kalau telah ter jadi
kriminalisasi .
Padahal dalam kriminologi istilah " kriminalisasi " tetap lah berkonotasi positif . Jika dibuka
dalam KBBI ( 1998 ) , ternya ta makna kriminalisasi juga hampir sama dengan yang dipa
hami dalam kriminologi , yaitu proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak
dikategorikan sebagai peristiwa pidana tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pida
na oleh masyarakat .

Pada dasarnya , kriminalisasi terkait dengan asas legalitas atau dalam bahasa Latinnya
dikenal postulat nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali ( tidak ada suatu
perbuatan dapat dihukum , kecuali ketentuan pidana dalam UU yang telah ada lebih dahulu
daripada perbuatan itu ) . Inilah makna asas legalitas yang menunjukan bahwa UU harus
memberi kan peringatan terlebih dahulu sebelum merealisasikan an caman yang terkandung
di dalamnya ( moneat lex , piusquam feriat ) . Adapun dalam kajian dekriminalisasi dan
depenalisasi terkait dengan asas ultimum remidum principle , bahwa peng gunaan hukum
pidana sebagai langkah terakhir saja.

1. Proses Kriminalisasi Proses kriminalisasi adalah suatu proses di mana sua tu


perbuatan yang mulanya tidak dianggap sebagai kejahat an , kemudian dengan
dikeluarkannya perundang - undangan yang melarang perbuatan tersebut , maka
perbuatan itu ke mudian menjadi perbuatan jahat .
Di Inggris , perbuatan bergelandangan ( vagrancy ) semu la dianggap bukan
kejahatan , tetapi dengan dikeluarkannya perundang - undangan yang melarang
perbuatan tersebut ma ka bergelandangan kemudian dianggap sebagai kejahatan .
Di Indonesia , meminum minuman keras , berjudi , perbu dakan , pemakaian ganja
dalam masakan bukan kejahatan di masyarakat tradisional , beberapa puluh tahun
lalu , sekarang menjadi perbuatan kriminal dengan dikeluarkannya perun dang -
undangan yang melarang perbuatan tersebut .
Dengan dilembagakannya perundang - undangan baru , antara lain UU . No.
23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga , UU No. 23/2012
tentang Perlindungan Anak , UU No. 21/2007 tentang Perdagangan Orang ,
perbuat an yang dulunya bukan dianggap kejahatan sekarang menjadi dan
diancam pidana . perbuatan kriminal karena perbuatan tersebut telah dilarang.
Contoh konkret lainnya , yaitu delik zinah dalam Pasal 284 KUHP saat ini hanya
dapat menjerat pelaku yang sudah ber suami / beristri lalu berhubungan badan
dengan orang lain .
2. Proses Dekriminalisasi
Proses dekriminalisasi adalah suatu proses ketika suatu perbuatan yang
merupakan kejahatan karena dilarang da lam perundang - undangan pidana ,
kemudian pasal yang me nyangkut perbuatan itu dicabut dari perundang -
undangan dan dengan demikian perbuatan itu bukan lagi kejahatan .
Misalnya di Inggris , homoseksual merupakan kejahatan tetapi dengan adanya
laporan Wolfendom Report , suatu lem baga yang meneliti nilai - nilai yang masih
hidup di masyarakat Inggris yang menyatakan homoseksual bukan lagi dianggap
sebagai kejahatan , sehingga perbuatan homoseksual ditarik dari perundang -
undangan pidana Inggris .
Demikian pula halnya di negara - negara Skandinavia , Abortus Provocatus
Criminalis yang dulunya dianggap keja hatan sekarang bukan lagi kejahatan .
Di Indonesia , proses dekriminalisasi " terselubung " ter jadi , bukan karena pasal
yang menyangkut perbuatan itu ditarik , tetapi karena ancaman pidana yang ada
dalam pasal tersebut menjadi mati ( tidak diterapkan lagi ) . Hal ini dapat
dicermati dalam Pasal 283 KUHP , dalam kerangka program keluarga berencana (
saja ) . Pasal 283 ( 1 ) menegaskan :
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak Rp 9.000,00 ( sembilan ribu rupiah ) . barangsiapa menawarkan ,
memberikan untuk terus maupun un tuk sementara waktu , menyerahkan atau
memperlihatkan tulisan , gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan ,
maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang
belum dewasa , dan yang diketahui atau sepatutnya harus di duga bahwa umumya
belum 17 ( tujuh belas ) tahun , jika isi tulisan , gambaran , benda atau alat itu
telah diketahuinya . "
3. Proses Depenalisasi
Pada proses depenalisasi , sanksi negatif yang bersifat pi dana dihilangkan dari
suatu perilaku yang diancam pidana . Dalam hal ini , hanya kualifikasi pidana
yang dihilangkan , sedangkan sifat melawan atau melanggar hukum masih tetap
dipertahankan . Mengenai hal itu , penanganan sifat melawan atau melanggar
hukum diserahkan pada sistem lain , misalnya sistem hukum perdata , sistem
hukum administrasi , dan sete rusnya .
Di dalam proses depenalisasi timbul suatu kesadaran , bahwa pemidanaan
sebenarnya merupakan ultimum remi dium ( bukan premium remidium ) . Oleh
karena itu , terhadap perilaku tertentu yang masih dianggap melawan atau me
langgar hukum dikenakan sanksi - sanksi negatif nonpidana yang apabila tidak
efektif akan diakhiri dengan sanksi pidana sebagai senjata terakhir dalam keadaan
darurat . Hal ini ber arti bahwa hukum pidana dan sistemnya merupakan suatu
hukum darurat ( noodrecht ) yang seyogianya diterapkan pada instansi terakhir

F. SEJARAH PERKEMBANGAN KRIMINOLOGI

Sudah banyak sarjana sebelumnya , seperti W. A. Bonger , W.F. Noach , Soedjono D. , R.


Soesilo , dan Simanjuntak telah menguraikan sejarah tentang kejahatan yang disebabkan oleh
berbagai keadaan . Di zaman kuno misalnya , Plato dan Aristoteles sudah mengurai " keadaan
ekonomi " sebagai penyebab munculnya pelaku kejahatan . Kendatipun demikian dari kedua
tokoh tersebut , belum dapat dikatakan telah memperkenalkan kriminologi. Hanya
memberikan uraian secara umum tentang penyebab kejahatan , yang selanjutnya ditekuni
oleh generasi selanjutnya , seperti More dan Beccaria .

G. PERBANDINGAN KRIMINOLOGI DAN HUKUM PIDANA

Kriminologi dan hukum pidana memiliki kesamaan , juga memiliki perbedaan , itulah
sebabnya selanjutnya dikatakan sebagai perbandingan , berikut masing - masing persamaan
dan perbedaannya .

1 . Persamaan : Baik kriminologi maupun hukum pidana mengandung unsur - unsur


persamaan , yaitu :
a . Kedua - duanya memiliki objek kajian kejahatan ;
b . Kedua - duanya sama - sama mengupayakan pence gahan kejahatan .
2.. Perbedaan :
a . Kriminologi : ingin mengetahui apa latar belakang seseorang melakukan
kejahatan . Pertanyaan yang timbul adalah mengapa Mr. X melakukan kejahatan
( why has Mr. X commited crimen ) . Hukum pidana : ingin mengetahui apakah Mr.
X telah melakukan kejahat an . Pertanyaan yang timbul adalah : apakah Mr. X te lah
melakukan kejahatan ( has Mr. X commited crime ) ;
b . Hukum pidana menetapkan terlebih dahulu sese orang sebagai penjahat , baru
langkah berikutnya giliran kriminologi meneliti mengapa seseorang itu melakukan
kejahatan ;
c . Kriminologi : memberi bahan dalam perumusan per undang - undangan pidana .
Hukum pidana : pengerti an kejahatan telah dirumuskan ( dikodifikasikan ) dalam
KUH Pidana .
H. MANFAAT MEMPELAJARI KRIMINOLOGI
Kejahatan sudah dikenal sejak adanya peradaban manu sia . Makin tinggi peradaban , makin
banyak aturan , dan ma kin banyak pula pelanggaran . Sering disebut bahwa kejahatan
merupakan bayangan peradaban ( crime is a shadow of civili zation ) . Kejahatan membawa
penderitaan dan kesengsaraan , mencucurkan darah dan air mata . Peredaran gelap narkotika
telah menghancurkan harapan masa depan dari jutaan anak remaja . Kejahatan kerah putih
menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan yang pada gilirannya menimbulkan banjir ,
kekeringan yang berkepanjangan , dan akhirnya membawa akibat hilangnya nyawa ,
rusaknya harta benda dan kerugian yang tak terhitung banyaknya . Maka seiring dengan
perkembangan zaman , kejahatan berada dalam modus operandi baru , kriminologi tidak
berarti berhenti dalam menganalisis penyebab dari jenis kejahatan baru tersebut . Kriminologi
tetap memberikan sumbangsih nya dalam penyusunan perundang - undangan baru ( proses
kriminalisasi ) , menjelaskan sebab - sebab terjadinya kejahatan ( ethiology criminal ) yang
pada akhirnya menciptakan upaya upaya pencegahan terjadinya kejahatan ( criminal preventi
on ) .

Tidak dapat disangkal kriminologi telah membawa man faat yang tak terhingga dalam
mengurangi penderitaan um mat manusia , dan inilah yang merupakan tujuan utama
mempelajari kriminologi . Secara sederhana , manfaat mempelajari kriminologi da pat
digolongkan dalam tiga sasaran utama , meliputi :

1. Bagi pribadi : dengan memahami perbuatan manusia yang melakukan kejahatan ,


karena berkolerasi dengan berbagai faktor dan sebab - musabab , seseorang kemudi an
akan bijak dan mengalami keinsafan diri kalau pada sesungguhnya orang yang
berbuat jahat di sekitarnya bukan " dimusnahkan tetapi perlu pembinaan agar ti dak
lagi mengulangi kejahatannya . Seorang yang menjadi korban kejahatan , tanpa
berpikir panjang , boleh jadi akan menghabisi atau menuntaskan dendamnya kepada
pen jahat itu . Adapun kalau ia mengetahui sebab - musabab nya orang berbuat jahat
kepadanya , ia tidak akan main hakim sendiri , tetapi mempercayakan kepada " negara
" agar memproses si penjahat dalam wadah pemidanaan ;
2. Bagi masyarakat : kalau sudah dapat diprediksi calon calon penjahat di masa
mendatang berkat penelitian kriminologi , sehingga dari awal dapat diambil langkah
pre - emtif dan preventif untuk menanggulanginya , maka tertatalah kehidupan sosial
tanpa gangguan kejahatan . Tentu upaya penanggulangan kejahatan dapat melibat kan
aparat penegak hukum yang mengerti pendekatan kriminologi sehingga dapat
mengambil langkah - langkah yang terarah guna mencegah terjadinya kejahatan .
3. Bagi akademisi : kriminologi yang dipahami sebagai " the body of knowledge "
memanfaatkan berbagai disiplin ilmu sebagai pendekatan studi kejahatan , maka
manfaatnya ti dak hanya menjadi milik kriminolog , tetapi juga ahli lain ( antropolog ,
sosiolog , dan psikolog ) , jadilah pengayaan ilmu yang akan memperluas horizon
pandangan tentang fenomena kejahatan sebagai gejala sosial . Bahkan dengan hasil
penelitian yang menggunakan pendekatan krimino logi akan memberikan sumbangsih
berharga untuk pe rumusan dan pembentukan perundang - undangan guna
menanggulangi penjahat berstatus residivis , atau calon calon penjahat berikutnya .
Contoh yang relevan untuk manfaat yang seperti ini , dapat diamati melalui UU Nar
kotika atas saran berbagai pihak , bagi pecandu narkotika perlu diadakan rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial kepadanya . Sudah pasti dengan kajian kriminologi dapat
mengungkapkan faktor - faktor yang menyebabkan sese orang menjadi pecandu
narkotika , si pecandu tidak boleh dipandang sebagai " penjahat lagi " tetapi sebagai "
kor ban " yang harus mendapatkan perawatan dari negara . Contoh lain lagi , dengan
kerja sama kriminologi dan psi kologi dapat memberikan pertimbangan kepada
seorang anak yang melakukan kejahatan , sebab " daya pikir " yang masih lemah ,
masih dalam pencarian identitas , maka hukuman yang tepat bagi anak nakal ( anak
berkonflik hukum ) lebih diutamakan mediasi antarpihak , sekeras kerasnya hukuman
hanya berupa tindakan ( pembinaan dan pemeliharaan ) dari pada pemidanaan "
penjara."

BAB 2
TENTANG KEJAHATAN

A. KONSEP KEJAHATAN ( CONCEPT OF CRIME )


Konsep kejahatan akan menguraikan pengertian kejahat an dalam sudut pandang hukum dan
masyarakat , juga meng uraikan kejahatan sebagai norma hukum , unsur - unsur keja hatan ,
dan relativitas kejahatan yang begantung pada waktu dan tempat tertentu . Dalam hukum
pidana formil memang tidak dikenal isti lah " penjahat " hanya dikenal beberapa peristilahan ,
seperti : terlapor , tersangka , terdakwa , terpidana , dan narapidana . Ti dak semua "
kejahahatan " dalam kacamata kriminologi oleh undang - undang ditempatkannya sebagai
kejahatan , sebab demikianlah " ketatnya " hukum pidana dalam arus " legisme "
dibandingkan kriminologi yang bersifat empiris .

1. Pengertian Kejahatan Dalam bab sebelumnya telah diuraikan pengertian krimi


nologi , yaitu ilmu tentang kejahatan . Kejehatan dalam konteks ini terdiri atas
kejahatan yang dilakukan ; dengan orang - orang yang melakukannya , ringkasnya
kejahatan dapat ditinjau dari jenisnya dan siapa pelakunya . Soal pengertian
kriminologi yang mengkaji dan menga nalisis kejahatan , belumlah terang fokus
kajiannya , jika tidak dipahami pula definisi yang tercakup dalam " kejahatan " itu
. Pengertian kejahatan terbagi dalam dua perspektif , yaitu per spektif hukum dan
perspektif masyarakat.
2. Perbedaan antara Norma Hukum Pidana dengan Norma - norma Sosial Lainnya
Di dalam setiap masyarakat terdapat sejumlah norma yang bertujuan untuk
mengatur tingkah laku anggota - anggota masyarakatnya . Dikenal adanya norma
agama , adat istiadat , dan norma hukum . Untuk membedakan norma agama , adat
dan lain - lainnya dengan norma hukum , maka diberi batasan mengenai norma
hukum , khususnya norma hukum pidana :
" Norma hukum adalah sejumlah aturan - aturan yang mengatur tingkah laku
orang - orang yang telah dikeluarkan oleh pejabat politik , yang berlaku secara
sama untuk semua kelas dan golongan dan disertai sanksi kepada pelanggar -
pelanggarnya yang di lakukan oleh negara.”
Dengan memperhatikan definisi di atas , maka terdapat empat unsur esensial
( pokok ) yang merupakan ciri khas hu kum pidana , yakni :
a . Sifat politisnya , yakni peraturan - peraturan yang ada di keluarkan oleh
pemerintah . Peraturan - peraturan yang dikeluarkan oleh organisasi buruh , gereja
, sindikat dan lain - lainnya tidak dapat disebut sebagai hukum pidana meskipun
peraturan tersebut sangat mengikat anggotanya dan mempunyai sanksi yang tegas
b . Sifat spesifiknya , yakni hukum pidana memberikan ba tasan tertentu untuk
setiap perbuatan . Misalnya , dibeda kan antara pencurian biasa dengan pencurian
kekerasan ;
c . Sifat uniform atau tidak diskriminatif , yakni berusaha memberi keadilan
kepada setiap orang tanpa membeda kan status sosialnya ;
d . Sifat adanya sanksi pidana , yakni adanya ancaman pida na oleh negara.
3. Unsur - unsur Pokok untuk Menyebut Sesuatu Perbuatan sebagai Kejahatan Untuk
mengkualifisir sesuatu perbuatan sebagai kejahat an , ada 7 ( tujuh ) unsur pokok
saling berkaitan yang harus di penuhi . Ketujuh unsur tersebut sebagai berikut :
a . Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian ( harm ) ;
b . Kerugian yang ada tersebut telah diatur di dalam Kitab Undang - Undang
Hukum Pidana ( KUHP ) . Contoh : orang dilarang mencuri , perihal larangan
yang menimbulkan ( asas legalitas ) ; kerugian tersebut telah diatur di dalam Pasal
362 KUHP
c . Harus ada perbuatan ( criminal act ) ;
d . Harus ada maksud jahat ( criminal intent = mens rea ).

B. PENGGOLONGAN KEJAHATAN
Kejahatan dapat digolongkan berdasarkan motif pelaku nya , ancaman pidananya ,
kepentingan statistik , kepentingan pembentukan teori dan berdasarkan pandangan para
ahli sosiologi, berikut masing-masing uraiannya :
1. Motif Pelakunya
2. Berdasarkan Berat atau Ringannya Ancaman Pidana
3. Kepentingan Statistik
4. Kepentingan Pembentukan Teori
5. Ahli- ahli Sosiologi

C. STATISTIK KEJAHATAN

Tidak semua kejahatan yang terjadi dapat tercatat dalam angka - angka , ada pula
kejahatan yang tidak tercatat disebab kan baik oleh pihak pelaku , korban , aparat penegak
hukum atau masyarakat yang mengetahui kejahatan tersebut , namun urung tak
melaporkannya . Akan tetapi , dalam statisitik keja hatan , lazimnya dengan data
kejahatan yang sudah diperoleh dapat memprediksi kejahatan yang masih tersembunyi
( ter selubung )
1. Kejahatan Tercatat (Reecord Crime)
2. Kejahatan Terselubung (Hidden Crime)

BAB 3
ETIOLOGI KRIMINAL

A. ORIENTASI ETIOLOGI KRIMINAL


Pada Bab I sudah disinggung tentang etiologi kriminal , yaitu teori dalam kriminologi
yang mempelajari sebab - sebab terjadinya kejahatan ( breaking of laws ) . Untuk
memperoleh sebab - sebab kejahatan haruslah dilakukan penelitian tingkah laku
manusia baik melalui pendekatan deskriptif maupun pendekatan kausal .
Simanjuntak ( 1981 : 148 ) mengemukakan bahwa sebe narnya dewasa ini tidak lagi
dilakukan penyelidikan sebab ke jahatan , karena sampai saat ini belum ditemukan
faktor sebab kejahatan . Hanya dapat ditentukan suatu faktor pembawa resiko yang
lebih besar atau lebih kecil dalam menyebabkan orang - orang tertentu menjadi
pelanggar hukum . Dengan kata lain baru dapat ditentukan mengapa dalam suatu
kelompok orang yang berbeda dengan kondisi yang berbeda terdapat lebih banyak
atau lebih kurang orang - orang yang melanggar hukum . Dalam mencari sebab -
akibat sering digunakan general theory atau multiple factor theory . Penggunaan teori
ini ter gantung pada efesien tidaknya menggunakan konsep induksi atau deduksi . Ada
sementara peneliti bertujuan mencari the sufficient and necessary causes ( faktor satu
- satunya tanpa fak tor lain ) tetapi ada juga mencari necessary but not sufficient
( faktor - faktor yang selalu ada bersama faktor lain .
Masih menurut Simanjuntak selanjutnya mengemuka kan kalau dari hasil penelitian
kriminologi dapat dikelompok an sebab - sebab kejahatan , sebagai berikut :
a . Golongan Salahmu Sendiri ( SS ) ;
b . Golongan Tidak Ada Orang yang Salah ( Tos ) ;
c . Golongan Lingkungan Salah ( LS ) ;
d . Golongan Kombinasi ( K ) . Uraian Simanjuntak di atas sebenarnya menunjukan
ka lau dirinya mengalami " inkonsistensi . " Di satu sisi mengata kan hingga saat ini
belum dapat ditemukan sebab kejahatan . tetapi di sisi lain malah memberikan lagi
satu pendapat se bab - kejahatan dalam 4 ( empat ) pembagian .
Disadari bahwa memang kriminologi sebagai ilmu yang banyak menggunakan
pendekatan ilmu lainnya , jikalau yang dikatakan Simanjuntak hanya dapat ditemukan
faktor pem bawa risiko kejahatan , kejahatan manakah yang beliau maksudkan ,
apakah kejahatan yang sudah terjadi atau kejahatan yang belum terjadi . Kalau
kejahatan yang sudah terjadi , dan si penelitinya memang tekun menggali informasi
dari " penja seseorang itu melakukan kejahatan . hat " dan lingkungan sekitarnya pasti
akan menemukan sebab.
Kiranya yang dimaksudkan oleh Simanjuntak bahwa sampai kapan pun " kejahatan
tidak mungkin musnah dari muka bumi ini . Tindakan yang dapat diambil paling tidak
menekan angka kejahatan , atau ibarat sedia payung sebelum hujan , sediakan
penanggulangan atau deteksi dini sebelum kejahatan itu terjadi.

B. MAZHAB DALAM KRIMINOLOGI


Mazhab atau aliran - aliran yang kerap pula disebut " schools " dalam kriminologi
menunjukkan pada proses perkem bangan pemikiran dasar dan konsep - konsep
tentang keja hatan . Berikut beberapa mazhab yang pernah melakukan penelitian
sebab - sebab kejahatan :
1. Spiritualisme
2. Naturalisme
3. Aliran Positivis
4. Aliran Social Defence
C. KEJAHATAN DALAM PERSPEKTIF BIOLOGIS
Pendekatan biologis atas sebab kejahatan memandang pelaku kejahatan secara
mandiri pada " individu - nya " semata sebagai pembuat kejahatan . Ada yang
menitikberatkan pada kejahatan yang disebabkan oleh faktor " gen " ( warisan ) , ada
pula yang mengambil kesimpulan tipe - tipe penjahatan dapat diidentifikasi
berdasarkan ciri - ciri fisik yang melekat pada pelaku kejahatan .
1. Lahir sebagai penjahat (Born Criminal)
2. Tipe Fisik
3. Disfungsi Otak dan Learning Disabilities
4. Faktor Genetik
D. KEJAHATAN DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGIS
Studi psikologi atas penyebab munculnya kejahatan da pat dikatakan jauh lebih maju
dari pada studi biologi , sebab dalam studi psikologi yang memandang kejahatan
disebab kan kondisi pelaku yang abnormal , cacat mental , guncangan jiwa yang maha
berat telah menganjurkan perbaikan melalui rehabilitasi , perawatan bagi orang yang
sudah terlanjur mela kukan kejahatan atau orang yang diprediksikan akan melaku kan
kejahatan.

BAB 4

REAKSI TERHADAP PELANGGARAN HUKUM

A. KEJAHATAN DAN TUJUAN PEMIDANAAN


Seandainya seseorang tidak mengenal hukum , tidak me ngenal keadaban pula , itulah
masyarakat barbarian , yang kuat menjadi pemangsa yang lemah , homo homuni lupus
( Plaut us : 945 ) . Seseorang akan bereaksi terhadap kejahatan dilatari oleh " motif
balas dendam " maka yakin saja , pada akhirnya manusia akan punah . Pun kalau tidak
terjadi kepunahan , maka selamanya akan terjadi penindasan oleh yang kuat ter hadap
yang lemah . Inilah kelebihan manusia sebagai makhluk insani , motif balas dendam
tersebut dikanalisasi dalam sebuah ikatan , so liditas , yang bernama kontrak sosial ,
agar perdamaian selalu terjaga . Siapa yang mengganggu perdamaian maka " hukum
lah " yang memberikan jalan untuk memulihkan gangguan atas perdamaian itu .
Dalam konteks demikian , kriminologi sebagaimana telah dikemukakan oleh para
ahlinya , mengutamakan penanggu langan sebagai sasaran utamanya , maka
kehadirannya sela in mencegah muncul - munculnya calon - calon penjahat , juga
mencegah seorang yang telah berbuat jahat agar tidak lagi mengulangi kejahatannnya.
Masalah penanggulangan kejahatan bisa dengan menin dakan " niat " si penjahat
melalui " injeksi " sadar untuk taat hukum , bisa pula dengan meniadakan "
kesempatan " si pen jahat dalam mewujudkan perbuatannya . Meniadakan " ke
sempatan seseorang melakukan kejahatan sudah pasti " ca lon korban " yang
memegang peran dominan . Adapun untuk penanggulangan bagi yang sudah terlanjur
melakukan keja hatan , proses pemidanaanlah yang akan memperbaiki " sifat jahat "
sang pelaku melalui hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
1. Penanggulangan Kejahatan (Criming Prevention)
2. Tujuan Pemidanaan
B. SISTEM PEMASYARAKATAN MENGGANTIKAN SISTEM KEPENJARAAN DI
INDONESIA

Seiring dengan perkembangan teori pemidanaan , hu kuman tidak lagi bertujuan untuk
memberikan efek jera saja , bermotifkan balas dendam atas perbuatan si penjahat ,
namun hukuman diadakan untuk memperbaiki tata laku si pembuat kejahatan , maka
institusionalisasi sang penjahat dihilangkan pula keadaan yang memungkinkan terjadi
" labelisasi " atas di rinya .
Sang pelaku kejahatan bukan lagi sebagai objek yang bisa diperlakukan kejam ,
bengis , ia juga sebagai manusia ( subjek ) yang memiliki hak untuk diperlakukan
secara manusiawi . Ia ditempatkan dalam suatu bangunan penjara sebagai warga
binaan yang sedianya mendapat pembinaan dan pembim bingan , agar di kemudian
hari dapat kembali diterima oleh lingkungannya .
1. Sejarah Pemasyarakatan
2. Prinsip- prinsip Pemasyarakatan
3. Pelaksanaan Pemasyarakatan

BAB 5
FENOMENA PELACURAN

A. KRIMINOLOGI DAN FENOMENA PELACURAN


Mempelajari dan menganalisis " Fenomena Pelacuran " harus didasari terlebih dahulu
dengan pemahaman yang mendalam tentang kriminologi itu sendiri , berbagai jenis ke
jahatan , etiologi kejahatan , hingga reaksi masyarakat atas ke jahatan tersebut .
Sepintas lalu , kita yang terlahirkan dalam keluarga dan lingkungan normal boleh jadi
sangat mencela , bahkan jijik dengan yang namanya pelacur . Dengan gampangnya
kita me narik kesimpulan sementara , kalau mereka , wanita yang me milih profesi
pelacur disebabkan nafsu seksuilnya memang tinggi .
Kiranya tidak salah hipotesis itu , tapi hanyalah bagian kecil yang bisa dianggap
sebagai persoalan " seksual semata " sehingga seseorang terjerumus dalam pelacuran .
Ada yang disebabkan karena tekanan ekonomi , kemiskinan yang ber lipat - lipat ,
ditambah musibah yang menimpa keluarganya ( perceraian ) , jadilah mereka tersesat
dalam jurang pelacuran .
Anda belajar kriminologi memang bukan belajar filsafat dengan sekelumit bahasanya
yang rumit , memusingkan , pe nuh logika di sana - sini . Akan tetapi , salah satu
tujuan filsafat , yaitu Anda diharapkan menjadi bijak menyikapi permasalah an , maka
dalam kriminologi - lah Anda juga akan menemukan nya .
Fenomena pelacuran telah banyak diangkat dalam layar lebar , seperti film " Ranjang
Siang , Ranjang Malam " di era 1970 - an . Banyak pula fenomena pelacuran
dikisahkan dalam beberapa novel , seperti : " Bekisar Merah " karya Ahmad Toha ri ,
" Terusir " karya Buya Hamka . Memang yang demikian ha nyalah " film " dan novel
yang sifatnya " fiksi " , namun tidak dapat dimungkiri kalau bahan ceritanya banyak
berangkat dari realitas sosial .
Paling tidak dengan bekal " pengetahuan kriminologi lalu dikombinasikan dengan
novel " Terusir " karya Hamka . kita dapat menemukan sebab dan akibatnya terjadi
pelacur an . Novel ini menarik pula dibaca untuk mereka yang memi liki "
Pengetahuan Hukum " sebab di dalam ceritanya memen taskan sidang pengadilan
bagi seorang ibu terusir dari yang keluarganya , hidup miskin , menikah dengan
seorang pejudi . hingga terjerumus dalam dunia prostitusi karena tidak ada jalan lain
yang menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya .

B. PENGERTIAN PELACURAN
Prostitusi atau pelacuran bukanlah hal baru yang terjadi pada hari ini , bahkan
mewarnai berbagai zaman hingga me lintasi generasi . Kita bisa menemui berbagai
cerita tentang pelacuran dalam beberapa buku yang pernah ditulis oleh lip Wijayanto (
Fresh Chicken ) , atau yang ditulis oleh Moamar Emka ( Jakarta Undercover )
mengenai kondisi pelacuran , leng kap dengan segala mutasinya , bahkan modus
operandinya . Soal siapa yang melayani dan siapa yang mencari pelayan an seksual
tetap sama model , seperti yang dulu , hanya yang berubah mungkin tempatnya ,
dulunya rumah reyot , sekarang kebanyakan wanita - wanita pelacur dihimpun dalam
tempat mewah ( seperti losmen , panti pijat , hotel , dan klub malam ) .
Mulai di era penjajahan Belanda , dalam beberapa lite ratur juga diceritakan kalau
Presiden pertama di republik ini ( Soekarno ) pernah " memata - matai " Belanda
melalui seorang pelacur . Bagi Soekarno , pelacur adalah mata - mata terbaik dunia .
Dengan kemampuan merayunya , para pelacur konon dapat menggali banyak
informasi dari orang - orang Belanda yang menjadi pelanggannya . Selain itu , para
pelacur dapat juga berfungsi sebagai kontraspionase dan membongkar ke dok para
pengikut PNI yang berkhianat ( Ipnu Rano , " The Love Story Bung Karno , 2013 :
118 ) . Artinya , di zaman penjajahan saja ada tempat pelacuran , hingga
keberadaannya masih bisa dijumpai ( seperti di Jalan . Nusantara , Makassar ) walau
kita sudah mencapai kemerdekaan hingga 71 tahun lamanya .

C. PELACURAN SEBAGAI MASALAH SOSIAL


Berbicara masalah pelacuran di Indonesia akan langsung menyinggung susunan
masyarakat , harga perempuan , dan masalah moral . Meskipun pelacuran menurut
hukum positif di Indonesia masih kontroversi tentang legal tidaknya . Seba gian ahli
berpendapat bahwa pelacuran merupakan kejahat an , akan tetapi ada juga yang
berpendapat bahwa pelacuran bukanlah kejahatan . Terlepas dari itu semua ,
pelacuran ada lah sebuah masalah sosial .
Hunt ( A.S. Alam , 2005 : 23 ) berpendapat bahwa untuk adanya masalah sosial harus
ada dua syarat dipenuhi . Per tama , harus ada pengakuan secara luas bahwa keadaan
itu memengaruhi kesejahteraan sebagian anggota masyarakat ; Kedua , harus ada
keyakinan bahwa keadaan itu dapat diubah .
Kesejahteraan sosial yang dimaksud , yakni adanya stan dar - standar tertentu yang
diberikan untuk menentukan sega la sesuatunya disebut sejahtera , baik itu dari segi
keselamat an , ketenteraman , dan kemakmuran ( jasmani , rohani , serta sosial )
dalam kehidupan bersama .
Dari segi kesehatan masyarakat , pengaruh pelacuran terhadap penularan penyakit
kelamin di masyarakat sangat besar . Paransipe berpendapat bahwa dalam kenyataan
pelacur - pelacur sesuai dengan mata pencaharian mereka , sela lu mengadakan
hubungan yang berganti - ganti . Tamu - tamu adalah anggota masyarakat dari luar
golongan pelacur dan dapat membawa penyakit kelamin di dalam keluarganya . Hal
ini memengaruhi kesejahteraan sebagian anggota masyara kat , karena penyakit
kelamin memengaruhi keselamatan , ke tenteraman , dan kemakmuran di dalam
kehidupan bersama .
Dari segi pandangan agama Islam , pelacuran menyang kut nilai - nilai , yaitu nilai
baik dan buruk . Pengertian tentang baik dan buruk antara lain disebutkan di dalam
Hukum Islam yang bersumber dari Al - Quranul Karim dan Hadis Nabi Be sar
Muhammad SAW . Di dalam hukum Islam tidak ada secara langsung menyebut
tentang pelacuran tetapi hanya menge nal perzinahan . Pengertian zina lebih luas dari
pelacuran ( pe lacuran adalah salah satu bentuk dari perzinahan ) . Dengan demikian ,
pelacuran mengganggu kesejahteraan sebagian besar anggota masyarakat , terutama
Umat Islam , karena ber tentangan dengan ajaran - ajarannya .

D. FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA PELACURAN


Kemungkinan di antara kita ada yang tidak sepakat kalau dikatakan bahwa faktor
utama yang mendorong timbulnya pelacuran berhubungan dengan sifat alami manusia
terutama faktor biologis . Bukankah pemenuhan kebutuhan seksualitas merupakan
Kebutuhan Dasar Manusia ( KDM ) , sebagaimana ia ditempatkan dalam kebutuhan
fisiologis oleh Abraham Maslow .
Pegadaiannya , tidaklah mungkin laki - laki akan menda tangi tempat pelacuran atau
sebaliknya tidak mungkin ada wanita yang melacurkan dirinya kalau tidak ada kondisi
natural seksual yang demikian . Pernyataan yang seperti ini tampaknya juga
dibenarkan oleh M.A.W. Brower yang me ngatakan : bahwa " jabatan " pelacur sudah
sangat tua ; sejak pernikahan menjadi suatu lembaga sudah mulai terjadi per ceraian .
Alasan utama katanya adalah alasan biologis .
Hingga saat ini , faktor biologis sebagai penyebab tim bulnya pelacuran juga masih
sering dkemukakan kembali dalam beberapa penelitian tentang itu , kerap lebih dikon
kretkan bahwa ada juga yang menjadi pelacur karena bersifat hiperseksual . Tentu
dengan tidak menafikan beberapa faktor lainnya , seperti kemiskinan dan faktor
psikologis lainnya ( mi salnya , perceraian yang berujung pada broken home ).
Apakah pelacuran dapat diberantas ataukah kapan kira kira ia akan lenyap di muka
bumi ? Menarik mengikuti satire yang dikatakan oleh Agustinus : " heem de hoeren
uit de werld weg . En gij zult er de oorzaak van zijn , dat zij vol ontucht ge vorden is "
-pelacuran sama pentingnya dengan selokan atau riool dalam sebuah istana . Bahwa
mungkin tanpa selokan sebuah istana indah atau bagaimanapun megahnya lambat
laun menjadi kotor karena tidak ada jalan untuk membuang kotoran yang terdapat di
dalam istana.

BAB 6
KRIMINOLOGI KONTEMPORER

A. PENGERTIAN KRIMINOLOGI KONTEMPORER


Sebagaimana dikemukakan oleh Syahetapi ( 1992 ) yang kemudian diulang
kembali oleh Abdul Wahib ( 2002 : 21 ) : " bahwa dengan mengamati perubahan
yang terjadi di te ngah - tengah masyarakat maka kejahatan erat kaitannya dan
bahkan menjadi bagian dari budaya itu sendiri . Artinya , sema kin tinggi tingkat
budaya dan semakin modern suatu bangsa , maka semakin modern pula kejahatan
itu , bentuk , sifat dan cara pelaksanaannya . "
Kriminalisasi suatu perbuatan hingga terkualifikasi seba gai kejahatan dalam suatu
undang - undang , lengkap pula de ngan aparatur penegak hukum yang akan
menegakknya , ti dak menjadi jaminan pelaku kejahatannya dengan gampang
terdeteksi . Suatu koreksi terhadap kemampuan kepolisian dalam mendeteksi
pelaku kejahatan tersimpul dalam kalimat : " Makin cerdas polisinya makin cerdas
pula penjahatnya.”
Begini contoh sederhananya : dahulu pelaku pembunuh an sudah dapat terdeteksi
dengan kemampuan mengidentifi . kasi " sidik jari " pelaku kejahatan . Ternyata si
penjahat punya cara lain agar jejak tidak diketahui oleh penyidik , ia membu nuh
dengan cara memutilasi korbannya . Ditemukanlah ke mudian tes DNA yang bisa
mengidentifikasi korban kejahatan itu , tetapi lagi - lagi penjahatnya
menghilangkan jejak kejahat . an dengan cara membakar organ tubuh tersebut .
Nyatanya hasil pembakaran mayat masih bisa lagi dikenali melalui abu nya , juga
dengan tes DNA , dan selanjutnya penjahat mentak . tisi hasil pembunuhannya
dengan cara melenyapkan organ tubuh tersebut dalam mesin uap .
Antara pendapat yang dikemukakan oleh Syahetapi di atas , dengan contoh yang
telah diberikan sebagai gambaran pola perkembangan kejahatan , di situlah
kriminologi menja di ilmu pengemban amanah , mempelajari modus dan motif
baru dari kejahatan tersebut . Termasuk mempelajari faktor penyebabnya , lalu
menawarkan sejumlah bentuk penanggu langan kejahatan baik dari segi
pencegahan maupun dari segi penindakannya ( preventif dan kurasif ) .
Jadi , kriminologi sebagai ilmu dari berbagai ilmu tidak berhenti pengkajian dan
analisisnya mengenai " kejahatan konvensional " saja . Akan tetapi ,
perkembangan bentuk keja hatan yang baru , penelitian kriminologi harus kembali
meng dinamakan ambil peran . Pada konteks inilah , lahir apa yang kriminologi
kontemporer .
Mula - mula istilah " kontemporer " disandingkan dengan kata "art”:
"contemporary art." Seni kontemporer berkem bang di negara Barat pasca perang
dunia kedua , sebagai per kembangan seni yang terpengaruh dampak modernisasi .
Se dalam KBBI ( 1998 ) diartikan : pada waktu yang sama ; semasa mentara
dalam arti harfiahnya " kontemporer " sebagaimana Dalam beberapa literatur pula
sering ditemukan istilah sewaktu ; pada masa kini ; dewasa ini.

B. PERANAN KRIMINOLOGI KONTEMPORER DALAM HUKUM PIDANA


Pada hakikatnya , peranan kriminologi kontemporer da lam hukum pidana hanya
terasa pada aspek penologinya . Kerap kali partisipan hukum tidak mau lagi
mencari hal yang melatari kejahatan tersebut sehingganya diperberat hukum
annya . Apa faktor - faktor yang melandasi sang pelaku kejahatan ? Bagaimana
cara mewujudkan kejahatannya ? Sang pelaku melakukan perbuatan dalam genus
kejahatan apa ? Dan seberapa besarkah dampak dari perbuatan kejahatan itu ?
Setiap pertanyaan ini merupakan etiologi criminal yang kadang di lupakan oleh
penganut legisme .
Lanjut daripada itu , kejahatan yang sifatnya kontempo rer , seperti korupsi ,
penyalahgunaan narkotika , terorisme , dan cyber crime , hukum pidana hanya
bergerak dalam pen dulum aspek penindakan belaka , di sisi lain menghiraukan
untuk mencegah jenis kejahatan tersebut .
Dalam beberapa kasus korupsi di tanah air , sudah sering kali arus publik
menyuarakan hukuman mati bagi koruptor ( pelaku tindak pidana korupsi ) ,
demikian halnya yang ter jadi pada kasus narkotika dan terorisme , mereka semua
harus dilenyapkan dari muka bumi ini.

C. KEJAHATAN KONTEMPORER
Empat kejahatan berikut sengaja ditempatkan sebagai je nis kejahatan
kontemporer dengan basis argumentasi : Perta ma , akhir - akhir ini banyak yang
menyoroti sebagai kejahatan yang sulit dalam pemberantasannya . Sudah cukup
lengkap law reform undang - undang yang terkait dengan tindak pida na korupsi ,
tindak pidana terorisme , tindak pidana narkotika , cyber crime , akan tetapi angka
kejahatannya tetap saja meng alami peningkatan . Kedua , jenis - jenis kejahatan
tersebut da lam hal metode mewujudkan perbuatannya terorganisir , su lit
dideteksi , sehingganya sering dianggap sebagai kejahatan terselubung . Ketiga ,
dalam perkembangannya keempat keja hatan itu , banyak menjadi perhatian
negara - negara di dunia , sebab kerugiannya yang ditimbulkannya berdampak
besar , maka ditempatkanlah empat kejahatan tersebut sebagai keja hatan yang
sifatnya ekstra ( kejahatan luar biasa ) .
Selanjutnya, dari keempat jenis kejahatan kontemporer tersebut , akan diuraikan
satu persatu, masing - masing pengertian singkatnya , kajian kriminologi tersebut.
1. Korupsi
2. Narkotika
3. Terorisme
4. Cyber Crime

Anda mungkin juga menyukai