Anda di halaman 1dari 4

1.

Aliran klasik

Aliran klasik merupakan label umum untuk kelompok pemikir tentang kejahatan dan
hukuman pada abad 18 dan awal abad 19 yang didasarkan pada teori hedonistic sekaligus
rasional. Hedonistik, karena manusia cenderung bertindak memenuhi kebutuhannya demi
kepentingan diri sendiri. Sedangkan rasional, karena mampu memperhitungkan untung
rugi dari perbuatan tersebut bagi dirinya, seorang individu tidak hanya hedonis tetapi
juga rasional, dan dengan demikian selalu mengkalkulasi untung rugi dari setiap
perbuatannya termasuk jika melakukan kejahatan. Kemampuan ini memberikan mereka
tingkat kebebasan tertentu dalam memilih tindakan yang akan diambil apakah melakukan
kejahatan atau tidak.

Dalam pandangan aliran kriminologi klasik, manusia dianggap mempunyai kemampuan


untuk memilih mana yang baik dan mana yang jahat

Ciri-ciri landasan kriminologi klasik dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Manusia dilahirkan dengan kehendak bebas (free will) untuk menentukan pilihannya
sendiri.
2. Manusia memiliki hak asasi di antaranya hak untuk hidup, kebebasan serta memiliki
kekayaan.
3. Pemerintah Negara dibentuk untuk melindungi hak-hak tersebut dan muncul sebagai
hasil perjanjian sosial antara yang diperintah dan yang memerintah.
4. Setiap warga Negara henya menyerahkan sebagian dari hak asasinya kepada Negara
sepanjang diperlukan oleh Negara untuk mengatur masyarakat dan demi kepentingan
sebagian terbesar dari masyarakat.
5. Kejahatan merupakan pelanggaran terhadap perjanjian sosial. Oleh karena itu,
kejahatan merupakan kejahatan moral

2. Aliran positif

Aliran ini beralaskan paham determinisme yang menyatakan bahwa seeorang


melakukan kejahatan bukan berdasarkan kehendaknya karena manusia tidak
mempunyai kehendak bebas dan dibatasi oleh berbagai factor, baik watak pribadinya,
factor biologis, maupun factor lingkungan.
Aliran ini beralaskan paham determinisme yang menyatakan bahwa seeorang
melakukan kejahatan bukan berdasarkan kehendaknya karena manusia tidak
mempunyai kehendak bebas dan dibatasi oleh berbagai factor, baik watak pribadinya,
factor biologis, maupun factor lingkungan.

Oleh karena itu pelaku kejahatan tidak dapat dipersalahkan dan dipidana sebab ia
hanyalah korban keadaan yang berada diluar kontrolnya sebagai individu. melainkan
harus diberikan perlakuan (treatment) untuk re-sosialisasi dan perbaikan pelaku.
Gerber dan McAnany menyatakan bahwa munculnya aliran treatment dalam ilmu
pemidanaan sejalan dengan gerakan reformasi penjara. Melalui pendekatan
kemanusiaan, maka paham ini melihat bahwa sistem pemidanaan pada masa lampau
menyebabkan tidak adanya kepastian seseorang.

Dengan teorinya tersebut Lambrosso membantah mengenai “free will” yang menjadi
dasar aliran klasik dan mengajukan konsep determinisme.

Inti dari ajaran Lambrosso (Indah Sri Utami 2012:67) yaitu;

1) penjahat adalah orang yang memiliki bakat jahat;

2) bakat jahat tersebut diperoleh dari kelahiran (born criminal);

3) bakat jahat dapat dilihat dari cirri-ciri biologis (atavistic stigmata);

3. Aliran Kritis

Aliran ini mengatakan bahwa tingkat kejahatan dan cirri-ciri pelaku terutama
ditentukan oleh bagaimana undang-undang disusun dan di jalankan. Tugas
kriminologi kritis adalah menganalis proses-proses bagaimana cap jahat tersebut
diterapkan terhadap tindakan dan orang-orang tertentu.

Pendekatan kritis ini dibedakan menjadi pendekatan yaitu :

a) Pendekatan interaksionis yaitu Pedekatan interaksionis menentukan mengapa


tindakan dan orang tertentu didefisinikan sebagai criminal di masyarakat tertentu
dengan cara mempelajari persepsi makna kejahatan yang dimiliki masyarakat yang
bersangkuutan.
b) Pendekatan kriminologi konflik mengatakan bahwa orang berbeda karena memilki
perbedaan kekuasaan dalam mempengaruhi perbuatannya dan bekerjanya hokum dan
mengasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang terlibat kelompok
kumpulannya. Pendekatan ini beranggapan bahwa hukum dibuat dan ditegakkan
bukan untuk melindungi masyarakat tetapi untuk nilai dan kepentingan kelompok
yang berkuasa. Dengan demikian, pendekatan konflik memusatkan perhatiannya
pada masalah kekuasaan dalam pendefinisian kejahatan. Pendekatan konflik
beranggapan bahwa orang-orang dalam suatu masyarakat mempunyai tingkat
kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi pembuatan dan penegakan hukum.

2. Tiga pendekatan yang dapat dilakukan dalam mempelajari masalah kejahatan menurut
Hermann Mannheim yaitu :

1. Pendekatan Deskriptif Yang dimaksud dengan pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan
dengan cara melakukan obserfasi dan pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta
tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti:

a.) Bentuk tingkah laku criminal,

b.) Bagaimana kejahatan dilakukan,

c.) Frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat yang berbeda,

d.) Ciri-ciri khas pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin dan sebagainya,

e.) Perkembangan karir seorang pelaku kejahatan.

Hermann Mannheim menegaskan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi bila
menggunakan pendekatan deskriptif, yaitu:
a.) Pengumpulan fakta tidak dapat dilakukan secara random.oleh karena itu faktafakta yang
diperoleh harus dilakukan secara selektif.

b.) Herus dilakukan penafsiran,evaluasi dan memberikan pengertiansecara umum terhadap


fakta-fakta yang diperoleh.tanpa dilakukan penafsiran,evaluasi dan memberi pengertian secara
umum ,maka fakta-fakta tersebut tidak akan mempunyai arti.

2. Pendekatan Sebab-Akibat

Pendekatan sebab-akibat menggunakan fakta-fakta yang terdapat dalam masyarakat agar dapat
ditafsirkan untuk mengetahui sebab musabab kejahatan, baik dalam kasus-kasus yang bersifat
individual maupun yang bersifat umum. Hubungan sebab-akibat dalam kriminologi berbeda
dengan hubungan sebab-akibat yang terdapat dalam hukum pidana. Dalam hukum pidana, agar
suatu perkara dapat dilakukan penuntutan harus dapat dibuktikan adanya hubungan sebab-
akibat antara suatu perbuatan dengan akibat yang dilarang. Berbeda dengan hubungan sebab-
akibat dalam hukum pidana, dalam kriminologi hubungan sebab-akibat dicari setelah hubungan
sebab-akibat dalam hukum pidana terbukti. Untuk lebih jelasnya, apabila hubungan kausal
dalam hukum pidana telah dikatahui, maka hubungan sebab-akibat dalam kriminologi dapat
dicari , yaitu dengan mencari jawaban atas pertanyaan mengapa orang tersebut melakukan
kejahatan. Usaha untuk mengetahui kejahatan dengan menggunakan pendekatan sebab-akibat
ini dikatakan sebagai etiologi kriminil (etiologi of crime).

3. Pendekatan Secara Normatif Kriminologi dapat dikatakan sebagai Idiographic Discipline dan
Nomothetic Discipline. Dikatakan sebagai Idiographic Discipline, karena kriminologi mempelajari
fakta-fakta,sebab-sebab dan kemungkinan-kemungkinan dalam kasus yang bersifat individual.
Sedangkan yang dimaksud dengan Nomothetic Discipline

3. Terhadap cara-cara penggunaan statistik kriminal oleh pemerintah (polisi) dan kriminologi yang
menganggap statistik kriminal sebagai pencerminan kejahatan yang ada di masyarakat, dalam arti
diterima sebagai sampel yang sah, mengandung beberapa kelemahan :

1. Statistik kriminal adalah hasil pencatatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum (khususnya
polisi) berdasarkan laporan korban dan anggota masyarakat pada umumnya (berdasarkan berbagai
studi sekitar 80-90 % pencatatan tersebut berasal dari laporan masyarakat). Hasil pencatatan
terutama dipengaruhi oleh kemauan korban untuk melaporkan. Dari berbagai penelitian dapat
ditujukan kecenderungan korban untuk melaporkan dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti jenis-
jenis kejahatan, nilai kerugian, pandangannya terhadap kemampuan polisi, hubungannya denagn
pelaku kejahatan serta berbagai kepentingan praktis lannya.

2. Apa yang disebut sebagi kejahatan, dalam perwujudannya akan menampakkan dirinya dalam
berbagi bentuk perilaku dan seringkali tidak jelas, samar-samar hingga memerlukan penafsiran.
Menafsirkan suatu kejadian atau fakta tertentu sebagai kejahatan dipengaruhi oleh pengetahuan
dan persepsinya tentang apa yang disebut sebagai kejahatan. Dari berbagai studi dapat ditunjukan
persepsi korban (dan masyarakat) terhadap kejahatan bersifat berat sebelah (bias) yaitu terutama
mengenai kejahatan white-collar. Akibatnya kejahatan yang dilaporkan juga bersifat berat sebelah
yaitu terutama berupa kejahatan warungan dan sangat langka dengan kejahatan white-collar.

3. Persepsi polisi juga bersifat berat sebelah. Dari jenis-jenis kejahatan yang dijadikan indeks
kejahatan, berarti yang akan mendapat prioritas dalam penanggulangannya, terutama juga
kejahatan warungan. Akibatnya kejahatan yang mendapat perhatian polisi, yang pada akhirnya
masuk dalam statistik kriminal, terutama juga kejahatan warungan

Anda mungkin juga menyukai