Anda di halaman 1dari 12

KRIMINOLOGI

ALIRAN DAN TEORI DALAM KRIMINOLOGI

Dosen :

Uli Theresia Emmanuella

Disusun oleh : Dame Angela Parsaulian

Nim : 13.400.509.02

Fakultas Hukum

Universitas Kristen Indonesia

2016
A. ALIRAN-ALIRAN PEMIKIRAN DLM KRIMINOLOGI
“Aliran pemikiran” adalah cara pandang (kerangka acuan, perspektif,
paradigma) yang digunakan oleh para kriminolog dalam melihat, menafsirkan,
menanggapi, dan menjelaskan fenomena kejahatan. Oleh karena pemahaman kita
terhadap dunia sosial dipengaruhi oleh cara kita menafsirkan peristiwa-peristiwa yang
kita alami atau lihat, sehingga bagi ilmuwan juga cara pandang yang dianut akan
mempengaruhi wujud penjelasan maupun teori yang dihasilkannya. Dengan demikian
untuk dapat memahami dengan baik penjelasan dan teori-teori dalam kriminologi,
perlu diketahui perbedaan-perbedaan aliran pemikiran atau paradigma dalam
kriminologi.

Dalam kriminologi modern dikenal 3 aliran pemikiran (paradigma) untuk


menjelaskan fenomena kejahatan, yaitu :
1.) Kriminologi Klasik,
Aliran pemikiran ini berdasarkan pada pandangan bahwa intelegensi
dan rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia, dan menjadi dasar bagi
penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan maupun
kelompok. Oleh karena itu masyarakat dibentuk sebagaimana adanya sesuai
dengan pola yang dikehendakinya. Hal ini berarti menunjukkan bahwa
manusia mengontrol nasibnya sendiri, baik sebagai individu maupun
masyarakat.
Demikian pula kejahatan dan penjahat dipandang dari sudut Hukum, artinya
kejahatan adalah perbuatan. yang dilarang UU pidana, sedangkan penjahat
adalah orang yang melakukan kejahatan. Kejahatan dipandang sebagai hasil
pilihan bebas dari individu yang menilai untung ruginya melakukan kejahatan.
Tanggapan yang diberikan oleh masyarakat agar individu tidak melakukan
pilihan dengan berbuat kejahatan yaitu dengan cara meningkatkan kerugian
yang harus dibayar, dan sebaliknya dengan menurunkan keuntungan yang
dapat diperoleh dari melakukan kejahatan. Dalam hubunngan ini, maka tugas
kriminologi adalah: Membuat pola dan menguji sistem hukuman yang akan
meminimalkan tindak kejahatan.
2.) Kriminologi Positivis,
Aliran ini bertitik tolak pada pandangan bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh faktor-faktor di luar kontrolnya, baik yang berupa faktor
biologis maupun kultural. Ini berarti bahwa manusia bukan makhluk yang
bebas untuk berbuat menuruti dorongan kehendaknya dan intelegensinya, akan
tetapi makhluk yang dibatasi atau ditentukan oleh situasi biologis atau
kulturalnya. Aliran pemikiran ini telah menghasilkan dua pandangan yang
berbeda, yaitu “Determinis Biologis” dan “Determinis Kultural”.
Aliran positivis dalam Kriminologi mengarahkan pada usaha untuk
menganalisis sebab-sebab perilaku kejahatan melalui studi ilmiah ciri-ciri
penjahat dari aspek fisik, sosial, dan kultural. Oleh karena Kriminologi
Positivis ini dalam hal-hal tertentu menghadapi kesulitan untuk menggunakan
batasan UU, akibatnya mereka cenderung untuk memberikan batasan
kejahatan secara “alamiah”, yaitu lebih mengarahkan pada batasan terhadap
ciri-ciri perilaku itu sendiri daripada perilaku yang didefinisikan oleh UU.
3.) Kriminologi Kritis,
Aliran pemikiran ini mulai berkembang setelah tahnu 1960- an, yaitu
sebagai pengaruh dari semakin populernya perspektif labeling. Aliran
pemikiran ini tidak berusaha menjawab persoalan apakah perilaku manusia
“bebas” atau “ditentukan”, tetapi lebih mengarahkan pada proses-proses yang
dilakukan manusia dalam membangun dunianya dimana dia hidup. Dengan
demikian Kriminologi Kritis mempelajari proses-proses dan kondisi-kondisi
yang mempengaruhi pemberian batasan kejahatan kepada orang-orang dan
tindakan-tindakan tertentu pada waktu dan tempat tertentu. Pendekatan aliran
pemikiran ini dibedakan pendekatan “Interaksionis” dan pendekatan
“Konflik”.

B. TEORI-TEORI TTG SEBAB-SEBAB KEJAHATAN


Aliran Positivis mencari sebab-sebab kejahatan pada pelaku kejahatan. Karena
waktu itu orang percaya bahwa “penjahat merupakan jenis manusia khusus yang
berbeda dengan orang kebanyakan.”. Secara tradisional, ciri-ciri tersebut dicari pada
ciri-ciri biologis, psikis, dan sosio-kultural (sesuai dengan perkembangan teori-teori
yang dikembangkan oleh mazhab-mazhab dalam bidang etiologi kriminal). Teori-
teori yang mencari sebab-sebab kejahatan dari aspek biologis, psikis, dan sosio-
kultural, yaitu:
a. Teori yang mencari sebab kejahatan dari aspek fisik (Biologi Kriminal),
Mencari sebab kejahatan dari ciri-ciri biologis dipelopori oleh ahli-ahli
frenologi seperti Gall (1758-1828) dan Spurzheim (1776- 1832), mencoba
mencari hubungan bentuk tengkorak kepala denga tingkah laku. Mereka
mendasarkan pada pendapat Aristoteles, “bahwa otak merupakan organ dari
akal.”. Ajaran ahli-ahli frenologis ini mendasarkan pada preposisi dasar:
(1) Bentuk luar tengkorak kepala sesuai dengan apa yang ada
didalamnya dan bentuk dari otak, dan
(2) Akal yang terdiri dari kemampuan atau kecakapan,
(3) Kemampuan atau kecakapan ini berhubungan dangan bentuk otak
dan tengkorak kepala. Oleh karena “otak” merupakan “organ dari
akal” sehingga “benjolan-benjolan”-nya merupakan petunjuk dari
kemampuan atau kecakapan tertentu dari “organ”.

Studi ini telah membuka jalan bagi mereka yang mencari hubungan
antara kejahatan dengan ciri-ciri biologis.

1.) C.Lombroso (1835-1909),


Dipandang sebagai “Bapak Kriminologi” modern dan pelopor
mazhab Positive. Ajaran Lombroso sekarang hanya berarti bagi
sejarah perkembangan kriminologi.
Pokok-pokok ajaran Lombroso:
(1) Menurut Lombroso, pejahat adalah orang yang punya bakat
jahat.
(2) Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran (diwariskan
dari nenek moyang).
(3) Bakat jahat tertentu dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu,
seperti muka tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek.
(4) Bahwa bakat jahat tersebut tidak dapat diubah atau tidak dapat
dipengaruhi.

Dlm mengajukan teorinya tersebut, Lombroso menggunakan teori


evolusi Darwin serta menggunakan hipotesa Atavisme (keturunan).
Menurut Lombroso, kejahatan adalah perbuatan yang melanggar
Hukum Alam (Natural Law). Pengaruh teori Lombroso:
a.) Positif, para ahli hukum pidana bisa berpandangan, bahwa
penjahat sebagai subyek dan bukan sebagai obyek belaka,
sehingga ada perhatian terhadap aspek subyektif dari pelaku;
juga sebagai mendorong perkembangan ilmu psikiatri.
b.) Negatif, penegak.hukum (Hakim) bisa berprasangka atau sikap,
bahwa terdakwa dianggap memiliki ciri-ciri penjahat, sehingga
merugikan kepentingannya.

2.) Kritik utama terhadap ajaran Lombroso adalah dari Mazhab


Lingkungan, seperti A. Lacassagne, L. Manouvrier, dan G.
Tarde, yang menekankan pentingnya faktor lingkungan. Menurut
Lacassagne, “Masyarakat mempunyai bakat penjahat sesuai dengan
jasanya”. Hal ini berarti tergantung dari masyarakat itu sendiri
dalam menghadapi kejahatan yang ada, sedangkan penjahat
dianggap kurang berperan. Lacassagne membandingkan penjahat
sebagai bakteri, apakah berkembang atau tidak, ini tergantung
tempat dimana ia ditempatkan. Jika ditaruh ditempat steril maka
tidak dapat berkembang. Jadi, masyarakat diumpamakan sebagai
tempat meletakkan bakteri tersebut.

3.) E. Ferry (1856-1928),


Yang adalah murid Lombroso, berusaha menyelamatkan ajaran
Lombroso dengan mengakui pengaruh lingkungan dalam terjadinya
kejahatan. Ferry mengajukan rumus tetang timbulnya kejahatan, bahwa
“Tiap-tiap kejahatan dihasilkan dari keadaan individu, fisik, dan sosial”,
yaitu:

Kejahatan = Individu + Sosial +


fisik.

Individu dipecah menjadi Bakat dan Lingkungan, sedangkan


sosial adalah lingkungan manusia & fisik lingkungan alam,
sehingga formulanya menjadi :
Kejahatan = Bakat + Lingkungan + lingkungan

Oleh Ferry, penjahat diartikan sebagai bakat jahat. Meski Ferry


mengakui pengaruh lingkungan terhadap kejahatan, namun
baginya, faktor yang menentukan terjadinya kejahatan tetap
dari bakat (jahat), sedangkan lingkungan hanya memberikan
bentuk kejahatan. Jadi jelas bahwa Ferry pendukung utama
ajaran Lombroso. Kritik terhadap ajaran Ferry seperti
A.Quetelet yg mengajukan “variasi individu” (juga Bouger);
juga penelitian-penelitian oleh beberapa sarjana, seperti
Manouvrier dan Goring, bahwa skala-slaka yang digunakan
Lombroso mengenai penjahat juga terdapat pada banyak
kelompok lain seperti mahasiswa, jururawat, polisi, bahkan
militer.

Penelitian lain misal untuk menjawab persoalan apakah


kejahatan itu ciri-ciri yang diwariskan, yaitu dilakukan dengan
cara mengurut keturunan (silsilah) (Seperti yang dilakukan oleh
Dugdale dan Estabrook terhadap keluarga Juke, dihubungkan
dengan penelitian terhadap keluarga Jonathan Edward).

Kritik-kritik tersebut menunjukkan kelemahan-kelemahan dari


ajaran biologi kriminil dan utk sementara digantikan oleh
Ajaran Lingkungan sebagai sebab utama timbulnya kejahatan.
Uraian terhdp teori Lombroso maupun terhadap kritik-kritik
yang diajukan menunjukkan bahwa mereka sama-sama
sependapat bahwa penjahat sama dengan napi (bekas napi). Hal
inilah yang merupakan kelemahan mendasar dari kriminologi
masa lampau.

b. Teori yang mencari sebab kejahatan dari faktor psikologis dan psikiatris
(Psikologi Kriminal),
Usaha mencari sebab-sebab kejahatan dari faktor psikis termasuk agak baru.
Seperti halnya Aliran Positivis pada umumnya, usaha mencari ciri-ciri psikis
pada para penjht didasarkan anggapan bahwa: “Penjahat merupakan orang-
orang yang mempunyai ciri-ciri psikis yang berbeda dengan orang-orang
bukan penjahat dan ciri-ciri psikis tersebut terletak pada intelegensinya yang
rendah.”. Bagaimanapun juga Psikologi Kriminal haruslah didasarkan pada
psikologi itu sendiri, sedangkan psikologi termasuk ilmu yang
perkembangannya agak lambat. Pd umumnya ahli-ahli psikologi
mengembangkan ilmunya dengan cara membagi manusia dalam tipe-tipe
tertentu (tipologi). Akan tetapi tipologi yang dihasilkan tersebut tidak bisa
begitu saja diterapkan pada para penjahat.

Psikologi Kriminal adalah mempelajari ciri-ciri psikis dari para pelaku


kejahatan yang “sehat” (sehat dalam pengertian psikologi). Karena konsep
tentang jiwa yang sehat itu luas, maka pembicaraan dimulai dari bentuk-
bentuk gangguan mental (khususnya yang sering muncul pada kasus-kasus
kejahatan), selanjutnya mengenai Psikologi Kriminil dari pelaku kejahatan
yang “sehat”. Bentuk-bentuk gangguan mental berupa: (1) Psikoses, (2)
Neuroses, dan (3) Cacat Mental.
Ad. (1) PSIKOSES.
Dibedakan atas Psikoses Organis, dan Psikoses Fungsional.
1. Psikoses Organis.
Bentuk-bentuknya antara lain:
(a) Kelumpuhan umum dari otak, ditandai dengan kemerosotan
terus-menerus dari seluruh kepribadian, pada tingkat
permulaan, maka perbuatan Kejahatam seperti pencurian,
penipuan, pemalsuan dengan terang-terangan dan penuh
ketololan.
(b) Traumatik psikosis yang diakibatkan oleh luka pada otak
disebabkan dari kecelakaan (gegar otak). Penderita mudah
gugup dan cenderung melakukan kejahatan kekerasan.
(c) Epilepsi. Merupakan salah satu bentuk psikoses yang sangat
terkenal, tetapi juga salah satu bentuk psikoses yang sukar
dipahami. Bentuk gangguan ini sangat bermacam-macam.
2. Psiskoses Fungsional.
Bentuk yang terutama adalah:
(a) Paranoia. Penderitanya antara lain diliputi oleh khayalan
(delusi), merasa hebat, merasa dikejar-kejar.
(b) Manic-depressive Psikoses. Penderitanya menunjukkan tanda-
tanda perubahan dari kegembiraan yang berlebih-lebihan ke
kesedihan. Keadaan yang demikian bisa berlangsung berhari-
hari bahkan berminggu-minggu atau lebih lama lagi. Kejahatan
yang dilakukan misalnya kejahatan kekerasan, bunuh diri,
pencurian kecil-kecilan, penipuan, pemabukan.
(c) Schizophrenia. Sering dianggap sebagai bentuk psikoses
fungsional yang paling banyak dan penting. Pada penderitanya
ada kepribadian yang pecah. Melarikan diri dari kenyataan.
Hidup dengan fantasi, delusi, dan halusinasi. Tidak bisa
memahami lingkungannya. Kadang-kadang merasa ada orang
yang menghipnotis dirinya.

Ad. (2) NEUROSES.


Perbedaan antara psikoses dan neuroses masih merupakan hal yang
konroversi. Secara statistik pelanggaran Hukum lebih banyak
dilakukan oleh penderita neuroses daripada psikoses. Berikut ini akan
dibicarakan beberapa bentuk neuroses yang sering muncul di
Pengadilan:
(a) Anxiety Nueroses dan Phobia. Keadaannya ditandai dengan
ketakutan yang tidak wajar dan berlebih-lebihan terhadap
adanya bahaya dari sesuatu atau pada sesuatu yang tidak ada
sama sekali. Jika dihubungkan dengan obyek atau ideologi
tertentu disebut phobia.
(b) H i s t e r i a. Terhadap disosiasi antara dirinya dengan
lingkungannya diberbagai bentuk. Umumnya sangat egosentris,
emosional, dan suka sombong (umumnya wanita).
(c) Obsessional dan Compulsive Neuroses. Penderita punya
keinginan atau ide-ide yang tidak rasional dan tidak dapat
ditahan. Ini disebabkan ketakutan untuk melakukan keinginan
tersebut. (karena adanya norma-norma atau akibat-akibat
tertentu). Bentuk-bentuk Obsessional dan Compulsive
Neuroses: kleptomania, discomania, fetishisme, exhibitonist,
pyromania. Penelitian tentang kleptomania oleh T.C.N.
Gibben, pencurian di supermarket.

Ad. (3) CACAT MENTAL.


Pengertian cacat mental lebih ditekankan pada kekurangan intelegensia
daripada karakter atau kepribadiannya yang dilihat dari tinggi
rendahnya I.Q. dan tingkat kedewasaannya.
Hubungan Cacat Mental dengan Kejahatan:
• Orang mencari hubungan cacat mental dengan
kejahatan, melalui pengujian secara statistik dan dengan cara
sudi kasus.
• Bhw apakah cacat mental akan menjadi penjahat sebenarnya
lebih banyak tergantung dari pengaruh lingkungan sosialnya.

c. Teori yang mencari sebab kejahatan dari faktor Sosio-Kultural (Sosiologi


Kriminal).
Obyek utama Sosiologi Kriminal adalah:
• Mempelajari hubungan antara masyarakat dengan
anggotanya, antara kelompok baik karena hubungan tempat maupun
etnis dengan anggotanya, antara kelompok dengan kelompok,
sepanjang hubungan tersebut dapat menimbulkan kejahatan.
• Disamping itu juga dipelajari tentang umur dan seks, hanya
saja berbeda dengan Biologi Kriminal, maka di sini yang dipelajari
adalah hubungan seks dan umur dengan peranan sosialnya yang
dapat menghasilkan kejahatan. Suatu masyarakat dapat dimengerti
dan dinilai hanya melalui latar belakang kultur yang dimilikinya,
norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku.
1. H.Mannheim.
Membedakan teori-teori Sosial Kriminal ke dalam:
(a) Teori-teori yang berorientasi pada kelas sosial, yaitu teori-
Teori yang mencari sebanb-sebab kejahatan dari ciri-ciri
kelas sosial., perbedaan kelas sosial, serta konflik kelas-
kelss sosial yang ada. Yang termasuk dalam teori ini: anomi
dan teori-teori sub budaya delinkuen.
(b) Teori-teori yg tidak berorientasi pada kelas sosial,
yaitu teori-teori yang membahas sebab-sebab kejahatan
tidak dari kelas sosial tetapi dari aspek yang lain, seperti
lingkungan, kependudukan, kemiskinan, dsb. Yang
termasuk dalam teori ini: teori-teori ekologis, teori konflik
kebudayaan, teori ekonomi, dan differential association.

2. Seperti halnya Durkheim Merton mendasarkan analisanya pada


bahaya-bahaya yang melekat dalam setiap bentuk ketidak sesuaian
antara kebutuhan manusia dengan cara-cara yang dapat digunakan
untuk memenuhinya. Dalam teori anomi ini, Merton melihat bahwa
tahap-tahap tertentu dari struktur sosial akan meninggalkan
keadaan dimana pelanggaran terhadap aturan-aturan masyarakat
akan menghasilkan tanggapan yang “normal”. Merton juga
berusaha untuk menunjukkan bahwa beberapa struktur sosial dalam
kenyataannya telah membuat orang-orang tertentu
di masyarakat untuk bertindak menyimpang
daripada mematuhi norma-norma sosial.

3. Teori Sub Budaya Delinkuen. Teori ini diajukan oleh A.K.Cohen


dalam Buku-nya “Delinquent Boys” (1955) yang membahas
kenakalan remaja di Amerika. Teori ini mencoba mencari sebab-
sebab kenakalan remaja dari perbedaan kelas di antara anak-anak
yang diperolahnya dari keluarganya. Cohen menujukkan adanya
moralitas dan nilai-nilai yang berbeda di antara keluarga kelas
menengah dengan kelas pekerja seperti ambisi, tanggung jawab
pribadi, pengendalian terhadap tindakan agresif, perhargaan
terhadap hak milik, dsb.
Dengan terjadinya pergaulan antara dua kelompok tersebut dapat
menimbulkan konflik dan kebingungan dari anak-anak kelompok
pekerja sehingga menyebabkan timbulnya kenakalan di antara
anak-anak kelas pekerja. Beberapa tahun kemudian R.A.Cloward
dan L.E.Ohlin dalam bukunya Delinquency and Opportunity, A
Theory of Delinquen Gang (1960) mencoba membahas kenakalan
remaja (geng) Amerika dengan menggunakan dasar-dasar teori
yang dikemukakan oleh Durkheim dan Merton dan teori-teori yang
dikemukakan oleh Shawdan H.D.Mckay dan E.H.Sutherland.
Dalam buku nya tersebut dia mengajukan teori yang diberi
nama “differential opportunity system” yang membahas geng
delikuen atau sub kultur yang banyak terdapat di antara anak-anak
laki-laki kelas bawah di daerah-daerah pusat kota-kota besar.
Dalam teorinya tersebut dia membedakan tiga bentuk sub kultur
delinkuen, yaitu:
(a.) Criminali sub cultur, suatu bentuk geng yang terutama
melakukan pencurian, pemerasan dan bentuk kejahatan lain
dengan tujuan untuk memperoleh uang,
(b.) Conflict sub cultur, suatu bentuk geng yang berusaha
mencari status dengan menggunakan kekerasan dan,
(c.) Retreatist sub cultur, suatu bentuk geng dengan ciri-ciri
penarikan diri dari tujuan dan peranan yang konvensional
dan karena nya mencari pelarian dengan menggunakan
narkotika serta melakukan bentuk kejahatan yang
berhubungan dengan itu.
Ketiga pola sub kultur delinkuen tersebut tidak hanya
menunjukkan adanya perbedaan dalam gaya hidup di antara
anggota-anggotanya akan tetapi juga karena adanya masalah-
masalah yang berbeda bagi kepentingan kontrol sosial dan
pencegahannya. Mereka timbul dari proses-proses dan bagian-
bagian yang berbeda dari struktur sosial, seperti perbedaan
dalam kepercayaan (beliefs), nilai-nilai dan aturan-aturan
tingkah laku bagi anggota-anggotanya.
DAFTAR PUSTAKA

1.) https://www.academia.edu/12073855/kriminologi

Anda mungkin juga menyukai