Anda di halaman 1dari 55

Inisiasi Tuton ke – 1 Mata Kuliah: KRIMINOLOGI Program Studi : Ilmu Hukum

Fakultas : HISIP

PENGERTIAN KRIMINOLOGI

1. Edwin H. Sutherland menyatakan:

“Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai suatu fenomena sosial. Ilmu ini di dalamnya
mencakup bidang proses pembuatan undang-undang, pelanggaran terhadap undang-undang tersebut, dan reaksi terhadap
pelanggaran undang-undang tersebut.

Kriminologi di bagi menjadi : proses pembuatan hokum

o\pellanggaran hokum

reaksi antar penghantar hokum

Edwin H. Sutherland menganggap bahwa objek studi Kriminologi dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian yang terkonsentrasi
dalam 3 (tiga) bidang ilmu, yakni :

1) Sosiologi hukum, adalah yang mencoba melalui analisa ilmiah, mengungkapkan kondisi-kondisi yang membentuk
hukum pidana dan jarang disentuh dalam buku kriminologi umumnya.

2) Etiologi kriminal, adalah yang mencoba melalui analisa ilmiah meneliti sebab-musabab kejahatan.

3) Penologi, adalah yang berhubungan dengan kontrol terhadap kejahatan

4) Mr. W.A. Bonger, menyatakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala-
gejala kejahatan seluas-luasnya.

5) Noach, menyatakan kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala-gejala kejahatan dan tingkah
laku yang tidak senonoh, sebab-musabab serta akibat-akibatnya.

6) Muljatno (dikutip dari Stephan Hurwits, 1986) menyatakan kriminologi merupakan ilmu pengetahuan tentang
kejahatan-kejahatan dan kelakuan jelek dan tentang orangnya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan
jelek itu. Dengan kejahatan dimaksudkan pula pelanggaran, artinya perbuatan yang menurut undang-undang
diancam dengan pidana, dan kriminalitas meliputi kejahatan dan kelakuan jelek.

7) Ediwarman. kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan (baik yang dilakukan oleh
individu, kelompok atau masyarakat) dan sebab musabab timbulnya kejahatan serta upaya-upaya
penanggulangannya sehingga orang tidak berbuat kejahatan lagi.

8) Ridwan Hasibuan: Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari serta menyelidiki maupun
membahas masalah kejahatan, baik mengenai pengertiannya, bentuknya, sebab –sebabnya, akibat-akibatnya,
dan penyelidikan terhadap sesuatu kejahatan maupun hal-hal lain yang ada hubungannya dengan kejahatan itu.

9) Edi Yunara, Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan dan penjahat dalam
segala aspeknya.

10) Emile Durkheim, Kejahatan adalah normal, tidak ada masyarakat tanpa kejahatan. Kejahatan merupakan
sesuatu yang diperlukan, sebab ciri setiap masyarakat adalah dinamis, dan perbuatan yang telah menggerakkan
masyarakat tersebut pada mulanya disebut kejahatan.

11) W.A Bonger: Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasny

Kriminogi murni

Melipiti:

1. Antopologi criminal
2. Sosiologi kriminla
3. Psikologi criminal,
4. Psikopatologi
5. Penology

Kriminologi terapan

1
1. Hygiene criminal
2. Politik criminal
3. Kriminalistik

1. Antropologi Kriminil, ialah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis). Ilmu pengetahuan ini
memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti
apa? Apakah ada hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan dan seterusnya.
2. Sosiologi Kriminil, ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat. Pokok persoalan
yang dijawab oleh bidang ilmu ini adalah sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.
3. Psikologi Kriminil, ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.
4. Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminil, ialah ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat saraf.
5. Penologi, ialah ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.

Kriminologi Terapan

Di samping itu terdapat kriminologi terapan yang berupa :

1. Higiene Kriminil, ialah suatu usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan, misalnya usaha-usaha
yang dilakukan oleh pemerintah untuk menerapkan undang-undang, sistem jaminan hidup dan kesejahteraan
yang dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kejahatan.
2. Politik Kriminil, suatu usaha penanggulangan kejahatan dimana suatu kejahatan telah terjadi. Di sini dilihat
sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan. Apabila disebabkan oleh faktor ekonomi maka usaha yang
dilakukan adalah meningkatkan keterampilan atau membuka lapangan kerja, jadi tidak semata-mata dengan
penjatuhan sangsi.
3. Kriminalistik (police scientific), ialah merupakan ilmu tentang pelaksanaan penyidikan tekhnik kejahatan dan
pengusutan kejahatan.

Kriminologi yaitu Sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan
dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan,
keseragaman-keseragaman, pola-pola da faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta
reaksi masyarakat terhadap keduanya (Soedjono, 1984:7). [

Objek studi kriminologi

1. Kejahatan / perbuatan (crimes/actions )


2. Pelaku/ pelangar norma hokum (the actor/transgressor of legal norm)
3. Reaksi Masyarakat (Social Reaction)

Bidang Ilmu yang menjadi fokus kriminologi dan objek studi kriminologi:

 Sosiologi Hukum, memfokuskan perhatiannya pada objek studi kriminologi, yakni kejahatan dengan mempelajari
hal-hal yang terkait dengan terbentuknya Hukum Pidana, peranan hukum dalam mewujudkan nilai-nilai sosial
serta kondisi empiris perkembangan hukum.

 Etiologi Kriminal, memfokuskan perhatiannya pada objek studi kriminologi, yakni penjahat, yakni mempelajari
alasan seseorang melanggar hukum (pidana) atau melakukan kejahatan, sementara orang lainnya tidak
melakukannya. Jadi harus dipertimbangkan berbagai faktor (multiple factors), tidak lagi hanya faktir hukum /
legal saja (single factor).

 Penologi, memfokuskan perhatiannya pada objek studi kriminologi, yakni kejahatan, yaitu reaksi sosial, dengan
memepelajari hal-hal yang terkait dengan berkembangnya hukuman, arti dan manfaatnya yang berhubungan
dengan control crime.

 Viktimologi, yang lebih memfokuskan perhatiannya pada objek studi kriminologi, yakni korban kejahatan, dengan
mempelajari hal-hal yang terkait dengan kedudukan korban dalam kejahatan, interaksi yang terjadi antara
korban dan penjahat, tanggungjawab korban pada saat sebelum dan selama kejahatan terjadi.

Penjelasan terhadap objek studi kriminologi

1. Kejahatan/Perbuatan (Crime/Action).

Obyek studi pertama kriminologi adalah kejahatan/perbuatan yang oleh negara telah dinyatakan sebagai kejahatan
(dalam arti pelanggaran terhadap undang-undang pidana). Tetapi perlu sekiranya mendapat perhatian dalam hal,
bahwa undang-undang biasanya terbelakang jika dibandingkan dengan kesadaran hukum masyarakat, maka perlu pula

2
dipelajari perbedaan serta perubahan kesadaran hukum masyarakat ini terhadap undang-undang hukum pidana. Perlu
pula diperhatikan, bahwa perbuatan yang dinyatakan dilarang oleh negara dan diancam pidana tidak selalu sama
menurut tempat dan waktu. Hal inilah yang merupakan suatu kesulitan dalam melakukan studi perbandingan dalam
kriminologi.

2. Pelaku/Pelanggar Norma Hukum (The actor/transgressor of legal norm).

Obyek studi kedua kriminologi adalah pelaku kejahatan/pelanggar norma (hukum) yang diketahui polisi, dituntut jaksa dan
dinyatakan salah oleh hakim, maka mudah dimengerti mengapa studi kriminologi mengenai pelanggaran-pelanggran
hukum haruslah dipergunakan dengan sangat teliti dan hati-hati sekali. Terutama dalam menentukan kesimpulan umum
mengenai faktor-faktor etiologi kriminil serta meluasnya perbuatan-perbuatan melanggar hukum.

3. Reaksi Masyarakat (Social Reaction).


Obyek studi ketiga kriminologi adalah reaksi masyarakat terhadap perbuatan kejahatan dan pelanggaran
(hukum). Bahwa pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan tingkah laku yang bagaimanakah yang tidak
dapat dibiarkan serta perlu mendapat pidana. Maka dalam hal inilah pranata-pranata sosial yang menyalurkan
reaksi masyarakat itu dan bagaimana cara prosesnya pranata-pranata sosial ini mencari dan menegakkan
keadilan, perlu mendapat perhatian dalam studi kriminologi.

Keterkaitan Kriminologi dengan Bidang Studi Lain

1. Keterkaitan antara Kriminologi & Ilmu Hukum Pidana


Hubungan kriminologi dengan hukum pidana sangat erat, hasil kajian kriminologi dapat disumbangkan pada
hukum pidana.
Kriminologi penting untuk dipelajari oleh aparatur penegak hukum pada khususnya dan aparatur negara pada
umumnya, karena dengan pengetahuan kriminologi diharapkan mereka akan dapat memahami, bukan saja
tentang masalah kejahatan dan berbagai aspeknya tetapi juga tentang hal-hal yang terkait dengan
pelaksanaan tugas dalam rangka pencegahan dan penangglangan kejahatan

2. Keterkaitan antara Kriminologi dengan Antropologi


Dalam hal mempelajari kejahatan dan penjahat, maka fokus perhatian tetap pada tingkah laku manusia di dalam
masyarakat.
Kejahatan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (penjahat) harus dicermati dalam konteks
budaya, dimana yang bersangkutan berada.
Hal ini didasari pada keyakinan bahwa terdapat hubungan antara perilaku seseorang dan penilaian masyarakat
terhadap perilaku tersebut dengan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
3. Keterkaitan antara Kriminologi dengan Psikologi
Penyelidikan tentang jiwa penjahat sangat berguna untuk mengerti dan memahami hal-hal yang terkait dengan
kepribadian penjahat.
Kondisi kejiwaan, emosional dan sikap temperamen seseorang yang diyakini memiliki korelasi dengan tindakan
agresivitas dan tidak terkontrol (maniak) adalah suatu perhatian dari psikologi yang banyak menyumbang
terhadap kriminologi dalam upaya untuk memahami dan memberikan penjelasan mengapa orang-orang tertentu
melakukan pelanggaran hukum.
**) Tokoh yang terkenal memberi peran bagi psikologi dalam berbagai bidang adalah: Sigmund Freud dengan
Teori Psiko-analisis.
4. Keterkaitan antara Kriminologi dengan Sosiologi
Berbagai hal yang dipelajari secara umum dalam sosiologi adalah hal-hal yang terkait dengan interaksi sosial,
proses sosial dan produk sosial.
Kejahatan ada dalam lingkup hubungan antara ketiganya, yakni bahwa kejahatan adalah suatu bentuk dari
pelanggaran suatu produk sosial.
Oleh karena itu, sosiologi juga harus mempelajari atau paling tidak memberikan kontribusi bagi pemahaman
tentang kejahatan.
5. VKeterkaitan antara Kriminologi dengan Kriminalistik.
Noach, kriminalistik: Ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah tehnik sebagai alat untuk
mengadakan penyidikan kejahatan secara tehnis dengan menggunakan ilmu-ilmu lain.
Kriminalistik berkaitan dengan bukti-bukti fisik (physical evidance) dari suatu peristiwa kejahatan di mana
dengan alat bukti ini, maka upaya pembuktian atas perilaku kejahatan yang dilakukan seseorang dapat terbukti
dan menghukum orang yang bersangkutan atas perbuatan jahatnya.
Obyek dari Kriminalistik adalah kenyataan dan kemungkinan kejahatan atau tindak pidana dengan
memperhatikan adanya “Tujuh kah” yaitu : (1). Siapa kah (pelaku/korban, saksi) (2). Apa kah yang dilakukan
(kejahatan atau tindak pidana) (3). Dimana kah (tempat kejadian) (4). Dengan apa kah (peralatan yang digunakan)
(5). Mengapa kah (motif dari perbuatan) (6). Bagaimana kah (modus atau cara) (7). Bilamana kah (waktu
kejadian)

Di Negara Eropa dikenal dengan istilah “ 7-W” yaitu : Who, What, Why, When, With, What time, and Where.

3
Kriminalistik hanya menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis metodologis tentang terjadinya kejahatan,
sedangkan kriminologi mencoba menguak aspek-aspek dinamis dari sebab-sebab kejahatan.

Objek Studi Kriminologi

Objek studi kriminologi meliputi:

1. Kejahatan

Dari sudut pandang hukum, kejahatan adalah serangkaian bentuk perbuatan yang telah ditetapkan oleh Negara sebagai
kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi tertentu. Sanksi ini bisa saja dalam bentuk sanksi
sosial atau langsung di hukum dalam penjara.

2. Pelaku/Penjahat

Penjahat atau pelaku kejahatan adalah orang-orang yang melakukan pelanggaran hukum pidana dan telah diputus oleh
pengadilan atas pelanggarannya tersebut. Dalam hukum pidana pelaku tindak kejahatan atau penjahat dikenal dengan
istilah narapidana.

3. Reaksi masyarakat terhadap tindak kejahatan, pelaku, dan korban kejahatan

Dalam hal ini, kriminologi mempelajari dan meneliti serta membahas tentang pandangan dan tanggapan masyarakat
terhadap perbutan-perbuatan atau gejala yang timbul di masyarakat yang dipandang sebagai perbuatan yang merugikan
atau membahayakan masyarakat luas, tapi undang-undang belum mengaturnya.

Tujuan Kriminologi

Tujuan kriminologi adalah;

1. Memahami penyebab melakukan kejahatan

Tahapan untuk memahami sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan merupakan tujuan mempelajari disiplin ilu ini.
Alasannya karena tindak kejahatan seseorang bisa disebabkan oleh kondisi sosial atau masyarakat setempat atau karena
orang tersebut memiliki bakat untuk menjadi penjahat.

2. Menentukan penyebab melakukan kejahatan

Tujuan akhir kriminologi adalah untuk menentukan akar penyebab perilaku kriminal dan mengembangkan cara yang efektif
dan manusiawi untuk mencegahnya.

Tujuan-tujuan ini telah menghasilkan beberapa aliran pemikiran dalam disiplin, yang masing-masing melihat faktor-faktor
berbeda yang terlibat dalam perilaku menyimpang dan sampai pada kesimpulan berbeda tentang cara terbaik untuk
mendekati masalah.

Oleh karena itulah berikut ini beberapa alasan yang menjelaskan pentingnya mengapa kriminologi itu penting, diantaranya
yaitu:

1. Pengurangan kejahatan: Kriminologi membantu masyarakat memahami, mengendalikan, dan mengurangi


kejahatan. Mempelajari kejahatan membantu menemukan dan menganalisis penyebabnya, yang dapat
digunakan untuk kebijakan dan inisiatif pengurangan kejahatan.
2. Membantu memahami pola pikir penjahat: Kriminologi membantu memahami pola pikir penjahat, mengapa
mereka melakukan kejahatan, dan faktor-faktor yang memengaruhi mereka. Ini membantu dalam alokasi sumber
daya yang tepat untuk mengendalikan kejahatan.
3. Reformasi penjahat: Selain mengendalikan dan mengurangi kejahatan, kriminologi juga dapat menyarankan
langkah-langkah yang tepat untuk rehabilitasi penjahat.

Manfaat Kriminologi

Berikut ini penjelasan singkat terkait manfaat keberadaan kriminologi antara lain:

1. Memecahkan Kejahatan

4
Pemahaman mendalam tentang motif kejahatan, tipe kepribadian pelaku kejahatan, dan empati terhadap korban
membantu kriminolog menjadi manfaat besar bagi masyarakat setelah kejahatan dilakukan. Mereka mencari pola yang
rumit, baik dari sudut pandang gambaran besar maupun detail, yang membantu memecahkan kejahatan yang meresahkan
masyarakat umum.

2. Mencegah Kejahatan

Melalui penelitian sosial dan kesadaran akademis, kriminolog dapat memprediksi pola latar belakang keluarga, status sosial
ekonomi, kesehatan mental, dan faktor lain yang mungkin mengarah pada jenis aktivitas kriminal tertentu.

Pengetahuan yang mereka miliki membantu mereka untuk bekerja secara langsung dengan orang-orang, seperti di
lingkungan konseling atau terapi, yang mungkin dianggap berisiko tinggi terkait tindak kejahatan. Kriminolog
menawarkan kemampuan untuk menganalisis demografi dan tren tersebut untuk membantu menciptakan kesadaran
publik dan mengembangkan program pencegahan kejahatan.

3. Penggunaan Intelek

Kriminolog menggunakan penelitian, keterampilan analitis dan penalaran mereka, serta tantangan yang mereka hadapi
secara teratur membantu mereka untuk tetap tajam secara mental.

Mereka menggunakan kecerdasan dan kreativitas mereka untuk meninjau kasus, memecahkan masalah. Latar belakang
kriminologi memungkinkan kesadaran sosial yang dapat diterapkan dengan cara yang tidak terduga, seperti untuk karir
menulis kejahatan.

Contoh Kriminologi

Berbagai macam spesialisasi ada dalam kriminologi. Misalnya, kriminolog dapat memfokuskan praktik mereka pada jenis
kejahatan tertentu, contohnya seperti:

1. Perampokan bersenjata
2. Pembunuhan
3. Pelacuran
4. Permerkosaan
5. Kejahatan berantai

Kriminolog juga dapat memfokuskan pekerjaan mereka pada berbagai aspek sistem kriminal, contohnya seperti:

1. Investigasi TKP
2. Pencegahan kriminalitas
3. Litigasi kriminal
4. Rehabilitasi
5. Koreksi

Kriminolog bisa pula menerapkan pengetahuan dan pelatihan dalam berbagai subspesialisasi, contohnya seperti:

1. Hak korban
2. Sistem peradilan anak
3. Kejahatan kerah putih
4. Bukti DNA
5. Inisiatif kebijakan pemerintah
6. Inisiatif berbasis komunitas
7. Pengaturan Pekerjaan untuk Kriminolog

Kesimpulan

Dari penjelasan yang dikemukakan, dapatlah dikatakan bahwa kriminologi adalah cabang sosiologi yang secara tradisional
mengkaji perilaku sosial, interaksi, dan organisasi sosial. Namun, juga terikat dalam penelitian dan konsep dari bidang studi
lain, seperti filsafat, antropologi, biologi, dan psikologi.

5
Disisi lain, dalam kriminologi juga mempelajari mengapa daerah tertentu memiliki lebih banyak kejahatan atau bagaimana
kejahatan mempengaruhi korban. Segala sesuatu yang berkaitan dengan penjahat, kejahatan dan korban kejahatan
tercakup dalam studi kriminologi.

Oleh karena itulah mempelajari kriminologi dapat memberikan beberapa manfaat, khususnya bagi seorang kriminolog
yang biasanya memiliki latar belakang pendidikan di bidang psikologi atau sosiologi kriminalitas, dan menggunakan
kecerdasan serta keahlian untuk membantu memecahkan kejahatan dan melindungi masyarakat dari mengenai contoh
permasalahan sosial di masyarakat. Semoga dengan adanya tulisan ini bisa menambah wawasan, juga menambah
pengetahuan bagi segenap pembaca yang sedang mendalami serta mencari referensi mengenai ‘permasalahan sosial’.

Inisiasi Tuton ke – 2 Mata Kuliah : Kriminologi


Program Studi : Ilmu Hukum Fakultas : HISIP

Defenisi Kejahatan
Secara yuridis formal:
 Kejahatan adalah perbuatan yang mencakup beberapa unsur, yakni:
1. Perbuatan antisosial yang melanggar hukum pidana / undang-undang pada suatu waktu tertentu.
2. Perbuatan yang dilakukan, baik dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja.
3. Perbuatan yang merugikan masyarakat, baik secara ekonomi, fisik, jiwa dan sebagainya.
4. Perbuatan yang diancam dengan hukuman oleh negara.
 Hal ini berarti kejahatan merupakan perbuatan manusia yang bertentangan / melanggar kaidah-kaidah hukum
(pidana).
 Dengan demikian, setiap perbuatan, terlepas dinilai oleh masyarakat adalah buruk, jika perbuatan tersebut tidak
diatur dan dikategorikan oleh hukum pidana sebagai perbuatan yang dilarang, maka perbuatan tersebut tidak
dapat dianggap sebagai suatu kejahatan.

Sifat khusus yang membedakan hukum pidana dari kumpulan kumpulan norma-norma tentang tingkah laku
manusia lainnya, terletak pada:
1. Politically  unsur yang harus ada dalam hukum pidana
2. Spescificity  unsur untuk lebih memperjelas perbedaan antara hukum pidana dengan hukum sipil.
3. Uniformity / regularity  bahwa untuk memberikan keadilan, tidak membedakan orang perorangan / proses
pelaksanaan hukum akan diselenggarakan dengan tidak memperhatikan status orang telah melakukan atau
dituduh melakukan kejahatan.
4. Penal sanction / Sanksi hukum  unsur yang menggambarkan bahwa pelanggar hukum akan dihukum atau
setidak-tidaknya diancam dengan hukuman oleh negara.

Unsur-unsur yang harus ada agar suatu perilaku dikatakan kejahatan

1. Kerugian

2. Kerugian harus dilarang oleh UU & harus dinyatakan dengan jelas dalam hukum pidana.

3. Harus ada suatu perbuatan nyata dilakukan yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan

4. Mens rea (maksud jahat) harus ada

5. Harus ada hubungan kesatuan antara hubungan kejadian di antara mens rea & conduct

6. Harus ada hubungan kasualitas antara kerugian yang dilarang UU dengan misconduct yang voluntair

7. Harus ada hubungan yang ditetapkan UU

Defenisi Kejahatan dari sudut pandang Sosiologi:

 Garofalo (1984), Kejahatan adalah pelanggaran terhadap perasaan-perasaan tentang rasa kasihan dan rasa
kejujuran.

 Brown (1990), Kejahatan merupakan suatu pelanggaran terhadap suatu kebiasaan yang mendorong
dilaksanakannya sanksi pidana.

Thomas (1981), Kejahatan merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan rasa solidaritas kelompok di mana si
individu dianggap sebagai anggota kelompok

Kejahatan sebagai suatu masalah sosio-legal dapat digolongkan berdasarkan:

6
1. Berat ringannya (di USA diistilahkan dengan felonies and misdemeanor). Kejahatan ini tergolong tindak pidana
kejahatan dan tindak pidana pelanggaran.

2. Mereka yang dirugikan, dapat dibagi dalam:

a. Yang merugikan individu

b. Kejahatan terhadap negara, mencakup kejahatan terhadap keagungan (dignity) dan keamanan negara (security)

c. Kejahatan terhadap kesejahteraan sosial (social welfare)

3. Apakah kejahatan tersebut adalah kejahatan yang tradisional atau merupakan kejahatan bentuk baru
(kontemporer).

Dengan demikian, dari sudut pandang Sosiologi:

Kejahatan adalah salah satu masalah yang paling gawat dari kondisi disorganisasi sosial, karena penjahat bergerak
dalam aktivitas-aktivitas yang membahayakan bagi dasar-dasar pemerintahan, hukum / UU, ketertiban dan
kesejahteraan sosial,kejahatan merupakan salah satu bagian dari disorganisasi sosial yang perlu mendapat fokus
perhatian.

Kejahatan dari sudut pandang Psikologi:

 Cerminan dari pelaku manusia di dalam masyarakat, berkaitan dengan kegiatan kejiwaan individu yang tidak
selaras dengan norma-norma pergaulan masyarakat

 Kejahatan merupakan perbuatan yang abnormal. Jika dipandang dari sudut pelakunya, maka penampilan perilaku
abnormal ini terjadi karena beberapa kemungkinan, misalnya: karena faktor psikopatologik (perilaku kejahatan
pada penderita sakit jiwa/kelainan jiwa karena faktor rendahnya kondisi IQ –nya) dsb.

 Kejahatan juga dapat terjadi karena faktor kegiatan jiwa yang wajar, tetapi lebih cenderung /lebih terdorong
untuk menyetujui perbuatan melanggar hukum  biasanya dilakukan oleh penjahat-penjahat profesional.

Beberapa pendekatan definisional yang paling sering ditemui dalam konteks batasan kriminologi;

1. Legalistic
2. Norma tingkah laku
3. Sosila harm
4. Pelanggran hak asasi manusia
5. Device and social control
6. Masalah social
7. Dosa atau jahat
8. Chaos
The Hidden Crimes (Kejahatan tersembunyi
Kejahatan - kejahatan yang tidak dilaporkan atau tidak terungkap di hadapan aparat penegak hukum
Faktor-faktor yang memungkinkan timbulnya the hidden crimes:
1. Kejahatan pada hakikatnya bersifat pribadi (secret device), akibatnya pelaku akan dengan sungguh-sungguh /
dengan sekuat tenaga merahasiakan perbuatannya, sehingga sukar diketahui orang.
2. Ada juga pihak yang dirugikan yang tidak ingin kejahatan yang menimpanya itu diketahui oleh orang lain / pihak
berwajib.
3. Ada perasaan tidak senang untuk melaporkan kejadian kejahatan kepada pihak yang berwajib, karena
keengganan menjadi saksi dan bahkan dicurigai oleh pihak berwajib bahwa dirinya terlibat dengan perbuatan
jahat tersebut.
4. Ada pendapat umum yang menyatakan tidak menyukai diberlakukannya aturan-aturan hukum tertentu, seperti
larangan bermain judi.

Arti dan status penjahat


PENJELASAN:
Aspek Yuridis.
Penjahat dalam pengertian Yuridis Orang-orang yang melanggar peraturan atau Undang-
undang pidana dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan serta dijatuhi hukuman.
Aspek Intelegentia.
Menurut Vollmer sebagai seorang tokoh di bidang kriminologi mengatakan bahwa penjahat
adalah orang yang dilahirkan tolol dan tidak mempunyai kesempatan untuk merubah tingkahlaku
karena baginya tidak dapat mengendalikan dirinya dari perbuatan anti sosial yang merugikan individu.
Aspek Ekonomi

7
Menurut Parson penjahat adalah orang yang mengancam kehidupan dan kebaikan orang lain
dan membebankan kepentingan ekonominya pada masyarakat disekelilingnya.
PENJELASAN:
Aspek Relegious.
J.E. Sahetapy menyatakan bahwa penjahat adalah orang-orang yang berkelakuan anti sosial,
dimana perbuatannya bertentangan dengan norma-norma kemasyarakatan dan agama serta
merugikan dan mengganggu ketertiban umum.
Aspek Sosial.
Tokohnya Mabel Elliot menyatakan penjahat adalah orang-orang yang gagal dalam menyesuaikan diri
dengan norma-norma masyarakat, sehingga tingkah lakunya tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat.
Aspek Filsafat.
Socrates mengatakan bahw apenjahat adalah orang-orang yang suka melakukan perbuatan bohong
(pembohong)
Batasan & Ciri Penjahat
Penjahat dalam konteks yang luas tidak hanya mereka yang telah melanggar undang-undang, akan
tetapi juga mereka yang bersikap anti sosial
 Elliot (1952), mengemukakan bahwa tidaklah cukup hanya menentukan bahwa penjahat adalah mereka yang
dipidana, bahwa mereka telah melanggar undang-undang. Perlu ditambahkan suatu ciri-ciri yang khas lain yaitu
bahwa penjahat ini adalah mereka yang tidak mau mengakui nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat.
Banyak orang, walaupun berada di luar penjara, tetapi mempunyai ciri-ciri tertentu, misalnya sifat egoistik, yang
hanya mementingkan diri sendiri. Falsafah mereka adalah “Apakah keuntungannya untuk saya?”
Lebih lanjut Elliot mengemukakan: “Orang seperti ini pada dasarnya memang anti-sosial. Orang-orang
seperti inilah yang merupakan “penjahat” yang tidak terhukum, sedangkan para residivis yang tidak
tertangkap adalah penjahat yang sebenarnya. Sebab orang-orang seperti ini yang telah mengatur
hidupnya tanpa mengindahkan nilai-nilai sosial

Pertama, Berdasarkan Status Sosial Penjahat


Berdasarkan status sosialnya, penjahat dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: white collar criminal (penjahat kerah
putih) dan blue collar criminal (penjahat kerah biru). Penjahat kerah putih juga dikenal sebagai penjahat elite (elite
criminal) karena pelaku kejahatan tersebut memiliki jabatan dan status sosial tertentu di masyarakat. Selain sebagai
penjahat elite, penjahat kerah putih juga disebut sebagai penjahat kelas atas (the upper class criminal). Pada umumnya,
bentuk kejahatan yang dilakukan oleh penjahat kerah putih ini berkaitan dengan kejahatan terhadap harta yang meliputi:
kasus pencurian berat dan penggelapan berat.

Sementara itu, para pelaku kejahatan di luar kedua kasus tersebut digolongkan sebagai penjahat kerah biru. Penjahat
kerah biru juga disebut sebagai penjahat kelas bawah (the lower class criminal). Penjahat ini tidak memiliki jabatan dan
status sosial tertentu di masyarakat. Penjahat ini pada umumnya berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Oleh
karena itu, jenis kejahatan yang dilakukan penjahat kerah biru tergolong sebagai kejahatan jalanan, seperti: perampasan,
penipuan, penodongan, penganiayaan, dan sejenisnya yang dilakukan secara spontan/insidental.

Kedua, Berdasarkan Tingkat Kerapian Organisasi


Berdasarkan tingkat kerapian organisasi, penjahat dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu penjahat yang
terorganisasi dan penjahat yang tidak terorganisasi. Penjahat yang terorganisasi artinya penjahat tersebut mampu
menerapkan prinsip-prinsip manajemen, seperti perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, pemantauan, dan sebagainya,
dalam melakukan tindak kejahatan. Selain itu, dalam melakukan tindak kejahatan tersebut, penjahat tersebut juga
melibatkan suatu organisasi tertentu. Sementara itu, penjahat yang tidak terorganisasi artinya kejahatannya dilakukan
secara individual dan tanpa melibatkan organisasi di dalamnya.

Ketiga, Berdasarkan Kepentingan Pencarian Nafkah


Berdasarkan kepentingan pencarian nafkah, penjahat dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penjahat profesional dan
tidak profesional. Seorang penjahat dapat dikatakan sebagai penjahat profesional apabila perbuatan kejahatan yang
dilakukan benar-benar menjadi sumber mata pencaharian utamanya, sehingga seorang penjahat profesional melakukan
kejahatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Sementara itu, seorang penjahat dapat dikatakan sebagai penjahat tidak profesional apabila penjahat tersebut melakukan
kejahatan secara insidental dalam suatu situasi, kondisi, dan waktu tertentu. Penjahat tidak profesional tidak menjadikan
perbuatan kejahatannya sebagai sumber mata pencaharian utamanya.

Keempat, Berdasarkan Aspek Kejiwaan Penjahat


Berdasarkan aspek kejiwaan, penjahat dapat dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu: the episodic criminals (penjahat
episodik), the mentally abnormal criminals (penjahat bermental abnormal), dan the non-malicious criminals (penjahat yang
“dianggap tidak jahat”). Penjahat yang tergolong ke dalam penjahat episodik apabila kejahatan yang dilakukannya
dilatarbelakangi karena adanya dorongan perasaan atau emosi secara mendadak, sehingga kejahatan yang dilakukan pun
bersifat spontanitas dan tanpa rencana. Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah kasus main hakim korban yang diduga

8
mencuri pengeras suara masjid di Bekasi beberapa waktu lalu. Pelaku yang main hakim tersebut terdorong emosi secara
mendadak, sehingga terjadilah aksi pembakaran korban yang diduga sebagai pencuri tersebut sampai meninggal dunia.

Sementara itu, penjahat bermental abnormal melakukan kejahatan karena mengalami gangguan kejiwaan. Menurut KUHP
Pasal 44, penjahat bermental abnormal tidak dapat dipidana, melainkan dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Sedangkan
kriteria penjahat yang “dianggap tidak jahat” apabila perbuatan kejahatan yang dilakukannya belum diatur dalam hukum
pidana yang berlaku. Selain itu, terdapat faktor budaya yang mempengaruhi perbuatan yang dilakukannya, meskipun
tergolong sebagai suatu kejahatan. Contoh yang dimaksud adalah budaya carok di Madura. Budaya carok adalah suatu
budaya yang mengharuskan seseorang untuk membunuh musuh yang telah merusak harga dirinya. Tindakan membunuh
musuh dalam tradisi carok dilakukan untuk mengembalikan harga diri individu tersebut.

Kelima, Berdasarkan Aspek Kebiasaan Penjahat


Berdasarkan aspek kebiasaan, penjahat dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: habitual criminals dan non-habitual
criminals. Penjahat yang tergolong habitual criminals melakukan perbuatan kejahatannya secara terus-menerus dan sudah
menjadi kebiasaan hidupnya sehari-hari. Sementara itu, penjahat yang tergolong non-habitual criminals apabila kejahatan
tersebut dilakukan tergantung kondisi dan situasi tertentu, bukan karena faktor kebiasaan. Penggolongan kejahatan
berdasarkan aspek kebiasaan penjahat hampir mirip dengan penggolongan kejahatan berdasarkan aspek kepentingan
pencarian nafkah (antara yang profesional dan tidak profesional).

Keenam, Berdasarkan Aspek Tertentu dari Sifat Perbuatan Penjahat


Berdasarkan aspek tertentu dari sifat perbuatannya, penjahat dapat dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu: the casual
offenders (penjahat biasa), the occasional criminals (penjahat ringan), dan smuggler (penyelundup). Penjahat yang
termasuk ke dalam kategori “penjahat biasa” yaitu berupa perbuatan yang melanggar ketertiban masyarakat, meskipun
secara hukum belum tentu berupa kejahatan. Contoh perbuatan yang dimaksud seperti: pelanggaran jam malam,
demonstrasi tanpa izin, dan sebagainya. Penjahat yang tergolong sebagai “penjahat ringan” yaitu berupa kejahatan ringan
atau pelanggaran, tetapi menimbulkan korban, seperti peristiwa tabrakan antara mobil dan motor di jalan raya yang
menimbulkan korban luka-luka atau tewas. Sedangkan penjahat yang tergolong sebagai penyelundup apabila perbuatan
kejahatannya sudah menimbulkan kerugian besar bagi negara. Hal ini umumnya terjadi dalam proses perdagangan luar
negeri, seperti: tidak membayar bea masuk atau kegiatan ekspor/impor yang dilakukan secara ilegal.

Ketujuh, Berdasarkan Usia Penjahat


Berdasarkan usia, penjahat terbagi menjadi dua bagian, yaitu: penjahat dewasa dan penjahat anak-anak. Penjahat dewasa
sering disebut sebagai adult offenders, sedangkan penjahat anak-anak disebut sebagai juvenile delinquent. Menurut KUHP
Pasal 45, ketentuan usia seorang penjahat disebut sebagai berusia dewasa apabila usianya di atas 16 tahun.

1. Klasifikasi penjahat menurut kelas sosialnya, antara lain :

a. White Collar Criminal atau Elite Criminal, yaitu pelaku kejahatan yang tergolong mempunyai status sosial tinggi
dan kedudukan terhormat dalam suatu masyarakat.
o Pada umumnya mereka melakukan kejahatannya dalam rangka pelaksanaan pekerjaannya.
o Para pelaku kejahatan yang mempunyai status sosial yang tinggi ini juga dinamakan the upper class criminal atau
penjahat tingkat atas.
b. Lower-class Criminal, yakni para pelaku kejahatan yang tidak mempunyai status sosial tinggi di masyarakat.

o Pada umumnya jenis kejahatan yang dilakukan oleh mereka adalah yang terkait dengan motif ekonomi.
o Lower-class criminal ini biasanya meliputi kejahatan jalanan (street crimes).
Kejahatan juga biasanya termasuk jenis kejahatan yang tidak direncanakan atau bersifat spontan

. Klasifikasi penjahat menurut Tingkat Kerapihan Organisasi

a. Organized Criminals, yaitu para pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan terorganisasi. Mereka
melakukan tindak kejahatannya dengan menggunakan dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen, seperti
adanya perencanaan, koordinasi, pengarahan, dan pengawasan yang dikendalikan oleh kelompok mereka.

b. Non-Organized Criminals, yakni para pelaku kejahatan yang dalam aktivitasnya bersifat individual dan tidak
terorganisasi.

. Klasifikasi penjahat menurut Kepentingan Pencarian Nafkah

a. Professional Criminals, yaitu para pelaku kejahatan yang telah menjadikan kejahatan sebagai profesinya, sebagai
mata pencaharian pokoknya.

b. Non-Professional Criminals, yakni para pelaku kejahatan yang melakukan kejahatan secara insidental saja.
Dengan kata lain, mereka melakukan kejahatan tidak sebagai mata pencaharian tetapi hanya didorong oleh
situasi dan kondisi tertentu pada suatu waktu, tempat, dan keadaan tertentu.

9
Klasifikasi penjahat menurut Aspek Kejiwaan Dari Pelaku Kejahatan

a. Episodic Criminals, yakni pelaku kejahatan yang melakukan kejahatannya sebagai akibat dorongan
perasaan/emosi yang mendadak tak terkendali. Misalnya, seorang ayah yang membunuh seorang laki-laki
sewaktu ia melihat perempuannya diperkosa oleh laki-laki tersebut.

b. Mentally Abnormal Criminals, yakni pelaku kejahatan yang jiwanya abnormal, misalnya orang yang psikopatis.

c. Non Malicious Criminals, yakni para pelaku kejahatan yang melakukan kejahatan karena menurut keyakinan
mereka perbuatan tersebut bukan merupakan kejahatan. Misalnya seorang pengikut aliran sesat dari
kepercayaan tertentu yang melakukan hubungan seks bebas sesama anggota aliran itu karena mereka percaya
bahwa mereka harus saling mengasihi meskipun tidak terikat oleh perkawinan.

. Klasifikasi penjahat menurut Aspek Kebiasaan Dilakukannya Kejahatan:

a. Habitual Criminals, yakni orang yang melakukan kejahatan, baik dalam arti yuridis maupun dalam arti
kriminologis, secara terus-menerus sebagai kebiasaan. Misalnya seorang pelacur, pemabok, penjudi, dan
sebagainya.

Non-Habitual Criminals, yakni para pelaku kejahatan yang melakukan kejahatan bukan karena kebiasaannya tetapi
ditentukan oleh kondisi dan situasi tertentu

6. Klasifikasi penjahat menurut Aspek Tertentu Dari Sifat Perbuatannya

a. Casual Offenders, yakni orang-orang yang melanggar ketertiban masyarakat. Misalnya orang yang melanggar jam
malam, mengadakan pesta tanpa ijin dan sebagainya. Sebenarnya perbuatan-perbuatan semacam ini ditinjau
dari sudut yuridis bukanlah termasuk sebagai kejahatan.

b. Occasional Criminals, yakni para pelaku kejahatan yang melakukan kejahatan ringan. Misalnya, mengendarai
kendaraan bermotor dan menabrak orang yang mengakibatkan luka ringan, atau melanggar lampu lalu lintas.

c. Smuggler, yaitu penyelundup. Penyelundup ialah orang yang memasukkan atau mengeluarkan sesuatu (biasanya
barang, tetapi dapat juga orang/manusia) dari atau ke luar negeri tanpa ijin dari pemerintah/yang berwajib
(illegal importer dan Illegal exporter).

Klasifikasi penjahata menurut Umur Dari Pelaku Kejahatan

a. Adult Offenders atau Adult Criminal, yakni para pelaku kejahatan yang berdasarkan ketentuan hukum dari suatu
masyarakat termasuk golongan orang-orang yang telah dikategorikan sebagai orang dewasa.

b. Juvenile Delinquent atau Juvenile Offenders, yakni para pelaku yang melakukan kejahatan atau perbuatan-
perbuatan anti sosial lainnya yang berdasarkan ketentuan hukum dari suatu masyarakat termasuk golongan
anak-anak atau remaja.

Inisiasi Tuton ke – 3 Mata Kuliah : KRIMINOLOGI

Program Studi : Ilmu Hukum Fakultas : HISIP

KEDUDUKAN KORBAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA

Pengertian Viktimologi

Secara Etimologis:

Victima = korban

Logos = Ilmu Pengetahuan

J.E. Sahetapy: Viktimologi secara singkat adalah ilmu atau disiplin yang
membahas permasalahan korban dalam segala aspek

Arif Gosita: Viktimologi adalah suatu studi atau pengetahuan ilmiah yang mempelajari masalah pengorbanan kriminal
sebagai suatu masalah manusia yang merupakan suatu kenyataan sosial

Menurut Webster, korban dapat mengandung beberapa pengertian:

10
 Suatu mahluk hidup yang dikorbankan kepada dewa atau dalam melaksanakan upacara agama.

 Seseorang yang dibunuh, dianiaya, ditindas yang mengalami kerugian atau penderitaan.

Batasan tentang korban dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban No. 13 Tahun 2006 jo UU No. 31 Tahun 2014 juga masih
terbatas pada korban kejahatan. Korban disebutkan sebagai orang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau
kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana

 Objek korban dalam viktimologi, dikenal dengan korban dalam konsep keilmuan (victimological), antara lain:

o Victim of crime

o Victim of accident

o Victim of natural disaster

o Victim of illegal abuse of public power

o Victim of illegal abuse of economic power

 Dalam sejarah dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan korban, yakni:

o Sacrificium  untuk persembahan dewa, penebusan dosa, dsb

o Propitiatory  untuk minta belas kasihan dewa

o Holocaust  pengorbanan pembakaran

o Komuni  pengorbanan sebagian yang sisanya dimakan bersama.

Kedudukan korban dalam Sistem Peradilan Pidana saat ini tampaknya belum ditempatkan secara adil. Hal tersebut
cenderung berimplikasi terhadap dua hal yang fundamental, berupa:

 Tiadanya perlindungan hukum bagi korban; dan

 Tiadanya putusan hakim yang memenuhi rasa keadilan bagi korban, pelaku maupun masyarakat luas.

 Karmen & Graborsky: Korban tindak pidana sebagai invisible atau forgotten.

 Elias: Korban telah menjadi korban keduakalinya (a second victimization) dalam

Sistem Peradilan Pidana atau warga negara klas dua (a second class citizen).

 Sudarto: Kedudukan korban atau orang yang dirugikan dalam perkara pidana

selama ini sangat memedihkan, korban dari kejahatan seolah-olah dilupakan.

 I.S. Susanto: ...bahwa kriminologi maupun sistem peradilan pidana selama ini

terlalu berorientasi pada pelanggar dan kurang memperhatikan hak-hak dan perlindungan terhadap korban, sehingga
malahan dapat “memperberat” kedudukan korban.

 Anthony J. Schembri:

“Kejahatan sebenarnya memiliki tiga dimensi, yaitu perbuatan jahat (criminal act), pelaku (criminals) dan korban (victim).
Namun demikian, sistem peradilan pidana tampaknya lebih memberikan perhatian terhadap dua aspek, yakni perbuatan
jahat dan pelaku.”

Beberapa aspek penyebab belum adilnya kedudukan korban dalam Sistem Peradilan Pidana :

 Aliran-aliran pemikiran dalam Hukum Pidana (sebagai usaha untuk memperoleh suatu sistem Hukum Pidana yang
praktis dan bermanfaat) masih berorientasi pada pelaku (criminal oriented). Contoh: Aliran Neo-klasik.

 Doktrin (pendapat para pakar / ahli hukum).

Contoh: Packer  masalah utama dalam Hukum Pidana adalah kejahatan, kesalahan serta pidana

Beberapa aspek penyebab belum adilnya kedudukan korban dalam Sistem Peradilan Pidana :

 Hukum Positif

11
1. Hukum Pidana Materiil (KUHP)  Buku I & II criminal oriented.

2. Hukum Pidana Formil.

Contoh: UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP)  dari 22 Bab, 286 pasal yang mengatur tentang pelaku, sedangkan yang
mengatur tentang korban tidak ada.

3. Hukum pelaksanaan pidana penjara

Contoh: UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan berkarakter criminal oriented, antara lain: pembinaan narapidana
dengan sistem pemasyarakatan.

Macam Korban Dalam Masyarakat:

 Korban Individual, yang menjadi korban adalah seseorang secara individu.

Contoh: korban tindak pidana.

 Korban Kolektif (Korban Masyarakat), yang menjadi korban seseorang bersama dalam masyarakat. Contoh:
genocide.

 Korban Abstrak, adalah korban yang sulit dilihat dengan jelas sebagai korban. Contoh: ekshibisionis, memiliki
barang curian.

 Korban pada Diri Sendiri: korban yang berkaitan dengan crime without victim

Peranan Korban :

Korban dipandang dapat memainkan peran dan menjadi unsur yang penting dalam terjadinya tindak pidana yang
menimbulkan korban.

 Hentig menghipotesakan bahwa dalam beberapa hal korban membentuk dan mencetak penjahat dan
kejahatannya.

 Wolfgang,  berdasar studi data statistik ditemukan bahwa satu korban diantara empat kasus pembunuhan
ikut mempercepat pembunuhan.

 Amir  dalam kasus perkosaan, korban berpartisipasi dan mempercepat satu diantara lima kasus perkosaan.

Meir & Meite  dalam kasus perkosaan, victim precipitation (VP) mencapai 4 – 19 % karena kelalaian korban

Risiko Korban

 Bahwa dalam kondisi dan situasi tertentu seseorang cenderung mudah terjadi viktimisasi .

 Viktimisasi adalah jauh lebih luas dari semata-mata tindak pidana, karena terjadinya korban adalah tidak semua
karena tindak pidana. Bisa karena bencana alam, penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), pelanggaran HAM
(human rights violation) yang tidak terumuskan sebagai tindak pidana.

Separovic:

a. Pribadi, termasuk faktor biologis  cth: usia, jenis kelamin, kesehatan.

b. Sosial; (korban buatan masyarakat)  cth: imigran, minoritas, hubungan pribadi

c. Faktor situasi  cth: keadaan konflik, tempat dan waktu

 Bahwa dalam kondisi dan situasi tertentu seseorang cenderung mudah terjadi viktimisasi .

 Viktimisasi adalah jauh lebih luas dari semata-mata tindak pidana, karena terjadinya korban adalah tidak semua
karena tindak pidana. Bisa karena bencana alam, penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), pelanggaran HAM
(human rights violation) yang tidak terumuskan sebagai tindak pidana.

Separovic:

a. Pribadi, termasuk faktor biologis  cth: usia, jenis kelamin, kesehatan.

b. Sosial; (korban buatan masyarakat)  cth: imigran, minoritas, hubungan pribadi

c. Faktor situasi  cth: keadaan konflik, tempat dan waktu

12
Hans von Hentig membuat tipologi korban dalam 13 tipe memakai klasifikasi sosio biologi dengan mendasarkan faktor
psikologis, sosial dan biologis, sebagai berikut:

1. Mereka yang tergolong muda (the young), karena mereka memiliki tubuh yang lemah;

2. Perempuan (the female), karena lemah;

3. Orangtua (the old), juga karena lemah;

4. Mereka yang lumpuh secara mental atau keterbelakangan mental, kecanduan obat, narkotika & alkohol (the
mentally defective and other mentally deranged), karena mereka tidak dapat belajar mempertahankan diri atau
mengenali bahaya;

5. Imigran (immigrants), kaum minoritas karena tidak mendapat respek dari masyarakatnya;

6. Orang yang tertekan (the depressed), karena ke-egois-annya membuatnya rentan terhadap viktimisasi;

7. Orang yang serakah (the acqusitive), keserakahannya mendorongnya mengalami viktimisasi;

8. Perempuan jalang, karena sensualitasnya membuat orang lain berbuat jahat kepadanya;

9. Para penyendiri dan orang yang patah hati (the lonesome and heartbroken), yang sangat membutuhkan teman,
sehingga mengabaikan perlindungan dirinya;

10. Para penyiksa pasangan atau anaknya yang kemudian menyebabkan perlawanan pasangan atau anaknya
(tormentors);

Orang bebas yang nekat dan menyerang korban karena merasa hidupnya hancur tidak dapat melindungi diri. Misalnya
pemeras yang membutuhkan uang, para homoseksual yang diperas atau bankir yang tidak dapat menerima dirinya
dicurangi

Restitusi dan kompensasi merupakan bagian atas kebijakan dalam upaya mengurangi penderitaan /kerugian korban.

Restitusi:

o perbaikan atau restorasi perbaikan atas kerugian baik fisik, morel maupun harta benda, kedudukan dan hak-hak
korban atas serangan penjahat.

o merupakan bentuk pertanggungjawab an penjahat yang berkarakter pidana.

o dibayar oleh penjahat (pelaku)

o berdasar kan putusan pengadilan atas tuntutan korban melalui proses peradilan pidana.

Kompensasi:

o berkaitan dengan keseimbangan korban akibat dari perbuatan jahat.

o merupakan indikasi pertanggungjawaban masyarakat atas tuntutan pembayaran kompensasi yang berkarakter
perdata.

o kompensasi diminta oleh korban dalam bentuk permohonan dan apabila dikabulkan dibayar oleh masyarakat
(negara).

Manfaat Restitusi bagi Korban:

1) sebagai penggantian kerugian finansial, perbaikan dan/atau pengobatan atas luka-luka fisik maupun penderitaan
psikologis sebagai korban tindak pidana yang telah menimpanya.

2) Restitusi akan sangat berarti, mengingat setiap korban tindak pidana saat ini cenderung menjadi korban ganda;
pertama, menjadi korban atas tindak pidana yang menimpanya, dan kedua, menjadi korban ketika memasuki
sistem peradilan pidana yang paradigmanya masih berorientasi terhadap pelaku.

Manfaat Restitusi bagi Pelaku:

1) Merupakan cara yang efektif untuk rehabilitasi pelaku, karena restitusi memberikan akses dan kesempatan bagi
pelaku untuk terlibat dalam kegiatan atau aktivitas bermakna yang bermanfaat menumbuhkan harga diri; dengan
restitusi dirasakan akan meringankan beban kesalahan pelaku dan pelaku cenderung lebih mudah diterima
kembali oleh korban dan/atau masyarakat dalam kehidupan sosialnya;

13
2) memberikan nilai pendidikan yang baik, dalam hal pertanggungjawaban diri terhadap perbuatannya yang telah
menimbulkan kerugian dan/atau penderitaan bagi orang lain (korban);

3) mempunyai efek pencegahan (deterrence effect) dengan asumsi bahwa seseorang yang pernah melaksanakan
restitusi tidak akan kembali melakukan tindak pidana selesai menjalankan sanksi pidananya;

4) apabila diintegrasikan dengan lembaga pidana bersyarat, restitusi dapat menghindari pengaruh buruk dari
kehidupan di dalam penjara berupa prisonisasi

Manfaat Restitusi bagi Pemerintah dan/atau Masyarakat:

1) dengan efek pencegahan yang dimilikinya, maka restitusi akan menurunkan angka residivisme;

2) Restitusi yang diintegrasikan dengan lembaga pidana bersyarat, akan mengurangi populasi hunian penjara
(lembaga pemasyarakatan) sekaligus penghematan dana pengeluaran pemerintah; dengan tidak masuknya
pelaku menjalani pidana penjara di lembaga pemasyarakatan maka pemerintah dapat menghemat dana yang
seharusnya dikeluarkan untuk memberi makan, perawatan serta pembinaan bagi narapidana.

Menurut Eglash, restitusi merupakan cara efektif untuk rehabilitasi bagi pelaku, karena:

1) restitusi memberikan akses dan kesempatan bagi pelaku untuk terlibat dalam kegiatan bermakna yang
bermanfaat menegakkan harga diri.

2) Restitusi juga dapat membuat perasaan lebih baik.

3) Restitusi merupakan latihan psikologi yang dapat melatih ego bagi pelaku.

Dasar argumennya adalah dengan memberi restitusi bagi korban yang membutuhkan dirasakan akan
meringankan beban kesalahan pelaku dan dapat diterima di masyarakat di masa mendatang.

Tipe restitusi tersebut didasarkan atas dua variabel yakni:

1) Pelaku memberikan restitusi dalam bentuk uang atau pelayanan dan

2) Penerima restitusi adalah korban sesungguhnya atau pihak yang menggantikannya

3) Monetary-victim restitution  pelaku secara langsung membayar kepada korban berupa uang yang jumlahnya
didasarkan atas jumlah kerugian atau penderitaan korban. Besarnya dan pelaksanaannya ditetapkan serta
diawasi oleh pengadilan

4) Monetary-community restitution  pelaku membayar ganti kerugian bukan terhadap individu-individu


sebagaimana di atas, tetapi kepada kelompok masyarakat.

5) Service-victim restitution dan service-community restitution  pada hakikatnya sama dengan pengertian kedua
macam restitusi tersebut di atas. Letak perbedaannya adalah pada service-victim restitution dan service-
community restitution bentuk ganti ruginya (restitusinya) bukan uang tetapi berupa pelayanan.

Prosedur Pelaksanaan Restitusi

Menurut Schneider ada 5 cara program restitusi dapat diakui eksistensinya, yakni:

1) Model “basic restitution” dengan prosedur pelaku membayar kepada pengadilan, dan pengadilan kemudian
memberikan uang tersebut kepada korban.

2) Model “expanded basic restitution” dengan prosedur pelaku dicarikan pekerjaan (bagi pelaku yang
berpenghasilan rendah dan pelaku berusia muda).

3) Model “victim assistance” dengan prosedur pelaku diberi kesempatan membantu korban sehingga korban dapat
menerima ganti rugi secara penuh.

4) Model “victim assistance-offender accountability” dengan prosedur dilakukan negosiasi dan kadang-kadang
mempertemukan kedua belah pihak demi penyelesaian yang memuaskan.

Model “community accountability-deterrence” dengan prosedur permintaan ganti rugi dimintakan oleh sekelompok
orang sebagai wakil dari masyarakat. Permintaan ganti rugi meliputi jenis pekerjaan yang harus dilakukan, maupun
jadwal pembayaran ganti rugi

Landasan Filosofis Pemberian Kompensasi

Menurut Doerner & Lab ada 2 (dua) landasan filosofis pemberian kompensasi.

14
1) Berdasar kontrak sosial (social contract) Dalam hal ini pemerintah memberikan kompensasi kepada warga
negaranya karena mereka telah melaksanakan kewajiban membayar pajak dan pungutan lainnya. Dengan
demikian warga negara berhak mendapat perlindungan keamanan dan jaminan hidup dari negara. Apabila warga
masyarakat menjadi korban maka merupakan kewajiban dari negara untuk memberikan kompensasi atas dasar
kontrak sosial.

2) Menyangkut kesejahteraan sosial (social welfare) yang mempunyai pandangan bahwa pemerintah mempunyai
ketentuan tentang standar hidup minimum sebagai penilaian bagi mereka yang tidak mampu, tidak
berpenghasilan tetap dan warga negara yang kurang beruntung lainnya. Pada korban akibat tindak pidana
digolongkan ke dalam katagori yang harus mendapatkan bantuan karena kondisi yang serba kekurangan.

Menurut Doerner & Lab ada 2 (dua) landasan filosofis pemberian kompensasi.

1) Berdasar kontrak sosial (social contract) Dalam hal ini pemerintah memberikan kompensasi kepada warga
negaranya karena mereka telah melaksanakan kewajiban membayar pajak dan pungutan lainnya. Dengan
demikian warga negara berhak mendapat perlindungan keamanan dan jaminan hidup dari negara. Apabila warga
masyarakat menjadi korban maka merupakan kewajiban dari negara untuk memberikan kompensasi atas dasar
kontrak sosial.

2) Menyangkut kesejahteraan sosial (social welfare) yang mempunyai pandangan bahwa pemerintah mempunyai
ketentuan tentang standar hidup minimum sebagai penilaian bagi mereka yang tidak mampu, tidak
berpenghasilan tetap dan warga negara yang kurang beruntung lainnya. Pada korban akibat tindak pidana
digolongkan ke dalam katagori yang harus mendapatkan bantuan karena kondisi yang serba kekurangan.

Macam bentuk kompensasi Kompensasi yang diterima korban dapat merupakan pemenuhan atas harapan
korban berupa:

1) pemberian sejumlah uang;

2) pemberian informasi tentang kemajuan penyelesaian kasusnya;

3) pengobatan atas luka-luka yang diderita, serta ;

4) pemulihan emosional melalui perawatan medik bagi korban yang megalami kegoncangan mental.

Korban yang dapat menerima kompensasi:

1) Korban tindak pidana yang kasusnya tidak terungkap.

2) Korban tindak pidana yang pelakunya tidak tertangkap atau melarikan diri.

3) Korban tindak pidana yang pelakunya tidak dapat dipertanggung jawabkan secara pidana.

4) Korban tindak pidana yang pelakunya meninggal dunia.

5) Korban tindak pidana yang pelakunya tidak dalam posisi yang mampu untuk membayar yang disebabkan karena
masih muda dan belum berpenghasilan, pelakunya secara ekonomi sangat tidak mampu.

6) Korban sangat menginginkan dan membutuhkan mendapat kompensasi.

7) Korban tidak dalam posisi mendapat pertanggungan dari program asuransi. Dasar pemikirannya adalah program
kompensasi tidak dimaksudkan menjadikan seseorang lebih diuntungkan.

Manfaat Kompensasi:

1) Kompensasi dalam bentuk pemberian sejumlah uang dapat dirasakan oleh korban sebagai hal yang sangat
bermanfaat dan dapat diibaratkan sebagai obat panacea.

2) Kompensasi juga dirasakan lebih memenuhi rasa keadilan terutama bagi korban tindak pidana yang pelakunya
tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya sebagaimana diatur dalam hukum pidana; pelakunya
belum atau tidak tertangkap; pelakunya melarikan diri; pelakunya meninggal dunia; tindak pidana yang kasusnya
tidak terungkap; serta pelakunya dalam posisi yang tidak mampu membayar restitusi.

3) Kompensasi dapat menumbuhkan rasa kepercayaan dan penghormatan bagi korban terhadap pemerintah yang
dirasakan turut peduli dan bertanggungjawab terhadap warganya yang mengalami kerugian dan/atau
penderitaan sebagai korban tindak pidana.

15
Inisiasi Tuton ke – 4 Mata Kuliah : KRIMINOLOGI

Program Studi : Ilmu Hukum Fakultas : HISIP

REAKSI SOSIAL TERHADAP KEJAHATAN & PENJAHAT

 Kejahatan sebagai suatu tindakan yang dianggap asosial, sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai reaksi dari
masyarakat atas terjadinya kejahatan.

 Berbagai reaksi sosial yang timbul terhadap kejahatan maupun penjahatnya:

1. Reaksi Represif & Reaksi Preventif

2. Reaksi Formal & Reaksi Informal

REAKSI REPRESIF

 Reaksi represif adalah suatu reaksi yang diberikan atas adanya peristiwa kejahatan.

 Artinya, atas kejahatan yang terjadi, masyarakat melalui lembaga penegakan hukum akan memberikan reaksi
negatif berupa tindakan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan.

Lembaga penegakan hukum sebagai suatu lembaga yyang diberi mandat oleh masyarakat, dalam bereaksi terhadap
kejahatan tidak terleas dari keberadaannya sebagai suatu sistem, yakni sistem peradilan pidana

Sistem Peradilan Pidana terdiri dari berbagai unsur penegak hukum, yakni:

1) kepolisian,

2) kejaksaan,

3) pengadilan dan

4. lembaga pemasyarakatan

REAKSI PREVENTIF

 Graham (1990) memberikan batasan tentang pencegahan kejahatan sebagai suatu usaha yng meliputi segala
tindakan yang mempunyai tujuan khusus untuk memperkecil ruang lingkup dan mengeliminir kekerasan suatu
pelanggaran, baik melalui pengurangan kesempatan untuk melakukan kejahatan ataupun melalui berbagai upaya
mempengaruhi orang-orang yang potensial dapat menjadi pelanggar serta kepada masyarakat umum.

 Lembaga resmi yang bertanggungjawab atas usaha pencegahan kejahatan adalah polisi. Namun karena
keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh polisi, yang mengakibatkan tidak efektifnya tugas
tersebut.

 Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam kegiatan pencegahan kejahatan menjadi hal yang sangat
diharapkan oleh polisi.

PENCEGAHAN KEJAHATAN SEBAGAI USAHA PENGAMANAN MASYARAKAT

Batasan Pengertian Konsep Pengamanan Masyarakat

Marc Ancel (1954): Pengamanan masyarakat (social defence) seyogyanya tidak semata-mata terfokus pada
pelaku kejahatan tetapi juga pada kecenderungan kebijakan praktis yang harus terorganisasi dengan baik,
sehingga (kebijakan itu) dapat mengendalikan kejahatan.

PENCEGAHAN KEJAHATAN SEBAGAI USAHA PENGAMANAN MASYARAKAT

Penjabaran tentang konsep Social Defence (Marc Ancel ):

a. Bahwa pengamanan masyarakat yang diartikan sebagai cara penanggulangan kejahatan harus dipahami sebagai
suatu sistem yang tujuannya tidak semata-mata menghukum pelaku, tetapi pada perlindungan masyarakat dari
gangguan apapun bentuknya termasuk kejahatan.

b. Pengamanan masyarakat dimaksudkan untuk mewujudkan perlindungan masyarakat secara nyata melalui
berbagai langkah di luar hukum pidana.

c. Pengamanan masyarakat harus dikaitkan dengan pembinaan pada pelanggar hukum, sehinga kebijakan
penghukuman harus diarahkan secara sistematis pada pemasyarakatan.

16
d. Keterkaitan dengan proses pemasyarakatan hanya akan dapat dijalankan apabila ditingkatkannya sifat
kemanusiaan pada hukum pidana. Hal ini mengingat bahwa sebagian besar hukum pidana di dunia masih
mencerminkan kepentingan umum dan terlalu mengabaikan kepentingan hukum.

e. Hukum pidana yang bersifat kemanusiaan dan hukum acara pidana yang berhubungan dengan sifat-sifat
kemanusiaan itu bukan semata-mata hasil dari gerakan sentimental emosional manusia, tetapi juga merupakan
pemahaman ilmiah tentang kejahatan dan pelaku kejahatan sebagai pribadi.

Gerakan / aktivitas-aktivitas pencegahan kejahatan mempunyai 2 tujuan pokok:

a. Mengeliminasi faktor-faktor kriminogen yang ada dalam masyarakat.

b. Menggerakkan potensi masyarakat dalam hal mencegah dan mengurangi kejahatan.

Cara-cara untuk mencapai tujuan pengamanan masyarakat:

1. Melakukan pendekatan terpadu atau yang disebut metode;

2. Membina hubungan yang baik antara pemerintah dan masyarakat yang keduanya merupakan subjek dari segala
aktivitas pengamanan masyarakat;

Menciptakan situasi aman sebagai objek pengamanan masyarakat

Strategi Pencegahan Kejahatan

 Pencegahan Primer

 Strategi pencegahan kejahatan melalui bidang sosial, ekonomi dan bidang lain dari kebijakan umum,
khususnya sebagai usaha untuk mempengaruhi situasi-situasi kriminogenik dan sebab-sebab yang mendasar dari
kejahatan.

 Tujuan utama: untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memberikan harapan bagi keberhasilan sosialisasi
bagi setiap anggota masyarakat.

 Pencegahan Sekunder

 ditemui dalam kebijakan peradilan pidana dan pelaksanaannya.

 Pencegahan sekunder dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus.

 Pencegahan Tertier

 memberikan perhatian pada pencegahan terhadap residivisme melalui peran polisi dan agen-agen lain dalam
sistem peradilan pidana.

 Batasan dari sanksi dalam periode terakhir ini berorientasi pada pembinaan. Oleh karena itu, pencegahan tersier
sering mengurangi tindakan represif.

Pendekatan yang digunakan dalam melakukan Pencegahan Kejahatan:

(1) Pendekatan Sosial (Social crime prevention)  tujuannya untuk menumpas akar penyebab kejahatan dan
kesempatan individu untuk melakukan pelanggaran. Sasarannya adalah populasi umum atau kelompok yang
secara khusus mempunyai risiko tinggi melakukan pelanggaran.

(2) Pendekatan Situasional (Situational crime prevention)  perhatian utamanya: mengurangi kesempatan individu
atau kelompok untuk melakukan pelanggaran.

(3) Pendekatan Kemasyarakatan(Community based crime prevention)  ditujukan untuk memperbaiki kapasitas
masyarakat dalam mengurangi kejahatan dengan jalan meningkatkan kapasitas mereka untuk menggunakan
konstrol sosial informal.

REAKSI FORMAL & REAKSI INFORMAL

 Reaksi sosial yang timbul terhadap kejahatan maupun penjahatnya, dipandang dari segi pelaksanaannya dapat
dibagi 2:

1. Reaksi Formal  dilakukan oleh aparat penegak hukum.

17
2. Reaksi Informal  dilakukan warga masyarakat biasa.

PERSPEKTIF & TEORI TENTANG PENGHUKUMAN & PEMASYARAKATAN

Penghukuman dan pemasyarakatan sebagai perwujudan reaksi sosial formal terhadap kejahatan pada dasarnya
dapat dibagi ke dalam:

1. Penghukuman.

2. Pembinaan.

 Pada abad ke 19, bentuk penghukuman lebih didasarkan pada perlindungan kepentingan individu
dengan latar belakang pemikiran balas dendam atau penebusan yang menghendaki tindakan setimpal
atas perbuatan yang setimpal pula.
 Doktrin penebusan ditentang oleh Beccaria  Doktrin Penjeraan sebagai pelaksana pidana hilang
kemerdekaan.
 Pemenjaraan / hukuman penjara adalah suatu bentuk penghukuman dengan pencabutan/ perampasan
kemerdekaan

Sistem Kepenjaraan vs Sistem Pemasyarakatan

 Sistem Kepenjaraan

• Hukuman merupakan isolasi terhadap penjahat untuk melindungi masyarakat

• Pembalasan/memuaskan dendam masyarakat

• Pemberian derita

 Pembalasan/pemberian derita

• Tidak ada pemikiran untuk memberikan pembinaan

• Pembiaran

• Sering diperlihatkan oleh disain fisik (bangunan) penjara itu sendiri

• Serta sikap petugas penjara

• Maximun Security

Sistem Kepenjaraan vs Sistem Pemasyarakatan

 Sykes (1958)  derita itu merupakan pains of imprisonment yang dirasakan karena pencabutan hak asasi
terpidana, seperti:

• Kemerdekaan

• Pencabutan hak milik

• Penyitaan barang

• Penghilangan hak untuk mendapatkan pelayanan

• Pencabutan hak atas hubungan hetero-sexual

• Pencabutan hak otonomi

• Pencabutan atas rasa aman

 Sistem Kepenjaraan vs Sistem Pemasyarakatan

 Ada 2 jenis pola pembinaan yang diterapkan dalam sistem pemasyarakatan dilihat dari konteks sasarannya,
yakni:

1) Pola rehabilitasi atau pola resosialisasi  pola yang menempatkan individu terpidana dalam fokus
perhatiannya.

2) Pola reintegrasi  pola yang menempatakan individu dan masyarakat sebagai suatu kesatuan hubungan
dalam fokus perhatiannya.

18
 Adanya perkembangan ilmu mengenai human behaviour serta ilmu sosial lain menyebabkan kedudukan
paham rehabilitasi sebagai tujuan pemenjaraan diganti oleh paham reintegrasi sosial.

Tujuan pemidanaan menurut pola reintegrasi adalah pemuluhan kesatuan hubungan hukum antara terpidana
dengan masyarakat. Pemulihan ini mengandung unsur perdamaian terus menerus

 Indonesia tidak menganut sistem penjara, namun SISTEM PEMASYARAKATAN.

 Gagasan/ide pemasyarakatan dikemukakan oleh Sahardjo, SH (Menteri Kehakiman RI pada saat itu).

 Ide Pemasyarakatan tersebut pada tahun 1995 disahkan melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan dalam Lambaran Negara Nomor 77 Tahun 1995.

 Reaksi Informal dari masyarakat  tindak kontrol sosial informal.

 Bentuk kontrol sosial informal yang paling pouler: Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling).

 Tujuan kegiatan siskamling (Olsen):

o Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah kejahatan.

o Mendidik masyarakat untuk mengambil langkah-langkah yang lebih efektif untuk mengamankan rumah dan
kenderaannya.

o Mendorong masyarakat untuk segera melaporkan kepada polisi jika melihat kejadian-kejadian yang
mencurigakan.

o Meningkatkan hubungan antara polisi dengan masyarakat.

 Keberhasilan siskamling sangat tergantung pada kesediaan polisi & masyarakat untuk bekerjasama dan berperan
serta di dalamnya.

 Pelaksanaan siskamling pada dasarnya dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku masyarakat dalam
memberikan reaksi atas terjadinya kejahatan.

Inisiasi Tuton ke – 5 Mata Kuliah : Kriminologi

Program Studi : Ilmu Hukum Fakultas : HISIP

PENGGOLONGAN AJARAN TENTANG ETIOLOGI KRIMINAL

 Etiologi Kriminal  usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-sebab kejahatan.

 Dalam Sejarah Kriminologi Terdapat 2 (Dua) Teori Dasar tentang Kejahatan

1. Spiritual Explanation (Spiritistik/Demonologik)  bencana/crime sebagai akibat dari kekuatan spiritual

2. Natural Explanation ( Pemikiran Klasik, Determinisme Biologis, Determinisme Kebudayaan)

Natural Explanation

Pemikiran Klasik

 Kecerdasan & rasionalitas adalah ciri fundamental manusia dan dasar untuk menerangkan tingkah laku manusia.

 Kejahatan dipandang sebagai hasil pilihan bebas dari individu dalam menilai untung ruginya melakukan
kejahatan.

 Kata-kata yang mengambil artinya dari konsep ini adalah: rationalisme, hedonisme, utilirianisme, kontrak sosial
dalam hubungannya dengan indeterminisme, dan free will atau kehendak bebas.

Determinisme Biologis

 Manusia merupakan suatu organisme-biologis, suatu bagian dari dunia makhluk biologis. Oleh karena itu,
manusia tunduk pada pembatasan-pembatasan dan pengontrolan dari hukum biologis (determinisme biologis).

 Manusia bukanlah suatu makhluk yang dapat bebas menentukan segala sesuatunya berdasarkan kemauan dan
kepandaiannya, namun manusia adalah makhluk yang dibatasi tindakannya, oleh organisme biologisnya.

19
 Kejahatan harus dicari dalam sifat-sifat individu, yaitu dengan mencari kelainan-kelainan pokok yang
membedakan antara penjahat dengan yang bukan penjahat.

 Penggolongan (Tipologi) Ajaran Tentang Etiologi Kriminal (menurut beberapa ahli)

 (menurut Sutherland)

1. Ajaran Klasik

• Seseorang melakukan tindakan atau perbuatan berdasarkan pertimbangan untuk memilih kesenangan (pleasure)
atau sebaliknya yaitu penderitaan.

• Pelaku memiliki kehendak bebas

• Persoalan sebab kejahatan telah dijawab secara sempurna sehingga tidak diperlukan lagi penelitian untuk
menggali sebab musabab kejahatan.

• Tokohnya adalah Becaria

2. Ajaran Kartografis (Geografis)

• Mula-mula memikirkan distribusi kejahatan di dalam lingkungan tertentu pada wilayah-wilayah geografis dan
sosiologis.

• Kemudian penganut mazhab ini berpendapat bahwa segala kejahatan sebagai ekspresi kondisi sosial tertentu

• Melakukan penyusunan statistik kriminal

• Penganut ajaran ini: Quetelet, Guerry.

3. Ajaran Sosialis

• Mengacu pada ajaran Karl Marx dan Friedrich Engels (1850) yang berdasarkan pada determinisme ekonomi.

• Kriminalitas adalah konsekuensi dari masyarakat kapitalis akibat sistem ekonomi yang diwarnai penindasan
terhadap buruh, sehingga menciptakan faktor-faktor yang mendorong berbagai penyimpangan terhadap
kejahatan.

4. Ajaran Tipologis

• Meliputi tiga kelompok yang berpendapat bahwa perbedaan antara penjahat dan bukan penjahat terletak pada
sifat tertentu pada kepribadian, yang mengakibatkan seseorang tertentu dalam suatu keadaan tertentu berbuat
kejahatan dan seseorang yang lain tidak.

 Ajaran Lombroso : Penjahat memiliki tipe tersendiri/ born criminal

 Mental Tester : Penjahat adalah mereka yang mengidap kelemahan otak

 Ajaran Psikiatrik : Kejahatan umumnya dilakukan oleh mereka yang mengalami hambatan kedewasaan
emosionalnya.

5. Ajaran Sosilogis

• Menekankan pada a function of environment

• Bahwa kejahatan terjadi karena faktor sosial

( menurut Barnes & Teeters)

1. Ajaran Pre Klasik, membagi sebab musabab kejahatan atas 4 tahap:

a) Tahun 400 SM, sebab musabab kejahatan diperkirakan adalah kehendak bebas. Aliran Hedonisme  sebab
musabab kejahatan adalah “suka” dan “duka”.

b) Tahun 30 M, penyebab terjadinya kejahatan dicari pada setan.

c) Tahun 1215 M, sebab kejahatan adalah mengaitkan kehendak bebas (free will) dengan pengaruh-pengaruh
negatif dari kelemahan sistem feodal.

2. Ajaran Klasik, membagi sebab musabab kejahatan atas 2 tahap:

20
a) Tahun 1700, kejahatan dianggap sebagai hasil dari pergaulan jahat, kebiasaan-kebiasaan jelek dan kemalasan.

b) Tahun 1771, berkembang pengaruh Beccaria. Bentham juga mengemukakan ajaran free will dengan
menonjolkan asas hedonisme dimana konsep suka vs duka dijadikan dasar penentuan hukuman yang utama.

3. Ajaran Neo Klasik (Tahun 1800 -1876.400 SM)

Kejahatan disebabkan oleh adanya free choice of evil, namun anak-anak, orang gila dan orang yang lemah
ingatannya dibebaskan dari tanggung jawab atas perbuatannya termasuk perbuatan jahat yang dilakukannya.

4. Ajaran Positif atau Italia (1876-1913)

Kejahatan dikaitkan dengan pandangan mengenai dosa dan penyelewengan yang memang dikehendaki oleh
manusia.

5. Ajaran Analitis atau Individualustis (1913-1936)

Sebab musabab kejahatan diletakkan pada hal yang khas, seperti cacat fisik, cacat mental, keadaan psikopatis
dan keanehan-keanehan pada tabiat atau tingkah laku lain.

6. Ajaran Multiple Causation (1936 - .....)

Sebab musabab timbulnya kejahatan disebabkan oleh berbagai faktor dan pengaruh antara faktor yang satu
terhadap faktor yang lain.

Pada tahun 1951-an sebab musabab timbulnya kejahatan adalah frustrasi individual.

d) Tahun 1500 – 1700 M, sebab kejahatan dihubungkan dengan adanya asosiasi jahat, kebiasaan buruk dan
kemalasan.

2. Ajaran Klasik, membagi sebab musabab kejahatan atas 2 tahap:

a) Tahun 1700, kejahatan dianggap sebagai hasil dari pergaulan jahat, kebiasaan-kebiasaan jelek dan kemalasan.

b) Tahun 1771, berkembang pengaruh Beccaria. Bentham juga mengemukakan ajaran free will dengan
menonjolkan asas hedonisme dimana konsep suka vs duka dijadikan dasar penentuan hukuman yang utama.

(menurut Bonger)

1. Zaman mulai dikenalnya ajaran kriminologi. Tokohnya: Plato dan Aristotels

2. Zaman Abad Pertengahan (Abad ke 13). Tokohnya: Thomas Aquinas

3. Permulaan Seharah Baru (Abad ke 16). Tokohnya Thomas More dengan bukunya Utopia

4. Sebelum Revolusi Perancis (Abad ke 18)  zaman yang penting, karena timbul beberapa pemikiran yang berarti
bagi perkembangan kriminologi:

a. Timbulnya oposisi terhadap hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana yang berlaku waktu itu.

b. Sebab-sebab Sosial dari Kejahatan

c. Sebab-sebab Antropologis dari kejahatan.

5. Sesudah Revolusi Perancis (Abad ke 19)  zaman ini terjadi 3 hal penting:

a. Perubahan dalam Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana dan Hukuman-hukuman

b. Sebab-sebab sosial dari kejahatan

c. Sebab-sebab psikiatris dari kejahatan

d. Statitstik kriminal

6. Mazhab Italia atau Mazhan Antropologi (sekitar tahun 1870)

7. Mazhab Perancis (Lingkungan), sekitar tahun 1975

21
a. Mazhab Perancis dalam arti sempit

b. Mazhab Lingkungan Ekonomis

c. Sosiologi Kriminal

d. Lingkaran Fisik

6. Mazhab Bio Sosiologis

7. Mazhab Spiritualitas.

MAZHAB ANTHROPOLOGI / MAZHAB ITALIA

Tokoh: Franz Joseph Gall; John Gazpar Spurzheim; Cesare LombrosoGall & Spurzheim (Frenolog),
menjelaskan

 Hubungan antara bentuk tengkorak (otak) dengan perilaku, mendasarkan pendapat aristoteles

cara berfikir seseorang dipengaruhi oleh bentuk otak

POKOK-POKOK AJARAN LOMBROSO

 Penjahat adalah orang yang mempunyai bakat jahat

 Bakat jahat diperoleh karena kelahiran (born criminal) yaitu diwarisi dari nenek moyang.

 Bakat jahat dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu seperti muka yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek,
dll (menyerupai bentuk manusia primitif).

 Bakat jahat tidak dapat dirubah, artinya bakat jahat tidak dapat dipengaruhi.

KONSTRUKSI TEORI LOMBROSO

 Dalam mengajukan teorinya, Lombroso mengadopsi Teori Evolusi milik Charles Darwin serta menggunakan
Hipotesa Atavisme.

 Hipotesa Atavisme: seseorang sekonyong-konyong mendapat kembali sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki oleh
nenek moyangnya yang terdekat, tetapi dimiliki oleh nenek moyangnya yang lebih jauh (yang dinamakan
pewarisan sifat jahat secara jauh kembali)

 MAZHAB PERANCIS (MAZHAB LINGKUNGAN)

Tokoh: A. Lacassagne, L. manouvrier, Gabriel Tarde ie Welt ist mehr Schuld an mir, als ich’ (dunia adalah
lebih bertanggung jawab terhadap bagaimana jadinya saya, daripada diri saya sendiri)

Hal yang penting adalah keadaan sosial sekeliling kita! keadaan sosial sekeliling kita adalah suatu pembenihan
untuk kejahatan; kuman adalah si penjahat, suatu unsur yang baru mempunyai arti apabila menemukan
pembenihan yang membuatnya berkembang. (Lacassagne

 Manouvrier menentang ajaran Lombroso, dengan membandingkan secara anthropologis 100 orang penjahat
dengan 100 orang bukan penjahat.

 G. Tarde : kejahatan bukan suatu gejala yang anthropologis tetapi sosiologis yaitu seperti kejadian-kejadian
masyarakat lainnya dikuasai oleh peniruan (imitasi).

Tokoh: Enrico Ferri (1856-1928)

“ Tiap-tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu-individu, masyarakat dan
keadaaan fisik”

KEJAHATAN = INDIVIDU + SOSIAL + FISIK

Tokoh:

E. SUTHERLAND

 Teori ini berdasarkan pada proses belajar, yaitu bahwa perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari

 Perilaku kejahatan adalah perilaku manusia yang sama dengan perilaku manusia pada umumnya yang bukan
kejahatan

22
TEORI DIFFERENTIAL ASSOCIATION

9 Preposisi yang dikemukakan E. Sutherland:

1) Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari. secara negatif berarti bahwa kejahatan tidak diwarisi

2) Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi. komunikasi
terutama bersifat lisan maupun dengan bahasa isyarat

3) Bagian yang terpenting dalam proses mempelajari tingkah laku kejahatan terjadi dalam kelompok personal
yang intim. secara negatif bahwa komunikasi yang bersifat nirpersonal seperti film, surat kabar, secara relatif
tidak mempunyai peranan yang penting dalam terjadinya perilaku kejahatan.

4) Apabila perilaku kejahatan dipelajari, maka yang dipelajari meliputi:

a) Teknik melakukan kejahatan,

b) Motif-motif, dorongan, alasan pembenar dan sikap.

c) Arah dari motif dan dorongan dipelajari melalui batasan (definisi) aturan hukum baik sebagai hal yang
menguntungkan maupun yang tidak.

d) Seseorang menjadi delinkuen karena lebih banyak berhubungan dengan pola-pola tingkah laku jahat daripada
yang tidak jahat

e) Differential association dapat bervariasi dalam frekuensinya, lamanya, prioritasnya dan intesitasnya. dalam
hubungan ini maka differential association bisa dimulai sejak anak-anak dan berlangsung sepanjang hidup

f) Proses mempelajari perilaku kejahatan diperoleh melalui hubungan dengan pola-pola kejahatan dan anti
kejahatan yang menyangkut seluruh mekanisme yang melibatkan pada setiap proses belajar pada umumnya.

g) Sementara itu perilaku kejahatan merupakan pernyataan kebutuhan dan nilai-nilai umum, akan tetapi hal
tersebut tidak dijelaskan oleh kebutuhan nilai-nilai, sebab perilaku yang bukan kejahatan juga merupakan
pernyataan dari nilai yang sama.

Inisiasi Tuton ke – 6 Mata Kuliah : Kriminologi

Program Studi : Ilmu Hukum Fakultas : HISIP

LINGKUNGAN SOSIAL & KEJAHATAN

 Masalah kejahatan yang berhubungan dengan kondisi buruk golongan perkotaan, digolongkan dengan masalah-
masalah mengenai ekologi dari disorganisasi perkotaan.

 Park dan Burgess  tingkat disorganisasi sosial dan masalah sosial yang paling besar terdapat di tempat, yang
disebut “daerah transisi”, yaitu suatu daerah yang berkarakteristik rumah-rumah dan pemukiman kumuh.

 Masalah sosial diasosiasikan dengan daftar indikasi dari kejahatan, kemiskinan, alkoholisme, kerusakan mental
dan ketidakharmonisa keluarga.

 Tekanan ekonomi dan interaksi sosial menyebabkan perkembangan suatu bentuk pola di kota-kota besar 
terutama yang terjadi USA.

TEORI ZONA KONSENTRASI

 Teori zona konsentrasi yang dalam skala luas termasuk ke dalam teori ekologi kejahatan.  Urban crime.

 Faktor yang mendorong minat yang lebih untuk meneliti Urban crime (Kejahatan di daerah perkotaan) daripada
perhatian penelitian terhadap kejahatan di pedesaan:

o Statistik kejahatan (crime rate) menunjukkan angka perimbangan antara jumlah penduduk dan jumlah kejahatan
yang terjadi jauh lebih tinggi dibanding angka perimbangan di pedesaan.

o Kota adalah tempat akumulasi jumlah kekayaan yang besar  kekhawatiran dan kerugian yang mungkin
diderita korban di perkotaan yang jauh lebih tinggi dibanding dengan di pedesaaan.

o Perkembangan teknologi, gaya hidup dan tuntutan masayarakat  memungkinkan berkembangnya kualitas dan
jenis serta modus operandi kejahatan yang jauh lebih pesat di perkotaan daripada di pedesaan.

23
o Jarak perbedaan antara mereka yang kaya dan yang miskin mudah terlihat di daerah perkotaan dibanding
daerah pedesaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya urban crime di Indonesia:

o Pertumbuhan dan perkembangan kota itu sendiri.

o Fungsi kota yang multi fungsi  melimpahnya manusia ke kota menimbulkan berbagai persoalan.

o Pola Urbanisasi

o Pola perkotaan yang cenderung bersifat individualistik  solidaritas menurun. Kalau pun ada solidaritas, lebih
bersifat gesellschaft bukan gemeinschaft.

o Adanya jurang pemisah antara orang kaya dengan orang miskin yang sangat menyolok dibanding dengan yang
terjadi di pedesaan.

o Belum terbentuknya secara utuh suatu budaya urban (urban culture)

 Corak budaya yang akan mempengaruhi kehidupan perkotaan, antara lain:

o Budaya / kebiasaan desa (rural culture) tetap dijalankan, meskipun telah hidup di kota  sehingga kota lebih
merupakan the big village daripada suatu kehidupan perkotaan yang urbanized.

o Berbagai budaya yang dibawa dan dipertahankan oleh masing-masing kelompok budaya di kota, akan bertemu
dengan budaya lain  menimbulkan ketegangan budaya (cultural tension)  mendorong timbulnya
konflik/kerawanan dalam kehidupan perkotaan.

 Beberapa faktor kondisional perkotaan yang memberi andil bagi tumbuh kembangnyanya kejahatan di
perkotaan, antara lain:

o Perkembangan kehidupan perkotaan (urban life style).

o Perkembangan permukiman dan perumahan.

Perkembangan kehidupan ekonomi di perkotaan

TEORI TEMPAT KEJAHATAN

Latar belakang  Terdapat kondisi yang unik tentang tempat tertentu yang memunculkan kejahatan

5 variabel yang dapat mempengaruhi kejahatan dalam masyarakat:

• Kepadatan

• Kemiskinan

• Pemakaian fasilitas secara bersama

• Pondokan sementara

• Kerusakan yang tidak terpelihara.

4 variabel lain :

• Moral sinisme di antara warga,

• Kesempatan melakukan kejahatan & kejahatan yang meningkat.

• Motivasi untuk melakukan kejahatan yang meningkat.

• Hilangnya mekanisme kontrol sosial.

 Beberapa karakteristik dari suatu daerah di mana kejahatan sering dilakukan (Schmid):

o Rendahnya tingkat pergaulan sosial

o Kurangnya rasa kekeluargaan

o Rendahnya tingkat sosial dan ekonomi

24
o Kondisi fisik yang buruk

o Tingginya tingkat mobilitas penduduk

o Menurunya moral penduduk

 Karakteristik Delinquent Area (Shaw):

o Tingkah laku di dalam daerah tersebut cenderung melanggar norma  criminal behaviour dianggap hal yang
biasa.

o Kondisi-kondisi fisik daerah yang buruk.

o Penduduknya rapat atau padat.

o Mobilitas penduduknya tinggi.

o Terletak di dekat aktivitas perdagangan dan industri.

o Kontrol sosial sangat kurang.

o Standar hidup penduduknya rendah.

o Standar pendidikan penduduknya rendah.

o Tingkat keberadaan penjahat dewasa tinggi.

o Disorganized neighbourhood, yaitu lingkungan yang tidak baik dan kacau. Capable guardian
TEORI AKTIVITAS RUTIN & TEORI GAYA HIDUP

 3 elemen yang dapat berpengaruh terhadap kemudahan mundulnya kejahatan:

1) Pelaku yang memang mempunyai motivasi untuk melakukan kejahatan.

2) Adanya sasaran yang cocok, dan offender Motivated


Motivated offender
3) Ketidakhadiran sistem penjagaan yang cakap dan canggih.

Segitiga kejahatan menurut Teori Aktivitas Rutin.

Premis Teori Aktivitas Rutin: berbagai aktivitas rutin keseharian dari warga masyarakat dapat menjelaskan pola-
pola viktimisasi

 Aktivitas rutin:

o Pergerakan yang berlangsung secara terus menerus dan dilakukan secara wajar.

o Aktivitas itu dilakukan dengan motivasi untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia

 Faktor yang terkait erat dengan Teori Aktivitas Rutin adalah pendektan gaya hidup (Hindelang, Gottfredson dan
Garofalo). Asumsinya:

o Kelompok sosial dengan karakteristik umum mempunyai role expectations tertentu yang dapat meningkatkan
kecenderungan mengalami viktimisasi.

o Perbedaan dalam gaya hidup dapat juga menyebabkan distribusi yang tidak sama dalam tingkat viktimisasi.

 Asumsi lainnya:

o Individu yang menghabiskan waktunya lebih banyak di luar rumah mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk
menjadi korban kejahatan. Cohen dan Felson: dilakukannya aktivitas yang jauh dari rumah sangat terkait
dengan bertambahnya tingkat kejahatan.

 Beberapa hal yang terkait dengan status dan aktivitas keluarga yang diasumsikan oleh Cohen dan Felson dapat
meningkatkan peluang terjadinya kejahatan yang menimpa keluarga tersebut, adalah:

o Keluarga tunggal (yang hanya terdiri dari 1 orang saja).

25
o Keluarga yang seringkali membutuhkan dan kemudian membeli barang-barang berharga, sehingga memiliki
daya tarik untuk dicuri.

o Keluarga, yang aktivitas anggotanya meningkat di luar aktivitas keluarga dan ini akan menurunkan tingkat
perlindungan diri, sehingga rentan menjadi korban kejahatan.

o Extended famili menjadikan keluarga tersebut memiliki perlindungan diri yang lebih besar dibanding nuclear
family.

Inisiasi Tuton ke – 7 Mata Kuliah : Kriminolog

Program Studi : Ilmu Hukum Fakultas : HISIP

Teori Differential Association

Teori Differential Association oleh Sutherland:

o Semua tingkah laku itu dipelajari.

o Tidak ada tingkah laku yang diturunkan berdasarkan pewarisan dari orang tuanya.

o Pola perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab

Teori Differential Association oleh Sutherland:

o Semua tingkah laku itu dipelajari.

o Tidak ada tingkah laku yang diturunkan berdasarkan pewarisan dari orang tuanya.

o Pola perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab

Teori Differential Association yang dikemukakan Sutherland ini terdiri dari sembilan proposisi sebagai berikut:

1) Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari, Secara negatif berarti perilaku itu tidak diwarisi.

2) Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain melalui proses komunikasi. Komunikasi tersebut
terutama dapat bersifat lisan ataupun menggunakan bahasa isyarat.

3) Bagian pokok dari proses belajar kejahatan berlangsung di dalam kelompok-kelompok personal yang intim.

4) Apabila perilaku kejahatan dipelajari, maka yang dipelajari meliputi (a) teknik melakukan kejahatan, (b) motif-
motif tertentu, dorongan-dorongan, alasan-alasan pembenar termasuk sikap-sikap.

5) Arah khusus motif dan dorongan itu dipelajari dari definisi-definisi mengenai menguntungkan atau tidaknya
aturan-aturan hukum yang ada.

6) Seseorang menjadi delinkuen karena ia lebih mempunyai defenisi yang mendukung pelanggaran hukum
dibandingkan dengan defenisi-defenisi yang tidak mendukung pelanggaran hukum.

7) Differential Asossiation bervariasi dalam hal frekuensi, jangka waktu, prioritas serta intensitasnya.

8) Proses belajar kejahatan melalui pengelompokan dengan pola-pola kejahatan atau anti kejahatan yang
menyangkut seluruh mekanisme yang terdapat dalam proses belajar pada umumnya.

9) Walaupun kejahatan merupakan pencerminan kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum, akan tetapi tidak
dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai tersebut, sebab perilaku yang tidak jahat pun merupakan
pencerminan nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan yang sama.

Pemunculan teori kontrol sosial diakibatkan oleh tiga ragam perkembangan dalam

kriminologi. Ketiga ragam perkembangan dimaksud adalah :

1) Adanya reaksi terhadap orientasi labeling dan konflik, dan kembali kepada penyelidikan tentang tingkah laku
kriminal. Kriminologi konservatif (sebagaimana teori ini berpijak) kurang menyukai ‘kriminologi baru’ atau new
criminology dan hendak kembali kepada subjek semula, yaitu : penjahat (criminal);

2) Kedua, munculnya studi tentang Criminal justice’sebagai suatu ilmu baru telah membawa pengaruh terhadap
kriminologi menjadi lebih pragmatis dan berorientasi pada sistem;

26
3) Ketiga, teori kontrol sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik penelitian baru khususnya bagi tingkah laku
anak/remaja, yakni self-report survey.

Reiss, mengemukakan ada tiga komponen dari Kontrol Sosial dalam menjelaskan kenakalan remaja. Ketiga komponen
tersebut adalah:

(1) a lack of proper internal controls developed during childhood (kurangnya kontrol internal yang wajar selama
masa anak-anak);

(2) a breakdown of those internal controls (hilangnya kontrol internal);

(3) An absence of, or conflict in, social rules provided by important social group (the family, close others, the school)
(tidak adanya norma-norma sosial atau konflik antar norma-norma dimaksud (di keluarga, lingkungan dekat,
sekolah).

Reiss, membedakan dua macam kontrol, yaitu:

1) personal control (internal control) adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri untuk tidak mencapai
kebutuhannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2) Social control (control external) adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat untuk
melaksanakan norma-norma atau peraturan-peraturan menjadi efektif.

3) Teori Kontrol Sosial berangkat dari suatu asumsi atau anggapan bahwa individu di masyarakat mempunyai
kecendrungan yang sama kemungkinannya, menjadi “baik” atau “jahat”. Baik jahatnya seseorang sepenuhnya
tergantung pada masyarakatnya. Ia menjadi baik kalau saja masyarakatnya membuatnya demikian, dan menjadi
jahat apabila masyarakatnya membuatnya demikian.

4) Teori kontrol sosial tidak sama halnya dengan teori-teori kriminologi pada umumnya, karena Teori kontrol sosial
berangkat dari pertanyaan dasar yang harus memperoleh kejelasan lewat teori itu, pertanyaan dasar itu adalah
“Mengapa kita patuh dan taat pada norma-norma masyarakat” atau “Mengapa kita tidak melakukan
penyimpangan ?”.

5) Paham ini sesuatu perlu dicari kejelasannya ialah ketaatan pada norma dan faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang patuh pada atau taat pada norma-norma masyarakat. Pada dasarnya upaya penjelasan perilaku
penyimpangan tidak harus dilakukan dengan cara menjelaskan perilaku “tidak patuh norma.

6) Teori Kontrol Sosial atau teori pengawasan sosial memusatkan perhatian pada teknik dan strategi yang dapat
membantu mengatur tingkah laku manusia.

7) Teori atau konsep ini sangat mendorong ke arah pemenuhan dan penyesuaian terhadap peraturan atau norma
yang berlaku di dalam masyarakat, yang mencakup nilai keluarga, norma atau aturan sekolah, moral/akhlak,
kepercayaan, dsb.

8) Menurut ahli teori pengawasan / teori kontrol sosial, semakin dilibatkan seseorang dalam aktivitas konvensional,
semakin besar kasih sayangnya pada orang lain.

9) Kenakalan itu sebagai produk dari upaya saling mempengaruhi antara dua format kendali, yang dikenal sebagai
pertahanan bagian dalam (internal) dan pertahanan bagian luar (eksternal).

10) Teori ini berasumsi bahwa dalam diri setiap individu berisi struktur eksternal dan internal, dimana keduanya
merupakan penyangga yang berfungsi melindungi dan membatasi individu dalam melawan perilaku nakal atau
jahat.

11) Reckless memandang bahwa pertahanan diri bagian dalam lebih penting dan berperan mengendalikan perilaku
seseorang dibandingkan dengan pertahanan bagian luar.

Teori Containment dari Walter Reckless

 Pertahanan bagian  komponen diri atau kekuatan pribadi seseorang, yang meliputi self-concept, ego, kuat,
suara hati, perasaan tanggungjawab tinggi dan toleransi frustrasi tinggi.

 Pertahanan sebelah luar mengacu pada lingkungan sosial seseorang, yang meliputi kesertaan, pengawasan
efektif, kohesi antar anggota kelompok (kebersamaan), peluang untuk prestasi, tanggungjawab dan batasan-
batasan yang masuk akal, daya upaya alternatif dan cara-cara kepuasan serta penguatan tujuan, nilai-nilai,
norma-norma dan disiplin.

Teori Social Bond

27
 Travis Hirschi (1969) memberikan suatu gambaran yang jelas mengenai konsep social bond.

o Hirschi berpendapat bahwa seseorang bebas untuk melakukan kejahatan atau penyimpangan tingkah lakunya
dan tingkah laku tersebut diakibatkan oleh tidak adanya keterikatan atau kurangnya keterikatan (moral) pelaku
terhadap masyarakat.

 Menurut Travis Hirschi, ada empat elemen ikatan sosial (social bond) yang terdapat dalam setiap masyarakat
yakni:

1) Attachment adalah kemampuan manusia untuk melibatkan dirinya terhadap orang lain.

2) Commitment adalah keterikatan seseorang pada sub sistem konvensional seperti sekolah, pekerjaan, organisasi,
dan sebagainya.

3) Involvement, merupakan aktivitas seseorang dalam sub sistem.

4) Belief, merupakan aspek moral yang terdapat dalam ikatan sosial. Beliefs, merupakan kepercayaan seseorang
pada nilai-nilai moral yang ada

Teori Techniques of Neutralization oleh Sykes & Matza

 Mengapa beberapa pelanggar bergerak ke luar masuk dalam tingkah laku kenakalan?

 Teori Netralisasi atau Drift Theory berpendapat bahwa seseorang itu merasakan kewajiban moral untuk terikat
oleh hukum. Manakala hukum tidak ada pada tempatnya, maka para pelanggar akan muncul.

 Sykes & Matza  para pelanggar ini memegang nilai-nilai kepercayaan dan sikap yang sangat serupa dengan
mereka yang taat terhadap hukum. Namun, bagaimana mungkin mereka membenarkan aktivitas pelanggaran
mereka?. Jawabannya, mereka belajar teknik yang memungkinkan mereka untuk menetralkan sikap dan nilai-
nilai pelanggaran yang mereka lakukan itu untuk sementara, sehingga memungkinkan mereka untuk
“mengapung” antara perilaku haram dan perbuatan yang legal.

 Model Sykes & Matza didasarkan pada 4 pengamatan berikut:

1) pelanggar menyatakan rasa bersalah atas tindakan tidak sah mereka.

2) Pelanggar seringkali menghormati dan menjunjung tinggi individu yang jujur dan taat hukum.

3) Satu baris ditarik di antara mereka yang bisa menimbulkan korban dan mereka yang tidak bisa.

4) Pelanggar tidaklah kebal dari permintaan konformitas.

 Teknik-teknik penawaran atau teknik netralisasi yang diusulkan Sykes & Matza untuk mengurangi rasa bersalah
di dalam diri pelaku pelanggar hukum, sebagai berikut:

1) Denial of Responsibility  pelanggar akan berdalih bahwa mereka adalah korban keadaan dan mereka didorong
atau ditarik ke dalam situasi di luar kendali mereka.

2) Denial of injury  pelanggar mengira bahwa tindakan mereka tidak benar-benar menyebabkan kejahatan.

3) Denial of the Victim  pelanggar memandang bahwa tindakan mereka bukan suatu kesalahan, bahwa korban
memang layak untuk memperoleh luka/kerugian atau bahwa tidak ada korban riil.

4) Condemnation of the condemners  pengutuk dilihat sebagai orang munafik, mereka bergeser menyalahkan
orang lain.

 Sykes & Matza  Teknik netralisasi ini sebenarnya ada dan tersedia tidak hanya dalam diri si pelanggar, tetapi
juga dapat ditemukan dalam kehidupan sosial.

Teori Label

 Howard, teori labeling dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu :

a. Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label. Labeling dalam arti ini
adalah labeling sebagai akibat dari reaksi masyarakat

b. Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya bagaimana labeling mempengaruhi seseorang
yang terkena label/cap.

28
 Bagaimana labeling mempengaruhi seseorang yang terkena label/cap untuk melakukan penyimpangan tingkah
lakunya?.

1) Label tersebut menarik perhatian pengamat dan mengakibatkan pengamat selalu memperhatikannya kemudian
seterusnya label itu diberikan padanya oleh si pengamat.

2) Label atau cap tersebut sudah diadopsi oleh seseorang dan mempengaruhi dirinya sehingga ia mengakui dengan
sendirinya sebagaimana label itu diberikan oleh si pengamat, bahwa dirinya memang penjahat.

 Salah satu dari kedua proses di atas dapat memperbesar penyimpangan tingkah laku dan membentuk karir
kriminal seseorang.

 Seorang yang telah memperoleh label dengan sendirinya akan menjadi perhatian orang-orang di sekitarnya.

Selanjutnya, kewaspadaan atau perhatian orang-orang disekitarnya akan mempengaruhi orang tersebut untuk
melakukan kegiatan lagi karena tidak ada lagi orang mempercayainya

 Konsep yang dikemukakan oleh Edwin Lambert:

1) Primary deviance:

Jika tingkah laku menyimpang tidak diberi sanksi yang negatif (keras) oleh masyarakat, dampaknya bagi pelaku
penyimpangan akan relatif kecil. Ia akan bertindak rasional dan menganggapnya sebagai suatu fungsi dari salah satu
peran penyimpangan yang tidak diberi sanksi.

2) Secondary deviance  perilaku penyimpangan lebih lanjut.

o Timbul bila perilaku penyimpangan masih terus ada dan respon sosial mengingkat melalui hukuman sosial
berupa penolakan dan hukuman yang berat, yang lambat laun akan menjelma menjadi stigma/label yang
melakat pada pelaku penyimpangan.

o Label tersebut dirasakan sebagai noda oleh pelaku dan pada gilirannya, ia akan menyesuaikan diri dengan label
yang ada padanya.

o Ekspresi dari hasil penyesuaian diri dengan label yang melekat akan melahirkan perilaku penyimpangan lebih
lanjut

o Edwin Lambert, dalam bukunya Social Pathology menunjukkan:

o Adanya hubungan pertalian antara proses, stigmatisasi, penyimpangan sekunder dan konsekuensi kehidupan
karier pelaku penyimpangan atau kejahatn.

Frank Tannenbaum

Konsep Dramatization of Evil (dramatisasi sesuatu yang jahat/kejam)

 proses kriminalisasi ini sebagai proses memberikan label, menentukan, mengenal (mengedintifikasi),
memencilkan, menguraikan, menekankan/menitikberatkan, membuat sadar, atau sadar sendiri.

 Kemudian menjadi cara untuk menetapkan ciri-ciri khas sebagai penjahat.

Tannenbaum berusaha mengalihkan pencarian data dari perbuatan menyimpang secara kriminologis kepada kontrol
sosial dan mekanisme reaksi sosial. Dalam pengertian bahwa ini membalik arah proses analisis yang lazim, serta lebih
menganggap bahwa prilaku kriminal menimbulkan reaksi sosial, mereka beranggapan bahwa reaksi sosial dapat
menimbulkan prilaku kriminal

Inisiasi Tuton ke – 8 Mata Kuliah : Kriminologi

Program Studi : Ilmu Hukum Fakultas : HISIP

TEORI KONFLIK KEBUDAYAAN

 Kumpulan teori yang menjelaskan peranan suatu budaya di antara kelompok-kelompok yang bertikai yang ada
dalam masyarakat, sehingga dapat mengakibatkan munculnya kejahatan.

 Beberapa Teori Konflik kebudayaan:

1. Teori Konflik Norma Tingkah Laku (Thorsten Sellin)

29
2. Teori Konflik Kelompok Kepentingan (Vold)

3. Teori Konflik Otoritas (Dahrendorf dan Turk)

Teori Konflik Norma Tingkah Laku (Thorsten

 Konflik budaya akan muncul manakala aturan tidak dipatuhi oleh anggota budaya.

 Konflik di sini mencakup:

1. Primary conflict

2. Secondary conflict.

 Teori Konflik Norma Tingkah Laku (Sellin), tidak mempertanyakan nilai kelas menengah atau kelas atas, ataru
mewakili cara untuk mencapai cultural goal kelas menengah dan atas, namun secara intrinsik, norma itu
mewakili berbagai nilai dan norma yang ada.

 Setiap kelompok masyarakat selalu memiliki norma yang mengatur tingkah laku kelompoknya dan digunakan
sebagai pedoman dalam hidup bermasyarakat. Apabila ada anggota yang melanggar norma tersebut, maka
dengan sendirinya yang bersangkutan akan dikenai sanksi oleh kelompoknya. Bisanya sanksi itu lebih kejam dari
yang diatur dalam KUHP.

Penjelasan Primary Conflict

 Primary conflict  konflik yang timbul di antara dua budaya yang berbeda.

 Terciptanya primary conflict, karena ada 3 dimensi, yakni:

1. Apabila dua masyarakat ada dalam closed proximity, maka kemungkinan ada border conflict.

2. Apabila satu kelompok pindah ke dalam wilayah lainnya, atau setidaknya di mana suatu masyarakat budaya
menggunakan kekuasaannya untuk memperluas norma legal mereka untuk mencakup wilayah budaya lainnya.

3. Apabila anggota satu budaya berimigrasi atau berpindah ke dalam wilayah budaya lainnya, di mana mereka
akan dipaksa menerima norma budaya tuan rumah.

Teori Konflik Kelompok Kepentingan (Vold

 Didasarkan pada adanya konflik dalam sebuah budaya.

 Konflik antara kelompok kepentingan yang ada dalam budaya yang sama dan di dalam sub kebudayaan.

 Menurut Vold, pada hakekatnya orang mempunyai sifat group oriented dan mereka yang yang mempunyai
kepentingan yang sama bersatu membentuk sebuah kelompok dalam upaya mendorong kepentingan mereka
masuk dalam kancah politik.

 Kelompok semacam ini bersifat sementara  hanya ada dan tetap ada selama masih dikehendaki untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.

 Jika tujuan tercapai, biasanya para anggota kelompok itu akan mengingkari kesetiaan mereka terhadap
kelompok dan kelompok itu akhirnya bubar.

 Teori ini berasal dari perspektif sosial-psikologi.

 Ide dasarnya bahwa berbagai kelompok itu mempunyai banyak kepentingan dan seringkali kepentingan itu
bertentangan satu dengan yang lainnya.

 Ketidaksesuaian / pertentangan inilah yang menimbulkan konflik.

 Teori Konflik Otoritas (Dahrendorf dan Turk)

 Fokus pada hubungan antara otoritas dan subjeknya.

 Dahrendor  kekuasaan adalah faktor yang dianggap penting.

 Turk  kekuasaan didasarkan pada status sosial.

 Konflik tercipta akibat perbedaan sosial dan budaya antara penguasa dan masyarakat.

30
 Organisasi dan kecanggihan otoritas (penguasa) dan subjek (masyarakat) juga mempengaruhi tingkat konflik.
 Konflik sosial itu baik, karena masyarakat yang terlalu banyak konsensus, tidak sehat.

 Dalam kasus pelaku kriminal, Turk mengemukakan 4 pengelompokan yang mewakili 4 tingkat konflik, yaitu:

1. Tidak terorganisir dan tidak canggih

2. Terorganisir dan tidak canggih

3. Tidak terorganisir dan canggih

4. Terorganisir dan canggih

 Teori Konflik dari Turk dapat diterapkan pada sebagian besar perilaku kriminal yang terjadi dalam berbagai
struktur sosial. Hal demikian diakui, karena:

o Banyak hukum bersifat politis dan tidak murni legal construct.

o Banyak hukum yang tidak mewakili moralitas absolut, namun diciptakan oleh mereka yang memegang tampuk
otoritas / kekuasaan.

 Beberapa bentuk dukungan masyarakat yang diatur dalam PP No. 71 Tahun 2000 adalah:

o Mengasingkan dan menolak keberadaan koruptor.

o Memboikot dan memasukkan nama koruptor dalam daftar hitam.

o Melakukan pengawasan lingkungan.

o Melaporkan adanya gratifikasi.

o Melaporkan adanya penyelewengan penyelenggaraan negara.

o Berani memberi kesaksian.

o Tidak asal lapor atau fitnah.

UPAYA NON PENAL DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA KORUPSI

 Upaya non penal adalah suatu usaha atau tindakan di luar penggunaan hukum pidana yang terdapat dalam
upaya penanggulangan kebijakan kriminal.

 Kebijakan kriminal merupakan bagian integral dari upaya kebijakan sosial yang berorientasi pada kesejahteraan
sosial (social welfare) dan perlindungan sosial (social defence).

 Upaya non penal dalam pemberantasan tindak pidana korupsi lebih menitikberatkan pada sifat preventif
(pencegahan).

 Adapun langkah-langkah pencegahan adalah dengan:

o upaya menumbuhkan kesadaran anti korupsi  pemberian pendidikan anti korupsi kepada seluruh anggota
masyarakat sejak dini.

o Upaya mengembangkan budaya dan lingkungan anti korupsi  menanamkan nilai dan prinsip anti korupsi
dalam berbagai lini kehidupan masyarakat.

 Nilai-nilai anti korupsi:

o Kejujuran

o Kepedulian

o Kemandirian

o Kedisiplinan

o Tanggung jawab

o Kerja keras,

31
o Sederhana

o Keberanian, dan

o Keadilan.

o DIMENSI UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) DAN KAITANNYA DENGAN TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG

Kerjasama Internasional yang fokus terhadap korupsi, antara lain:

• Inter American Convention Against Corruption, 1996 (Konvensi Pemberantasan Korupsi Antar Negara Amerika).

• The Convention on the Fights Against Corruption involving Officials of The European Communities or Official of
Member States of European Union, 1997 (Konvensi Pemberantasan Korupsi yang melibatkan pejabat masyarakat
Eropa atau pejabat-pejabat negara anggota Uni Eropa).

• The Convention on Combating Bribery of Foreign Public Officials in International Business Transaction, 1997
(Konvensi Pemberantasan Suap bagi pejabat publik asing dalam transaksi bisnis internasional).

• The Criminal Law Convention on Corruption, 1999 (Konvensi Hukum Pidana mengenai korupsi).

• The Civil Law Convention on Corruption, 1999 (Konvensi Hukum Sipil mengenai korupsi).

Kerjasama Internasional yang fokus terhadap korupsi, antara lain:

• The African Union Convention on Preventing and Combating Corruption, 2003 (Konvensi Uni Afrika dalam
mencegah dan memberantas Korupsi).

• The United Nations Against Transnational Organized Crime, 2003 (Konvensi PBB mengenai Kejahatan
Terorganisasi Transnasional).

Beberapa Dimensi UNCAC

 Dasar terkait kebijakan meratifikasi UNCAC  Konsideran Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.

 Beberapa hal baru yang diatur dalam UNCAC antara lain:

o kerjasama hukum timbal balik (mutual legal assistance),

o pertukaran narapidana (transfer of sentence person),

o korupsi di lingkungan swasta (corruption in public sector),

o pengembalian aset hasil kejahatan (asset recovery).

 Ratifikasi dikecualikan (diterapkan secara bersyarat) terhadap ketentuan Pasal 66 ayat (2) tentang Penyelesaian
Sengketa. Diajukannya Reservation (pensyaratan) terhadap Pasal 66 ayat (2) adalah berdasarkan pada prinsip
untuk tidak menerima kewajiban dalam pengajuan perselisihan kepada Mahkamah Internasional kecuali dengan
kesepakatan Para Pihak.

 Beberapa kriminalisasi tindak pidana korupsi yang belum diatur dalam UU No.31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun
2001:

o Penyuapan terhadap pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik (Pasal 16 UNCAC);

o Memperdagangkan pengaruh (Pasal 18 UNCAC);

o Penyuapan di sektor swasta (Pasal 21 UNCAC);

o Penggelapan kekayaan di sektor swasta (Pasal 2 UNCAC);

o TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

• Diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010.

• Salah satu unsur dari pencucian uang adalah uang kotor (dirty money).

• Uang kotor dapat diperoleh melalui 2 cara:

32
o Pengelakan pajak (tax evasion)

o Tindak pidana  narkotika, perjudian, terorisme, korupsi, pronografi, dsb.

• Hakikat TPPU adalah follow up crime TPPU adalah delik yang mengikuti/ melanjutkan tindak pidana lain.

• Tindak pidana yang mendahului TPPU diistilahkan sebagai kejahatan inti (predicate offence / core crime).

Hubungan antara tindak pidana korupsi dengan TPPU:

o Hakikatnya adalah korupsi merupakan salah satu predicate crime dari ketentuan TPPU.

o Antara korupsi dan pencucian uang memang sangat terkait erat. Dana hasil korupsi kebanyakan diarahkan untuk
TPPU guna menghilangkan bukti.

TPPU yang mensyaratkan terjadinya tindak pidananya dengan memerlukan pembuktian dari unsur tindak pidana asal
atau biasa disebut juga sebagai predicate offense. Sesuai dengan teori no money laundering without core crime , yang
berarti tidak ada kejahatan

 Dari Pengaturan UU TPPU juga memiliki masalah sendiri, misalnya dalam Pasal 69 UU TPPU yang menegaskan
bahwa untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak
pidana pencucian uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.

Kata-kata tidak wajib inilah yang sering menjadi permasalahan ketika memproses penindakan kejahatan
pencucian uang. Sebab Pasal 69 ini terkesan tidak sejalan dengan asas yang dianut dalam UU TPPU, yakni
kejahatan pencucian uang ini merupakan kejahatan yang berasas kriminalitas ganda

 Penegasan TPPU sebagai bentuk kejahatan yang berdimensi kriminalitas ganda sesungguhnya dapat dilihat
dalam beberapa rumusan pasal di UU TPPU.

 Pasal 3 – 5 UU TPPU menjelaskan bahwa tindak pidana ini memiliki karakteristik khusus yang merupakan follow
up crime atau supplementary crime , yaitu kejahatan yang menjadi kelanjutan dari adanya suatu tindak pidana
asal (predicate crime)/ unlawful activity yang telah dilakukan terlebih dahulu untuk memperoleh harta kekayaan.
Artinya, kejahatan pencucian uang (follow up crime / supplementary crime) sangatlah bergantung pada
terjadinya tindak pidana asal, meskipun seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa kejahatan-kejahatan
ini merupakan kejahatan yang berdiri sendiri (as seperate crime) .

Tes sumatif

1. Tenaga kerja adalah sumber kekayaan. Rumusan menurut Sosiologi Marx, merupakan salah satu
konsep dasar dari paham: historis matererialisme
2. Keterbatasan teori Utilitarian Deterrence, yaitu bahwa penjelasannya tidak berlaku bagi: emotional
crime
3. Sosiologi juga mempelajari kejahatan, karena: Kejahatan adalah salah satu aspek yang ada dalam
kehidupan masyarakat..
4. Di Amerika Serikat, penjara sebagai tempat untuk melakukan perubahan kepribadian, dinamakan:
reformation
5. Tokoh yang mengkritik pendapat Sutherland bahwa perbuatan jahat adalah perbuatan sebagaimana
ditentukan dalam hukum pidana, adalah: Mannheim
6. Tulisan Mabel Elliot yang memasukan Penologi ke dalam kriminologi, adalah: Crime in Modern Society
(1952)

33
7. Pelaku kejahatan harus membayar kerugian atas perbuatannya yang telah membuat orang lain
menderita. Pernyataan tersebut didasarkan pada teori tentang penghukuman, yaitu: Retribution
8. Pelaku kejahatan yang sifat perbuatannya merupakan kejahatan ringan, dikelompokkan sebagai:
Occasional Criminal
9. Kejahatan adalah cerminan dari perilaku manusia di dalam masyarakat. Pernyataan tersebut
dikemukakan dari sudut pandang: psikologi
10. Kejahatan korupsi, pencucian uang, penghindaran pajak termasuk jenis kejahatan: White collar crime
11. Perbuatan atau perilaku jahat adalah perbuatan yang melanggar undang-undang/hukum pidana.
Pernyataan tersebut dikemukakan oleh: Sutherland (1960)
12. Pionir viktimologi yang mengkategorisasikan korban kejahatan atas 11 macam, adalah: Hans von Hertig
13. Berbagai program yang telah ada guna melindungi korban kejahatan, yakni: Restitusi, kompensasi dan
advokasi.
14. Lembaga pelayanan jasa kesehatan yang telah menyebabkan banyak penderita hemofilia mengalami
viktimisasi, dikatakan telah melakukan kejahatan yang tergolong: White collar crime
15. Bentuk viktimisasi terhadap anak oleh orang dewasa, yaitu berupa perdagangan anak untuk: prostitusi
16. Pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-
undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya
peristiwa pidana, disebut : laporan
17. Instansi yang menjadi ujung tombak sistem peradilan pidana adalah: polisi
18. Derita yang secara formal dari pelaksanaan pidana penjara adalah hilangnya kemerdekaan terpidana.
Derita ini biasanya diikuti oleh derita-derita lain. Menurut Sykes, derita-derita lain itu disebut: Pains of
imprisonment
19. Pola perlakuan terhadap terpidana penjara di Indonesia, yang dikenal sejak tahun 1964 disebut: Sistem
Pemasyarakatan
20. Latihan pertukangan, peternakan, pertanian, percetakan adalah contoh bentuk pembinaan:
Keterampilan
21. Reaksi terhadap adanya kejahatan dan penjahat yang dilakukan oleh warga masyarakat dan bukan oleh
aparat penegak hukum, disebut: Reaksi informal
22. Dalam fungsinya di masyarakat, kejahatan dapat berperan dalam memajukan solidaritas sosial.
Pendapat tersebut dikemukakan oleh: Emile Durkheim
23. Ajaran yang menyatakan bahwa kejahatan disebabkan oleh adanya free choice of evil, adalah ajaran:
Neo Klasik
24. “Dalam kondisi kemiskinan yang sangat tinggi, maka melakukan pencurian itu dibolehkan”. Dalil
tersebut dikemukakan oleh: Thomas Aquinas
25. Lingkungan yang jelek akan membuat manusia jahat, sedang lingkungan yang baik akan membuat
manusia baik. Pendapat tersebut dikemukakan oleh: Robert Owen
26. tokoh-tokoh yang terkenal dalam Mashab Perancis adalah: Lacassagne, Manouvrier, Tarde
27. Kejahatan merupakan hasil dari banyak faktor. Faktor individual, sosial dan fisik. Pernyataan ini
dikemukakan oleh: Ferry
28. Buku terakhir yang ditulis oleh Lombroso adalah: Crime, its Causes and Remedies
29. Dua sifat dasar yang bersifat altruistik yang dimiliki oleh tiap manusia, adalah: Rasa kejujuran dan rasa
belas kasihan

34
30. Daerah kumuh dan daerah kaum buruh yang banyak masalah sosialnya, biasa disebut daerah imigran
atau: Deutschlands
31. Urbanisasi yang terjadi terus menerus akan sulit dikendalikan, sehingga tidak saja menyebabkan laju
kepadatan di kota meningkat, tetapi juga membawa akibat terhadap: Kepadatan moral
32. “Keinianan-keinginan individu itu diatur oleh standar budaya yang dipelajari, misalnya diatur oleh
individu dalam berinteraksi dengan orang lain.” Pendapat tersebut dikemukakan oleh: William Isaac
Thomas
33. Menurut pendapat Felson, cara yang lebih efektif dalam hal mencegah kejahatan adalah: Mengatur
penurunan dan penyaluran hasrat manusiawi sehingga pelaku kejahatan dan target kejahatan jarang
bertemu di daerah yang tidak ada penjagaan atau pengawasan.
34. Emile Durkheim menjadi sangat terkenal dengan beberapa karya besarnya, diantaranya: Teori Anomie,
kejahatan dan struktur sosial, bunuh diri.
35. Bunuh diri yang dilakukan karena yang bersangkutan gagal melaksanakan kewajibannya,
disebut: Obligatory Altruistic Suicide
36. Delinkuensi adalah hasil dari frustrasi status. Pengertian tersebut dikemukakan oleh: Merton dan
Cohen
37. Kejahatan-kejahatan yang diklasifikasi berdasarkan keberadaan pelaku dalam struktur sosial adalah:
White collar crime & Domestic Violence
38. Pembatasan atau pemutusan hubungan dengan masyarakat atau keluarga termasuk bentuk kekerasan
domestik, yaitu kekerasan: Psikologi
39. Teori Pengawasan Sosial dapat dipandang dari 2 perspektif, yakni: Perspektif Makrososial dan
Perspektif Mikrososial
40. Kenakalan merupakan produk dari upaya saling mempengaruhi antara pertahanan internal dan
pertahanan eksternal. Pernyatan tersebut dikemukakan oleh Walter Reckless dalam Teori :
Containment
41. Gagasan bahwa perspektif konflik merupakan lawan yang tepat dari perspektif fungsional dikemukakan
oleh: Ralf Dahrendorf.
42. Tokoh yang mengusulkan konsep “pemberian rasa malu yang tidak menghasilkan label tetapi
menghasilkan integrasi”, adalah: John Braithwaite
43. Menurut Dahrendorf, kelas-kelas sosial tidak selalu terlibat dalam konflik, tetapi berdasarkan
catatannya bahwa ada unsur yang selalu mengikuti kekuasaan di bidang industri, yaitu:Kekuasaan
politik dan Organized crime dianggap lebih menentang otoritas / kekuasaan negara.
44. Salah satu preposisi Quinney bahwa konsepsi kejahatan terkonstruksi dan terdifusi dalam segmen
masyarakat melalui berbagai alat: Komunikasi

PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (Modul 1 BMP MKDU 4111 )

Inisiasi Tuton Ke-1 Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

• Setelah berdirinya Bangsa dan Negara Indonesia bukan berarti tanpa adanya ancaman, hambatan, gangguan dan
tantangan lagi, bahkan saat ini bangsa Indonesia menghadapi permasalahan yang semakin kompleks.

35
• Demi menghadapi ancaman, tantanga, hambatan, dan gangguan yang akan merusak nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia yang tercermin dalam pancasila maka perlu diterapkan Pendidikan karakter dalam Pendidikan
kurikulum nasional melalui Pendidikan Kewarganegaraan.

HAKIKAT PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

• Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membekali mahasiswa dengan kemampuan dasar dan
pengetahuan mengenai hubungan warga negara Indonesia dengan Negara dan dengan sesama warga negara.

• Secara ontologis, Pendidikan Kewarganegaraan berobjek material yaitu nilai, moral, dan budi pekerti.

• Dalam perspektif Epistemologis, Pendidikan Kewarganegaraan dikaji dan dibahas melalui pendekatan akademik
dan ilmiah dengan menekankan pada olah kalbu, oleh karsa dan oleh rasa serta olah pikir yang bersifat
komprehensif, integratif dan holistik.

• Dalam perspektif aksiologis, eksistensi dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan menjadi wahana pendidikan
nilai, moral dan pendidikan budi pekerti, sehingga dapat menjadi sarana transformasi Pendidikan karakter untuk
menumbuh kembangkan rasa naionalisme dan kesadaran berbangsa dan bernegara

KOMPETENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAN

• Sebagai Mahasiswa wajib memiliki kemampuan tentang kewarganegaraan dan mampu menerapkan
pengetahuan, nilai nilai dan ketrampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, memiliki kepribadian yang
mantap, berfikir kritis, bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis, berpandangan luas, dan bersikap demokrasi
yang berkeadaban.

LANDASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

• Landasan Historis

• Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu Mata Kuliah Wajib umum, dapat ditelusuri dari
bebagai upaya bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan serta menegakkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

• Landasan Yuridis

• Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, pasal 27 ayat 3, pasal 30 ayat 1 dan Pasal 31
ayat 1, 3, dan 5.

• Keputusan Mendikbud dan Menhankam No: 061U/1985 dan KEP/002/II/1985.

• Undang Undang No 2 Tahun 1989 yang disempurnakan dengan Undang Undang No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional

• Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaran meliputi:

36
1. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan

2. Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia

3. Ketahanan Nasional dan Geostrategi Indonesia

4. Integrasi Nasional

5. Identitas Nasional Indonesia

6. hak dan kewajiban warga negara

7. Demokrasi di Indonesia

8. Konsep negara dan konstitusi

9. Otonomi Daerah serta Good and Clean Governance

OBJEK PEMBAHASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

• objek material Pendidikan Kewarganegaraan adalah eksistensi warga negara dan dinamikanya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia. Objek Material ini menjadi bagian penting dan terintegrasi
dengan nilai-nilai Pancasila.

• Objek Formal Pendidikan Kewarganegaraan berhubungan dengan dimansi system ketatanegaraan yang
menekankan pada hubungan antara warga negara dan negara.

• KETAHANAN NASIONAL DAN GEOSTRATEGI (Modul 3 BMP MKDU 4111 ) Inisiasi Tuton Ke-3

Konsep Ketahanan Nasional

• Ketahanan nasional memiliki pengertian dan cakupan yang luas.

• Pertama, ketahanan nasional sebagai konsepsi merupakan upaya menanggulangi segala ancaman baik bersifat
kultural maupun material, dari dalam maupun dari luar.

• Kedua, ketahanan nasional sebagai kondisi merupakan analisis keadaan nasional dari masa ke masa. Sebagai
kondisi, ketahanan nasional bersifat dinamis yang dapat meningkat maupun menurun dari tahun ke tahun.

• Ketiga, ketahanan nasional sebagai strategi yakni berkaitan dengan pertanyaan tentang apa sebab dan
bagaimana Indonesia bisa terus bertahan dan berkembang menghadapi banyak ancaman dan bahaya

• KETAHANAN NASIONAL

• Ketahanan Ideologi

• Ketahanan Politik

• Ketahanan Politik

• Ketahanan Sosial Budaya

• Ketahanan Pertahanan

37
Ketahanan Ideologi

• Kondisi mental bangsa Indonesia yang berpegang pada ideologi Pancasila yang menjadi ideologi nasional.

• Pancasila memiliki kemampuan untuk memelihara persatuan dan kesatuan nasional serta kemampuan
menangkal penetrasi ideologi asing serta nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

• Pancasila sebagai ideologi negara merupakan seperangkat prinsip dasar yang sistematik dan menyeluruh tentang
manusia dan kehidupannya baik individual maupun sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

• Nilai-nilai Pancasila mengutamakan persatuan dan kesatuan serta kepentingan dan keselamatan bangsa sebagai
kepentingan bersama di atas kepentingan individu dan golongan.

Ketahanan
Politik

• Kondisi kehidupan politik bangsa Indonesia dengan sistem demokrasi yang berdasarkan pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.

• Kehidupan politik bisa dibedakan menjadi dua yakni masyarakat dan pemerintah. Masyarakat berperan dalam
memberikan masukan, menyatakan keinginan dan tuntutan, sedangkan pemerintah berperan menentukan
kebijakan yang berupa keputusan politik.

Sistem politik dibangun supaya mampu memenuhi lima fungsi yakni mempertahankan pola atau norma yang
berlaku, pengaturan dan penyelesaian ketegangan, penyesuaian keadaan, pencapaian tujuan dan penyatuan
sistem social

Ketahanan
Ekonomi

• Kondisi kehidupan perekonomian bangsa Indonesia dengan membangun demokrasi ekonomi yang berlandaskan
Pancasila.

• Seluruh kegiatan pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sumber produksi, yaitu bumi, sumber alam,
tenaga kerja, modal, teknologi dan manajemen produksi serta distribusi barang dan jasa demi kesejahteraan
rakyat baik material maupun spiritual.

• Ketahanan ekonomi dipengaruhi oleh sumber daya alam, modal, tenaga kerja (SDM), teknologi, hubungan luar
negeri, parasarana dan manajemen.

Perekonomian Indonesia secara makro disebut sebagai sistem ekonomi kerakyatan. Negara menguasai sumber-
sumber produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang kemudian digunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat

Ketahanan
Sosial Budaya

• Kondisi kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila

38
• Kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas, maju dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi,
seimbang.

• Budaya-budaya daerah memiliki kearifan lokal yakni nilai-nilai budaya yang dianut kelompok masyarakat yang
menjadi identitas dan mampu menangkal pengaruh negatif dari budaya luar.

• Ketahanan sosial budaya mewujud dalam integrasi atau solidaritas masyarakat dalam kesatuan bangsa yang
memiliki jati diri dan kepribadian sebagai bangsa.

Pertahanan dan
Keamanan

• Ketahanan berupa kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan menyumbangkan nilai-nilai nasionalnya
menjadi kemakmuran yang adil dan merata dari sisi jasmani maupun rohani.

• Kemampuan bangsa dalam melindungi keberadaan dan nilai-nilai nasioalnya terhadap ancaman dari dalam
maupun luar.

• Upaya rakyat bersama dengan aparat keamanan dan pertanahanan negara dengan menyusun, mengerahkan dan
mengarahkan potensi serta kekuatan masyarakat secara terintegrasi dan terkoordinasi dengan semangat
persatuan dan kesatuan.

Perwujudan
Ketahanan Nasional

Bela Negara

• Istilah bela negara termaktub dalam Pasal 27 Ayat 3 UUD NRI 1945 yang menyatakan “Setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.

• Istilah bela negara turut termaktub dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pasal 9
ayat 1 yang menyatakan “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang
diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”

Bela negara secara fisik dilakukan dengan cara "memanggul senjata" menghadapi serangan agresi musuh atau
ancaman dari luar. Dalam pengertian ini, bela negara bersifat militeristik

Perwujudan Ketahanan Nasional

Bela Negara

• Bela negara secara nonfisik dapat merupakan segala upaya untuk mempertahankan negara kesatuan Republik
Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap
tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara, termasuk penanggulangan ancaman. Dalam
pengertian ini, bela negara bersifat nonmiliter

• Bela negara secara fisik dapat dilakukan dengan menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Pelatihan Dasar
Kemiliteran.

39
Bela negara nonfisik dapat dilakukan melalui pendidikan kewarganegaraan dan pengabdian sesuai dengan profesi

Konsep
Geostrategi

 Geostrategi didasarkan pada kondisi geografis suatu negara yang mempengaruhi kehidupan masyarakat dan
bagaimana strategi negara dalam menghadapi tantangan.

 Dasar ideologi penyusunan geostrategi Indonesia adalah Pancasila. Dalam hal ini, geostrategi Indonesia
merupakan pelaksanaan geopolitik untuk mencapai tujuan sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD
1945.

 Landasan geostrategi dan geopolitik tak hanya posisi silang negara Indonesia tetapi juga aspek-aspek kehidupan
social, antara lain meliputi aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi, social budaya, dan pertahanan keamanan.

Perwujudan
Geostrategi

1. Aspek ideologi dalam geostrategi ditujukan untuk mengatasi berbagai pengaruh dan paham negatif dari luar
maupun dalam.

2. Aspek politik dalam geostrategi ditentukan oleh kemampuan sistem politik dalam menghadapi tantangan dan
ancaman.

3. Aspek ekonomi dalam geostrategi terwujud dengan adanya kondisi kehidupan perekonomian bangsa
berlandaskan demokrasi ekonomi,

4. Aspek sosial budaya dalam geostrategi diwujudkan dengan mengembangkan peradaban bangsa Indonesia.

5. Aspek pertahanan dan keamanan dalam geostrategi diwujudkan dengan membangun kekuatan baik fisik/militer
maupun nonmiliter dengan pendekatan misi melindungi negara dan kepentingan nasional.

INTEGRASI NASIONAL (Modul 4 BMP MKDU 4111 ) Inisiasi Tuton Ke-4 Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan

PENGERTIAN INTEGRASI NASIONAL

Integrasi nasional memiliki dua pengertian mendasar, yaitu secara politik dan sosial budaya.

• Pengertian Dasar Integrasi Nasional

• Politik

• Budaya

PENGERTIAN INTEGRASI NASIONAL

Integrasi nasional memiliki dua pengertian mendasar

40
1. Integrasi nasional secara politis artinya, upaya dan proses untuk menyatukan berbagai elemen masyarakat dari
berbagai latar belakang sosial, politik, keagamaan masuk ke dalam satu wilayah teritorial bersama yang
kemudian mewujudkan persatuan dan kesatuan.

2. Integrasi nasional secara budaya artinya, proses untuk menyesuaikan nilai-nilai kebudayaan yang bermacam-
macam sehingga mencapai kehidupan yang serasi, selaras, dan seimbang dalam mewujudkan negara kesatuan.

SEJARAH INTEGRASI NASIONAL

 Proses pembentukan integrasi nasional dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek filosofis dan aspek historis.

 Pada aspek filosofis, integrasi nasional merupakan dasar nilai untuk mewujudkan cita-cita bersama dalam
kehidupan di suatu negara.

Aspek historis, integrasi nasional terbentuk karena suatu latar belakang sejarah yang sama yang dialami suatu bangsa
misalnya keterjajahan, penderitaan karena faktor eksternal seperti penjajahan

FAKTOR PENDORONG INTEGRASI NASIONAL

• Kesadaran bersama untuk hidup bersama dalam suatu wadah yang satu disebut negara Indonesia.

• Perasaan senasib dan seperjuangan dalam aspek sejarah.

• Semangat rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara

• Kesepakatan nasional untuk mewujudkan negara

• Adanya perasaan cinta tanah air yang diwujudkan dari warga negara

FAKTOR PENGHAMBAT INTEGRASI NASIONAL

• Kurangnya penghargaan akan keberagaman

• Kuatnya paham identitas SARA (suku, Agama, Ras, dan Antar Golong-etnis), hubungan antar etnis, agama, ras,
dan golongan yang kurang baik

• Ketimpangan sosial dan politik

ORIENTASI INTEGRASI NASIONAL

 Orientasi Integrasi Nasional dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wujud dari tujuan
bersama untuk bersatu.

 Integrasi menjadi bagian dari proses untuk mengukuhkan jati diri bangsa.

 Integrasi nasional merupakan konsep dan jalan kehidupan kebangsaan Indonesia untuk menghadirkan negara
yang utuh dan berdaulat.

IDENTITAS NASIONAL (Modul 5 BMP MKDU 4111 ) Inisiasi Tuton Ke-5 Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan

PENGERTIAN IDENTITAS NASIONAL

41
• Identitas berarti “ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang” atau “jati diri”.

• Kata identitas berasal dari kata “identity” (inggris) yang dalam oxford advanced learner’s dictionary berarti: (1)
(c,u) who or what sb/sth is; (2) (c,u) the characteristics, feelings or beliefs that distinguish people from others; (3)
the state of feeling of being very similar to and able to understand sb/sth.

• Kata nasional berarti bersifat “kebangsaan”; “berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri”; “meliputi suatu
bangsa”.

Pengertian Identitas Nasional

• Koento Wibisono (2005) menyatakan bahwa identitas nasional adalah pengertian yang di dalamnya tersimpul
perangkat nilai-nilai budaya yang mempunyai ciri khas dan membedakan dengan bangsa lain.

• Kaelan dan Zubaidi (2007) yang menyatakan bahwa identitas nasional adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu
bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain.

Kaelan (2002) manjelaskan, bahwa inti identitas nasional bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang merupakan
hasil buah pikiran dan gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik yang memberikan
watak, corak, dan ciri masyarakat Indonesia

ARTI PENTING IDENTITAS NASIONAL

• Pertama, identitas nasional adalah hal yang mutlak dimiliki oleh setiap bangsa agar bangsa Indonesia dikenal oleh
bangsa lain.

• Kedua, identitas nasional bagi negara-bangsa Indonesia sangat penting bagi kelangsungan hidup negara-bangsa
Indonesia.

Ketiga, identitas nasional penting bagi kewibawaan negara dan bangsa Indonesia

Bentuk-bentuk Identitas Nasional

Identitas nasional pasca kemerdekaan dilakukan secara terencana oleh Pemerintah. Bentuk-bentuk identitas
nasional ditentukan sebagai berikut:

1. Bendera negara adalah Sang Merah Putih

2. Bahasa nasional atau bahasa persatuan adalah Bahasa Indonesia

3. Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya

4. Lambang negara adalah Garuda Pancasila

5. Semboyan negara adalah Bhinneka Tunggal Ika

6. Dasar falsafah negara adalah Pancasila

7. Konstitusi (Hukum Dasar) Negara adalah UUD NRI 1945

8. Bentuk Negara adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia

42
9. Konsepsi Wawasan Nusantara

10. Kebudayaan-kebudayaan daerah diterima sebagai kebudayaan nasional.

Pancasila sebagai Identitas Nasional Indonesia

Isi Arti Sila-sila Pancasila

• Ketuhanan Yang Maha Esa

• Sifat-sifat dan keadaan-keadaan di dalam negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan sebagai sebab
yang pertama dari segala sesuatu atau Causa Prima.

• Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

• sifat-sifat dan keadaan-keadaan di dalam negara seharusnya sesuai dengan hakikat manusia. Hakikat
manusia adalah bersusun, yaitu terdiri atas unsur-unsur yang majemuk tunggal atau monopluralis.

• Persatuan Indonesia

• sifat-sifat dan keadaan-keadaan di dalam negara harus sesuai dengan hakikat satu, yaitu mutlak utuh
tidak terbagi dan mutlak terpisah dari segala sesuatu hal lainnya.

• Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

• Sifat-sifat dan keadaan-keadaan di dalam negara harus sesuai dengan hakikat rakyat, yaitu keseluruhan
penjumlah semua orang warga dalam lingkungan daerah atau negara tertentu.

• Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

• sifat-sifat dan keadaan-keadaan di dalam negara harus sesuai dengan hakikat adil, yaitu dipenuhinya
sebagai wajib segala sesuatu yang telah merupakan suatu hak di dalam hubungan hidup.

Pancasila sebagai Pandangan Hidup dan Kepribadian Bangsa Indonesia

• Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan
pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.

• Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan perjanjian luhur bangsa Indonesia.

• Perjanjian luhur yang dimaksud adalah suatu kesepakatan yang memiliki makna dan nilai yang sangat tinggi, oleh
karenanya senantiasa dihormati dan dijunjung tinggi.

• Karakter bangsa Indonesia adalah nilai-nilai dasar Pancasila, sehingga Pancasila dikatakan sebagai jatidiri bangsa
yang menjadi inti identitas nasional Indonesia.

Pancasila sebagai Pandangan Hidup dan Kepribadian Bangsa Indonesia

• Notonagoro (1975) menyatakan identitas nasional berkaitan dengan pengertian bangsa. Identitas nasional
Indonesia adalah ciri khas bangsa Indonesia, yaitu manifestasi atau penjelmaan hakikat pribadi kemanusiaan
universal yang dilekati kualitas-kualitas dan sifat-sifat khusus ciri khas bangsa Indonesia.

43
• Sifat-sifat tetap yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia adalah jumlah kesatuan sifat-sifat yang tetap terlekat
pada bangsa dan orang Indonesia yang menyebabkan bangsa Indonesia dan orang Indonesia sebagai pribadi
berbeda dengan bangsa lain dan orang warga bangsa lain.

• HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA (Modul 6 BMP MKDU 4111) Inisiasi Tuton Ke-6

SEJARAH HAK ASASI MANUSIA

• Secara historis, hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual, muncul dalam
proses yang sangat Panjang, mulai dari Magna Charta tahun 1215 hingga The Universal Declaration of Human
Rights tahun 1948.

• Diakuinya hak asasi manusia melalui The Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 merupakan
salah satu pencapaian terbesar di dalam sejarah umat manusia.

• Kini istilah HAM dipahami secara bermacam-macam oleh para tokoh. Hak asasi manusia dipahami sebagai
seperangkat hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan
tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun (Junaidi, 2013: 79).

• Secara historis, hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual, muncul dalam
proses yang sangat Panjang, mulai dari Magna Charta tahun 1215 hingga The Universal Declaration of Human
Rights tahun 1948.

• Diakuinya hak asasi manusia melalui The Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 merupakan
salah satu pencapaian terbesar di dalam sejarah umat manusia.

• Kini istilah HAM dipahami secara bermacam-macam oleh para tokoh. Hak asasi manusia dipahami sebagai
seperangkat hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan
tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun (Junaidi, 2013: 79).

• Secara historis, hak asasi manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual, muncul dalam proses
yang sangat Panjang, mulai dari Magna Charta tahun 1215 hingga The Universal Declaration of Human Rights
tahun 1948.

• Diakuinya hak asasi manusia melalui The Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 merupakan
salah satu pencapaian terbesar di dalam sejarah umat manusia.

• Kini istilah HAM dipahami secara bermacam-macam oleh para tokoh. Hak asasi manusia dipahami sebagai
seperangkat hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan
tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun (Junaidi, 2013: 79).

PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA

• HAK ASASI MANUSIA adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

44
dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia” (Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).

LANDASAN FILOSOFIS HAK ASASI MANUSIA

• Secara filosofis, persoalan tentang hak asasi manusia ini mengemuka karena adanya satu pandangan yang sangat
prinsip bahwa manusia terlahir dalam keadaan bebas.

• Argumen filosofis yang mendasari pentingnya menjaga dan menghormati hak asasi manusia tidak lain adalah
karena hak asasi manusia adalah anugerah dari Tuhan YME sehingga harus dihormati, dan dinjunjung tinggi, demi
harkat dan martabat manusia.

IMPLEMENTASI HAM DI INDONESIA

• Indonesia adalah salah satu negara yang memberikan prioritas yang besar terhadap hak-hak warga negaranya.

• Bagi bangsa Indonesia HAM adalah salah satu hal fundamental yang menjadi dasar bagi pelaksanaan kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Diakuinya hak asasi manusia di dalam UUD NRI Tahun 1945 menunjukkan bahwa negara Indonesia menjadikan
hak asasi manusia sebagai prioritas

MACAM-MACAM HAK ASASI MANUSIA

• Franklin D. Rosevelt, mengemukakan empat kebebasan dasar, atau yang disebut dengan The Four Freedom, yaitu
kebebasan untuk memeluk agama; kebebasan berbicara; kebebasan dari rasa takut; dan kebebasan untuk
melakukan keinginan yang tidak meragukan orang lain.

• Wahidin (2015) membagi HAM menjadi enam kelompok, yaitu: 1) hak asasi pribadi; 2) hak asasi politik; 3) hak
asasi hukum; 4) hak asasi ekonmomi; 5) hak asasi peradilan; dan 6) hak asasi budaya.

MACAM HAM DALAM UUD 1945 PASAL 28A-J

 hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28A).

 Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan perkawinan melalui perkawinan yang sah (Pasal 28B (1)).

 Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi (Pasal 28B(2))

 Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, mendapat pendidikan, memperoleh
manfaat ipteks (Pasal 28C (1)).

 Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28C (2)).

 Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum (Pasal 28D (1))

 Bekerja dengan imbalan dan perlakuan yang layak, mendapat kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal
28D(3)).

MACAM HAM DALAM UUD 1945 PASAL 28A-J

45
 Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D(4)).

 Kebebasan beragama dan beribadah, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
negara tertentu, meninggalkannya dan berhak kembali (Pasal 28E (1)).

 Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nurani (Pasal 28E (2)).

 Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E (3))

HARMONI HAK DAN KEWAJIBAN

• Hak dan kewajiban adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

• Salah satu ketentuan tentang kewajiban, dapat dijumpai di dalam Pasal 27 Ayat (1) dan (3), Pasal 28 J Ayat (1),
dan Pasal 30 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

• Aturan tentang kewajiban tersebut sekalipun singkat, bersifat komprehensif karena menyangkut kewajiban
warga negara untuk mematuhi dan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku.

• Pada titik inilah harmoni hak dan kewajiban tersebut tercapai.

• Setiap manusia memang secara moral harus menghormati kebebasan orang lain. Atau dengan kata lain,
kebebasan manusia tersebut menjadi tidak tak terbatas karena dibatasi oleh kebebasan manusia yang lain.

• KONSEP DEMOKRASI INDONESIA (Modul 7 BMP MKDU 4111 ) Inisiasi Tuton Ke-7

PENGERTIAN DEMOKRASI

• Secara etimologis, berasal dari dua kata: “demos” (rakyat) dan “kratos”, atau “kratein” (kekuasaan).

• Demokrasi secara umum berarti “kekuasaan rakyat” atau “rakyat berkuasa” yang dalam bahasa Inggris sering
disebut dengan ungkapan government of rule by the people.

• Demokrasi adalah pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln)

• Negara demokrasi adalah negara yg diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat .

• Jika dilihat dari sudut pandang organisasi, demokrasi adalah pengorganisasian negara yg dilakukan oleh rakyat

• sendiri atau atas persetujuan rakyat krn kedaulatan ada di tangan rakyat.

PENGERTIAN DEMOKRASI SECARA HISTORIS

• DemokrasI lahir dari pemikiran hubungan negara dan hukum pada masa Yunani kuno dan dipraktikkan dalam
hidup bernegara abad ke-6 hingga abad ke-4 SM.

• Gagasan demokrasi pada masa Yunani Kuno mengalami masa surut saat bangsa Romawi dikalahkan oleh suku
Eropa Barat (Kaelan dan Zubaidi, 2007).

• Tatanan masyarakat yang demokratis digantikan dengan tantanan feodal yang memberikan tempat istimewa
kepada para pemuka agama dan pemimpin-pemimpin gereja.

46
• Zaman ini berlangsung selama berabad-abad dan baru surut ketika gerakan Renaissance muncul dan berusaha
menghidupkan kembali sastra dan budaya Yunani Kuno. Gerakan ini mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan
ke-16.

• Perkembangan demokrasi modern di kalangan masyarakat eropa menjadi semakin kuat ketika dalam kehidupan
spiritual masyarakat eropa terjadi reformasi, yakni revolusi agama yang melanda masyarakat Eropa Barat pada
abad ke-16.

PRINSIP-PRINSIP DASAR DEMOKRASI

Prinsip-prinsip dasar di dalam demokrasi tersebut disebut dengan istilah yang bermacam-macam. Samsul
Wahidin misalnya, menyebutnya dengan prinsip dasar dan budaya demokrasi.

1. Kedaulatan rakyat

2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah

3. Kekuasaan mayoritas

4. Hak-hak minoritas

5. Jaminan hak asasi manusia

6. Pemilihan yang bebas dan jujur

7. Persamaan di depan hukum

8. Proses hukum yang wajar

9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional

10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik

Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat

PRINSIP-PRINSIP DASAR DEMOKRASI

1. Pemegang kedaulatan negara adalah rakyat.

2. Mekanisme kekuasaan mayoritas.

3. Pelaksanaan pemilihan yang bebas dan jujur untuk memilih perwakilan rakyat yang akan menjalankan
pemerintahan.

4. Dihargainya nilai-nilai kebebasan, toleransi, pluralitas, kesetaraan, keadilan, kemanusiaan.

BENTUK-BENTUK DEMOKRASI

• Menurut Tores, sebagaimana dikutip oleh Kaelan dan Zubaidi, demokrasi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu
aspek formal dan aspek substantif.

47
• Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti sistem pemerintahan. Berdasarkan aspek formal ini,
demokrasi selanjutnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu demokrasi sistem presidensial dan demokrasi sistem
parlementer.

• Demokrasi dengan sistem presidensial adalah sistem demokrasi yang membebankan tanggung jawab
pelaksanaan pemerintahan kepada presiden.

• demokrasi dengan sistem parlementer membebankan tanggung jawab pemerintahan kepada parlemen.

• Selain dapat dibedakan berdasarkan aspek formal, sistem demokrasi juga dapat dibedakan berdasarkan nilai-nilai
yang mendasari bangunan sistem demokrasi tersebut.

• Dilihat dari nilai-nilai yang mendasarinya, demokrasi dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu pertama,
demokrasi sistem liberal, serta demokrasi sistem sosialis.

• Pemerintah mengklaim mewakili hasrat warga negara.

• Klaim tersebut berdasar atas adanya pemilihan kompetitif secara berkala antara calon alternatif.

• Kebanyakan orang dewasa ikut dalam pemilihan, sebagai pemilih atau yang dipilih

• Pemilihan bebas

• Warga negara memiliki kebebasan dasar: berbicara, pers, berkumpul dan berorganisasi, membentuk partai
politik

Kriteria Demokrasi menurut G. Bingham Powell Jr.

1. Pemerintah mengklaim mewakili hasrat warga negara.

2. Klaim tersebut berdasar atas adanya pemilihan kompetitif secara berkala antara calon alternatif.

3. Kebanyakan orang dewasa ikut dalam pemilihan, sebagai pemilih atau yang dipilih

4. Pemilihan bebas

5. Warga negara memiliki kebebasan dasar: berbicara, pers, berkumpul dan berorganisasi, membentuk partai
politik

Unsur-unsur dasar demokrasi


(menurut Kaelan dan Zubaidi, 2007)

• Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.

• Tingkat persamaan tertentu di antara warga negara.

• Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yg dipakai oleh warga negara.

• Suatu sistem perwakilan.

• Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.

Demokrasi memiliki dua aspek

48
• Aspek formal/prosedural

- pemilihan

- lembaga independen

- konstitusi/aturan perundang-undangan

• Aspek nilai-nilai/substansial

Dikembangkannya nilai kebebasan & kepentingan rakyat, penghargaan, kedamaian, keadilan, penghargaan atas
keanekaragaman, dll.

SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA

• Sistem demokrasi di Indonesia terdapat di dalam sila keempat Pancasila “Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” .

• perkembangan demokrasi di Indonesia ini dapat dibagi ke dalam empat periode, yaitu pertama, periode tahun
1945-1959; kedua, periode 1959-1965; ketiga, periode 1966-1998; dan keempat, periode 1999 hingga sekarang.

DEMOKRASI DI INDONESIA:
PERIODE TAHUN 1945-1959

• Periode ini adalah periode demokrasi dengan sistem parlementer

• Kelemahan demokrasi parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan DPR.

• Persatuan di kalangan golongan-golongan di Indonesia menjadi rapuh (Kaelan dan Zubaidi, 2007: 67).

• Periode ini adalah periode dilaksanakannya sistem demokrasi terpimpin yang memberikan porsi yang lebih besar
kepada negara di dalam mengontrol bidang-bidang kehidupan rakyat.

• Masa demokrasi terpimpin ini ditandai dengan dominasi dari presiden, terbatasnya peran partai politik,
berkembangnya partai komunis yang bahkan menjadi salah satu kekuatan politik terbesar pada saat itu, serta
semakin luasnya peranan ABRI sebagai pemegang kekuasaan militer di Indonesia (Kaelan dan Zubaidi, 2007: 68).

DEMOKRASI DI INDONESIA:
Periode tahun 1966-1998

• Periode ini juga lebih menonjolkan demokrasi dengan sistem presidensial.

• Meskipun secara normatif pemerintah pada masa ini berkomitmen untuk melaksanakan Pancasila dan UUD NRI
Tahun 1945 secara murni dan konsekuen, pada perkembangannya, peran presiden pada periode ini menjadi
semakin dominan khususnya terhadap lembaga-lembaga negara yang lain.

• Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 terkesan hanya sebagai alat politik dan legitimasi penguasa.

DEMOKRASI DI INDONESIA:
Periode 1999 – sekarang

49
• Pada masa reformasi ini, demokrasi dijalankan dengan berakar pada kekuatan multipartai yang berusaha
mengembalikan perimbangan kekuatan di antara lembaga-lembaga negara, baik lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif.

• Pada masa ini, peran partai politik kembali menonjol, sehingga pada saat yang sama, menunjukkan bahwa
demokrasi yang baru Indonesia ini memberi ruang yang lebih besar bagi partisipasi rakyat di dalam lembaga
legislatif.

CIRI-CIRI DEMOKRASI PANCASILA

• Demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila, yaitu system demokrasi yang dilandasi oleh nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

• Demokrasi Indonesia adalah pemerintahan rakyat yang berdasarkan pada nilai-nilai falsafah Pancasila, atau
pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat berdasarkan Pancasila.

CIRI-CIRI DEMOKRASI PANCASILA

• Demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila, yaitu system demokrasi yang dilandasi oleh nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

• Demokrasi Indonesia adalah pemerintahan rakyat yang berdasarkan pada nilai-nilai falsafah Pancasila, atau
pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat berdasarkan Pancasila.

PILAR DEMOKRASI DI INDONESIA

• Konsep kekuasaan

• Konsep pengambilan keputusan

• Konsep pengawasan

• Konsep partisipasi

KONSEP KEKUASAAN

1. Kekuasaan di tangan rakyat (Pembukaan UUD 1945; pasal 1 ayat (1); pasal 1 ayat (2)

2. Pembagian kekuasaan: eksekutif (pasal 4 ayat 1); legislatif (pasal 5 ayat 1; pasal 19; pasal 22C UUD 1945);
yudikatif (pasal 24 ayat 1); dan inspektif (pasal 20 ayat 1)

3. Pembatasan kekuasaan: pasal 1 ayat 2; pasal 20A ayat 1

KONSEP PENGAMBILAN KEPUTUSAN

• Keputusan didasarkan pada musyawarah sebagai asasnya

• Namun jika mufakat tidak tercapai, maka kemungkinan pengambilan keputusan dilakukan dg suara terbanyak.

• Diatur dalam pasal 7B ayat (7) UUD 1945

KONSEP PENGAWASAN

50
• Sebelum diamandemen, fungsi pengawasan dilakukan oleh MPR sbg penjelmaan rakyat.

• Setelah amandemen, dilakukan oleh seluruh warga negara yang secara formal berada pada DPR.

NEGARA DAN KONSTITUSI, OTONOMI DAERAH, SERTA GOOD AND CLEAN GOVERNMENT (Modul 8 dan 9 BMP
MKDU 4111 ) Inisiasi Tuton Ke-8

PENGERTIAN NEGARA

• Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki dua definisi tentang negara:

1. Organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat.

2. Kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan
pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan
nasionalnya.

PENGERTIAN NEGARA

Ada tiga unsur utama pembentuk negara yaitu:

• RAKYAT

• WILAYAH

• PEMERINTAH

HAKIKAT NEGARA

• Kaelan memberikan definisi negara sebagai suatu persekutuan hidup bersama dari masyarakat, memiliki
kekuasaan politik, mengatur hubungan-hubungan, kerjasama dalam masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu
di suatu wilayah tertentu

• Pada hakikatnya, negara dibentuk dan dibuat untuk membangun tatanan kehidupan masyarakat agar teratur dan
berjalan lebih baik. Negara ada untuk menciptakan kehidupan yang serasi, selaras, dan seimbang antar
kebutuhan manusia.

TEORI ASAL MUASAL NEGARA

• TEORI KETUHANAN

• Teori ini mengungkapkan bahwa terjadinya negara atas dasar kehendak Tuhan. Segala sesuatu terjadi karena
kehendak Tuhan oleh karena itu siapa pun yang menjalankan pemerintahan merupakan wakil Tuhan di bumi.

• TEORI PERJANJIAN

• Kehidupan manusia digambarkan sebagai seusatu yang kacau, dan diperlukan kesepakatan atau perjanjian satu
dengan yang lainnya untuk menjaga dan melindungi kepentingan dirinya dari ancaman dan gangguan

TUJUAN NEGARA

51
1. Membangun kondisi masyarakat yang stabil

• Memajukan kesejahteraan umum

• Menjamin keamanan masyarakat

• Memelihara dan menjamin terlaksananya Hak Asasi Manusia

FUNGSI NEGARA

1. Menjaga keamanan dan ketertiban

2. Menegakkan keadilan

3. Mengupayakan kesejahteraan

4. Melaksanakan fungsi pertahanan dan keamanan untuk mengantisipasi serangan dari luar

KONSTITUSI

 Konstitusi merupakan keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintah diselenggarakan dalam suatu masyarakat.

 Konstitusi merupakan “kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak pihak yang
diperintah (rakyat), dan hubungan di antara keduanya” .

 Konstitusi pada hakikatnya berlaku sebagai hukum tertinggi karena merupakan wujud perjanjian sosial tertinggi
seluruh rakyat yang berdaulat dalam suatu negara.

10 FUNGSI KONSTITUSI

1. Fungsi penentu batas kekuasaan organ negara

2. Fungsi mengatur hubungan kekuasaan antar organ negara

3. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dan warga negara

4. Fungsi memberikan legitimasi terhadap kekuasaan negara

5. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan

6. Fungsi simbolik sebagai pemersatu

7. Fungsi sebagai rujukan identitas

8. Fungsi simbolik sebagai pusat upacara

9. Fungsi simbolik sebagai sarana pengendalian masyarakat

10. Fungsi sebagai sarana perekayasa dan pembauran masyarakat

GOOD AND CLEAN GOVERNMENT KONSEP OTONOMI DAERAH

 Konsep otonomi daerah muncul karena tuntutan masyarakat tentang perlunya manajemen pemerintahan yang
baru mengingat pemerintahan yang sentralistik dianggap memiliki banyak kekurangan.

52
 Otonomi daerah diatur di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

 Otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri
untuk mengambil keputusan mengenai kepentingan masyarakat setempat.

 Konsep otonomi daerah muncul karena tuntutan masyarakat tentang perlunya manajemen pemerintahan yang
baru mengingat pemerintahan yang sentralistik dianggap memiliki banyak kekurangan.

 Otonomi daerah diatur di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri
untuk mengambil keputusan mengenai kepentingan masyarakat setempat

PENGERTIAN OTONOMI DAERAH

• OTONOMI

• DAERAH

• hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur atau mengurus sendiri urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat

• sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia

LANDASAN HUKUM OTONOMI DAERAH

• UUD NRI Tahun 1945, pasal 18, 18A, 18B

• TAP No. IV/MPR/2000 Tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah

• UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

• UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan keuangan pusat dan daerah

• UU No. 8 Tahun 2005

PRINSIP OTONOMI DAERAH

1. Pelaksanaan otonomi daerah harus memperhatikan aspek demokratis, keadilan, pemerataan, potensi, dan
keanekaragaman daerah.

2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas nyata dan bertanggung jawab.

3. Pelaksanaan otonomi luas di tingkat kabupaten dan kota, sedangkan ditingkat provinsi otonomi terbatas.

4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi.

5. Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah.

6. Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan fungsi legislatif dan fungsi anggaran.

7. Pelaksanaan otonomi daerah harus berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan
memperhatikan keserasian hubungan antarsusunan pemerintahan

53
AZAS OTONOMI DAERAH

• Azas Umum

1. Kepastian hokum

2. Tertib penyeleggaraan negara

3. Kepentingan umum

4. Keterbukaan

5. Proporsionalitas

6. Profesionalitas

7. Akuntabilitas

8. Efesiensi

9. Efektivitas

• Azas Khusus

1. Desentalisasi

2. Dekonsentrasi

3. Tugas Pembaruan

GOOD AND CLEAN GOVERNMENT

• Secara harfiah, good governance dimaknai sebagai tata kelola pemerintahan ‘yang baik’.

• Secara konseptual, istilah ‘yang baik’ di dalam pengertian good governance mengacu pada beberapa kriteria.

• Pertama, yang baik mengacu pada nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai-
nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional, kemandirian,
pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial.

• Kedua, yang baik juga mengacu pada aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut (Lembaga Administrasi Negara, 2007: 25).

Prinsip-prinsip Good Governance

1. Partisipasi

2. Taat hukum

3. Transparansi

4. Responsif

5. Berorientasi kesepakatan

6. Kesetaraan

54
7. Efektif dan efisien

8. Akuntabilitas

9. Visi strategis

KEJAHATAN KORUPSI DALAM PERSPEKTIF GOOD GOVERNANCE

• Korupsi menjadi kejahatan yang paling serius di Indonesia.

• Dalam perspektif good governance kejahatan korupsi sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip yang berlaku di
dalam good governance.

• Sama halnya dengan good governance, terdapat beberapa strategi di dalam mewujudkan clean government yang
menjadi ukuran untuk menilai bersih tidaknya sebuah tata kelola pemerintahan, terutama bersih dari kejahatan
korupsi.

STRATEGI MEWUJUDKAN CLEAN GOVERNMENT DAN UPAYA UNTUK MENGATASI KORUPSI

Azyumardi Azra mengemukakan ada setidaknya tiga strategi mengatasi korupsi:

1. Merubah kebijakan yang mendorong orang atau memberikan kesempatan bagi terjadinya korupsi

2. Menata kembali struktur penggajian dan insentif material lainnya yang berlaku pada lembaga-lembaga
administrasi-birokrasi dan institusi-institusi politik lainnya.

3. Mereformasi lembaga-lembaga hukum untuk menciptakan, menegakkan hukum (law enforcement) dan
memperkuat rule of law.

55

Anda mungkin juga menyukai