Yaitu,
mempelajari bentuk contoh perilaku kriminal tertentu. Sehingga bisa tmendapatkan pegangan
menurut batasan hukum yang berlaku .
Dengan adanya hal tersebut, maka diharapkan bukan hanya mencapai keseragaman dalam
praktik ilmu kriminologi saja. Namun dengan batasan yang berbeda setiap negara akan memiliki
objek studi kriminologi yang bisa dikembangkan lebih mudah lagi. Misalnya dengan
menggunakan latar belakang perumusan yuridis tanpa terikat.
Sedangkan dalam arti luas, kriminologi memiliki ruang lingkup untuk mempelajari mengenai
fenologi. Yaitu sebuah ilmu yang mempelajari mengenai hukuman serta metode-metode yang
terkait dengan tindakan-tindakan yang bersifat non punitif.
Walters C. Recless di dalam bukunya The Crime Problem, berpendapat jikaa kriminologi
memiliki 10 ruang lingkup. Ruang lingkup tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.
Kriminologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari mengenai kejahatan. Apakah kejahatan
tersebut dilaporkan pada badan-badan resmi. Serta bagaimana tindakan tersebut dilakukan dan
bagaimana badan-badan kerjasama tersebut menanggapi laporan itu.
Kriminologi merupakan sebuah ilmu yang didalamnya mempelajari perkembangan serta
perubahan hukum pidana bunga dengan nilai ekonomi, politik serta tanggapan dalam
masyarakat.
Kriminologi merupakan sebuah ilmu yang secara khusus mempelajari keadaan penjahat,
perbandingan antara penjahat dan bukan penjahat mengenai sex, ras, kebangsaan, ekonomi serta
kedudukan.
Kriminologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari daerah-daerah atau wilayah-wilayah
yang memiliki hubungan dengan berapa jumlah kejahatan yang ada di dalam daerah atau wilayah
tersebut.
Bahkan, kriminologi juga mempelajari atau meneliti tentang bentuk spesifik dari kejahatan yang
terjadi. Seperti penyelundupan di daerah Pelabuhan atau korupsi yang terjadi di lingkungan
pejabat.
Kriminologi merupakan sebuah ilmu yang berusaha untuk memberikan gambaran secara jelas,
terkait faktor faktor penyebab kejahatan demi apa teori dan ajaran yang jelas.
Kriminologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari mengenai tindak kejahatan yang
kemudian dimanifestasikan secara istimewa.
Serta tindakan yang merupakan kelainan dari pada orang yang sering melakukan kejahatan
tersebut. Bahkan bentuk-bentuk kejahatan modern seperti pembajakan pesawat, pembobolan
ATM, serta pencucian uang.
Kriminologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hal-hal yang terkait dengan kejahatan.
Seperti alkoholisme, narkoba, perjudian serta pelacuran.
Kriminologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari apakah peraturan perundang-undangan dan
penegak hukum yang bisa berlaku secara efektif.
Kriminologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari manfaat dari lembaga-lembaga yang
digunakan untuk menahan, menangkap serta menghukum perilaku.
Kriminologi mempelajari kejahatan atau usaha manusia untuk mencegah kejahatan.
terkenal adalah C.Lombrosso,seorang dokter ahli penyakit jiwa dari italia dan Guru besar dalam
ilmu kedokteran dan penyakit jiwa. Hasil karya yang terkenal adalah “L’uomo delinquent.
Dia mengemukakan bahwa para penjahat dipandang dari sudut anthropologi (dilihat dari keadaan
fisiknya) mempunyai tanda-tanda tertentu yang sangat berbeda dengan manusia lainnya.
C.Lombrosso juga mengemukakan teori “Hipotesa atavisme” yakni seorang penjahat itu
merupakan gejala atavisme artinya ia sekonyong-konyong mendapat kembali sifat yang sudah
tidak dimiliki oleh nenek moyangnya yang terdekat tetpi nenek moyangnya yang terjauh.
Pendapat C.Lombrosso tersebut banyak menimbulkan pertentangan,penentang ajaran lombrosso
tersebut antara lain Prof.Benedikt dan L.Manouvier. Menurut kedua penentang itu,dikemukakan
bahwa :”pendapat lombrosso mengenai ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan
fisiknya dan sebagai gejala atavisme adalah masih meragukan sebab pernyataan tersebut bukan
Dari pendapat C.Lombrosso diatas,khususnya bagi anggota Polri dapat ditarik kesimpulan bahwa
walaupun teori lombrosso ini telah mendapat tantangan hebat dari banyak sarjana namun teori ini
ralatif bila perlu masih dapat digunakan dalam melacak pelaku kejahatan.
Menurut mazhab ini seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungannya atau oleh faktor-faktor yang ada disekitarnya,tokoh terkemuka dalam mazhab ini
Kelompok J.Limarck dan teman-teman memberikan pendapat sendiri bahwa kejahatan itu bukan
ada sejak lahir (hipotesa atavisme) tetapi faktor lingkunganlah yang dapat menyebabkan terjadinya
kejahatan.
Pada kongres anthropologi kriminal ke-2 di perancis beliau mengemukakan pendapatnya sebagai
berikut :
b. Kemudian membentuk suatu panitia untuk melakukan penelitian tentang kebenaran dari ajaran
c. Ternyata hasil dari penelitian tersebut dapat dibuktikan teori C.Lombrosso tidak mengandung
kebenaran
Tokoh terkenal mazhab ini antara lain A.D.Prins van Hamel dan D.Simons mazhab sosiaologi
adalah mwerupakan pengembangan dan perpaduan antara lain antrhropologi dan sosiologi.
Menurut mazhab ini bahwa setiap kejahatan adalah hasil perpaduan dari faktor-faktor yang ada
timbul dari dalam individu ( seperti keadaan fisik dn psikis si penjahat )dengan hasil dari faktor-
faktor yang ada dalam lingkungan masyarakat (seperti keadaan alam , ekonomi, budaya, dan
Apabila kita kembali mempelajari ajaran ferri , yakni bahwa kejahatan itu terjadi karena adanya
kererpaduan antara mazhab anthropologi dengan mazhab lingkungan ,dapat di katakana bahwa
mazhab Bio sosiologi pada dasarnya merupakan pengembangan dari ajaran ferri tersebut.
4 mazhab spiritualis
Memurut mazhab ini ,bahwa kejahatan itu timbul karena sebab-sebab dari spiritualis yaitu agama
‘ pada zaman itu orangan di katakana beragamaapabila ia sering ke gereja dan melakukan
sembahyang dengan rajinnya orang sembayang di gereja maka ia akan selalu ingant ajaran tuhan
untuk berbuat baik dan dilarang berbuat dosa atau kejahatan .sebaliknya pesaingan diri terhadap
tuhan beserta ajaran –ajarannya akan menjerumuskan dan mendorong seseoranguntuk melakukan
kejahatan .
Dalam perkrmbangan selanjutnya aliran spiritualis ini mengalami perubahan-perubahan dan
penghalusan yang mengarah kepada aliran Neo –spiritualis ,yakni sesuatu aliaran yang bukan
semata-matamenyatakan ,bahwa kejhtan itu terjadi karena orang tidak beragama atau tidak
sembahyang ,tetpi seseorang dapat melakukan kejahatan walaupun ia berdosa atau sembahyang.
Kriminologi dapat ditinjau dari dua segi, yaitu, 1. kriminologi dalam arti sempit yang hanya mempelajari
kejahatan, dan 2. kriminologi dalam arti luas, yang mempelajari teknologi, dan metode-metode yang berkaitan
dengan kejahatan dan masalah prevensi kejahatan dengan tindakan-tindakan yang bersifat punitif.
1. PENDEKATAN DESKRIPTIF, adalah suatu pendekatan dengan cara melakukan observasi dan
pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti :
(a). bentuk tingkah laku kriminal, (b). bagaimana kejahatan dilakukan, (c). frekuensi kejahatan pada
waktu dan tempat yang berbeda, (d). ciri-ciri pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin dan
sebagainya, dan (e). perkembangan karir seorang pelaku kejahatan.
Pemahaman kejahatan melalui pendekatan deskriptif ini dikenal sebagai fenomenologi atau simptomatologi
kejahatan. Di kalangan ilmuwan, pendekatan deskriptif sering dianggap sebagai pendekatan yang bersifat
sangat sederhana. Meskipun demikian pendekatan ini sangat bermanfaat sebagi studi awal sebelum melangkah
pada studi yang bersifat lebih mendalam.
Hermann Mannheim menegaskan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi bila menggunakan pendekatan
deskriptif, yaitu :
Pengumpulan fakta tidak dapat dilakukan secara random. Oleh karena itu fakta-fakta yang diperlukan
harus secara selektif
Harus dilakukan penafsiran, evaluasi dan memberikan pengertian secara umumj terhadap fakta-fakta
yang diperoleh. Tanpa dilakukan penafsiran, evaluasi dan memberikan secara umum, maka fakta-fakta
tersebut tidak akan mempunyai arti.
2. PENDEKATAN SEBAB AKIBAT, pendekatan yang melihat bahwa fakta-fakta yang terdapat dalam
masyarakat dapat ditafsirkan untuk mengetahui sebab musabab kejahatan, baik dalam kasus-kasus yang
bersifat individual maupun yang bersifat umum. Hubungan sebab akibat dalam kriminologi berbeda dengan
sebab-akibat yang terdapat dalam hukum pidana. Dalam hukum pidana, agar suatu perkara dapat dilakukan
suatu penuntutan harus dapat dibuktikan adanya hubungan sebab-akibat antara suatu perbuatan dengan akibat
yang dilarang.
Berbeda dengan hubungan sebab-akibat dalam hukum pidan, dalam kriminologi hubungan sebab-akibat dicari
setelah hubungan sebab-akibat dalam hukum pidana terbukti. Untuk lebih jelasnya, apabila hubungan kausal
dalm hukum pidana telah diketahui, maka hubungan sebab-akibat dalam kriminologi dapat dicari, yaitu
mencari jawaban atas pertanyaan mengapa orang tersebut melakukan kejahatan. Usaha untuk mengetahui
kejahatan dengan menggunakan pendekatan sebab-akibat ini dikatakan sebagai etiologi kriminil (etiology of
crime).
Apapun yang dikatakan oleh para ahli tentang kriminologi, yang menjadi permasalahan adalah : apakah
kriminologi merupakan ilmu yang bersifat normatif atau bersifat nonnormatif ?
Bianchi mengatakan apabila kejahatan itu merupakan konsep yuridis, berarti merupakan dorongan bagi
kriminologi untuk mempelajari norma-norma. Oleh karena itu kriminologi merupakan disiplin yang normatif.
Berbeda dengan Bianchi, Hermann Mannheim berpendapat bahwa meskipun kriminologi itu mempelajari
sesuatu yang bersifat normatif, kriminologi itu sendiri bukan bersifat normatif, tetapi bersifat
faktual. Criminology is not a normative but a factual discipline, demikian Harmann Mannheim.
Sering dipermasalahkan apaka kriminologi perlu membatasi dirinya hanya mempelajari kejahatan dalam arti
yuridis atau juga perlu mempelajari tingkah laku lainnya yang tidak diatur dalam hukum (pidana) ?
Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas terdapat dua pendapat yang saling berlawanan. Kelompok
pertama beranggapan bahwa kriminologi hanya mempelajari kejahatan dalam arti yuridis. Sedangkan
kelompok kedua, yang berpandangan lebih luas, berpendapat bahwa kriminologi tidak hanya mempelajari
perilaku lain yang bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pendapat kedua inilah yang
banyak dianut oleh para kriminolog.
Pandangan yang sempit, yang mengartikan kejahatan dalam pengertian yuridis saja, dianut oleh Vouin-Leaute.
Beliau berpendapat bahwa semua perbuatan yang anti social adalah dilarang oleh Undang-Undang dan
dirumuskan sebagai kejahatan dalam undang-undang. Oleh karena itu prinsip-prinsip “de minimis non curat
preator” harus diterima oleh para kriminolog.
Berbeda dengan pendapat diatas Sutherland dan Cressey mengemukakan 7 syarat untuk perbuatan yang
dikategorikan sebagai kejahatan, yaitu :
Sebelum suatu perbuatan disebut sebagai kejahatan harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata,
yang berupa kerugian ;
Kerugian yang ditimbulkan harus merupakan kerugian yang dilarang oleh undang-undang dan secara
jalas tercantum dalam hukum pidana ;
Harus ada perbuatan yang membiarkan terjadinya perbuatan yang menimbulkan kerugian tersebut ;
Dalam melakukan perbuatan tersebut harus terdapat maksud jahat atau “mens rea” ;
Harus ada hubungan antara perilaku dan “mens rea” ;
Harus ada hubungan kausal antara kerugian yang dilarang undang-undang dengan perbuatan yang
dilakukan atas kehendak sendiri (tanpa ada unsur paksaan) ;
Harus ada pidan terhadap perbuatan tersebut yang ditetapkan oleh undang-undang.
Dari apa yang dikemukakan oleh Sutherland dan Cressey tersebut diatas jelas bahwa yang dimaksud dengan
kejahatan, menurut Sutherland dan Cressey, merupakan pengertian kejahatan dalam arti yuridis.
Berbeda dengan pendapat Vouin-Leaute, Hermann Mannheim menyatakan bahwa pendapat Vouin-Leaute
kurang dapat dibenarkan. Hal ini disebabkan :
Perbedaan pendapat yang terjadi tidak berkaitan dengan perbuatan yang berhubungan dengan alat-alat
perlengkapan Negara tetapi berkaitan dengan perbuatan yang bersifat anti social, yang dirumuskan
dalam hukum pidana.
Pengaturan semua bentuk tingkah laku dalam hukum pidana merupakan suatu asumsi yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya. Oleh karena itu kriminologi harus mengadakan penelitian tentang bentuk-
bentuk perbuatan yang menjadi objek pertentangan. Hal ini berarti para kriminolog tidak terkait pada
asas “nullum crimen sine lege” dan harus mengemukakan fakta-fakta yang diperlukan oleh pembentuk
undang-undang dalam rangka pembaharuan hukum (pidana).
KLASIFIKASI KEJAHATAN
Marshall B. Clinard dan Richard Quinney memberikan 8 tipe kejahatan yang didasarkan pada 4 karakteristik, yaitu :
1. karir penjahat dari si pelanggar hukum
2. sejauh mana prilaku itu memperoleh dukungan kelompok
3. hubungan timbal balik antara kejahatan pola-pola prilaku yang sah
4. reaksi sosial terhadap kejahatan.
Sutherland menyebut kejahatan yang dilakukan oleh kelas atas sebagai “White Collar Crime” (WCC) (kejahatan
kerah putih). Definisi yang lebih tepat tentang WCC adalah “kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat
dan mereka yang memiliki status sosial yang tinggi di lingkungan kerjanya.