NPM : 2103101010107
FACULTY OF LAW
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang penjahat dan
kejahatan, serta mempelajari cara-cara penjahat melakukan kejahatan, kemudian berusaha
semaksimal mungkin untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan dan
bagaimana upaya untuk mencari dan menemukan cara untuk dapat mencegah dan
menanggulangi terjadinya kejahatan. 1 Istilah kriminologi untuk pertama kalinya digunakan oleh
P. Topinard (1830- 1911) seorang ahli antropologi Perancis pada tahun 1879, sebelumnya istilah
yang banyak dipakai adalah Antropologi Kriminal 1.
Secara etimologis, Kriminologi berasal dari rangkaian kata Crime dan Logos. Crime artinya
kejahatan, sedangkan Logos artinya ilmu pengetahuan. Dari dua arti ini dapat diartikan bahwa
kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Ada banyak pendapat
yang disampaikan para sarjana terkait dengan pengertian kriminologi dan masing-masing
pengertian dipengaruhi oleh luas lingkupnya bahan kajian yang dicakup dalam kriminologi.
Kriminologi sebagai ilmu tidak hanya dilihat dari kejahatan itu sendiri tetapi dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang, ada yang memandang kriminologi dari segi latar belakang timbulnya
kejahatan, dan ada juga yang memandang kriminologi dari segi sikap dan prilaku menyimpang
dari norma-norma yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat. Kesemuanya itu secara teknis
tidak bisa dipisahkan dari berbagai disiplin ilmu, terutama yang berkaitan dengan obyek
studinya.
Berbagai paradigm studi kejahatan lahir pada tahun 1970-an dalam kaitannya dengan
perspektif hokum dan organisasi social mengandung arti kriminologi telah terkait dan tidak akan
dipisahkan dari perkembangan struktur masyarakat. Dan dapat dikatakan bahwa kejahatan yang
menjadi focus setiap pembahasan teori krimonologi tidak lagi bersifat bebas nilai, dalam artin
bahwa kejahatan akan selalu merupakan hasil dari pengaruh dan interaksi pelbagai factor seperti
social, budaya , ekonomi dan politik . Objek kriminologi adalah orang yang melakukan kejahatan
(si penjahat) itu sendiri. Adapun tujuannya agar menjadi mengerti apa sebabsebabnya sehingga
1
Alam AS dan Ilyas, A. Pengantar Kriminologi. Makassar. Pustaka Refleksi. 2010. Hlm. 4.
sampai berbuat jahat itu. Apakah memang karena bakatnya adalah jahat, ataukah didorong oleh
keadaan masyarakat disekitarnya (milieu) baik keadaan sosiologis maupun keadaan ekonomis2.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Teori-teori apa sajakah dalam ilmu kriminologi yang membahas mengenai penyebab
perilaku kejahatan dalam masyarakat terhadao diri seseorang?
2. Bagaimana upaya untuk menghindari dan menanggulangi kejahatan tersebut apabila telah
terjadi ?
1.3 Tujuan
2
Moeljatno, 2015, Asas-Asas Hukum Pidana, cetakan ke-9, Jakarta: Rineka Cipta, hlm 14
3
I.S. Susanto, 2011, Kriminologi, Yogyakarta: Genta Publishing, hlm 6
4
ibid
3. Mengetahui antisipasi dari kejahatan yang telah timbul.
4. Mengetahui pencegahan perilaku kejahatan timbul dan merebak dalam masyarakat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kriminologi dikembangkan pada akhir abad ke-18, ketika berbagai gerakan yang dijiwai
kemanusiaan, mempertanyakan kekejaman, kesewenangwenangan, dan inefisiensi dari peradilan
pidana dan sistem penjara. Selama periode ini reformis seperti Cesare Beccaria di Italia, Sir Samuel
Romilly , John Howard , dan Jeremy Bentham di Inggris, semua mewakili apa yang disebut sekolah klasik
kriminologi, berusaha melakukan reformasi penologikal dan hukum pidana yang berlaku saat itu. Tujuan
utama mereka adalah untuk mengurangi hukuman, memaksa hakim untuk mengamati prinsip nulla
poena sine lege (proses hukum), mengurangi penerapan hukuman mati, dan untuk memanusiakan
lembaga pemasyarakatan5. Secara etimologis, Kriminologi berasal dari rangkaian kata Crime dan Logos.
Crime artinya kejahatan, sedangkan Logos artinya ilmu pengetahuan. Dari dua arti ini dapat diartikan
bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Kata kriminologi
tidak asing untuk kita dengar saat ini dan banyak persepsi serta arti dari kriminologi tersebut.
Karena itu, para sarjana dalam mendeskripsikan pengertian kriminologi satu sama lain saling berbeda
dan beragam batasannya6 . Hal ini sebagaimana terlihat pada beberapa definisi kriminologi di menurut
para ahli yaitu :
5
Labeling theory 2018. Britannica Academic. Retrieved 4 May 2018, from
https://academic.eb.com/levels/collegiate/article/labeling-theory/607739.
6
Susanto IS.”Diklat Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang”, Semarang, 1991, hlm. 1.
7
Topo Santoso dan Eva Achijani Zulfa,Kriminologi, Raja grafindo persada, 2001, Jakarta, hlm. 2
b. Menurut W. A. Bonger jugamemberikan definisi bahwa “ Kriminologi adalah ilmu
pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya ”.Melalui
defenisi ini, Bonger membagi kriminologi ini menjadi kriminologi murni yang
mencakup.8
c. Menurut E. H. Sutherland mendefinisikan bahwa Kriminologi merupakan “ seperangkat
pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah social, termasuk didalamnya
proses pembuatan Undang-undang, pelanggaran Undang-undang bahkan aliran modern.
Sutherland membagi kriminologi kedalam 3 cabang ilmu utama yaitu :
Sosiologi hukum. Kejahatan itu adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam
dengan suatu sanksi. Jadi yang menentukan bahwa suatu perbuatan itu adalah kejahatan
adalah hukum. Di sini menyelidiki faktor-faktor apa yang menyebabkan perkembangan
hukum (khususnya hukum pidana).
Etiologi kejahatan. Merupakan cabang ilmu kriminologis yang mencari sebab musabab dari
kejahatan. Dalam kriminologis, etiologi kejahatan merupakan kejahatan paling utama.
Penologi. Pada dasarnya ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland memasukkan hak-
hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan represif maupun preventif 9
d. George C. Vold juga mengatakan bahwa dalam mempelajari Kriminologi selalu
menunjukan perbuatan pada perbuatan manusia juga batasan-batasan atau pandangan
pada perbuatan manusia dan juga batasan-batasan atau pandangan masyarakat tentang
apa yang boleh dan apa yang dilarang, apa yang baik dan yang buruk, yang semua itu
terdapat dalam undang-undang kebiasaan dan adat istiadat.10
e. Menurut Herman Mannhein yang berpendapat bahwa “kriminologi tergantung dari hasil
penelitian ilmu lain nya, malahan justru gabungan data hasil penelitian ilmu tentang
kejahatan itulah kriminologi.11
f. Menurut W. H. Nagel, berpendapat bahwa kriminologi tak hanya semata-mata etiologi
kejahatan. Sebagai contoh, viktimologi secara cepat memperlebar bidang ini sejak tahun
1950 yang bertitik tolak dari pemikiran bahwa kriminologi tidak dapat lagi di praktekan
tanpa memperhitungkan hubungan (atau interaksi) atara penjahaat dan orang yang
8
Ibid, hlm. 9
9
Loc. Cit Alam AS dan Ilyas Alam Hlm. 2.
10
H. R. Abdussalam, Kriminologi, restu agung, 2002, Jakarta, hlm 4
11
B. Simanjuntak dan Chidir Ali, Cakrawala Baru Kriminologi, Tarsito, 1980, Bandung, hlm 10
menjadi sasaran kejahatan yang merupakan korban personal atau impersonal. 12 Menurut
pendapat Wood bahwa kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang di peroleh
berdasarkan teori atau pengalaman, yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat,
termasuk didalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para
penjahat.13
g. Kriminologi menurut Soedjono Dirdjosisworo adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
sebab, akibat, perbaikan dan pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan
menghimpun sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan. Tegasnya, kriminologi
merupakan sarana untuk mengetahui sebab-sebab kejahatan dan akibatnya, mempelajari cara-
cara mencegah kemungkinan timbulnya kejahatan. 14 Kriminologi ditujukan untuk
mengungkapkan motif pelaku kejahatan sedangkan hukum pidana kepada hubungan perbuatan
dan akibat (hukum sebab akibat). Faktor motif dapat ditelusuri dengan bukti-bukti yang
memperkuat adanya niat melakukan kejahatan. 15
Dari pendapat para sarjana diatas kriminologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang
kejahatan serta resulusinya terhadap kejahatan yang telah ditimbulkan. Dan kriminologi juga
memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai perilaku manusia, dan lembaga-lemabag
masyarakat yang mempengaruhi kebiasaan manusia serta penyimpangan norma dalam hokum
dan masyarakat. Kriminologi juga memberikan manfaat dengan memberikan sumbangannya dalam
penyusunan perundang-undangan baru (Proses Kriminalisasi), menjelaskan sebab-sebab terjadinya
kejahatan (Etilogi Kriminal) yang pada akhirnya menciptakan upaya-upaya pencegahan terjadinya
kejahatan.16
12
Soerjono Soekanto, Suatu Penghantar Kriminologi,SI. SN, 1981, Jakarta Timur, hlm 6
13
Topo Sentoso dan Eva Achjani Zulfa, op.cit, hlm 10
14
Indah Sri Utari, 2012, Aliran dan Teori Dalam Kriminologi, Yogyakarta: Thafa Media, hal 20.
15
Romli Atmasasmita, 2007, Teori Dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: PT Refika Aditama, hal 5.
16
Alfonsius Siringoringo, Alasan Mempelajari Kriminologi di http://alfonsiusjojo-siringo
ringo.blogspot.com/2012/10/alasan-mempelajari-kriminologi.html, diakses pada tanggal 20 Juni pukul 10.55. 30
Much
Ruang lingkup kriminologi merupakan proses perundang-undangan, pelanggaran perundang-
undangan dan reaksi terhadap pelanggaran perundang-undangan. Menurut A.S. Alam terdapat tiga hal
pokok ruang lingkup pembahasan kriminologi, yaitu :
Ruang lingkup kriminologi menurut W. A. Bonger dibagi menjadi kriminologi murni dan kriminologi
terapan. Kriminologi murni ini mencakup :
a. Antropologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tandatanda manusia jahat.
b. Sosiologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sebab-sebab kejahatan
dalam masyarakat.
c. Psikologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.
d. Psikopatologi dan Neuropatologi, yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat yang sakit jiwa.
e. Penology, yaitu ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman. Kriminologi Terapan ini
mencakup :
Higiene kriminal, yaitu usaha yang memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya suatu
kejahatan.
Politik kriminal, yaitu usaha penanggulangan kejahatan dimana kejahatan itu sudah terjadi.
Kriminalistik, yaitu ilmu pengetahuan mengenai pelaksanaan penyidikan teknik kejahatan
dan pengusutan kejahatan.17
Sebagaimana diutarakan di atas bahwa kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang kejahatan seluas-luasnya, maka dengan nuansa yang sangat luas ini diperlukan
ilmu-lmu bantu yang dapat menunjang tujuan kriminologi, di antaranya yaitu untuk memperoleh
pengertian yang lebih mendalam mengenai perilaku manusia dan lembaga-lembaga sosial masyarakat
yang mempengaruhi kecenderungan dan penyimpangan norma-norma hukum, mencari cara-cara yang
17
Momon. 2003. Azas-Azas Kriminologi. Bandung. Remaja Karya. Hal. 23.
lebih baik untuk mempergunakan pengertian ini dalam melaksanakan kebijaksanaan sosial yang dapat
mencegah atau mengurangi dan menanggulangi kejahatan 18.
BAB III
PEMBAHASAN
Kriminologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang gejala perilaku manusia termasuk
perilaku kejahatan. Kejahatan menurut pandangan para pakar kriminologi secara umum berarti adalah
perilaku manusia yang melanggar norma (hokum pidana / kejahatan /,criminal law) merugikan,
menjengkelkan, menimbulkan korban, sehingga tidak dapat dibiarkan. Sementara itu, kriminologi
menaruh perhatian terhadap kejahatan, yaitu :
1. Teori Biologis
Teori ini mengatakan faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang dibawa sejak lahir.
Melalui gen dan keturunan, dapat memunculkan penyimpangan tingkah laku. Pewarisan tipe-tipe
kecenderungan abnormal dapat membuahkan tingkah laku menyimpang dan menimbulkan tingkah
laku sosiopatik. Misalnya, cacat bawaan yang berkaitan dengan sifat-sifat kriminal serta penyakit
mental.Faktor biologis juga menggambarkan bahwa kejahatan dapat dilihat dari fisik pelaku
kejahatan itu, misalnya, dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu seperti muka yang tidak simetris,
bibir tebal, hidung pesek, dan lain-lain. Namun hal ini tidak bisa dijadikan sebagai faktor penyebab
terjadinya kejahatan, hanya saja sebagai teori yang digunakan untuk mengidentikkan seorang
pelaku kejahatan. Selain itu, pelaku kejahatan memiliki bakat jahat yang dimiliki sejak lahir yang
diperoleh dari warisan nenek moyang. Karena penjahat dilahirkan dengan memiliki warisan tindakan
yang jahat20 .
2. Teori Psikogenesis
18
Efa Rodiah Nur, “ Kriminologi (Suatu Pengantar)“. Institut Islam Negeri Bandar Lampung, Lampung. Hlm 9
19
Ende Hasbi Nassarudin, 2016, “Kriminologi” , Bandung, CV. Pustaka Setia, hlm 115
20
Ibid, hlm 86
Teori ini mengatakan bahwa perilaku kriminalitas timbul karena faktor intelegensi, ciri kepribadian,
motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi
yang kontroversial dan kecenderungan psikopatologis, artinya perilaku jahat merupakan reaksi terhadap
masalah psikis. Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan adalah psikologis dari seorang
pelaku kejahatan, maksudnya adalah pelaku memberikan respons terhadap berbagai macam tekanan
kepribadian yang mendorong mereka untuk melakukan kejahatan.
3. Teori Sosiogenis
Teori ini menjelaskan bahwa penyebab tingkah laku jahat murni sosiologis atau sosial psikologis adalah
pengaruh struktur sosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial, atau internalisasi
simbolis yang keliru. Perilaku jahat dibentuk oleh lingkungan yang buruk dan jahat, kondisi sekolah yang
kurang menarik dan pergaulan yang tidak terarahkan oleh nilai-nilai kesusilaan dan agama. Teori ini
mengungkapkan bahwa penyebab kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitarnya. i.
Teori ini mengarahkan kita bahwa orang memiliki kecenderungan bisa melakukan kejahatan karena
proses meniru keadaan sekelilingnya atau yang lebih dikenal dengan proses imitation
Menurut teori ini, perilaku jahat adalah sifat-sifat struktur sosial dengan pola budaya yang khas dari
lingkungan dan masyarakat yang dialami oleh penjahat. Hal itu terjadi karena populasi yang padat,
status sosial-ekonomis penghuninya rendah, kondisi fisik perkampungan yang sangat buruk, atau juga
karena banyak disorganisasi familiar dan sosial bertingkat tinggi. 21 Faktor ini bisa menjadi faktor
penyebab terjadinya kejahatan karena kejahatandilihat berdasarkan letak suatu daerah tertentu tempat
terjadinya suatu kejahatan. Dalam hal ini faktor ini adalah terletak di luar dari diri pelaku kejahatan.
Kejahata dalam masyarakat bermacam ragam penyebab dan cara penanggulangannya, maka dari
itu kejahatan cepat menyebar dan jika sudah parah sulit dihentikan atau dimusnahkan. Terdapat 8
teori kriminologi yang membahas megenai penyebab kejahatan, anatar lain :
Dalam teori asosiasi diferensial merupakan teori dimana penyebab kejatan yg dilakukan
seseorang adalah dari hasil peniruan yg ada dimasyarakat. Dan ini pertama kali dikemukakan
oleh Gabriel Tarde (1912) adalah bahwa pola-pola deliquensidan kejahatan dipelajari dengan hal
serupa seperti setiap jabatan atau okupasi, terutama dalam hal menirukan dan asosiasi dengan
yang lain. Dan E.H. Sutherland kemudian mengembangkan teori ini menjadi teori “Perilaku
krimnial” yg menghipotesiskan bahwa perilaku criminal itu dipelajari melalui asosiasi yang
dilakukan dengan mereka yg melanggar norma masyarakat termasuk norma hokum. Teori social
diferensial Sutherland mengenai kejahatan menegaskan bahwa:
21
Ende Hasbi Nassarudin, 2016, “ Kriminologi “, CV. Pustaka Setia, Bandung, hlm 121-122
2. Criminal behavior is learned in interaction with other person in a process of
communication.
3. The principal part of learning of criminal behavior occurs within intimate personal groups
4. When criminal behavior is learned, the learning includes:
1) Techniques of commiting the crime, which are sometimes very complicated,
sometime very simple, and
2) The specific motif direction of motives, drives, rationalization, and attitudes.
5. The specific direction of motives and drives is learned from definitions of the legal codes
as favorable or un favorable.
6. A person becomes delinquent because of an excess of Lebih definitions favorable to
violation of law over definition , favorable to violation of law.
7. Differential association may vary in frequency, duration, priority, and intencity.
8. Process learning criminal behavior by asosiation with criminal and anticriminal patern
involves allof any mechanisism that are involved in any other learning.
9. While criminal behavior is an expression of general need and values, it is not explained
and values, since non criminal behavior is an expression of the same need and values.
2. Strain Theory
Teori yang ini dikaitkan oleh Robert K. Merton masalah yang sesungguhnya tidak dating dari sudden
social change tetapi social structure.22 Jadi masyarakat menanamkan kepada anggota-anggotanya. Teori
ini beranggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk yang selalu memperkosa hukum atau
melanggar hukum, norma-norma dan peraturan-peraturan setelah terputusnya antara tujuan dan cara
mencapainya menjadi demikian besar sehingga baginya satu-satunya cara untuk mencapai tujuan ini
adalah melalui saluran yang tidak legal. Akibatnya, teori “tegas” memandang manusia dengan sinar atau
cahanya optimis. Dengan kata lain, manusia itu pada dasarnya baik, karena kondisi sosiallah yang
menciptakan tekanan atau stress, ketegangan dan akhirnya kejahatan. Berbeda dengan Differential
Association Theory yang menganggap bahwa seseorang melalkukan perbuatan jahat karena belajar,
maka Merton dalam teori ini lebih menenkankan pada terjadinya peritiwa situasional dimana seorang
karena ketegangan yg terlalu berpengaruh menjadi tanpa kendali dan membuat kejahatan.
3. Teori Anomi
Teori yang berdasarkan bahwa motifasi melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia.
Teori anomi merupakan salah satu teori dalam ilmu kriminologi, dimana teori ini membahas kondisi
perantara yang menghubungkan organisasi sosial dengan kesusahan, individu dan perilaku menyimpang.
Istilah Anomie pertama kali diperkenalkan oleh Emile Durkheim yang diartikan sebagai suatu keadaan
tanpa norma. Kemudian Emile Durkheim mempergunakan istilah Anomie dalam bukunya The Division of
Labor Society (1983) untuk mendeskripsikan keadaan Deregulation didalam masyarakat yang diartikan
sebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat sehingga orang tidak tahu apa
22
Ibid, Hal. 61
yang diharapkan dari orang lain dan keadaan ini yang menyebabkan deviasi. Menurut Emile Durkheim,
teori Anomie terdiri dari tiga perspektif yaitu 23:
Menurut Robert K. Merton konsep Anomie didefenisikan sebagai ketidaksesuaian atau timbulnya
diskrepansi/perbedaan antara cultural goals dan institutional means sebagai akibat cara masyarakat
diatur (struktur masyarakat) karena adanya pembagian kelas.
BAB IV
PENUTUP
23
Lilik Mulyadi, 2008, Op. Cit. Hal. 324
Daftar Pustaka