KRIMINOLOGI
2. Aliran Positif
Aliran Modern atau aliran positif muncul pada abad ke-19 yang bertitik tolak
pada paham determinisme tentang manusia. Faham ini menggantikan doktrin
kebebasan berkehandak (the doctrine of free will). Bagi aliran positif, manusia
dipandang tidak mempunyai kebebasan berkehendak, tetapi dipengaruhi oleh kondisi
internal dan eksternal manusia itu sendiri.
Teori Born Criminal dilandasi oleh evolusi dari Darwin.dengan teorinya
tersebut lamborssu membantah mengenai ‘’free will’’ yang menjadi dasar aliran
klasik dan mengajukan konsep determinisme. Inti dari ajaran Lamborsso yaitu:
1. Penjahatan adalah orang memiliki bakat jahat;
2. Bakat jahat tersebut di peroleh dari kelahiran ( bron criminal );
3. Bakat jahat dapat dilihat dari biologis ( atavistic stigmata );
Lamborsso mengemukakan bahwa seperti dahi yang sempit dan melengkung
kebelakang rahang yang besar dan gigi taring tajam,berbadan tegap, tangan lebih
panjang bibir tebal, hidung tidak mancung,dan lain sebagainya.
4. Teori Kartografi/Geografi
Ajaran ini adalah distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara
geografis maupun secara sosial. Para tokoh aliran ini antara lain Quetet dan Queery.
Aliran ini dikembangkan di Prancis dan menyebar ke Inggris dan ke Jerman. Aliran
ini memerhatikan penyebaran kejahatan pada wilayah tertentu berdasarkan faktor
geografik dan sosial. Aliran ini berpendapat bahwa kejahatan merupakan perwujudan
dari kondisi-kondisi sosial yang ada. Aliran ini mengatakan bahwa kondisi geografis
mempengaruhi seseorang untuk berbuat kejahatan.
Mereka mempunyai asumsi berbeda antara penjahat dan bukan pada penjahat
terletak pada sifat tertentu pada kepribadian yang mengakibatkan seseorang tertentu
berbuat kejahatan dan seseorang lain tadi kecenderungan berbuat kejahatan mungkin
diturunkan dari orangtua atau merupakan ekspresi dari sifat kepribadian dan keadaan
maupun proses-proses lain yang menyebabkan adanya potensi-potensi pada orang
tersebut.
5. Teori Sosialis
Teori sosialis merupakan teori yang memiliki tiga unsur pengelompokkan
diantaranya Anomie, penyimpangan budaya dan kontrol sosial. Para ahli dalam teori
Anomie memandang kejahatan sebagai gejala sosial yang disebabkan oleh struktur
sosial yang mengalami perubahan sehingga seseorang tidak mampu beradaptasi
dengan lingkungannya.
Sedangkan dalam teori penyimpangan budaya, kejahatan dianggap sebagai
seperangkat nilai-nilai yang khas pada lower class. Kemudian untuk teori kontrol
sosial, kejahatan dikaitkan dengan variable-variabel yang bersifat sosiologis, antara
lain struktur lembaga, pendidikan dan kelompok dominan.
6. Teori Konflik
Pada dasarnya menunjukkan pada perasaan dan keterasingan khususnya yang
timbul dan tidak adanya kontrol seseorang atas kehidupannya sendiri.
7. Teori Labeling
Teori labeling merupakan teori untuk mengukur mengapa terjadinya kejahatan,
metode yang digunakan dalam teori ini adalah self report atau melakukan interview
terhadap pelaku kejahatan yang tidak tertangkap atau tidak diketahui oleh polisi.
C. Pendekatan-pendekatan Teoritis
1. Pendekatan Deskriptif
Yang dimaksud dengan pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan dengan
cara melakukan observasi dan pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta
tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti:
a.) Bentuk tingkah laku criminal,
b.) Bagaimana kejahatan dilakukan,
c.) Frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat yang berbeda,
d.) Ciri-ciri khas pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin dan sebagainya,
e.) Perkembangan karir seorang pelaku kejahatan.
Di kalangan ilmuwan, pendekatan deskriptif dianggap sebagai pendekatan
yang bersifat sangat sederhana. Meskipun demikian, pendekatan ini sangat
bermanfaat sebagai studi awal sebelum melangkah pada studi yang lebih
mendalam. Hermann Mannheim menegaskan adanya beberapa syarat yang harus
dipenuhi bila menggunakan pendekatan ini, yaitu:
a. Pengumpulan fakta tidak dapat dilakukan secara random. Oleh karena itu,
fakta-fakta yang diperoleh harus dilakukan secaara selektif.
b. Harus dilakukan penafsiran, evaluasi dan memberikan pengertian secara
umum terhadap fakta-fakta yang diperoleh. Tanpa dilakukan penafsiran,
evaluasi dan memberti pengertian secara umum, maka fakta-fakta tersebut
tidak akan mempunyai arti.
2. Pendekatan Sebab-akibat
Disamping pendekatan deskriptif, pemahaman terhadap kejahatan dapat
dilakukan melalui pendekatan sebab akibat. Hal ini berarti fakta-fakta yang terdapat
di masyarakat dapat ditafsirkan untuk mengetahui sebab musabab kejahatan, baik
dalam kasus-kasus yang bersifat individual maupun yang bersifat umum. Hubungan
sebab-akibat dalam kriminologi berbeda dengan hubungan sebab-akibat yang
terdapat dalam hukum pidana. Dalam hukum pidana, agar suatu perkara dapat
dilakukan penuntutan harus dapat dibuktikan adanya hubungan sebab akibat antara
suatu akibat yang dilarang.